• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAK KHIYAR KONSUMEN DAN SISTEM RETUR DALAM JUAL BELI FASHION HIJAB SECARA ONLINE DI INSTAGRAM #TASHAPROJECT : STUDI KOMPARATIF.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HAK KHIYAR KONSUMEN DAN SISTEM RETUR DALAM JUAL BELI FASHION HIJAB SECARA ONLINE DI INSTAGRAM #TASHAPROJECT : STUDI KOMPARATIF."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

HAK

KHIYA>R

KONSUMEN DAN SISTEM

RETUR

DALAM

JUAL BELI

FASHION HIJAB

SECARA

ONLINE

DI

INSTAGRAM

#tashaproject (STUDI KOMPARATIF)

SKRIPSI

Oleh :

Ovilia Nukiyanto Putri

NIM. C02212035

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

 

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang studi komparatif Hak

Khiya>r Konsumen Terhadap Sistem Retur dalam Jual Beli Fashion Hijab secara

Online di Instagram #tashaproject. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan bagaimana hak khiya>r pembeli fashion hijab secara online, bagaimana sistem retur dalam jual beli fashion hijab di Instagram #tashaproject, bagaiaman tinjauan hukum Islam dan hukum positif atas pembeli fashion hijab

secara online, dan apa persamaaan dan perbedaan hak khiya>r konsumen terhadap sistem retur dalam jual beli fashion hijab secara online menurut Hukum Islam dan Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah pendekatan kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi, teknik pengamatan dan wawancara. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya disusun dan ditinjau dengan menggunakan metode komparatif dengan pola pikir induktif.

Kasus yang ditemui di lapangan menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh #tashaproject adalah bentuk tanggungjawab seorang penjual kepada pembelinya dengan cara me-retur produk yang rusak atau cacat saat diterima oleh pembeli. Tetapi pihak penjual tidak bisa memastikan akan berapa lama

me-retur produknya dikarenakan penjual harus memproduksinya dahulu. Dari pihak pembeli pun juga mengetahui karena sudah dijelaskan diawal sebelum melakukan transaksi.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa yang dilakukan #tashaproject sesuai dengan syariat Islam yaitu dalam sistem retur -nya di #tashaproject disandarkan pada kebiasaan. Karena di awal akad penjual tidak menjelaskan akan berapa lama penjual me-retur barang yang rusak saat diterima oleh pembeli. Tapi pihak penjual jelas dalam mengganti barang yang rusak. Dimana sesuai dengan pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad dalam riwayatnya. Sedangkan menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen, #tashaproject sudah berjalan sesuai Undang-undang. Karena sudah menjalankan perlindungan konsumen dengan menerima hak-hak untuk konsumen dengan sistem retur atau pengembalian yang sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen.

(7)

ix  DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II HAK KHIYA>R KONSUMEN TERHADAP SISTEM RETUR DALAM JUAL BELI FASHION HIJAB SECARA ONLINE DI INSTAGRAM #tashaproject ... 18

A. Pengertian Khiya>r ... 18

B. Macam-macam Khiya>r ... 19

1. Khiya>r Majlis ... 19

2. Khiya>r Syarat ... 22

3. Khiya>r ‘aib ... 26

(8)

D. Hukum Khiya>r dalam Jual Beli ... 40

BAB III HAK KHIYA>R KONSUMEN TERHADAP SISTEM RETUR

DALAM JUAL BELI FASHION HIJAB SECARA ONLINE DI

INSTAGRAM #tashaproject ... 42

A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram

#tashaproject ... 42

B. Perlindungan Konsumen Terhadap Pembeli/Konsumen dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ... 44

C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

Perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen ... 49

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HAK KHIYA>R

KONSUMEN TERHADAP SISTEM RETUR DALAM JUAL

BELI FASHION HIJAB SECARA ONLINE MENURUT

HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 59

A. Hak Khiya>r Konsumen terhadap Sistem Retur dalam Jual Beli Fashion Hijab Secara Online Menurut Hukum Islam ... 59

B. Hak Khiya>r Konsumen terhadap Sistem Retur dalam Jual Beli Fashion Hijab Secara Online Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen ... 60

C. Persamaan dan Perbedaan Hak Khiya>r Konsumen Terhadap Sistem Retur dalam Jual Beli Fashion Hijab

Secara Online Menurut Hukum Islam dan Undang-undang Perlindungan Konsumen ... 62

a. Persamaan Hak Khiya>r Konsumen Terhadap Sistem

Retur dalam Jual Beli Fashion Hijab Secara Online

Menurut Hukum Islam dan Undang-undang Perlindungan Konsumen ... 62

b. Perbedaaan Hak Khiya>r Konsumen Terhadap Sistem

Retur dalam Jual Beli Fashion Hijab Secara Online

(9)

xi 

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(10)

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan

berinteraksi, mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu

praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya

jual beli yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang

mereka inginkan. Jual beli merupakan aktivitas yang dilakukan manusia

umumnya dalam perekonomian baik itu sebagai produsen ataupun konsumen.

Islam pun mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama sehingga

ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu berinteraksi dalam

koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap sesama

manusia, hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bersifat

universal dan komprehensif.

Manusia sebagai makhluk sosial juga tidak bisa lepas dari

bermuamalah antara satu dengan yang lainnya. Muamalah sesama manusia

senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan sesuai kemajuan dalam

kehidupan manusia. Karena manusia tidak bisa lepas dari bermuamalah dan

berinteraksi maka sering sekali di dalam kehidupan bermasyarakat manusia

melakukan transaksi jual beli. Dimana jual beli adalah tukar menukar atau

peralihan kepemilikan dengan cara pergantian menurut bentuk yang

(11)

2

barang dengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari seseorang

terhadap orang lainnya atas kerelaan kedua belah pihak.1

ْ ﺇ ﻁ ْ ْ ْ ْ

ْ ْ ﺁ

ْ ﻋ ً

ْ ْ ﺽ

ۚ◌

ْﻘ

ْ ﺴﻔْ

ۚ◌

ْ

ً ﺣ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.2

Islam agama yang sempurna telah meletakkan kaidah-kaidah dasar

dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia, baik dalam ibadah maupun

muamalah. Muamalah berbeda dengan ibadah, dalam ibadah perbuatan

dilarang kecuali diperintahkan. Oleh karena itu, semua perbuatan yang

dikerjakan harus sesuai dengan tuntutan yang diajarkan Rasulullah, ibadah

dalam Islam adalah pelaksanaan segala macam perbuatan yang diperintahkan

oleh agama untuk mengatur hubungan dengan Allah serta sebagai ujian

terhadap kebenaran dan kekuatan imannya dalam praktik kehidupan

sehari-hari.3

Agama Islam memberikan norma dan etika yang bersifat wajar dalam

usaha mencari kekayaan untuk memberi kesempatan pada perkembangan

hidup manusia di bidang muamalah dikemudian hari.

      

1 Muhammad Ibrahim Al-Jamal, Fiqih Muslimah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), 24.

2 Al-Quran, Surah Al-Nisa:29, Depag RI, Al Qur’anul Kariim dan terjemahannya, (Bandung:

Gema Risalah Pres, t.t), 58

(12)

3

Seiring dengan perkembangan masyarakat mengenai jual beli, ada hak

khiya>r untuk konsumen. Sebelumnya yang dimaksud khiya>r adalah pilihan,

memilih melangsungkan atau membatalkan jual beli. Disini yang dimaksud

khiya>r untuk konsumen yaitu pilihan melangsungkan retur atau tidak

melangsungkan retur. Dalam bertransaksi di semua kegiatan berekonomi

tentunya tidak akan terlepas dari sebuah penawaran, baik yang dilakukan oleh

penjual atau pembeli. Dan akad jual beli terdapat banyak sekali rukun dan

syarat yang harus dipenuhi untuk mewujudkan agar akad yang dilakukan sah,

dan menghasilkan produk hukum yang halal. Karena segala sesuatu yang

dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginan sendiri bukan karena

terpaksa atau dipaksa, keinginan tersebut harus ada pernyataan dari kedua

orang tersebut seperti “saya telah menjual barang ini kepadamu” dan “saya

terima barangmu”.

Perkembangan jual beli saat ini lebih sering transaksi jual beli di dunia

maya atau internet. Kemajuan teknologi informasi, telah melahirkan banyak

perubahan mendasar dalam kehidupan manusia saat ini. Ketersediaan

informasi yang dapat diakses secara “instan” melalui telepon rumah, telepon

genggam, televisi, komputer yang terhubung dengan internet dan berbagai

media elektronik, telah menggeser cara manusia bekerja, belajar, mengelola

perusahaan, menjalankan pemerintahan, berbelanja atau melakukan kegiatan

perdagangan. Kenyataan demikian seringkali disebut dengan era globalisasi

ataupun revolusi informasi, untuk menggambarkan betapa mudahnya

(13)

4

dikirimkan tanpa lagi mengenal batas-batas geografis suatu negara.

