PENDIDIKAN DAN REPRODUKSI KELAS SOSIAL
(Studi Analisis Proses Reproduksi Kelas Sosial dalam Perspektif PierreBoudie di SMA Khadijah Surabaya)
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Ke-Islaman
Konsentrasi Pendidikan Agama Islam
Oleh
MULTAZAMUDZ DZIKRI NIM. F03213063
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Tesis ini berjudul Pendidikan Dan Reproduksi Kelas Sosial; Studi Analisis Proses Reproduksi Kelas Sosial dalam Perspektif Pierre Boudie di SMA Al Khadijah Surabaya yang disusun oleh Multazamudz Dzikri NIM. F03213063
Kata Kunci: Pendidikan, Reproduksi Kelas Sosial, SMA Khadijah Surabaya.
Melalui pendidikan, berbagai pola pembiasaan dan penciptaan prilaku dapat dapat ditentukan. Pendidikan membentuk suatu habitus tertentu yang hanya dimiliki oleh masyarakat tertentu pula yang mendapatkan fasilitas dan akses dalam pendidikan tersebut. Pendidikan yang semula bermakna sebagai alat yang mentransformasikan pengetahuan pada setiap generasi, akhirnya berubah menjadi alat untuk mengukuhkan kelas sosial yang ada. Pendidikan, terutama pendidikan persekolahan yang semula bermakna sebagai proses transformasi kesadaran (consciousnes) justru menjadi lembaga reproduksi kelas sosial. Sekolah merupakan institusi yang paling efektif untuk melestarikan budaya-budaya yang dimiliki kelas dominan. Melalui hidden kurrikulumnya, sekolah mempengaruhi sikap dan kebiasaan siswa dengan menggunakan budaya kelas dominan.
Dalam penelitian ini penulis membagi permasalahannya menjadi tiga
bentuk rumusan masalah : pertama, bagaimana hubungan berdirinya SMA
Khadijah Surabaya dengan reproduksi kelas sosial menurut pemikiran Pierre
Bourdieu? Kedua, bagaimana proses reproduksi kelas sosial di SMA Khadijah
Surabaya menurut pemikiran Pierre Bourdieu? ketiga, bagaimana hasil reproduksi
kelas sosial di SMA Khadijah Surabaya menurut pemikiran Pierre Bourdieu?. Tujuannya adalah mendeskripsikan dan menjabarkan proses terjadinya reproduksi kelas sosial menurut pemikiran Pierre Bourdieu. Tujuan lainnya adalah mengetahui hasil dari proses reproduksi kelas sosial di SMA Khadijah Surabaya. Pendekatan penelitian dalam thesis ini adalah rancangan studi analisis dengan berorientasi pada pendekatan kualitatif.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Hasil Penelitian ... 8
E. Definisi Operasional ... 9
F. Penelitian Terdahulu ... 11
G. Metode Penelitian ... 13
H. Sistematika Pembahasan ... 26
BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan dan Reproduksi Kelas Sosial dalam Perspektif Pierre Boudieu ... 27
1. Pendidikan ... 27
2. Reproduksi Kelas Sosial menurut Pierre Bourdieu ... 47
B. Pendidikan Sebagai Sarana Reproduksi Kelas Sosial ... 61
BAB III PENYAJIAN DATA A. Profil Sekolah ... 70
BAB IV ANALISA DATA
A. Perjuangan Antar Kelas dalam Teori Reproduksi Kelas
Sosial Pierre Bourdieu ...113
B. Hubungan Antara Berdirinya SMA Khadijah Surabaya
dengan Reproduksi Kelas Sosial ...118
C. Reproduksi Kelas Sosial : Melahirkan Kelas Sosial
Menengah Moderat ...127
D. Hasil Reproduksi Kelas Sosial Di SMA Khadijah Surabaya ..138
BAB IV PENUTUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan.
Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas,
damai, terbuka, dan demokratis. Pendidikan dalam istilah Yunani disebut
peadagogi yang berarti pendidikan, serta peadagogie yang berarti pergaulan dengan anak. Konsep ini kemudian dimaknai sebagai usaha yang dilakukan
orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing atau
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.1
Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia, yaitu suatu
pengangkatan manusia ke taraf insani sehingga dapat menjalankan hidupnya
sebagai manusia utuh dan membudayakan diri.2 Melaui pendidikan, manusia
meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan bagi masyarakat
dipandang sebagai “human investment”, ini berarti bahwa secara historis
maupun filosofis, pendidikan telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral,
dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan sebagai proses
“hominisasi dan humanisasi”, membantu manusia muda untuk berkembang
menjadi manusia yang utuh, bermoral, bersosial, berkarakter, berpribadi,
berpengetahuan dan berohani.3
1
Armani Arief, Reformulasi Pendidikan Islam (Jakarta: CRSD Press, 2006), 23.
2
Ali Muhdi Amnur (editor), Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional (Yogyakarta: Pustaka Pahima, 2007), 70.
3
2
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses
pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melaui upaya pengajaran atau pelatihan.4 Dapat
dipahami bahwa pendidikan merupakan sebuah proses mengubah prilaku
individu yang mengarah pada perubahan kearah yang lebih baik. Sehingga,
pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu pondasi mencerdaskan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Hal ini senada dengan Pembukaan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa tujuan
nasioanal adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi, dan keadilan sosial.5
Selanjutnya, Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa (1) Setiap
warga Negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga Negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3)
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20 % (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta
dari pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu
4
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), 250.
5
3
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.6
Salah satu amanat UUD 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut
dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata
sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Upaya pemerintah dalam mewujudkan cita-cita bangsa yang tertuang
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan anak
bangsa dilakukan dengan cara mewujudkan wajib belajar 12 tahun. Presiden
Jokowi melalui Menteri Bidang Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan Puan Maharani mengatakan, pelaksanaan program wajib belajar
12 tahun akan dimulai Juni 2015.7 Menurut Puan, pelaksanaan program wajib
belajar 12 tahun sesuai janji kabinet kerja. Dengan adanya program wajib
belajar 12 tahun, semua anak Indonesia wajib masuk sekolah dan pemerintah
wajib membiayai serta menyediakan segala fasilitasnya.
Sebagai infomasi, terwujudnya wajib belajar 12 tahun sudah dirintis oleh
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sejak 2012. Sebagai langkah awal,
siswa SMA/SMK juga bakal mendapat kucuran dana bantuan operasional
sekolah seperti yang selama ini diberikan kepada siswa jenjang pendidikan
6
UUD 1945, pasal 31, ayat 1-5
7
4
dasar SD dan SMP. Karena itu, setelah biaya operasional sekolah (BOS) SD
dan SMP terpenuhi, pemerintah berupaya memberikan BOS kepada
SMA/SMK dan madrasah aliyah (MA) supaya wajib belajar 12 tahun terwujud.
