Permulaan Krisis
Krisis yang terjadi di Indonesia terjadi secara tiba-tiba, tidak ada
indikator yang menjadi peringatan awal akan datangnya krisis. Bahkan Bank Dunia pada tahun 1998 menilai dan menyatakan bahwa “Indonesia sedang mengalami krisis yang parah. Sebuah Negara yang mencapai dekade-dekade pertumbuhan cepat, stabilitas, dan pengurangan
kemiskinan, sekarang mendekati kehancuran ekonomi…Tidak ada
Negara dalam sejarah sekarang ini, terkecuali Indonesia, yang pernah mengalami pemutar balikan nasib dramatis sedemikian rupa”. Tidak ada yang pernah menyangka bahwa krisis berat ini akan terjadi karena
keadaan perekonomian dan pemerintahan sangat tenang.
Pertumbuhan ekonomi pada waktu itu kuat, dan semua fakta yang
ada membuktikan bahwa keuntungan-keuntungan sangat besar dan meluas. Badan pusat statistik (BPS) memperkirakan presentasi
Bahkan pada awal tahun 1996 dikabarkan bahwa Indonesia akan
merakit mobil nasionalnya sendiri di dalam negeri, yang
mensyaratkanadanya pembebasan pajak. Dengan Keputusan Presiden, kontrak perakitan itu jatuh ke tangan Tommy Soeharto. Namun bisnis ini kemudian menjadi skandal, karena Tommy bekerja sama dengan dengan perusahaan manufaktur mobil dari Korea, yaitu Kia, yang dibebaskan dari pajak dan bea masuk. Namun segera ketahuan bahwa usaha
bersama ini sama sekali tidak akan membuat mobil nasional di
Indonesia. Malah, mobil itu menjadi buatan Kia sepenuhnya yang diberi label mobil nasional di Indonesia, sehingga mampu terhindar dari segala pajak dan bea masuk serta mendatangkan keuntungan yang besar dari kedua belah pihak. Mobil baru tersebut diberi nama Timor sehingga semakin tepat menjadi mobil nasional. Soeharto menyetujui
Indikator-indikator bisnis lain juga menyebutkan bahwa pada
masa pra-krisis, perekonomian di Indonesia juga mengalami
kemajuan yang pesat. Investasi dan tabungan naik. ICOR[1]
menunjukkan hasil yang bagus pada masa itu. Pada akhir
tahun 1996 tidak ada catatan kehilangan antusiasme investor
pada rupiah atau pasar saham, tidak seperti di Thailand.
Indikator-indikator kesehatan perusahaan tampak memuaskan.
Industri-industri bangunan dan pasaran perumahan di kota
tumbuh pesat.
Namun, rupanya keadaan inilah yang membahayakan. Karena
kehidupan ekonomi tidak bisa tumbuh terus tanpa batas dan
terus terjadi fluktuasi ekonomi. Gejala pasang surutnya
Terjadinya Krisis
Pada tahun 1997 Indonesia memiliki utang jangka pendek yang besar dan segara jatuh tempo. Karena banyak utang masuk ke dalam Indonesia yang biasanya dalam bentuk dolar Amerika, sehingga
semakin membengkak karena mengikuti pergerakan mata uang rupiah yang tidak bagus.
Masalah perekonomian tidak pernah terlepas dari masalah politik.
Respon pertama dari pemerintah terhadap krisis mencerminkan
kesombongan dan kurangnya kesadaran terhadap realitas. Reformasi diumumkan, namun proyek para kroni dan keluarga, seperti mobil nasional Tommy, terus dilindungi. Nampaknya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) semakin menambah keruh keadaan. Praktik KKN menyebabkan keruntuhan perekonomian rakyat. Karena praktik
Korupsi memperumit krisis di Indonesia. Tidak hanya persoalan tentang
keluarga yang tidak ada habis-habisnya, tetapi juga suatu sistem politik yang telah kehilangan kemampuannya untuk bertindak meyakinkan dalam sebuah krisis dan oleh karena itu kekurangan kredibilitas dimata baik investor domestik maupun asing.
Sementara korupsi menjadi lebih terpusat, pengaruh para teknokrat semakin berkurang. Untuk pertama kalinya di bawah Soeharto, portofolio Bappenas[2] tidak jatuh keseorang ekonom. Pada waktu yang sama, sejumlah sekutu kunci Habibie (yang disebut ‘teknolog’), dengan pandangan yang berlawanan dengan ortodoks ekonomi teknokrat dimasukkan dalam kabinet. Terlebih lagi, pada
permulaan krisis, tiga ahli ekonom kunci dalam kabinet ini, meski mampu secara taknik dan dikagumi secara luas profesionalisasi mereka, namun dalam berbagai hal tidak mampu.
IMF juga dapat dikatakan sebagai aktor dari krisis yang terjadi ini selain
Soeharto. Program-program IMF terlalu ambisius dan kompeherensif, sampai
Kebanyakan kritik-kritik ini berlaku untuk pendekatan IMF selama
6 bulan pertama krisis, dan merupakan fast learner. IMF
mengubah cepat tujuan dan kebijakan fiskal yang bukan faktor
utama dalam krisis. Hal ini melonggarkan pendirian kebijakan
moneter dan tingkat bunga negatif Indonesia. Sejak awal 1998
Dampak Krisis Pada Berbagai
Sektor
EKONOMIProduksi telah mengalami penyusutan sampai pada tingkat perekonomian rata-rata, namun dengan perbedaan yang besar antara aktivitas orientasi ekspor dan aktivitas pasar lokal. Namun, hal ini berbeda dengan penurunan konsumsi ruhah tangga yang sedang, yaitu 2,9 %. Hal ini dikarenakan strategi pada kalangan rumah tangga dalam menghadapi krisis. Contohnya, bagi rumah tangga yang memiliki uang, mereka
membelanjakan uang tersebut untuk belanja bahan pakok secara habis-habisan, lalu mereka menimbun bahan-bahan pokok tersebut dengan dalih mereka khawatir apabila harga-harga semakin melambung. Konsumsi pemerintah menurun kira-kira pada
tingkat yang sama dengan perekonomian secara menyeluruh dan menggarisbawahi tidak adanya stimulus fiskal.