Masyarakat islam juga tentunya menghadapi kemajuan teknologi informasi

seperti ini. Terutama dalam kemudahan internet untuk memenuhi kebutuhan

jual beli.

Salah satunya adalah jual beli fashion hijab di Instagram

#tashaproject. Di #tashaproject menjual berbagai macam pakaian muslimah

khususnya muslimah remaja. Dalam jual beli secara online ini, biasanya si

penjual mengiklankan barang yang akan dijualnya melalui Instagram dengan

mencantumkan gambar atau foto barang, spesifikasi barang, harga dan nomor

handphone si penjual. Berdasarkan kasus yang ada, pembeli cenderung

menjadi pihak yang dirugikan dalam sebuah transaksi jual beli online yang

curang. Dikarenakan si pembeli tidak teliti dalam memeriksa barang atau

karena si penjual yang tidak jujur dalam memberikan informasi tentang

barang tersebut. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan pihak penjual yang

dirugikan atau dicurangi. Salah satu bentuk kecurangannya yaitu dengan

berpura-pura reseller, agar bisa memperoleh barang dengan harga yang

miring.

Ketika kedua belah pihak ada yang mempunyai keinginan yang tidak

baik dalam bertransaksi jual beli, maka didalam hukum Islam mempunyai hak

khiya>r, yakni hak untuk melanjutkan atau mengurungkan jual beli, sehingga

dengan adanya hak khiya>r ini kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.

Tetapi apakah benar dengan khiya>r ini hak si penjual dan pembeli bisa

(14)

5

Alasan penulis mengambil kajian ini pada instagram, karena sosial

media jual beli ini ramai dikunjungi oleh para penjual dan pembeli. Siapa saja

boleh memasangkan iklan untuk menjual barang tanpa dimintai biaya, cukup

dengan men-download aplikasi saja. Barang-barang yang diperjualbelikan

cukup beraneka ragam, seperti baju, handphone, makanan, tas, dan lain

sebagainya. Si penjual dan si pembeli biasanya hanya berhubungan melalui

whatsapp, line, telepon dan melakukan transaksi pembayaran dengan transfer

dan barang yang dibeli akan dikirimkan melalui ekspedisi oleh si penjual

kepada si pembeli. Namun ternyata dalam perjalanannya kemudian, banyak

pembeli yang merasa dirugikan. Beberapa merasa dirugikan karena barang

yang diterima tidak sesuai dengan gambar, atau barang yang diterima

ternyata cacat, atau juga barang tidak sampai kepada pembeli, dan banyak

lagi kasus yang lainnya. Dan pada umumnya barang yang diterima cacat atau

rusak si pembeli komplain dengan meminta ganti barang yang baru karena

barang yang sampai sudah ada cacat atau rusak.

Hal ini tentu saja tidak serta merta menjadi kesalahan yang

dibebankan kepada pihak penjual. Karena pembeli sebagai pelaku ekonomi

juga punya kewajiban untuk menjaga hak-haknya sendiri dengan berhati-hati

ketika melakukan transaksi sesuai yang dituangkan di dalam UU

Perlindungan Konsumen.

Transaksi retur barang rusak atau cacat yang terjadi di #tashaproject

adalah tidak adanya kepastian waktu barang ready atau dikirim kembali dari

(15)

6

Order atau jika ada yang memesan baru akan dijahitkan oleh penjual. Itu yang

membuat pembeli sedikit merasa kecewa, tetapi dari #tashaproject sendiri

berkewajiban mengganti barang yang rusak atau cacat tersebut. Mereka

selalu mengkonfirmasi semuanya dengan sangat jelas kepada pelanggannya.

Hukum syariat Islam juga dijelaskan secara rinci dalam fiqh sunah

kontemporer dan kitab Fath Al-Qarib yang kebanyakan membahas tentang

syarat-syarat penjual, pembeli, barang yang dijual, juga tentang akad-akad

jual beli yang dilarang karena menimbulkan kemudhorotan di salah satu

pihak.

Dari paragraf di atas berarti bahwa hukum positif yang berupa UU

Perlindungan Konsumen maupun hukum Islam mempunyai pusaka tersendiri

dalam mengatur kemaslahatan kegiatan ekonomi jual beli ini. Oleh karena

itulah penulis mengkomparasikan kedua hukum ini dalam kaitannya dengan

Hak Khiya>r Konsumen terhadap Sistem Retur dalam Jual Beli Fashion Hijab

Secara Online di Instagram#tashaproject.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan

kemungkinan-kemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan

melakukan identifikasi dan inventarisasi sebanyak-banyaknya kemungkinan

yang dapat diduga sebagai masalah.4 Dari paparan latar belakang, maka

muncul beberapa masalah yang diantaranya:

      

4 Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Penulisan

(16)

7

1. Hak khiya>r pembeli online di instagram.

2. Sistem retur dalam jual beli online di instagram.

3. Perlindungan hukum Islam dan hukum positif atas pembeli online di

instagram.

4. Mekanisme jual beli online di instagram.

5. Jangka waktu retur barang.

Agar pokok permasalahan diatas lebih terarah mengenai hak khiya>r

konsumen terhadap sistem retur dalam jual beli fashion hijab secara online di

instagram #tashaproject, maka batasan masalah yang akan di bahas pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hak khiya>r konsumen dalam jual beli fashion hijab secara online di

instagram #tashaproject.

2. Sistem retur dalam jual beli fashion hijab secara online di instagram

#tashaproject.

3. Studi komparasi hukum Islam dan hukum positif atas pembeli fashion

hijab secara online.

4. Persamaan dan perbedaan hak khiya>r konsumen terhadap sistem retur

dalam jual beli fashion hijab secara online menurut Hukum Islam dan

Undang-undang Perlindungan Konsumen.

C. Rumusan Masalah

Pokok permasalahan pada penelitian ini agar lebih fokus dan

operasional, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

(17)

8

2. Bagaimana sistem retur dalam jual beli fashion hijab di instagram

#tashaproject?

3. Bagaimana tinjauan hukum Islam dan hukum positif atas transaksi

fashion hijab secara online?

4. Apa persamaan dan perbedaan hak khiya>r konsumen terhadap sistem

retur dalam jual beli fashion hijab secara online menurut Hukum Islam

dan Undang-undang Perlindungan Konsumen?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian

yang sudah pernah dilakukan seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.5 Penelitian

yang berhubungan dengan khiya>r konsumen telah dibahas oleh:

1. Dhaseb Aberta Satriadin dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan

Hukum Islam Terhadap khiya>r Dalam Jual Beli Sistem COD (Cash On

Delivery) (Studi Kasus: COD Barang-barang Bekas di Web Toko Bagus

Wilayah Yogyakarta)”. Penelitian tersebut membahas tentang praktek

khiya>r dalam jual beli sistem COD (Cash On Delivery) menurut tinjauan

hukum Islam di Toko Bagus. Hasil penelitian mengemukakan bahwa

praktek khiya>r dalam jual beli sistem COD (Cash on Delivery) dilakukan

pada saat si penjual dan pembeli bertemu di tempat transaksi yang

ditentukan sebelum terjadinya akad jual beli. Adapun macam-macam

khiya>r yang bisa dilakukan dalam transaksi jual beli COD (Cash on

      

(18)

9

Delivery) adalah khiya>r ‘aib dan khiya>r majlis serta si penjual dan

pembeli mendapatkan hak-haknya dari khiya>r tersebut. 6

2. Ali Mahrus dalam skripsinya yang berjudul “Telaah Penerapan Prinsip

Khiya>r Dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Ciputat”. Penelitian tersebut

membahas tentang praktek khiya>r yang diterapkan di Pasar Ciputat. Hasil

penelitian mengemukakan bahwa praktek khiya>r sudah diterapkan

mayoritas penjual di Pasar Ciputat. Khiya>r yang terjadi di Pasar Ciputat

kebanyakan adalah khiya>r syarat dan khiya>r ‘aib. Proses khiya>r di Pasar

Ciputat sudah sesuai dengan ajaran agama Islam walaupun masih banyak

yang harus diperbaiki. Sedangkan kendala dalam pelaksanaannya yaitu

masih ada beberapa penjual belum mengenal khiya>r dan konsepnya.7

3. Solikhin dalam skripsinya yang berjudul “Perlindungan Hak-hak

Konsumen Transaksi Jual Beli Online Perspektif Hukum Islam dan

Hukum Positif di Indonesia”. Penelitian tersebut membahas tentang

perlindungan hak-hak konsumen transaksi e-commerce dalam hukum

Islam dan UU No. 8/1999 dan UU No. 11/2008. Hasil penelitian

mengemukakan bahwa pertama, konsep perlindungan hak-hak konsumen

transaksi e-commerce dalam hukum Islam berdasarkan asas keseimbangan

dan keadilan dan juga prinsip-prinsip muamalah, yaitu hak tanpa paksaan,

kehalalan produk, kejelasan informasi dan harga, menghindari

      

6 Dhaseb Aberta Satriadin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Khiyar Dalam Jual Beli Sistem

COD (Cash On Delivery) (Studi Kasus: COD Barang-barang Bekas di Web Toko Bagus Wilayah Yogyakarta)”,(Skripsi--UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,2013).