Selain itu, fenomena globalisasi juga menjadi pertimbangan tersendiri,
bahkan menjadi target tahun 2025, yang salah satunya adalah mengarah pada
suksesnya program pendidikan untuk semua (Education for All) yang
dideklarasikan oleh UNESCO dan memenuhi Hak-Hak Anak (Convention on
The Right of the Child) yang menyatakan bahwa setiap negara di dunia melindungi dan melaksanakan hak-hak anak tentang pendidikan dengan
mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar bagi semua secara bebas.8 Hal ini
juga senada dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 1, secara eksplisit juga
dinyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan
pendidikan.9
Dari upaya pencapaian target tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan
merupakan hak dasar bagi setiap individu. Tidak peduli laki-laki atau
perempuan, kaya atau miskin, setiap individu berhak mendapatkan pendidikan
untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Akan tetapi, alih-alih untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pendidikan, peran pendidikan
dalam hal ini adalah sekolah, ternyata secara tidak langsung justru telah
memproduksi kelas-kelas sosial baru. Hal ini berkenaan dengan peran
pendidikan dalam mentrasmisikan pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keterampilan, dan aspek kelakuan lainnya yang sebagian diambil alih oleh
8
Darmaningtiyas, Manipulasi Kebijakan Pendidikan (Jakarta, Resist Book, 2012), 3.
9
5
institusi formal. Kelas sosial baru yang dimaksud adalah kelas sosial yang
terbentuk melalui habitus dan simbolik tertentu yang menunjukkan bahwa
dirinya berbeda dari kelas lainnya.
Menurut Bourdieu, kelas merupakan agen atau aktor yang menduduki
posisi-posisi serupa dan ditempatkan dalam kondisi serupa serta ditundukkan
atau diarahkan pada pengkondisian yang serupa.10 Keserupaan ini didasarkan
pada sikap mental atau budaya yang mereka dapatkan dan mereka miliki.
Sehingga dari hal tersebut kelas dapat dimaknai sebagai individu yang
menempati posisi atau kedudukan yang sama yang secara otomatis memiliki
kesamaan dalam hal sikap, kebiasaan, prilaku, dan selera.
Melalui pendidikan, berbagai pola pembiasaan dan penciptaan prilaku
dapat dapat ditentukan. Pendidikan membentuk suatu habitus tertentu yang
hanya dimiliki oleh masyarakat tertentu pula yang mendapatkan fasilitas dan
akses dalam pendidikan tersebut. Pendidikan yang semula bermakna sebagai
alat yang mentransformasikan pengetahuan pada setiap generasi, akhirnya
berubah menjadi alat untuk mengukuhkan kelas sosial yang ada.11
Pendidikan, terutama pendidikan persekolahan yang semula bermakna
sebagai proses transformasi kesadaran (consciousnes) justru menjadi lembaga
reproduksi kesenjangan sosial. Hal ini bisa ditandai dengan fakta hadirnya
sejumlah lembaga pendidikan yang semula nirlaba menjadi lembaga bisnis
yang mengarah pada kapitalisasi. Alih-alih mentransformasikan kesadaran,
10
Nanang Martono, Kekerasan Simbolik di Sekolah, Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Sosiologi Pierre Bourdieu (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 34.
11
6
justru terjadi proses exclusion (ketiadaan akses) bagi kelas sosial tertentu
mendapatkan pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan menjadikan sebuah
sekolah hanya dimiliki oleh kelas sosial tertentu yang memiliki kapital sosial
berupa kapital ekonomi maupun kapital sosial.12 Pada situasi demikian, maka
pendidikan melahirkan suatu habitus yang hanya dapat dinikmati oleh kelas
menengah. Habitus adalah suatu sistem disposisi yang berangsung lama dan
berubah-ubah (durable, transposable disposition) yang berfungsi sebagai basis
generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu secara obyektif.
Habitus mengacu pada sekumpulan disposisi yang tercipta dan terformulasi
melalui kombinasi struktur obyektif dan sejarah personal.13 Sekolah telah
menjadi habitus kelas. Karena di dalamnya tercipta suatu bentuk
kebiasaan-kebiaaan yang berlaku pada orang-orang dalam komunitas kelas tertentu.
Fenomena hadirnya sekolah yang menjadi ajang bisnis ini mulai
menjamur di Surabaya. Berdirinya sekolah islam seolah mewakili lembaga
pendidikan teruntuk siswa golongan menengah ke atas. Bagaimana tidak?
Mahalnya biaya pendidikan di sekolah islam tidak terjangakau oleh siswa dari
golongan menengah kebawah. Untuk meningkatkan prestasi, setiap anak sudah
disiapkan kebiasaan belajar melalui lembaga bimbingan belajar. Disisi lain
siswa dituntut haru memiliki referensi buku-buku yang digunakan oleh guru
sebagai bahan ajar.
12
Bagian ini disarikan dari Haryatmoko, Dominasi Penuh Muslihat (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2010), 173-180.
13
7
Berdasarkan realitas tersebut, semakin jelas bahwa pendidikan dalam
konteks bourdieu hanyalah alat reproduksi kelas sosial. Semakin berkualitas
pendidikan, maka fasilitas pendidikan juga semakin dipenuhi secara maksimal.
Situasi ini sangat tidak adil, karena yang diuntungkan adalah kelas menengah
ke atas. Mereka mampu beradaptasi dengan habituasi sekolah yang demikian.
Kemampuan itu ditunjukkan dengan kemampuan membeli dan memberikan
fasilitas pendidikan yang memadai bagi anak-anaknya.14
Hal ini, secara tidak langsung seolah menyampaikan pesan bahwa
“miskin dilarang sekolah”. Karena persaingan dalam pendidikan bukan hanya
ditentukan oleh kemampuan anak didik, melainkan juga kekuatan modal
kapital. Oleh sebab itu, sebagai orang pendidikan, realitas ini dianggab penting
untuk diteliti. Maka kemudian, peneliti akan melakukan penelitian ini dengan
mengambil judul “Pendidikan Dan Reproduksi Kelas Sosial” (Studi
Analisis Proses Reproduksi Kelas Sosial dalam Perspektif Pierre Boudie di
SMA Khadijah Surabaya)”.
B.Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan pusat perhatian dalam sebuah penelitian.
Untuk itu sesuai dengan latar belakang masalah sebagaimana dijabarkan di
atas, maka masalah penelitian ini berusaha menjawab persoalan tentang:
1. Bagaimana hubungan berdirinya SMA Khadijah Surabaya dengan
reproduksi kelas sosial menurut pemikiran Pierre Bourdieu?