Neraca pembayaran juga dapat memberikan dimensi tambahan pada gambaran kehancuran perekonomian Indonesia ini. Sebaimana tercatat, keadaan keuangan
Sosial
Banyak rumah tangga kelas menengah mempunyai asset dalam bentuk dollar. Sebagai contoh, rekening-rekening bank dollar pada waktu masa pra krisis sudah umum di Indonesia, sesudah itu tentu saja semakin berkembang biak. Dengan terjadinya krisis yang
dramitis, membuat mereka lebih pandai mengatur strategi dalam berinvestasi.
Berbagai estimasi upah riil menunjukkan penurunan yang
signifikan, tetapi penurunan ini bervariasi menurut daerah, dan peka terhadap pemilihan deflator. Penurunan dibidang pertanian beras di Jawa jatuh sekitar 30-50% selama tahun 1998. Aktivitas non
Keuangan
Dari 1 Juli 1997, rupiah jatuh lebih jauh terhadap dollar AS daripada mata uang perdagangan internasional negara Asia lainnya. Pada taggal 31 Maret 1999 nilia nominalnya 28% dari pertengahan tahun 1997, kurang dari separo rata-rata wilayah dan krisis
perekonomian yang lain. Data juga menggambarkan kurs mata uang Indonesia lebih lambat melambung dari titik rendah di awal 1998 dibandingkan dengan negara-negara tetangganya. Perpindahan-perpindahan nilai tukar pada awalnya berwujud menjadi depresiasi yang lebih tajam daripada masa krisis ekonomi yang lain. Tapi
menjelang akhir tahun, apresiasi nominal bersama dengan inflasi yang tinggi telah menghancurkan banyak keuntungan dalam daya saing.
Penurunan pada pasar saham Indonesia pada kurs lokal pada awalnya mirip dengan krisis ekonomi, tapi lalu menunjukkan
pemulihan kembali yang sangat kecil sampai awal tahun 1999.
Kesimpualn
Krisis yang terjadi di Indonesia terjadi secara tiba-tiba, tidak ada indikator yang menjadi peringatan awal akan datangnya krisis. Bahkan Bank Dunia pada tahun 1998 menilai dan menyatakan bahwa “Indonesia sedang mengalami krisis yang parah. Sebuah Negara yang mencapai dekade-dekade pertumbuhan cepat, stabilitas, dan pengurangan kemiskinan, sekarang mendekati kehancuran
ekonomi…Tidak ada Negara dalam sejarah sekarang ini, terkecuali Indonesia, yang pernah mengalami pemutar balikan nasib dramatis sedemikian rupa”. Tidak ada yang pernah menyangka bahwa krisis berat ini akan terjadi karena keadaan perekonomian dan pemerintahan sangat tenang.
Pada tahun 1997 Indonesia memiliki utang jangka pendek yang besar dan segara jatuh tempo. Karena banyak utang masuk ke dalam Indonesia yang biasanya dalam bentuk dolar Amerika, sehingga semakin membengkak karena mengikuti pergerakan mata uang rupiah yang tidak bagus. Utang jangka pendek tersebut berkisar US$ 30-40 miliar pada tahun 1997. Sistem perbankan yang menangani semua uang ini sama sekali tidak tertata dengan baik. Jepang, mesin ekonomi kawasan Asia Tenggara masih mengalami resesi yang berkepanjangan sepanjang tahun 1990an. Jadi Indonesia tidak dalam kondisi bagus untuk
menghadapi kejutan ekonomi. Keadaan cuaca yang buruk memperparah keadaan Indonesia karena badai kekeringan El Nino yang parah telah mengurangi produksi beras hingga 10% pada tahun 1997-1998.
Krisis Asia dimulai di Thailand menghantam Indonesia. Rupiah selama
ini berada dalam kisaran Rp 2500/US$, namun nilai ini segera merosot pada bulan Juli 1997. Pada bulan Agustus, nilai mata uang rupiah sudah menurun 9%. Bank Indonesia mengakui bahwa ia tidak bisa membendung rupiah
yang terus merosot. Pada akhir Oktober, nilai tukar rupiah menjadi Rp 4000/US$. Dari sini rupiah semakin terpuruk. Pada bulan Januari 1998, rupiah tenggelam hingga level sekitar 17000/US$, atau kehilangan 85% nilainya. Bursa saham Jakarta hancur. Hampir semua perusahaan modern di Indonesia bangkrut. Tabungan kelas menengah lenyap, dan jutaan pekerja diberhentikan dari pekerjaan mereka.
Perekonomian Indonesia mengalami keadaan yang parah.
Perekonomiannya surut sebanyak 13,6 % pada tahun 1998. Seperti yang bisa diduga, efek-efek sektoral krisis sangat tidak rata. Secara khusus, hasil pertanian sebenarnya konstan, namun penurunan dalam sektor konstruksi dan keuangan cukup menonjol. Perpindahan-perpindahan nilai tukar pada awalnya berwujud menjadi depresiasi yang lebih tajam daripada masa krisis ekonomi yang lain. Tapi menjelang akhir tahun, apresiasi nominal bersama dengan inflasi yang tinggi telah menghancurkan banyak keuntungan dalam daya saing. Angka kemiskinan sudah pasti menunjukkan angka kenaikan. Jumlahnya sekitar 56% dari populasi.