7 Ali Mahrus, “Telaah Penerapan Prinsip Khiyar Dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Ciputat”,

(19)

10

kemudaratan dan hak khiya>r. Perlindungan hak-hak konsumen

e-commerce dalam hukum Positif mempunyai tujuan yang sama dengan apa

yang ditawarkan dalam Islam, yaitu menciptakan keseimbangan diantara

pelaku usaha dan konsumen dan untuk memberikan perlindungan

terhadap hak-hak konsumen. Kedua, perbedaan dalam aturan hukum

terletak pada pengertian konsumen dan pelaku usaha, dalam Islam tidak

dikenal konsumen akhir dan perantara, Islam juga tidak membedakan

konsumen perorangan atau berbadan hukum seperti halnya dalam UUPK.

Informasi mengenai objek dalam Islam merupakan syarat, sedangkan

UUPK merupakan ketentuan dalam bab perbuatan yang dilarang bagi

pelaku usaha. Islam tidak membatasi waktu pertanggung jawaban yang

merugikan konsumen, dalam UU ITE tidak menyatakan batasan itu,

namun dalam UUPK dibatasi pertanggung jawabannya dalam jangka

waktu 4 tahun setelah pembelian. 8

Dari penelitian yang telah disebutkan, masih belum membahas

tentang komparasi antara hukum Islam dan hukum positif tentang hak khiya>r

konsumen terhadap sistem retur dalam jual beli fashion hijab secara online di

instagram #tashaproject. Dalam penelitian ini, penulis lebih condong

menganalisis studi komparasi hukum Islam dan hukum positif hak khiya>r

konsumen dengan menggunakan UU Perlindungan Konsumen dan Kitab Fath

Al-Qarib dan juga sistem retur yang diterapkan di #tashaproject.

      

8 Solikhin, “Perlindungan Hak-hak Konsumen Transaksi Jual Beli Online Perspektif Hukum Islam

(20)

11

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan peneliti dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan hak khiya>r pembeli fashion hijab

secara online.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan sistem retur dalam jual beli

fashion hijab di instagram#tashaproject.

3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan tinjauan hukum Islam dan

hukum positif atas pembeli fashion hijab secara online.

4. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan persamaan dan perbedaan hak

khiya>r konsumen terhadap sistem retur dalam jual beli fashion hijab

secara online menurut Hukum Islam dan Undang-undang Perlindungan

Konsumen.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun manfaat dan nilai guna yang di harapkan penulis melalui

penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :

1. Aspek Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi penambahan atau

pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu hukum, khususnya hukum

Islam dan hukum positif, yakni dengan memperkaya dan memperluas

(21)

12

retur dalam jual beli fashion hijab secara online di instagram

#tashaproject.

2. Aspek Praktis

Untuk dijadikan pedoman baik di sosial media instagram maupun

media jual beli pada umumnya untuk bermu’amalah secara Islami dan

dijadikan tolak ukur serta bahan kajian bagi semua pihak yang terlibat

dalam jual beli online.

G. Definisi Operasional

1. Hak Khiya>r Konsumen : hak untuk konsumen memilih salah satu di

antara dua hal, yaitu meneruskan akad jual beli atau membatalkannya

dalam hukum positif dan hukum Islam.

2. Sistem Retur dalam Jual Beli : sistem dimana barang dagangan yang

diterima kembali oleh pihak penjual atas pengembalian barang dari pihak

pembeli karena suatu alasan dan atau sebab tertentu.

3. Instagram : sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan pengguna

mengambil foto dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial

yang bisa juga digunakan sebagai saran jual beli.

4. #tashaproject : sebuah nama perusahaan atau industri rumahan yang

melakukan transaksi jual beli dengan cara online. Dan juga industri

rumahan yang bertempat tinggal di jalan Alas Malang Surabaya Barat.

5. Studi Komparatif : penelitian yang bersifat membandingkan antara

(22)

13

H. Metode Penelitian

Studi ini merupakan penelitian lapangan (field research) yakni data

yang diperoleh langsung dari konsumen melalui proses pengamatan

(observasi), wawancara, dan dokumentasi.9 Adapun metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data Yang Dikumpulkan

Berdasarkan rumusan masalah yang yang telah disebutkan, maka

data yang akan dikumpulkan meliputi:

a. Data tentang transaksi jual beli dan sistem retur fashion hijab di

instagram.

b. Data yang bersumber dari hukum islam dan hukum positif yang

berhubungan dengan khiya>r.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber data,

yaitu :

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh atau

dikumpulkan langsung dilapangan oleh orang yang melakukan

penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya.10 Yang

meliputi :

1) Konsumen yang membeli barang di instagram #tashaproject.

2) Penjual atau pemilik instagram#tashaproject.

      

(23)

14

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber dari bahan bacaan yang

bersifat membantu atau menunjang dalam melengkapi serta

memperkuat data. Memberikan penjelasan mengenai sumber data

primer, berupa buku daftar pustaka yang berkaitan dengan objek

penelitian.11 Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini

adalah :

1) Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah

2) Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen

3) Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah

4) Anwar Manshur, Kitab Fath Al-Qarib

5) Wahbah Az-Zuhaili,

ْ

ْ฀

ْ

ْﻪ

ﻔ ﻘ

ْ

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi yang kongkrit dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data sebagai

berikut :

a. Metode Observasi (Pengamatan).

Pengumpulan data menggunakan atau mengadakan

pengamatan induktif dan komparatif.

b. Metode Interview (Wawancara).

Merupakan percakapan dalam bentuk tanya jawab yang

diarahkan pada pokok permasalahan tertentu oleh dua orang atau

      

(24)

15

lebih yang berhadapan secara fisik. Teknik wawancara ini dilakukan

untuk mendapatkan data melalui informasi dari konsumen instagram

#tashaproject yang pernah melakukan jual beli.

c. Metode Dokumentasi

Pengumpulan data dengan cara mengambil data yang ada di

lapangan atau berupa fakta fisik data. Berupa akun instagram yang

digunakan oleh Tashaproject untuk memasarkan produknya dan juga

produk-produk yang dijual seperti baju muslim, jilbab, dll.

4. Teknik Pengolahan Data

Untuk memudahkan analisis, maka diperlukan pengolahan data

dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Editing

Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan

ketetapan data tersebut.12 Data yang saya editing mengenai data

wawancara dan pengamatan langsung dengan penjual.

b. Organizing

Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan

penelitian.13 Data yang saya organizing mengenai data pemasaran

penjualan, produk penjualan, dan sistem penjualan.

c. Coding

       12Ibid., 97. 

(25)

16

Coding adalah kegiatan mengklasifikasi dan memeriksa data

yang relevan dengan tema penelitian agar lebih fungsional.14 Data

yang saya coding mengenai data bukti wawancara langsung dengan

pembeli.

5. Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan melalui kegiatan pengumpulan data,

kemudian data akan dianalisis menggunakan teknik komparatif.

Hasil analisis disampaikan dengan menggunakan pola pikir

induktif yaitu metode yang digunakan untuk mengemukakan fakta-fakta

atau kenyataan dari hasil penelitian yang bersifat khusus tentang jual beli

fashion hijab secara online di instagram #tashaproject. Kemudian

dianalisis menggunakan studi komparatif antara hukum Islam dan hukum

positif sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan

Penulisan penelitian ini disusun secara sistematis agar mempermudah

di dalam penelitian. Sistematika pembahasan ini sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan yang memuat tentang latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode

penelitian dan sistematika pembahasan.

(26)

17

Bab kedua adalah landasan teori yang berisi tentang prinsip-prinsip

muamalah, pengertian khiya>r, macam-macam khiya>r, hukum akad dalam

masa khiya>r, hukum khiya>r dalam jual beli.

Bab ketiga memuat tentang deskripsi lokasi penelitian meliputi:

penjelasan tentang jual beli fashion hijab secara online di instagram

#tashaproject, perlindungan konsumen terhadap pembeli/konsumen dalam

Undang-undang Perlindungan Konsumen, hak dan kewajiban konsumen dan

pelaku usaha perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Bab keempat merupakan analisis masalah meliputi: Hak khiya>rretur

pembeli fashion hijab secara online, sistem retur dalam jual beli fashion hijab

di instagram #tashaproject, tinjauan hukum Islam dan hukum positif atas

pembeli fashion hijab secara online, Persamaan dan perbedaan hak khiya>r

konsumen terhadap sistem retur dalam jual beli fashion hijab secara online

menurut Hukum Islam dan Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Bab kelima adalah penutup yang memuat kesimpulan-kesimpulan

yang merupakan jawaban dari permasalahan dan dilengkapi dengan

saran-saran, selain itu dalam bab terakhir ini akan dilengkapi dengan daftar pustaka

(27)

BAB II

HAK KHIYA>R KONSUMEN TERHADAP SISTEM RETUR DALAM JUAL

BELI FASHION HIJAB SECARA ONLINE DI INSTAGRAM#tashaproject

A. Pengertian Khiya>r

Seorang pelaku akad memiliki hak khiya>r (hak pilih) antara

melanjutkan akad atau tidak melanjutkannya dengan mem-fasakh-nya (jika

khiya>r -nya khiya>r syarat, khiya>r ru’yah, khiya>r aib) atau pelaku akad

memilih salah satu dari dua barang dagangan (jika khiya>r -nya khiya>r

ta’yiin).