14
8
2. Bagaimana proses reproduksi kelas sosial di SMA Khadijah Surabaya
menurut pemikiran Pierre Bourdieu?
3. Bagaimana hasil reproduksi kelas sosial di SMA Khadijah Surabaya
menurut pemikiran Pierre Bourdieu?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui hubungan berdirinya SMA Khadijah Surabaya dengan
reproduksi kelas sosial menurut pemikiran Pierre Bourdieu.
2. Mengetahui proses reproduksi kelas sosial di SMA Khadijah Surabaya
menurut pemikiran Pierre Bourdieu.
3. Mengetahui hasil reproduksi kelas sosial di SMA Khadijah Surabaya
menurut pemikiran Pierre Bourdieu.
D.Kegunaan Penelitian
Secara teoritis bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih pada upaya mengembangkan wawasan dan pemahaman terhadap
pendidikan dan reproduksi kelas sosial secara umum, sehingga kita dapat
mengetahui apakah pendidikan untuk semua (education for all) sudah berjalan
dengan benar.
Sedangakan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan
kontribusi pada berbagai institusi atau kalangan sebagai berikut :
1. Lembaga Pendidikan (SMA Khadijah); agar dapat mengevaluasi jalannya
9
2. UIN Sunan Ampel Surabaya; hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu
literatur bagi kelurga besar UIN Sunan Ampel Surabaya.
3. Peneliti; penelitian ini tentu dapat memberikan informasi baru yang dapat
memperluas wawasan dan cakrawala pemikiran penelitian mengenai
pendidikan dan reproduksi kelas sosial.
E.Definisi Operasional
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia, yaitu
suatu pengangkatan manusia ketaraf insani sehingga ia dapat menjalankan
hidupnya sebagai manusia utuh dan membudayakan diri.15
Pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai “human investment”,
ini berarti bahwa secara historis maupun filosofis, pendidikan telah ikut
mewarnai dan menjadi landasan moral, dan etik dalam proses pembentukan
jati diri bangsa.16 Pendidikan sebagai proses “hominisasi dan humanisasi”,
membantu manusia muda untuk berkembang menjadi manusia yang utuh,
bermoral, bersosial, berkarakter, berpribadi, berpengetahuan dan berohani.17
2. Reproduksi
Reproduksi berasal dari bahasa Inggris, re beraru kembali dan
production berarti produksi atau yang dihasilkan.18 Sedangkan dalam
15
Ali Muhdi Amnur (editor), Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional (Yogyakarta: Pustaka Pahima, 2007), 70.
16
Ismail SM et al. (editor), Paradigma pendidikan Islam (Y0gyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 233.
17
Benny Setiawa, Membangun Moralitas pelajar dalam Proses Pendidikan (Majalah GERBANG, Edisi 8 Th. III, Februari, 2014), 44.
18
10
Kamus Praktis Bahasa Indonesia kata reproduksi diartikan hasil pembuatan
ulang.19 Dalam sosiologi, istilah reproduksi kerap kali digunakan. Setiap
penggunaan istilah reproduksi mengandung arti pergantian orang atau
struktur dengan satu format baru yang mirip dengan yang asli, sehingga
sistem sosial dapat berlangsung. Pengertian reproduksi dalam penelitian ini
dapat dimaknai sebagai proses menghasilkan kembali kelompok-kelompok
sosial atau komunitas yang ada dalam masyarakat melalui pelestarian
budaya yang ditransmisikan melalui berbagai mekanisme.
3. Kelas Sosial
Kelas sosial dapat didefinisikan sebagai suatu strata (lapisan)
orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum (rangkaian kesatuan) status
sosial. Menurut Pitrim A. Sorokin yang dimaksud dengan kelas sosial
adalah “Pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (hierarchis). Dimana perwujudannya adalah lapisan-lapisan atau
kelas-kelas tinggi, sedang, ataupun kelas-kelas yang rendah ”.20
Menurut Bourdieu, kelas merupakan agen atau aktor yang menduduki
posisi-posisi serupa dan ditempatkan dalam kondisi serupa serta
ditundukkan atau diarahkan pada pengkondisiakn yang serupa.21
Keserupaan ini didasarkan pada sikap mental atau budaya yang mereka
Pengantar Sosiologi” ( Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1993), 115.
21
11
dimaknai sebagai individu yang menempati posisi atau kedudukan yang
sama yang secara otomatis memiliki kesamaan dalam hal sikap, kebiasaan,
prilaku, dan selera. Agen dan aktor yang dimaksudnya dalam penelitian ini
adalah siswa dan wali murid sekolah islam terpadu.
Jadi, yang dimaksud Pendidikan dan Reproduksi kelas sosial adalah
lembaga pendidikan sesungguhnya telah menjadi tempat bagi subjek (baik
agen maupun aktor) mengkontruksikan kelas sosialnya. Reproduksi kelas
dalam pemikiran Bourdieu tidaklah terkait dengan kepemilikan property atau
alat produksi sebagaimana Marxian menyebutnya. Kelas yang diproduksi lebih
banyak berhubungan dengan habitus, ranah, dan selera. Habitus terkait dengan
kebiasaan yang lahir dari subjek ketika menginternalisasikan diri dalam relasi
sosial. Ranah menjadi tempat subjek memposisikan diri, sedangkan selera
menyangkut bagaimana subjek menaruh perhatian pada keindahan dalam kelas
sosial yang berbeda. Selera terhadap keindahan setiap kelas sosial
menunjukkan perbedaan masing-masing.22 Selera menyangkut peluang subjek
untuk mengalami atau menegaskan posisinya dalam ranah. Karenanya, pilihan
sekolah (tertentu) merupakan penegasan atas selera tersebut.
F. Penelitian Terdahulu
Adapun tema penelitian terdahulu antara lain :
1. Jurnal “Sekolah dan Reproduksi Kelas Sosial : Menguak Selubung Ideologi
Dunia Pendidikan dalam Perspektif Pierre Bourdieu” Oleh Listiono Santoso,
M. Phil. Universitas Gajah Mada Jogjakarta. Dalam penulisan jurnal ini
22
12
penulis memberikan batasan penulisan melalui rumusan masalah, yakni a)
bagimana habituasi kelas menengah di Pendidikan? b) bagaimana sekolah
menjadi arena reproduksi kelas sosial? c) bagaimana selubung kapitalisme
dalam pendidikan?. penulisan jurnal ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitiatif. Penulisan jurnal ini membuahkan hasil bahwa pendidikan
persekolahan yang semula bermakna sebagai proses transformasi kesadaran
(consciousnes) justru menjadi lembaga reproduksi kesenjangan sosial. Hal
ini bisa ditandai dengan fakta hadirnya sejumlah lembaga pendidikan yang
semula nirlaba menjadi lembaga „bisnis’ yang mengarah pada kapitalisasi.