Perlu diketahui bahwa hukum asal jual beli adalah mengikat (lazim),

karena tujuan jual beli adalah memindahkan kepemilikan. Hanya saja, syariat

menetapkan hak khiya>r dalam jual beli sebagai bentuk kasih sayang terhadap

kedua pelaku akad.

Hak khiya>r ditetapkan syariat Islam bagi orang-orang yang

melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang

mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi

tercapai dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, diadakannya khiya>r oleh

syara’ agar kedua belah pihak dapat memikirkan lebih jauh kemaslahatan

masing-masing dari akad jual belinya, supaya tidak menyesal di kemudian

hari, dan tidak merasa tertipu.2

Jadi, hak khiya>r itu ditetapkan dalam Islam untuk menjamin kerelaan

dan kepuasan timbal balik pihak-pihak yang melakukan jual beli. Dari satu

      

1 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Depok, Gema Insani, 2007),181 

(28)

   

segi memang khiya>r (opsi) ini tidak praktis karena mengandung arti

ketidakpastian suatu transaksi, namun dari segi kepuasan pihak yang

melakukan transaksi, khiya>r ini yaitu jalan terbaik.

B. Macam-macam Khiya>r

Macam-macam khiya>r sangat beragam menurut beberapa pandangan

para ulama. Secara garis besar, khiya>r terbagi kepada tiga macam, yaitu:

khiya>r majlis, khiya>r syarat, dan khiya>r ‘aib.

1. Khiya>r Majlis

khiya>r Majlis yaitu tempat transaksi, dengan demikian khiya>r

Majlis berarti hak pelaku transaksi untuk meneruskan atau membatalkan

akad selagi mereka berada dalam tempat transaksi dan belum berpisah.

khiya>r seperti ini hanya berlaku dalam transaksi yang bersifat mengikat

kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi, seperti jual beli dan

sewa-menyewa.

Kadang-kadang terjadi, salah satu yang berakad tergesa-gesa

dalam ijab atau qabul. Setelah itu, tampak adanya kepentingan yang

menuntut dibatalkannya pelaksanaan akad. Karena itu, syariat

mencarikan jalan baginya untuk ia dapat memperoleh hak yang mungkin

hilang dengan tergesa-gesaan tadi. Bukhari dan Muslim meriwayatkan

dari Hakim bin Hazam bahwa Rasulullah saw bersabda:

ْ ﺻ ْ

ْ

ْ ْ ْ ﺃ

ْ ﻐْ

.( ﺴ

)

ْ ْ ْ

(29)

   

diberkahi dalam jual beli mereka. Jika mereka menyembunyikan dan berdusta, maka akan dimusnahkanlah keberkahan jual beli mereka”. (HR, Bukhari dan Muslim).

Artinya, bagi tiap-tiap pihak dari kedua belah pihak ini

mempunyai hak antara melanjutkan atau membatalkan selama keduanya

belum berpisah secara fisik. Dalam kaitan pengertian berpisah dinilai

sesuai dengan situasi dan kondisinya. Di rumah yang kecil, dihitung

sejak salah seorang keluar. Di rumah besar, sejak berpindahnya salah

seorang dari tempat duduk kira-kira dua atau tiga langkah. Jika keduanya

bangkit dan pergi bersama-sama maka pengertian berpisah belum ada.

Khiya>r majlis dikenal di kalangan ulama Syafi’iyah dan

Hanabilah. Dengan demikian, akad akan menjadi lazim, jika kedua pihak

telah berpisah atau memilih. Hanya saja, khiya>r majlis tidak dapat berada

pada setiap akad. Khiya>r majlis hanya ada pada akad yang sifatnya

pertukaran, seperti jual-beli, upah-mengupah, dan lain-lain.

a. Pandangan Para Ulama Tentang Khiya>r Majlis

Berkaitan dengan khiya>r majlis, pendapat para ulama terbagi

atas dua bagian:

1) Ulama Hanafiyah dan Malikiyah

Golongan ini berpendapat bahwa akad dapat menjadi lazim

dengan adanya ijab dan qabul, serta tidak bisa hanya dengan

khiya>r, sebab Allah SWT. menyuruh untuk menepati janji,

(30)

   

menepati janji), sedangkan khiya>r menghilangkan keharusan

tersebut.

Selain itu, suatu akad tidak akan sempurna, kecuali dengan

adanya keridaan, sebagaimana firman-Nya:

ﺽ ْ

ْ ْ

ْ ْ

Artinya:

Kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka. (QS. An-Nisa’:29)

Sedangkan keridaan hanya dapat diketahui dengan ijab dan qabul.

Dengan demikian, keberadaan akad tidak dapat digantungkan atas

khiya>r majlis.

Golongan ini tidak mengambil hadis-hadis yang berkenaan

dengan keberadaan khiya>r majlis sebab mereka tidak

mengakuinya. Selain itu, adanya anggapan tentang keumuman

ayat di atas.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang dimaksud dua orang

yang akad pada jual-beli ( ) adalah orang yang melakukan

tawar-menawar sebelum akad, untuk berakad atau tidak. Adapun

maksud dari berpisah ( ) adalah berpisah dari segi ucapan

dan bukan badan. Dengan kata lain, bagi yang menyatakan ijab, ia

boleh menarik ucapannya sebelum dijawab qabul, sedangkan bagi

yang lainnya (penerima) boleh memilih apakah ia akan

menerimanya di tempat tersebut atau menolaknya.

(31)

   

Khiya>r Syarat yaitu kedua pihak atau salah satunya berhak

memberikan persyaratan khiya>r dalam waktu tertentu. Lama syarat yang

diminta paling lama tiga hari.

Hadis dari Ibnu Umar, Rasulullah saw. bersabda:

ْ ْ

ْ ْ ْ ْ

“Setiap dua orang yang melakukan jual beli, belum sah dinyatakan jual beli itu sebelum mereka berpisah, kecuali jual beli khiya>r”.

Artinya, jual beli dapat dilangsungkan dan dinyatakan sah bila

mereka berdua telah berpisah, kecuali bila disyaratkan oleh salah satu

kedua belah pihak, atau kedua-duanya adanya syarat dalam masa

tertentu.

Jika masa waktu yang ditentukan telah berakhir dan akad tidak

difasakhkan, maka jual beli wajib dilangsungkan. Khiya>r batal dengan

ucapan dan tindakan si pembeli terhadap barang yang ia beli, dengan

jalan mewakafkan, menghibahkan, atau membayar harganya, karena yang

demikian itu menunjukkan kerelaannya.

a. Khiya>r yang merusak (Mufsid)3

Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah dalam pendapat

yang shahih dari mazhab mereka bersepakat bahwa jika kedua pelaku

akad menyebutkan khiya>r untuk selamanya, seperti jika salah satunya

berkata, “Saya jual atau saya beli dengan syarat saya memiliki khiya>r

selamanya”, atau menyebutkan khiya>r secara mutlak, seperti jika

salah satunya berkata, “Dengan syarat saya memiliki khiya>r,” atau,

      

(32)

   

“Kapan saja saya inginkan,” atau menyebutkan waktu yang tidak bisa

diketahui, seperti waktu kedatangan Zaid, waktu angin kencang,

waktu turun hujan, atau beberapa hari, maka akad itu tidak sah

karena adanya ketidakjelasan yang besar (jahalah fakhisyah).

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa akad itu

batil. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa akad itu hanya

fasid saja, sehingga jika syaratnya dibatalkan sebelum berlaku masa

tiga hari, dibuang tambahannya atau ditentukan masa khiya>r-nya,

maka sah jual belinya, karena hilangnya sesuatu yang merusak akad.

Ulama Syafi’iyah berhujah bahwa masa khiya>r disandarkan

pada akad, sehingga ia tidak sah karena adanya ketidakjelasan

(jahalah), sama seperti ketidakbolehan adanya ketidakjelasan waktu.

Selain itu, karena mensyaratkan khiya>r untuk selamanya dan

sebagainya dari bentuk-bentuk di atas mengakibatkan larangan

membelanjakan untuk selamanya. Hal ini bertentangan dengan

ketentuan akad, oleh karena itu tidak sah akad tersebut, sama seperti

jika dia berkata, “Saya jual kepadamu dengan syarat jangan

dibelanjakan."

Sedangkan ulama Hanafiyah berdalil dengan dalil yang sama.