Perbedaan dengan penelitian peneliti terletak pada objek penelitian, jurnal
ini memiliki onjek penelitian yang luas. Sedangkan tesis ini lebih berbicara
soal bagaimana proses reproduksi kelas sosial di SMA Khadijah Surabaya.
2. Desertasi “Kapitalisasi Simbol Agama : Study Atas Kelas Transtruktural Komunitas Pesantren menurut Pemikiran Bourdieu” oleh Ngatawi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Berdasarkan fenomena,
masalah dalam penulisan desertasi ini dirumuskan sebagai berikut, antara
lain; a) simbol agama apa saja yang dimiliki oleh pesantren yang bisa
dikapitalisasi oleh komunitas pesantren? b) bagaimana proses konversi dan
kapitalisasi terjadi dalam komunitas pesantren? c) apakah habitus pesantren
bisa mendorong terjadinya kapitalisasi simbol agama yang bisa dikonversi
menjadi kapital ekonomi? d) bagaimana dampak dari kapitalisasi simbol
dalam kontruksi sosial komunitas pesantren?. dalam penelitian ini, penulis
13
untuk pengambilan data, penulis terlibat langsung dalam kehidupan
sehari-hari di Pesantren. penelitian ini menyatakan bahwa terjadi proses konversi
kapital simbolik ke dalam kapital ekonomi dikalangan pesantren. Proses
konversi ini ternyata menghasilkan uang yang cukup banyak bagi broker,
sehingga dari sini berubah gaya hidup dikalangan mereka. Keberadaan kelas
transtruktural agama ini juga menunjukkan terjadinya perubahan kontruksi
sosial pesantren dari bipolar kiai-santri menjadi multipolar kiai, santri, kelas
transtruktural dan kelompok kritis yang merupakan antithesis dari dari kelas
transtruktural. Sedangkan perbedaan dengan tesis ini terletak pada
pembahasan pemikiran Bourdie, Desertasi Ngatawi membahas bagaimana
kapital simbolik dikonversi menjadi kapital ekonomi, sedangkan tesis ini
membahan tentang reproduksi kelas sosial yang melibatkan 4 (empat)
kapital, yakni kaptal simbolik, kapital ekonomi, kapital budaya, dan kapitas
sosial.
G.Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan
Berdasarkan fokus penelitian tentang Pendidikan dan Reproduksi
Kelas Sosial yang mengarah pada analisa proses terjadinya reproduksi
kelas sosial di SMA Khadijah Surabaya, maka penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan rancangan studi analisis dengan berorientasi pada
pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari secara
14
dari unit-unit sosial yang menjadi subyek.23. Peneliti menerapkan
pendekatan kualitatif ini berdasarkan beberapa pertimbangan: Pertama,
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan
kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat
hubungan antara peneliti dengan responden. Ketiga, metode ini lebih
peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman
pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.24
Metode kualitatif sering digunakan untuk menghasilkan grounded
theory yakni teori yang timbul dari data bahan dari hipotesis-hipotesis,
atas dasar itu penelitian bersifat generating theory, seehingga teori yang
dihasilkan berupa teori substantif. Ciri khas penelitian kualitatif tidak
dapat dipisahkan dari pengamatan, namun peranan penelitilah yang
menentukan keseluruhan skenarionya.25
Pendekatan tersebut sengaja dipilih karena peneliti ingin
menganalisa gejolak situasi sosial berdirinya Sekolah Islam Terpadu di
Surabaya secara mendalam. Sehingga, peneliti mendapatkan data yang
tepat. Selain itu, data yang peneliti dapatkan lebih komprehensif
dibandingkan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Peneliti
nantinya akan memperoleh data yang mampu menjawab rumusan
masalah yang telah dirumuskan.
23
Arifin Imron, Penelitian Kualitatif (Malang: Kalimadasa Pers, 1996), 19.
24
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya), 9-10.
25
15
b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yakni
penelitian yang diajukan untuk mendiskripsikan dan menganalisis
fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi dan
pemikiran orang, baik secara individual maupun kelompok.26 Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang temuannya diperoleh berdasarkan
paradigma, strategi dan implementasi model secara kualitatif.27 Bogdan
dan Taylor mengemukakan, penelitian kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.28
Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif ditunjukan untuk
memahami fenomena-fenomena sosial yang dari sudut atau perspektif
partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diajak berwawancara,
diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran
persepsinya.29
Sebagaimana Kirk dan Miller dalam Margono mendefinisikan
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
26
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 60.
27
Aminudin, Tujuan, Strategi dan Model dalam Penelitian Kualitatif,(dalam Metodologi Penelitian Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan Praktis) (Malang : Lembaga Penelitian UNISMA, tt), 48.
28
Steven J. Taylor dan Robert C Bogdan, Introduction to Qualitative Research Methods: The Search for Meaning (New York: Wiley and Sons Inc, 1984), 5.
29
16
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada manusia
dalam kawasannaya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang
tersebut dalam bahasanya dan peristiwanya.30
Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis
tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang sesuatu
variable, gejala atau keadaan. Memang ada kalanya dalam penelitian
membuktikan dugaan tetapi tidak lazim yang umum adalah bahwa
penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis.31
2. Sumber data
Sebagai penelitian lapangan, maka sumber data penelitian ini adalah
berupa data-data yang meliputi actor, aktifitas dan tempat. Adapun tehnik
penentuan responden yang digunakan penelitian ini adalah bagaimana
peneliti melihat responden yang sesuai dengan objek dan tujuan penelitian
ini32. Kemudian dari sumber data tersebut dapat ditemukan data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
objek yang sedang diteliti, dan data sekunder adalah data yang tidak
diungkapkan secara langsung dari yang bersangkutan.
Sumber data primer merupakan sumber data pertama yang dihasilkan
dari sebuah penelitian di lapangan. Menurut Suryasubrata, penelitian
lapangan bertujuan "mempelajari secara intensif latar belakang, keadaan
sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit sosial; individu, kelompok,
30
Margono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 36.
31
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta : PT. Rieneka Cipta, 2006), 234.
32
17
lembaga atau masyarakat".33 Dalam penelitian ini, sumber primer adalah
data yang peneliti dapatkan dari para informan terutamanya para
stakeholder yaitu orang yang menginisiasi bedirinya Sekolah Islam Terpadu di Surabaya. Sumber primer yang lain bisa diperoleh dari wali murid dan
siswa yang belajar di Sekolah Islam Terpadu.
Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini dapat diperoleh
melalui data dari instansi pendidikan, dinas terkait dan fotofoto di lapangan.