Mereka berkata bahwa syarat khiya>r mengubah ketentuan dasar akad,

tetapi kami membolehkannya dengan adanya nash hadits Hibban bin

(33)

   

selain yang ditentukan dalam nash tersebut tetap sesuai dengan

ketentuan asalnya.

Imam Malik dan Imam Ahmad dalam satu riwayat berpendapat

bahwa dibolehkan khiya>r mutlak. Hanya saja Ahmad berkata bahwa

kedua pelaku akad memiliki khiya>r mereka selamanya, atau

memutuskannya, atau habis masanya. Sedangkan Malik mengatakan

bahwa penguasa membatasi masa khiya>r seperti masa khiya>r umum

dalam masyarakat. Karena memilih barang pada keadaan serupa

ditentukan oleh kebiasaan, sehingga jika masa khiya>r dinyatakan

secara mutlak maka ditafsirkan sesuai dengan kebiasaan.

b. Khiya>r yang legal (Masyruk)4

khiya>r yang legal yaitu dengan menyebutkan waktu yang jelas.

Terdapat perbedaan pendapat dalam hal ini antara para fuqaha.

Landasan hukum khiya>r syarat dijelaskan dalam hadits Hibban bin

Munqidz yang tertipu dalam jual beli.

c. Masa khiya>r legal5

Ada tiga pendapat ulama tentang masa khiya>r. Abu Hanifah,

Zufar, dan Syafi’i berpendapat bahwa mensyaratkan masa yang

diketahui dan tidak lebih dari tiga hari adalah boleh. Hal itu karena

hukum asal menyatakan tidak boleh ada khiya>r dalam jual beli,

karena bertentangan dengan ketentuan akad dan dapat mencegah

perpindahan kepemilikan. Akan tetapi, ada dalil yang membolehkan

      

(34)

   

khiya>r dan melanggar hukum asal ini, yaitu hadits Hibban bin

Munqidz yang telah disebutkan di atas. Begitu juga, hadits yang

diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Anas bahwa ada seseorang

membeli unta dari orang lain dan mensyaratkan adanya khiya>r selama

empat hari. Rasulullahpun lalu membatalkan jual beli itu, dan

berkata,

ﺃ ﺛ ﺛ

“Masa khiya>r adalah tiga hari”. (HR. Abdurrazzaak)

Di samping karena pada umumnya kebutuhan dapa terpenuhi

dengan khiya>r selama tiga hari, sehingga jika lebih dari itu maka jual

beli itu menjadi fasid menurut Abu Hanifah dan Zufar. Menurut Abu

Hanifah, jual beli tersebut bisa kembali menjadi sah jika dilakukan

khiya>r selama tiga hari, karena hal yang membuat akad menjadi rusak

telah hilang sebelum terjadinya kerusakan (fasid). Sedangkan

menurut Zufar, jual beli yang fasid tidak bisa kembali menjadi sah

sama sekali.

Adapun ulama Malikiyah berpendapat bahwa khiya>r boleh

dengan jumlah waktu yang dibutuhkan. Hal itu berbeda sesuai dengan

perbedaan barang dagangan. Buah-buahan yang tidak dapat bertahan

lebih dari satu hari maka tidak boleh disyaratkan masa khiya>r lebih

dari satu hari. Begitu juga, baju atau binatang tunggangan masa

(35)

   

padanya dalam tiga hari dibolehkan mensyaratkan khiya>r lebih dari

tiga hari, rumah dan sejenisnya membutuhkan waktu khiya>r selama

satu bulan.

Dalil mereka adalah bahwa yang dipahami dari akad khiya>r

adalah ia bertujuan untuk menguji barang dagangan. Jika demikian,

maka khiya>r wajib ditentukan oleh waktu yang memungkinkan untuk

menguji suatu barang dagangan, dan itu berbeda sesuai dengan

barang-barangnya. Nash yang ada menurut mereka hanya sebagai

pengingat atas makna ini, yaitu bahwa khiya>r dilegalkan untuk

kebutuhan pelaku akad, maka masanya ditentukan oleh kebutuhannya

itu.

Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah, Abu Hanifah, dan Zufar,

nash tersebut termasuk dalam konsep al-khaash

3. Khiya>r ‘aib

a. Arti dan Landasan Khiya>r ‘Aib

Khiya>r ‘aib yaitu hak pilih untuk meneruskan atau

membatalkan akad dikarenakan terdapat cacat pada barang yang

mengurangi harganya. Ketetapan adanya khiya>r mensyaratkan adanya

barang pengganti, baik diucapkan secara jelas ataupun tidak, kecuali

jika ada keridaan dari yang akad. Sebaliknya, jika tidak tampak

adanya kecacatan, barang pengganti tidak diperlukan lagi. Jadi,

(36)

   

dibelinya, pembeli dapat mengembalikan barang tersebut dengan

meminta ganti barang yang baik, atau kembali barang dan uang.

Dasar hukum khiya>r‘aib, di antaranya sabda Rasulullah Saw.:6

ْﺴ ْ ﺃ ْﺴ ْ ﺃ

ْ ْ ﯨْ ْ ﺃ ْ ْﺴ ﯨ

(

)

“Sesama muslim itu bersaudara: tidak halal bagi seorang muslim menjual barangnya kepada muslim lain, padahal pada barang itu terdapat ‘aib/cacat.” (HR. Ibnu Majah dan dari ‘Uqbah bin ‘Amir).

Para ulama menetapkan khiya>r bagi pembeli antara mengambil

barang jika dia menyetujuinya, atau mengembalikannya ditambah

satu sha’ kurma kering jika dia tidak menginginkannya. Abu Yusuf

sepakat dengan jumhur ulama atas pendapat ini dengan didasarkan

pada hadits yang lalu. Sedangkan Abu Hanifah dan Muhammad

berpendapat bahwa pembeli mengembalikan dengan barang yang

kurang saja jika dia menghendaki.

b. Cara-cara Menetapkan Cacat dan Syarat-syarat Menetapkan Khiya>r

Adapun cara menetapkan cacat berbeda sesuai dengan

perbedaan cacat. Cacat ada empat macam. Pertama, cacat luar yang

terlihat, seperti jari lebih atau kurang, gigi rontok, buta, buat sebelah,

dan sejenisnya. Kedua, cacat dalam yang tersembunyi dan tidak dapat

diketahui kecuali oleh dokter. Ketiga, cacat yang tidak dapat

diketahui kecuali oleh wanita. Keempat, cacat yang tidak bisa

      

(37)

   

diketahui dengan penglihatan (kasat mata), tetapi ia memerlukan

percobaan dan ujian ketika adanya pertentangan.

1) Cacat yang bisa terlihat

Hakim tidak perlu membebankan pembeli untuk

memberikan bukti adanya cacat di tangannya, karena cacat

tersebut keberadaannya dapat terlihat dengan jelas. Pembeli

berhak memperkarakan penjual karena adanya aib ini dan hakim

wajib untuk menyelidikinya.

Jika biasanya cacat itu tidak terjadi di tangan pembeli,

seperti jari lebih dan sejenisnya, maka barang itu dikembalikan

pada penjual. Pembeli tidak dibebankan untuk memberikan bukti

atas adanya cacat di tangan penjual karena cacat itu telah terbukti

secara meyakinkan. Kecuali jika penjual mengaku adanya

kerelaan pembeli atas aib itu dan dakwaan berlepas diri darinya,

maka ketika itu pembeli diminta untuk memberikan bukti.

Jika penjual memberikan bukti, maka diputuskan sesuai

dengan bukti tersebut. Tetapi jika tidak, maka pembeli diminta

bersumpah atas dakwaannya. Jika pembeli menolak bersumpah,

maka barang yang cacat tidak dikembalikan kepada penjual.

Namun, jika dia bersumpah, maka barangnya dikembalikan

kepada penjual.

Jika cacatnya bisa terjadi di tangan pembeli, maka hakim

(38)

   

tangan kamu?” Jika penjual menjawab, “Ya,” maka hakim

memutuskan mengembalikan barang kepadanya, kecuali jika dia

berlepas tangan dari aib atau mengaku adanya kerelaan pembeli.

Jika penjual mengingkari dan berkata, “Tidak,” maka perkataan

yang dibenarkan adalah perkataannya, kecuali jika pembeli

memberikan bukti. Jika pembeli memberikan bukti, maka hakim

memutuskan mengembalikan barang kepada penjual, kecuali jika

penjual berlepas tangan darinya atau mengaku adanya kerelaan

pembeli. Jika pembeli tidak memiliki bukti atas dakwaan cacat di

tangan penjual dan telah diminta untuk bersumpah, maka penjual

diminta bersumpah dengan nama Allah secara tegas dan pasti,

bukan hanya mengaku tidak mengetahuinya, “Saya telah

menjualnya dan menyerahkannya, tetapi cacat ini tidak ada

padanya.” Karena ini adalah perkara yang jika dia mengakuinya

maka ia wajib memenuhinya. Tetapi jika dia mengingkari, maka

disumpah. Alasan mengapa dia bersumpah dengan

menggabungkan antara penjualan dan penyerahan adalah karena

cacat itu bisa saja terjadi setelah jual beli tapi sebelum

diserahkan, sehingga pembeli memiliki hak pengembalikannya.