Sehingga, dari sumber data sekunder tersebut diharapakan dapat berperan
membantu mengungkap data, membantu memberi keterangan, data
pelengkap atau bahkan sebagai data pembanding.
3. Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Khadijah
Surabaya yang dikaji melalui pemikiran Bourdieu berkenaan dengan
pendidikan dan reproduksi kelas sosial.
4. Tahap-Tahap Penelitian
a. Tahap Pra Lapangan
Pada tahap Pra-lapangan peneliti sudah memiliki gambaran
masalah menarik untuk diteliti. Lalu kemudian peneliti mencoba
mendiskripsikan gambaran yang menarik tersebut agar memberikan
pemahaman bahwa masalah itu pantas dan layak untuk diteliti. Proses
selanjutnya peneliti melakukan pengamatan terkait dengan masalah yang
diteliti.
33
18
b. Tahap Lapangan
Tahap ini merupakan proses lanjutan dari tahap sebelumnya. Pada
tahap ini, peneliti masuk pada proses penelitian dan memenuhi
kebutuhan penting yang berkaitan dengan penelitian. Pertama, peneliti
harus menyelesaikan proses perizinan. Ini merupakan prosedur wajib
sebagai seorang peneliti. Kemudian peneliti akan mengumpulkan data
yang diinginkan sesuai dengan fokus penelitiannya. Baik data primer dan
data sekunder akan dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara dan
dokumentasi.
c. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini, peneliti sedianya sudah memiliki data
sebanyak-banyaknya. Selanjutnya melakukan proses pemilihan data yang
disesuaikan dengan rumusan penelitian. Karena tidak semua data sesuai
dengan kebutuhan penelitian. Setelah data terkumpul yang dilakukan
peneliti adalah membandingkan dan melakukan analisis terhadap data di
lapangan dengan teori yang digunakan dalam penelitian. Kemudian
peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang dilakukan.
d. Tahap Penulisan Laporan
Penulisan laporan adalah tahap akhir dari proses pelaksanaan
penelitian. Setelah semua komponen-komponen terkait dengan data dan
hasil analisis data serta mencapai suatu kesimpulan, peneliti mulai
menulis laporan dalam konteks laporan penelitian kualitatif. Penulisan
19
dengan tidak mengabaikan kebutuhan peneliti terkait dengan
kelengkapan data.
5. Tehnik pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini
dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan metode-metode sebagai
berikut :
a. Observasi
Metode observasi adalah suatu cara mengadakan penyidikan
dengan menggunakan pengamatan terhadap suatu obyek baru, suatu
peristiwa atau kejadian yang akan diteliti. Sebagai metode ilmiah
observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencacatan sistematik
dengan fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam arti luas, observasi
tidak hanya terbatas pada pengamatan yang dilakukan, naik secara
langsung ataupun tidak langsung.34
Observasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah observasi
langsung, observasi ini dengan mengamati secara langsung ke obyek
penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.35 Observasi
memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat sosial yang mucul akibat berdirinya sekolah islam terpadu di
surabaya.
34
Suharsimi Arikunto, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Grafindo Persada, 1991), 82.
35
20
b. Wawancara
Metode wawancara adalah tehnik mendapatkan informasi dengan
cara bertanya langsung kepada responden, percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan yang ditanyai memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.36 wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
penanya atau pewawancara dengan yang ditanya atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara).37 Dalam hal ini, peneliti menggunakan jenis wawancara
terstruktur. Peneliti mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan
sebelumnya, tetapi daftar pertanyaan tidak mengikat jalannya
wawancara. Artinya pedoman pertanyaan pokok sudah disusun, akan
tetapi berjalan fleksibel. Karena wawancara disini adalah wawancara
mendalam untuk mengumpulkan informasi yang sebanyak-banyaknya.
Data-data yang ingin diperoleh adalam metode wawancara ini
adalah data yang sesuai dengan rumusan masalah, yakni berkaitan
dengan hubungan antara sekolah islam terpadu sebagai lembaga
pendidikan dengan reproduksi kelas sosial.
c. Dokumentasi
Untuk menunjang keberhasilan penelitian ini, juga digunakan
metode dokumentasi. Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang
36
Suhardi Sigit, Pengantar Metodologi Penelitian Sosial-Bisnis-Manajemen (Bandung: Lukman Offset, 1999), 159.
37
21
artinya barang-barang tertulis. Metode dokumentasi adalah pengambilan
data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.38 Metode dokumentasi
ini dengan mengumpulkan data-data berupa keputusan dan data-data
yang berkaitan erat dengan berdirinya sekolah islam terpadu di surabaya
dan dampak sosialnya.39
6. Teknik Analisa Data
Menurut patton sebagaimana dikutip luxy moleong, tehnik analisis
adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu
pola, kategori dan satuan uraian dasar.40 Untuk menyajikan data secara utuh
dan koheren, langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah melakukan
analisi data. Analisi data adalah upaya dan menata secara sistematis catatan
hasil observasi, wawancara, dokumentasi untuk meningkatkan pemahaman
peneliti tentang yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan. Sedangkan
untuk meningkatkan pemahaman tersebut, analisis perlu dilanjutkan untuk
mencari makna.41
Setelah data-data terkumpul dapat disintesikan menjadi
pengorganisasian mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan temuan dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan diatas. Analisis data yang penulis
gunakan cara berpikir induktif, analisi yang berangkat dari fakta-fakta
khusus, peristiwa-peristiwa konkrit kemudian fakta-fakta itu ditarik
38
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian., 135.
39
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, 135.
40
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, 280.
41
22
kesimpulan yang bersifat umum.42 Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah criteria-kriteria ideal tentang pendidikan dan reproduksi
kelas social serta hubungannya dengan berdirinya Sekolah Islam Terpadu.
Dalam hal ini, penulis melakukan analisi data dalam dua tahap.
Pertama selama pengumpulan data dan kedua setelah data terkumpul.
Keseluruhan proses pengumpulan data dan penganalisis data penelitian ini
berpedoman pada langkah-langkah analisi data penelitian kualitatif model
analisis interaktif. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktifitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.43
Pelaksanaan analisis data ditempuh dengan melakukan kegiatan reduksi
data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi.44
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang didapat dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk
itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan,
semakin lama peneliti di lapangan, maka jumlah data akan semakin
banyak, komplek dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis
data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari
tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, mempermudah peneliti untuk
42
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, 142.
43
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung : Alfabeta, 2009), 91.