Oleh karena itu, sebagai tindakan preventifnya (ihtiyaath)

dilakukan penggabungan antara keduanya (penjualan dan

penyerahan). Ini adalah pendapat yang disebutkan oleh

(39)

   

Sebagian masyayikh berpandapat bahwa tidak perlu

adanya kehati-hatian (ihtiyaath) dalam hal ini. Karena jika dia

diminta bersumpah dengan bentuk seperti ini, maka cacat itu bisa

saja terjadi setelah jual beli dan sebelum penyerahan, sehingga

penjual benar dalam sumpahnya. Karena syarat pelanggaran

sumpahnya adalah adanya cacat ketika jual beli dan penyerahan

secara bersama, sehingga tidak dianggap melanggar sumpah jika

terjadi cacat pada salah satunya, maka hak pembeli pun menjadi

hilang. Kehati-hati bagi pembeli dapat tercapai jika penjual

bersumpah atas nama Allah bahwa “pembeli tidak berhak

mengembalikan barang karena cacat yang dituduhkannya ini.”

Sebagian berpendapat bahwa ia disumpah atas nama Allah bahwa,

“Saya telah menyerahkannya dan tidak ada cacat padanya

sebagaimana yang ia tuduhkan itu.” Kasani berkata, “Ini pendapat

yang shahih, karena ia memasukkan di dalamnya cacat yang ada

ketika jual beli dan cacat yang terjadi sebelum adanya

penyerahan.”

Jika dia bersumpah, maka dia bebas dan barangnya tidak

dikembalikan padanya. Tetapi jika dia mengingkarinya, maka

barangnya dikembalikan padanya dan akadnya batal, kecuali jika

penjual berlepas diri darinya dan mengaku adanya kerelaan

pembeli.

(40)

   

Jika cacatnya termasuk dalam hal yang tidak bisa

diketahui kecuali oleh wanita, maka hakim mengembalikannya

pada perkataan wanita. Hakim akad memperlihatkan cacat itu

kepada mereka.

Mereka tidak disyaratkan beberapa orang saksi, tetapi

cukup dengan perkataan satu orang wanita yang adil atau dua

orang untuk lebih hati-hati. Hal itu karena perkataan seorang

wanita dalam hal yang tidak bisa diketahui oleh laki-laki adalah

hujjah dalam syariat, seperti kesaksian bidan dalam nasab

(keturunan).

Jika seorang wanita bersaksi atas cacat, di sana ada dua

riwayat dari masing-masing ash-Shahiban.

Dalam satu riwayat dari Abu Yusuf, dibedakan antara jika

barang ada di tangan penjual atau jika barang ada di tangan

pembeli.

Jika barangnya ada di tangan penjual, maka cacatnya

ditetapkan dengan kesaksian seorang wanita. Jika terbukti, maka

barangnya dikembalikan dan jual belinya batal. Karena sesuatu

yang tidak bisa diketahui oleh laki-laki, maka perkataan seorang

wanita kedudukannya seperti kedudukan bukti.

Jika barangnya di tangan pembeli, maka hak

memperkarakan ditetapkan oleh perkataan seorang wanita. Lalu

(41)

   

barang tersebut menjadi cacat dalam tanggung jawab pembeli,

maka tanggung jawab tersebut tidak bisa dipindahkan kepada

penjual dengan perkataan seorang wanita. Kemudian hakim

bertanya kepada penjual, “Apakah cacat ini terjadi di tanganmu?”

Hal ini seperti telah dijelaskan dalam contoh cacat tersembunyi.

Sedangkan dalam riwayat yang lain dari Abu Yusuf, ia

berpendapat bahwa jika cacatnya termasuk hal yang tidak biasa

terjadi, maka jual belinya batal dengan didasarkan pada perkataan

wanita. Hal itu karena cacatnya telah ditetapkan oleh kesaksian

mereka (wanita), dan kita telah mengetahui dengan yakin bahwa

cacatnya terjadi di tangan penjual.

Jika cacatnya termasuk hal yang biasa terjadi, maka hak

mem-fasakh tidak bisa ditetapkan dengan perkataan wanita,

karena ini termasuk hal yang bisa diketahui oleh selain mereka.

Adapun dua riwayat dari Muhammad adalah sebagai berikut.

Dalam satu riwayat ia berpendapat bahwa jual beli tidak

batal (fasakh) sama sekali dengan perkataan wanita. Sedangkan

dalam riwayat yang lain dinyatakan bahwa jual belinya batal

sebelum dan sesudah adanya serah terima dengan perkataan

mereka (wanita), karena perkataan mereka dalam hal yang tidak

bisa diketahui oleh laki-laki kedudukannya seperti bukti, ini sama

seperti dalam penetapan nasab (keturunan).

(42)

   

Adapun cacat yang tidak bisa terlihat ketika adanya

perselisihan dan tidak bisa diketahui kecuali dengan percobaan,

seperti kaburnya budak, gila, pencurian dan kencing di atas kasur,

maka tidak bisa ditetapkan kecuali dengan kesaksian dua orang

laki-laki dan dua orang wanita.

Jika pembeli menyatakan bahwa terjadinya cacat di

tangannya, maka hakim bertanya kepada penjual, “Apakah budak

itu pernah kabur ketika bersamamu?” jika dia menjawab, “Ya,”

maka hakim memutuskan untuk mengembalikannya kepada

penjual, kecuali jika dia berlepas diri darinya dan mengaku

adanya kerelaan pembeli. Tetapi jika penjual mengingkari cacat

kaburnya budak itu, dan mengaku perbedaan dalam cacat ini

antara besar dan kecil, seperti yang telah diterangkan dahulu,

maka hakim bertanya kepada pembeli, “Apakah kamu memiliki

bukti?” jika dia menjawab, “Ya,” dan memberikan bukti atas

pengakuannya, maka hakim memutuskan untuk

mengembalikannya kepada penjual. Jika menjawab, “Tidak,”

maka perlu diminta bersumpah atas nama Allah bahwa budak itu

tidak pernah kabur darinya sama sekali. Jika dia bersumpah, maka

perkara antara mereka berdua terputus. Tetapi, jika menolak

bersumpah, maka diputuskan untuk mengembalikan budak

(43)

   

Jika pembeli tidak mampu menetapkan terjadinya cacar di

tangannya, apakah hakim meminta penjual bersumpah atas itu

atau tidak?

Ash-Shahiban berpendapat bahwa ia diminta sumpahnya,

sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa ia tidak diminta

sumpahnya.

Dalil Ash-Shahiban adalah bahwa pembeli menuntut hak

pengembalian, dan tidak mungkin mengembalikannya kecuali

dengan menetapkan terjadinya cacat di tangannya. Cara

menetapkannya bisa dengan bukti atau penolskan penjual untuk

bersumpah. Jika dia tidak memiliki bukti, maka diminta

bersumpah agar penjual mengingkarinya, sehingga cacat terbukti

terjadi di tangannya. Oleh karena itu, pembeli diminta bersumpah

ketika tidak ada bukti atas adanya cacat di tangan pembeli, maka

begitu juga hal ini.

c. Hal-hal yang menghalangi pengembalian karena cacat dan gugurnya

khiya>r

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan pengembalian

barang karena cacat menjadi terhalang, hak khiya>r menjadi gugur

setelah ditetapkan dan jual beli menjadi lazim. Di antaranya adalah

sebab yang terjadi setelah adanya komitmen penjual untuk

memberikan ganti rugi karena cacat. Begitu juga, sebab yang tidak

(44)

   

Pertama, rela terhadap cacat setelah mengetahuinya. Baik

dilakukan secara jelas, seperti berkata, “Saya rela dengan cacat ini,”

atau menyetujui jual beli, maupun dilakukan secara tidak langsung

(dilalah), seperti menggunakan barang dengan penggunaan yang

menunjukkan adanya kerelaan, seperti mewarnai baju atau

memotongnya, membangun bangunan di atas tanah, menggiling

gandum, memanggang daging, menjual barang atau menghibahkan

atau menggadaikannya walaupun tanpa ada penyerahan atau

menggunakannya dengan berbagai bentuk seperti memakai baju,

menunggangi binatang, mengobati barang dagangan (jika merupakan

makhluk hidup, Penj.) dan sebagainya, sebagaimana telah disebutkan

dalam pembahasan khiya>r syarat. Begitu juga, memberikan imbalan

atas cacat padanya secara hakiki, atau maknawi seperti ia dibunuh

oleh orang asing dengan tidak sengaja sedangkan ia berada di bawah

kekuasaannya, maka dia mengambil nilainya darinya.yang demikian

itu karena hak pengembalian didasarkan pada hilangnya unsur

keselamatan barang yang disyaratkan dalam akad secara implisit.

Ketika pembeli rela dengan cacat barang setelah ia mengetahuinya,

maka hal itu menunjukkan bahwa ia tidak mensyaratkan keselamatan

barang. Selain itu, jika ia rela dengan adanya cacat, maka berarti ia

rela dengan adanya mudharat, yaitu menggugurkan jaminan ganti

rugi atas cacat. Dalam hal pemberian ganti rugi, jika terjadi

(45)

   

baik (selamat) secara makna dengan memberikan gantinya. Ini adalah

pendapat dalam zhahir riwayat. Hal itu karena ketika nilainya sampai

padanya, maka nilai tersebut menduduki kedudukan barang, sehingga

menjadi seakan-akan dia menjualnya.

Kedua, membatalkan khiya>r dengan jelas atau tidak, contoh

jika pembeli berkata, “Saya menggugurkan atau membatalkan khiya>r

ini,” atau, “Saya mengharuskan jual beli atau mewajibkannya,” dan

sebagainya.

Tambahan dalam barang dagangan bisa muncul sebelum

adanya serah terima atau setelahnya, dan setiap masing-masing

tambahan bisa secara menyambung atau terpisah.

d. ‘Aib Mengharuskan Khiya>r

Menurut ulama Syafi’iyah adalah segala sesuatu yang dapat

dipandang berkurang nilainya dari barang yang dimaksud atau tidak

adanya barang yang dimaksud, seperti sempitnya sepatu, potongnya

tanduk binatang yang akan dijadikan korban.

e. Syarat Tetapnya Khiya>r

Disyaratkan untuk tetapnya khiya>r ‘aib setelah diadakan

penelitian yang menunjukkan:

1) Adanya ‘aib setelah akad atau sebelum diserahkan, yakni ‘aib

tersebut telah lama ada. Jika adanya setelah penyerahan atau

(46)

   

2) Pembeli tidak mengetahui adanya cacat ketika akad dan ketika

menerima barang. Sebaliknya, jika pembeli sudah mengetahui

adanya cacat ketika menerima barang, tidak ada khiya>r sebab ia

dianggap telah rida.

3) Pemilik barang tidak mensyaratkan agar pembeli membebaskan

jika ada cacat. Dengan demikian, jika penjual mensyaratkannya,

tidak ada khiya>r. Jika pembeli membebaskannya, gugurlah hak

dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat ulama Hanafiyah.

Ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan menurut salah satu riwayat

dari hanabilah berpendapat bahwa seorang penjual tidak sah minta

dibebaskan kepada pembeli kalau ditemukan’aib, apabila ‘aib

tersebut sudah diketahui oleh keduanya, kecuali jika ‘aib tidak

diketahui oleh pembeli.

d. Waktu Khiya>r ’Aib

Khiya>r ‘Aib tetap ada sejak munculnya cacat walaupun akad

telah berlangsung cukup lama. Mengenai membatalkan akad setelah

diketahui adanya cacat, baik secara langsung atau ditangguhkan.

Adapun ulama Syafi’iyah dan malikiyah berpendapat bahwa

pembatalan akad harus dilakukan sewaktu diketahuinya cacat, yakni

secara langsung menurut adat, tidak boleh ditangguhkan. Namun

demikian, tidak dianggap menangguhkan jika diselingi shalat, makan,

(47)

   

karena mengakhirkan, yakni hilangnya hak khiya>r karena

mengakhirkan sehingga akad menjadi lazim.

e. Cara Pengembalian Akad

Apabila barang masih berada di tangan pemilik pertama, yakni

belum diserahkan kepada pembeli, akad dianggap telah dikembalikan

(dibatalkan), dengan ucapan, “Saya kembalikan.” Dalam hal ini tidak

memerlukan keputusan seorang hakim, tidak pula membutuhkan

keridaan. Hal itu disepakati oleh ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah.

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa akad batal

dengan ucapan pembeli, “Saya kembalikan,” tanpa membutuhkan

keridaan atau keputusan hakim, sebagaimana pembatalan pada khiya>r

syarat atau khiya>r ru’yah, sebab khiya>r ‘aib menjadikan jual beli

tidak lazim. Orang yang khiya>r dibolehkan membatalkan akad tanpa

seizin penjual atau keputusan hakim.

f. Hukum Akad dalam Khiya>r ‘Aib

Hak kepemilikan barang khiya>r yang masih memungkinkan

adanya ‘aib berada di tangan pada pembeli sebab jika tidak terdapat

kecacatan, barang tersebut adalah milik pembeli secara lazim.

Dampak dari khiya>r ‘aib adalah menjadikan akad tidak lazim bagi

yang berhak khiya>r, baik rela atas cacat tersebut sehingga batal

khiya>r dan akad menjadi lazim, atau mengembalikan barang kepada

(48)

   

g. Perkara yang Menghalangi untuk Mengembalikan Barang Ma’qud

‘alaih (barang) yang cacat tidak boleh dikembalikan dan akad

menjadi lazim dengan adanya sebab-sebab berikut:

1) Ridho setelah mengetahui adanya cacat, baik secara jelas

diucapkan atau adanya petunjuk, seperti menggunakan barangnya

(ber-tasharruf) yang menunjukkan atas keridhoan barang yang

cacat, seperti memakainya, menghadiahkan, dan lain-lain.

2) Menggugurkan khiya>r, baik secara jelas, seperti berkata, “saya

gugurkan khiya>r”. Atau adanya petunjuk, seperti membebaskan

adanya cacat pada ma’qud ‘alaih (barang).

3) Barang rusak karena perbuatan pembeli atau berubah dari bentuk

aslinya.

4) Adanya tambahan pada barang yang bersatu dengan barang

tersebut dan bukan berasal dari aslinya atau tambahan yang

terpisah dari barang, tetapi berasal dari aslinya, seperti

munculnya buah atau lahirnya anak.

C. Hukum Akad dalam Masa Khiya>r

Jika khiya>r milik dua pelaku akad, maka akad tidak tercapai dari sisi

hukumnya dalam hak keduanya, yaitu barangnya tidak lepas dari

kepemilikan penjual dan tidak masuk dalam kepemilikan pembeli, juga

(49)

   

kepemilikan penjual. Hal itu karena khiya>r yang mencegah sahnya akad dari

sisi hukumnya ada pada penjual dan pembeli. 7

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa jual beli sama sekali tidak sah

dengan adanya syarat khiya>r dalam hak memindahkan kepemilikan bagi

pelaku akad yang memiliki khiya>r. Akan tetapi, jual belinya ditangguhkan

sampai waktu hilangnya khiya>r, baik dengan menyetujui jual beli maupun

mem-fasakh-nya. Jika dia menyetujuinya, maka jelas bahwa akadnya telah

menjadi sah sejak keberadaannya, yaitu sebelum adanya persetujuan jika

objek akad dapat menerima itu. Jika dia mem-fasakh jual beli, maka akadnya

tetap terus berada dalam ketidakabsahannya seperti pada kondisi pertama

(sebelum adanya fasakh).

Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah dalam berpendapat yang

azhhar, jika khiya>r yang disyaratkan milik penjual, maka dia memiliki barang

tersebut dan turunannya, seperti susu, mahar, buah, dan keuntungan. Tetapi

jika khiya>r-nya milik pembeli, maka kepemilikan barang untuk pembeli, hal

itu karena jika khiya>r milik salah satu dari keduanya, maka dia sendiri yang

bisa membelanjakan barang tersebut. Berlakunya pembelanjaan barang

tersebut dalil atas kepemilikan.

D. Hukum Khiya>r dalam Jual Beli

Hak khiya>r (memilih) dalam jual beli, menurut Islam dibolehkan,

apakah akan meneruskan jual beli atau membatalkannya, tergantung keadaan

(kondisi) barang yang diperjualbelikan.8

      

(50)

   

Di abad modern yang serba canggih, di mana sistem jual beli semakin

mudah dan praktis, masalah khiya>r ini tetap diberlakukan, hanya tidak

menggunakan kata-kata khiya>r dalam mempromosikan barang-barang yang

dijualnya, tetapi dengan ungkapan singkat dan menarik, misalnya: “Teliti

sebelum membeli”. Ini berarti bahwa pembeli diberi hak khiya>r (memilih)

dengan hati-hati dan cermat dalam menjatuhkan pilihannya untuk membeli,

sehingga ia merasa puas terhadap barang yang benar-benar ia inginkan.

       

(51)

   

BAB III

HAK KHIYA>R KONSUMEN TERHADAP SISTEM RETUR DALAM JUAL

BELI FASHION HIJAB SECARA ONLINE DI INSTAGRAM#tashaproject

A. Jual Beli Fashion Hijab Secara Online di Instagram #tashaproject

Jual beli telah dipraktekkan oleh masyarakat primitif ketika uang

belum digunakan sebagai alat tukar-menukar barang (barter). Meskipun jual

beli dengan sistem barter telah ditinggalkan, diganti dengan sistem mata

uang, tetapi terkadang esensi jual beli seperti itu masih berlaku.