44
23
melakukan pengumpulan data selanjutnya. Reduksi data dapat dilakukan
dengan bantuan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan
memberikan kode pada aspek-aspek tertentu.45
b. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Kalau dalam penelitian kuantitatif penyajian data ini
dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik dan sejenisnya. Melalui
penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola
hubungan, sehingga akan semakin mudah difahami.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, dan hubungan antar kategori. Yang paling
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif.46
c. Verification (Penarikan Kesimpulan)
Langkah ke tiga dalam penelitian kualitatif menurut Miles dan
Huberman adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data selanjutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
45
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 92.
46
24
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan
baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi
atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih dapat berupa
hubungan kausal dan interaktif hipotesis atau teori. Kesimpulan ini
sebagai hipotesis, dan bila didukung oleh data pada industri lain yang
luas, maka akan dapat menjadi teori.47
Arus ketiga aktifitas analisis data adalah penarikan kesimpulan atau
verifikasi.48 Agar kesimpulan tidak kabur dan tidak diragukan, maka
dalam tahap analisis kesimpulan itu harus diverifikasi, dan dengan
bertambahnya data yang diperoleh, kesimpulan itu bisa lebih grounded.
Langkah ini diawali dengan mencari pola, tema, hubungan, hal-hal yang
sering timbul, hipotesis dan sebagainya yang mengarah pada konsep gaya
kepemimpinan seorang kiai serta implikasinya terhadap perkembangan
pesantren, dan diakhiri dengan menarik kesimpulan sebagai hasil temuan
lapangan. Kesimpulan pada awalnya masih sangat tentatif, kabur, dan
diragukan, maka dengan bertambahnya data dan terus-menerus dilakukan
verifikasi sehingga kesimpulan akhir didapatkan seluruh data yang
diinginkan didapat.49
7. Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data sangat diperlukan dalam penelitian
kualitatif demi keabsahan dan keandalan serta tingkat kepercayaan data
47
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 99.
48
Mathew b Niles dan A. Michael Haberman, Qualitatif Data Analisis (London New Delhi, 1986), 177.
49
25
yang telah terkumpul. Dalam rangka menghilangkan bias pemahaman
peneliti dengan pelaku diadakan pengecekan data dengan teknis triangulasi,
yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu.50Metode pengecekan dilakukan dalam bentuk pertanyaan
yang berbeda atau dengan cara pengamatan yang berlainan. Dengan upaya
tersebut diharapkan dapat melahirkan “kebenaran” yang betul-betul
konvergen, akibat dari proses pemeriksaan silang dan pensiklusan kembali,
tanpa harus mengurangi persepektif emic, yakni persepektif responden
dalam memandang dunia kehidupannya, diharapkan penggalian aspek-aspek
efektifitas gaya kepemimpinan seorang kiai yang memiliki implikasi
terhadap perkembangan pesantren dapat diangkat tanpa dibayangi
peradigma subyek peneliti.
Agar memperoleh temuan penelitian yang valid dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka hasil penelitian perlu diuji
kebenarannya. Ada tujuh teknik pengujian keabsahan data yaitu: 1)
perpanjangan kehadiran peneliti, 2) observasi yang diperdalam, 3)
triangulasi data, 4) pembahasan sejawat, 5) analisis kasus negative, 6)
kecukupan referensi, 7) dan pengecekan anggota.51
Berdasarkan focus penelitian tentang pendidikan dan reproduksi sosial
berdasarkan study analisis berdirinya sekolah islam terpadu, peneliti hanya
akan menggunakan lima teknik, yaitu; 1) trianggulasi data, 2) observasi
50
Moloeng, metode penelitian kualitatif, 330.
51
26
yang diperdalam, 3) perpanjangan kehadiran peneliti, 4) pembahasan
sejawat, 5) kecukupan referensi.
H.Sistematika Pembahasan
Penelitian ini terbagi menjadi enam (6) Bab.
BAB I membahas tentang latarbelakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional,
penelitian terdahulu, metode penelitian, teknik analisa data, dan keabsahan data.
BAB II membahas tentang kajian teori yang meliputi pendidikan,
reproduksi kelas social menurut pemikiran Pierre Bourdie, dan pendidikan sebagai
sarana reproduksi kelas social menurut pemikiran Pierre Bourdieu.
BAB III akan membahas tentang profil sekolah, visi dan misi sekolah,
tujuan didirikannya sekolah, struktur organisasi, sarana dan prasarana sekolah,
keadaan warga sekolah (guru, siswa, dan karyawan sekolah) ekstrakulikuler,
prestasi yang diraih, program humas, dan hubungan antara berdirinya SMA
Khadijah dengan reproduksi kelas social.
BAB IV akan membahas tentang hasil penelitian di SMA Khadijah
Surabaya berkenaan dengan sarana reproduksi kelas social, perjuangan antar kelas
social, proses reproduksi kelas social.
BAB V akan membahas tentang hasil penelitian di SMA Khadijah Surabaya
berkenaan dengan hasil reproduksi kelas di SMA Khadijah Surabaya.
27 BAB II
LANDASAN TEORI
A.PENDIDIKAN DAN REPRODUKSI KELAS SOSIAL DALAM
PERSPEKTIF BOURDIEU
1. Pendidikan
Pendidikan, utamanya pendidikan formal sejak beberapa dekade telah
dipercaya sebagai alat untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam
menghadapai berbagai tantangan internal maupun eksternal. Pendidikan
merupakan indikator kemajuan sebuah bangsa. Bahkan, pada tingkatan lebih
sempit, pendidikan selalu berhubungan dengan status sosial. Semakin tinggi
pendidikan yang diraih seseorang, maka dia akan menduduki kelas elit
dalam status sosial di masyarakat. Peran pendidikan sangat penting untuk
menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis.
Pendidikan dalam istilah Yunani disebut peadagogi yang berarti
pendidikan, serta peadagogie yang berarti pergaulan dengan anak. Konsep
ini kemudian dimaknai sebagai usaha yang dilakukan orang dewasa dalam
pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing atau memimpin
perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.1
Dalam perkembangannya, istilah pendidikan berarti bimbingan atau
pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia
menjadi dewasa.Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang
dijalankan oleh seorang ataukelompok orang lain agar menjadi dewasa atau
1
28
mencapai tingkat hidup atau penghidupanyang lebih tinggi dalam arti
mental.2
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses
pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melaui upaya pengajaran atau pelatihan.3
Dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan sebuah proses mengubah
prilaku individu yang mengarah pada perubahan kearah yang lebih baik.
Sehingga, pendidikan bisa dikatakan sebagai salah satu pondasi
mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal ini senada dengan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa tujuan nasioanal
adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan perdamaian abadi, dan keadilan sosial.4
Selanjutnya, Pasal 31
UUD 1945 mengamanatkan bahwa (1) Setiap warga Negara berhak
mendapat pendidikan; (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara
2
Hasbullah, Dasar-dasar ilmu pendidikan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2006), 1.