Di jaman sekarang transaksi jual beli sudah semakin berkembang.

Sudah tidak lagi penjual dan pembeli harus bertemu atau bertatap muka saat

melakukan jual beli. Jual beli saat ini hanya dengan menggunakan

kecanggihan teknologi yaitu handphone. Hanya dengan aplikasi yang sudah

tersedia, banyak orang bisa melakukan kegiatan jual beli apapun dengan

sangat mudah.

Mau muda, remaja, tua, pria, wanita semuanya bisa mengakses

transaksi jual beli dengan aplikasi yang berkembang saat ini. Di kalangan

mereka yang sedang terkenal adalah menggunakan kecanggihan teknologi

aplikasi yaitu Instagram. Sebuah aplikasi yang bisa digunakan semua orang

[image:51.612.149.512.247.503.2]

hanya dengan men-download lewat handphone mereka dan bisa meng-upload

gambar sesuka hati mereka. Dari situlah muncul ide orang untuk membuka

lapak atau berjualan di dalam aplikasi tersebut.

Jual beli makin mudah, hanya melakukan order atau pemesanan

(52)

   

di biodata toko penjual. Setelah itu pembeli melakukan transaksi

pembayaran via bank dengan cara mentransfer pembayaran ke nomor

rekening penjual. Setelah penjual menerima pembayaran, penjual langsung

mengirim barang pesanan pembeli ke alamat pembeli. Dengan semudah itu

transaksi jual beli bisa dilakukan saat ini. Tanpa perlu keluar rumah, atau

tanpa perlu ke pasar pembeli bisa memilih barang yang diinginkan dengan

melihat gambar-gambar yang sudah disediakan.

Karena kemudahan inilah pembeli dan penjual banyak yang

menggunakan aplikasi untuk membeli sesuatu. Karena para penjual juga

merasa kalau membeli barang dengan online via aplikasi, barang yang

disediakan lebih beragam, lebih update, lebih bagus dibanding yang ada di

pasaran. Tapi tidak semuanya kualitas barang online bagus dan sesuai

dengan gambar atau keterangan yang dicantumkan. Banyak juga barang yang

sudah sampai di alamat pembeli ada cacat atau rusak. Karena itu pembeli

juga harus jeli untuk memilih barang yang kualitasnya baik saat membeli

secara online.

Tapi banyak juga pembeli yang menyediakan pengembalian barang jika

ada cacat pada barang saat barang sampai di alamat tujuan. Pengembalian

atau pertukaran barang yang cacat dengan barang baru itu dinamakan retur.

Tetapi tidak semuanya menerima barang retur.

Penulis menemukan salah satu toko online bernama #tashaproject yang

menjual Fashion Hijab mulai dari jilbab sampai pakaian muslim untuk

(53)

   

dengan menjahit sendiri yang dilakukan oleh penjual dengan beberapa

karyawannya. Dari sebelum melakukan transaksi pembayaran, pihak penjual

#tashaproject sudah menginformasikan kepada calon pembeli, “jika ada

cacat barang dengan hasil produksi barang kami. Silahkan melakukan retur

dengan CS (Customer Service) kami. Nanti akan kami ganti dengan barang

baru yang lebih baik.” Itulah kutipan beberapa kalimat dari penjelasan bisa

nelakukan retur yang dilakukan oleh pembeli dan penjual.

Karena hal itu, banyak pembeli yang menjadi langganan bahkan

reseller di #tashaproject. Karena menurut pembeli, di dunia jual beli online

jarang ada penjual yang menerima komplain retur dari pembeli. Jadi para

pembeli menilai kalau Tashaproject bertanggungjawab dengan penjualan

produk mereka. Mereka melayani dengan baik para pembelinya dengan

menunjukkan kualitas produk yang mereka jual.

B. Perlindungan Konsumen Terhadap Pembeli/Konsumen dalam

Undang-undang Perlindungan Konsumen

Perkembangan perekonomian yang pesat, telah menghasilkan beragam

jenis dan variasi barang dan/atau jasa. Dengan dukungan teknologi dan

informasi, perluasan ruang, gerak dan arus transaksi barang dan/atau jasa

telah melintasi batas-batas wilayah negara, konsumen pada akhirnya

dihadapkan pada berbagai pilihan jenis barang dan/atau jasa yang ditawarkan

(54)

   

Kondisi seperti ini, pada satu sisi menguntungkan konsumen, karena

kebutuhan terhadap barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi

dengan beragam pilihan. Namun pada sisi lain, fenomena tersebut

menempatkan kedudukan konsumen terhadap produsen menjadi tidak

seimbang, di mana konsumen berada pada posisi yang lemah. Karena

konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang

besarnya melalui kiat promosi dan cara penjualan yang merugikan

konsumen. Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi produsen jelas

sangat merugikan kepentingan rakyat. Pada umumnya produsen berlindung

di balik standart contact atau perjanjian baku yang telah ditandatangani oleh

kedua belah pihak, yakni antara konsumen dan produsen, ataupun melalui

informasi semu yang diberikan oleh produsen kepada konsumen. Hal

tersebut bukan menjadi gejala regional saja, tetapi sudah menjadi persoalan

global yang melanda seluruh konsumen di dunia. Timbulnya kesadaran

konsumen ini telah melahirkan satu cabang baru ilmu hukum, yaitu hukum

perlindungan konsumen.

Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari

kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat

keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen.

Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada

pada posisi yang lemah. Lebih-lebih jika produk yang dihasilkan oleh

produsen merupakan jenis produk yang terbatas, produsen dapat

      

(55)

   

menyalahgunakan posisinya yang monopolistis tersebut. Hal itu tentu saja

akan merugikan konsumen.

Hubungan hukum antara produsen dan konsumen memiliki tingkat

ketergantungan yang cukup tinggi.2 Hubungan hukum antara produsen dan

konsumen yang berkelanjutan telah terjadi sejak proses produksi, distribusi,

pemasaran, dan penawaran.3

Di Indonesia, untuk melindungi kepentingan konsumen dalam

mengonsumsi barang dan/atau jasa, maka pemerintah mengeluarkan

kebijakan pengaturan hak-hak konsumen melalui undang-undang.

Pembentukan undang-undang tersebut merupakan bagian dari implementasi

sebagai negara kesejahteraan, karena Undang-Undang Dasar 1945 di

samping sebagai konstitusi politik juga dapat disebut sebagai konstitusi

ekonomi yang mengandung ide negara kesejahteraan.

Karena sesungguhnya perlindungan konsumen adalah bagian dari

perlindungan hak asasi manusia (HAM). Bahwa ruang lingkup konsep HAM

tidak hanya dalam konteks hubungan antara rakyat dan negara, namun lebih

luas lagi HAM perspektif hubungan antarmasyarakat, yakni hubungan antara

produsen dan konsumen. Dalam hal ini, produsen mengakui eksistensi

konsumen sebagai manusia dan makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki

hak-hak universal dan patut memperoleh apresiasi secara positif.

Dalam Islam, pengaturan tentang konsumen mencerminkan hubungan

dirinya dengan Allah SWT. setiap pergerakannya dalam mengonsumsi

      

(56)

   

barang dan/atau jasa adalah manifestasi zikir atas nama Allah.

Batasan-batasan yang diberikan Islam k

Gambar

gambar sesuka hati mereka. Dari situlah muncul ide orang untuk membuka

Referensi

Dokumen terkait

PER-03/BL/2007 dijelaskan bahwa Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance

Dengan demikian, hipotesis yang diterima adalah hipotesis Ha, yaitu terdapat interaksi antara pemanfaatan CD komputer BSE (klasikal dan kelompok kecil) dengan motivasi

Agar proses belajar mengajar pada pembelajaran PKn lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi guru dan siswa, maka disampaikan saran sebagai

Komitmen organisasi dapat ditunjukkan melalui beberapa sikap, antara lain perasaan memiliki terhadap perusahaan, perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan, pemahaman

Inokulasi mikoriza (10 dan 20 spora.tanaman -1 ) tidak berpengaruh terhadap penambahan jumlah daun, ruas dan cabang, persentase kolonisasi mikoriza, kandungan klorofil total

Pengembangan kecerdasan majemuk dapat dilakukan dalam pembelajaran IPA karena pembelajaran IPA memiliki karakteristik yang sesuai untuk pengembangan kecerdasan

Pengaruh Pemberian Ekstrak Batang Tinospora crispa Dibandingkan Dengan Kloroquin Terhadap Jumlah Eritrosit Mencit Swiss Yang Diinfeksi Plasmodium berghei.. ARTIKEL KARYA

Vaikka päiväkotikulttuurissa usein ajatellaankin ettei ole ammattimaista leikkiä lasten kanssa, lapset odottavat aikuisia mukaan leikkeihinsä Kalliala 2008, 225.. Yhteinen tekeminen