3
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 1982) 250.
4
29
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % (dua puluh
persen) dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.5
Pendidikan bertalian erat dengan transmisi pengetahuan, sikap,
kepercayaan, dan aspek-aspek kelakuan lain yang berlaku di dalam
masyarakat pada umumnya kepada generasi muda. Agar masyarakat dapat
melanjutkan eksistensinya, maka transmisi (sosialisasi) nilai-nilai,
pengetahuan, keterampilan, dan bentuk kelakuan lain kepada anggota
mudanya tersebut selalu dilakukan.
Segala sesuatu yang tidak diketahui oleh individu baik itu berkenaan
dengan pengetahuan dan tata kelakuan, setelah mendapatkan pendidikan
individu tersebut kemudian memiliki pengetahuan yang kemudian dapat
mengantarkannya untuk berinteraksi terhadap masyarakat dengan baik.
Contohnya, melalui pendidikan anak diajarkan bagaimana cara berperilaku
dan berbicara sopan kepada orang lain, sehingga anak tersebut pada
akhirnya nanti akan mengetahui bagaimana cara memperlakukan orang lain
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Perbedaan
tersebut akan nampak antara orang yang berpendidikan dengan orang yang
tidak berpendidikan. Seorang yang berpendidikan akan memiliki perilaku
5
30
dan kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang tidak berpendidikan.
Misalnya saja cara berdiri, cara berjabat tangan, cara berbicara, cara
menanggapi pendapat orang pun akan berbeda antara orang yang
berpendidikan dengan mereka yang tidak berpendidikan.
Ketentuan umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
tahun 2003 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah
usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik (siswa) secara
aktif mengembangkan potensinya untuk meiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.18
Hal tersebut juga tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 Pasal 3 yang secara eksplisit menyatakan bahwa
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.6
Dari sini dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan sebuah upaya
dan proses mengubah perilaku individu mengarahkan pada perubahan
kearah yang lebih baik, menjadikan manusia lebih beradab dan bermartabat.
Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia, yaitu suatu
pengangkatan manusia ke taraf insani sehingga dapat menjalankan hidupnya
6
31
sebagai manusia utuh dan membudayakan diri.7
Melaui pendidikan,
manusia meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan bagi
masyarakat dipandang sebagai “human investment”, ini berarti bahwa
secara historis maupun filosofis, pendidikan telah ikut mewarnai dan
menjadi landasan moral, dan etik dalam proses pembentukan jati diri
bangsa. Pendidikan sebagai proses “hominisasi dan humanisasi”,
membantu manusia muda untuk berkembang menjadi manusia yang utuh,
bermoral, bersosial, berkarakter, berpribadi, berpengetahuan dan berohani.8
Pendidikan merupakan salah satu fondasi dalam mencerdaskan
kehidupan berbangsa. Selain itu pendidikan juga merupakan suatu usaha
yang dilakukan individu dan masyarakat untuk mentransmisikan nilai-nilai
budaya, kebiasaan, dan bentuk-bentuk ideal kehidupan mereka kepada
generasi muda agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara dan untuk
membantu mereka dalam meneruskan aktivitas kehidupan secara efektif dan
berhasil.9
Seorang anak yang dilahirkan tak dapat hidup tanpa bantuan dari
orang dewasa dalam lingkungannya. Proses sosialisasi manusia
mengembangkan lambang atau symbol sebagai alat komunikasi, terutama
bahasa yang memudahkan untuk transmisi pengalaman, wawasan,
7
Ali Muhdi Amnur (editor), Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional (Yogyakarta: Pustaka Pahima, 2007), 70.
8
Ismail SM et al. (editor), Paradigma pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 233.
9
Nanang Martono, “Implementasi Pendidikan Islam: Catatan Pembaharuan Sistem
32
pengetahuan, dan kebudayaan yang berlaku di masyarakat pada umumnya
kepada setia generasi. Proses sosialisasi yang dilakukan baik oleh sekolah,
keluarga, dan masyarakat tersebut juga merupakan wujud dari pendidikan.
Melalui sosialisasi tersebut terjadi proses mengajar dan belajar pola-pola
kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat, sehingga
setiap individu memiliki kelakuan yang tidak menyimpang dengan nilai dan
norma yang berlaku di dalam masyarakat.
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk mewariskan nilai-nilai yang
akan menjadi penolong dan penentu manusia dalam menjalani kehidupan,
serta sekaligus memperbaiki nasib serta peradaban umat manusia. Maju atau
mundurnya suatu peradaban manusia ditentukan oleh pendidikan yang
dijalaninya. Kemudian dalam perkembangannya terdapat pembagian jalur
pendidikan. Seperti yang diungkapkan Omar Hamalik, pendidikan
dibedakan menjadi 3 jalur yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal
dan pendidikan informal. Ketiga klasifikasi tersebut dalam pergumulannya
di masyarakat memiliki peran yang berbeda-beda.10
Pembagian tersebut
ternyata juga tercantum dalam Undang-Undang No. 2/2009 tentang Sistim
Pendidikan Nasional yang dikatakan pula bahwa bentuk pendidikan dibagi
menjadi 3 yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan
non formal.
10
33
Adapun jenis pendidikan yang terdapat di Indonesia meliputi
pendidikan pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus. 11
a. Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang berstruktur
dan berjenjang. Jalur pendidikan formal ini pun diwujudkan dalam
bentuk lembaga yang disebut sekolah. Berdasarkan kepemilikannya
sekolah tersebut dibagi menjadi 2 macam, yaitu sekolah milik pemerintah
(sekolah negeri) dan sekolah milik yayasan (sekolah swasta).
Berdasarkan jenjangnya pendidikan formal dibagi menjadi 3 jenjang
yang antara lain meliputi pendidikan dasar, pendidikan menegah, dan
pendidikan tinggi.
1) Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
pendidikan menengah. Bentuk pendidikan dasar antara lain meliputi
sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain
yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah
tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
2) Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan pendidikan lanjutan setelah
pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan
11
34
menengah umum seperti sekolah menengah atas (SMA) dan madrasah
aliyah (MA), atau bentuk lain yang sederajat dan pendidikan
menengah kejuruan seperti sekolah menengah kejuruan (SMK) dan
madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
3) Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma,
sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggrakan oleh
pendidikan tinggi. Pada umumnya pendidikan tinggi lebih akrab
disebut sebagai perguruan tinggi. Perguruan tinggi tersebut pun dapat
berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan
universitas. Setiap peserta didik (mahasiswa) yang telah
menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi akan mendapatkan
gelar akademik sesuai yang berlaku di universitas masing-masing.
b. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal merupakan jalur pendidikan yang
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang
hayat. Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
35
Pendidikan non formal merupakan jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Pendidikan non formal sendiri meliputi pendidikan
kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk pengembangan kemampuan peserta
didik. Satuan pendidikan non formal meliputi home schooling, lembaga
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar
mengajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang
sejenis.
c. Pendidikan Informal
Pendidikan informal merupakan pendidikan yang dilakukan oleh
keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Melalui pendidikan informal keluarga mentransmisikan budaya,
wawasan, segala pengetahuan, nilai-nilai yang hidup yang berlaku dalam
masyarakat sekitarnya.
d. Pendidikan Ana Usia Dini
Pendidikan anak usia dini merupakan upaya pendidikan dan
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membentuk pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
36
Pendidikan usia dini ini diselenggrakan sebelum jenjang pendidikan
dasar.
Pendidikan anak usia dini ini pun juga terbagi menjadi 3 jalur, yaitu
jalur pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK),
raudhatul athfal, atau bentuk lain yang sederajat. Adapun pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk kelompok
bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang
sederajat. Sedangkan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan.
e. Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah non
departemen. Pendidikan kedinasan ini berfungsi untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi
pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga non
departemen.
f. Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat dari
pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
37
menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan
nilai-nilai ajaran agamanya.
Pendidikan keagamaan juga dapat diselenggrakan pada jalur
formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan jalur formal
meliputi sekolah-sekolah keagamaan yang baik itu berada di bawah
naungan pemerintah (sekolah negeri) maupun pihak yayasan (sekolah
swasta). Seperti sekolah Islam (madrasah), sekolah Katolik, sekolah
Kristen, sekolah Hindu, sekolah Budha, dan sekolah lain yang sejenis
Adapun Pendidikan keagamaan jalur non formal meliputi pendidikan
diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang
sejenis. Sedangkan untuk pendidikan keagamaan jalur informal
dilakukan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya.
g. Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh merupakan pendidikan yang peserta didiknya
terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai
sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
Pendidikan jarak jauh ini berfungsi untuk memberikan layanan
pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti
pendidian secara tatap muka atau reguler.
Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk,
modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar
sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar
38
h. Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan memiliki potensikecerdasan
luar biasa serta bakat istimewa yang diselenggarakan secara inklusif atau
berupa satuan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Adapun pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik di daerah terpencil dan terbelakang, masyarakat adat yang terpencil
atau yang sedang mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi.
Penjelasan diatas merupakan penjelasan hakikat pendidikan dan
jenis-jenisnya terdapat di Indonesia. Dahulu tugas pendidikan memang lebih
banyak dipegang oleh keluarga dan masyarakat. Namun lambat laun
keluarga dan masyarakat tidak dapat sepenuhnya memberikan pendidikan
kepada anak, sebab elemen-elemen masyarakat tersebut memiliki
keterbatasan akan pengetahuan, kontrol, dan evaluasi. Akhirnya peran
pendidikan pun kemudian juga diserahkan kepada sekolah.
Pengertian sekolah kini telah berubah, sekolah tidak hanya dimaknai
sebagai kegiatan di waktu luang saja, melainkan merupakan lembaga formal
utama yang berperan sebagai tempat belajar mengajar serta tempat
menerima dan memberi pelajaran antara pendidik (guru) dengan peserta
didik (siswa). Menurut Sumitro dkk, sekolah adalah lingkungan pendidikan
39
Negara yang cerdas, terampil, dan bertingkah laku baik. Definisi lain
menyebutkan bahwa sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal.
Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana serangkaian kegiatan
terencana dan terorganisasi, termasuk kegiatan dalam bahwa sekolah adalah
suatu lembaga yang memberikan pelajaran kepada murid-muridnya.12
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang secara resmi
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara sistematis, berencana,
sengaja dan terarah yang dilakukan oleh pendidik yang professional dengan
program yang dituangkan ke dalam kurikulum tertentu dan diikuti oleh
peserta didik pada setiap jenjang tertentu, mulai dari tingkat anakanak
sampai perguruan tinggi. Sebagian besar negara pun memiliki sistim
pendidikan formal, yang umumnya wajib dalam upaya menciptakan anak
didik agar mengalami kemajuan setelah melalui proses
pembelajaran.Nama-nama untuk sekolah-sekolah tersebut pun bervariasi menurutnegara, tetapi
secara umum sekolah dibedakan menjadi dua jenjang yaitu sekolah dasar
untuk anak-anak muda dan sekolah menengah untuk remaja yang telah
menyelesaikan pendidikan dasar. Melalui sekolah, guru mentransmisikan
wawasan, segala pengetahuan, pandangan, kebudayaan, norma-norma, dan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat kepada siswa melalui pengajaran
secara langsung. Seperti yang telah dijelaskan diawal bahwasanya sekolah
sebagai salah satu sistem pendidikan telah mengembangkan pola kelakuan
tertentu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat.
12
40
Sekolah bertugas untuk menyampaikan kebudayaan kepada generasi
baru dan karena itu harus selalu memperhatikan masyarakat dan kebudayaan
umum. Segala sesuatu yang ditransmisikan guru melalui pengajaran dan
pendidikan di sekolah tersebut berguna sebagai modal penunjang masa
depan siswa tersebut di kemudian hari. Melalui sekolah siswa mendapatkan
modal budaya (intelektual) yang dapat membantu dan berguna kelak ketika
ia sudah berada di masyarakat. Sekolah digunakan sebagai modal awal
untuk menaiki jenjang sosial di dalam masyarakat sebab setiap individu
berharap dapat memperbaiki kehidupannya, baik secara ekonomi, budaya,
maupun posisi dari hierarki social.
Lebih jauh, ada sejumlah fungsi dan peranan pendidikan bagi suatu
masyarakat. Setiap orang tua yang menyekolahkan anaknya memang
memiliki tujuan yang bermacam-macam dan berbeda-beda secara invidual,
namun secara umum terdapat kesamaan cara pandang terhadap apa yang
diharapkan dari sekolah. Seperti yang dikutip oleh Abdullah Idi, Wuradji
berpendapat bahwa fungsi-fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal yang diharapkan oleh masyarakat antara lain adalah (1) fungsi
sosialisasi, (2) fungsi reproduksi budaya, (3) fungsi pelestarian budaya
masyarakat, (4) fungsi kontrol sosial (5) fungsi seleksi, latihan dan
pengembangan tenaga kerja, (6) fungsi pendidikan dan perubahan sosial,
dan (7) fungsi difusi kultural.13
Berikut ini adalah penjelasan dari
fungsi-fungsi pendidikan yang telah dipaparkan diatas.
13