• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGKAJIAN KEADAAN PERDESAAN SECARA PARTISIPATIF PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA): SUATU PENGANTAR PENGENALANNYA ipi258187

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGKAJIAN KEADAAN PERDESAAN SECARA PARTISIPATIF PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA): SUATU PENGANTAR PENGENALANNYA ipi258187"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

39 | P a g e

PENGKAJIAN KEADAAN PERDESAAN SECARA PARTISIPATIF

PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA):

SUATU PENGANTAR PENGENALANNYA

Edi Indrizal1

Abstract

This article is an introduction to introduce one of the methods, techniques and tools as well as the work known as Participatory Rural Appraisal or also known as PRA. PRA is useful to identify the condition, needs, problems and potential development opportunities in rural areas as well as efficient and thorough. Due to its practical usefulness, PRA also commonly used by practitioners and activists participatory development approach in terms of facilitating local agency staff, other field personnel, and assisted community groups in order to perform the task as facilitators of community empowerment.

Keywords: Participatory Rural Appraisal, Participatory Development, Community Empowerment

I. Pendahuluan

ewasa ini PRA terus mengalami perkembangan dan semakin banyak digunakan untuk keperluan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat guna mengembangkan kemampuan kemandirian masyarakat bersangkutan agar lebih menganali keadaan potensi, kebutuhan dan aspirasi mereka, serta agar secara berdiri sendiri mereka memiliki keterampilan mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi. PRA kini juga semakin luas digunakan di dalam berbagai proyek dan program pembangunan seiring menguatnya paradigma pembangunan partisipatif yang mengarusutamakan pelibatan kepentingan dan peran serta masyarakat secara langsung selama proses pembangunan. Perkembangan ini perlu didorong terus menerus sesuai dengan tuntutan perubahan paradigma baru pembangunan itu yang telah menggeser peran pemerintah ataupun pihak luar lainnya menjadi fasilitator pembangunan dan memposisikan masya rakat sebagai pemangku kepentingan dan pemanfaat utama pembangunan secara menguntungkan.

Melalui tulisan ini penulis bermaksud memaparkan tinjauan pengantar untuk memperkenalkan pengertian, latar, prinsip-prinsip, ciri-ciri, teknik dan instrumen PRA sebagai suatu pendekatan dan metode pengkajian partisipatif yaitu dengan pelibatan peran serta masyarakat dalam memahami keadaan perdesaan dan proses-proses pemikiran yang berlangsung pada setiap daur proyek, program, ataupun kegiatan pembangunan. Tulisan singkat ini tentulah sangat tidak memadai bila diharapkan untuk memberikan gambaran lengkap tentang PRA mengingat ciri-ciri PRA itu sendiri sejatinya merupakan sebuah proses pembelajaran yang tidak pernah akan selesai. Oleh karena itu bagi para pembaca yang berminat mendalaminya lebih jauh hendaklah juga dapat mengembangkan secara mandiri kemam puannya menerapkan PRA dengan cara melakukan pengayaan bacaan dan mempraktekkannya pada berbagai kesempatan sesuai tujuan dan kebutuhan, terutama dalam lingkup kegiatan pengem bangan dan pemberdayaan masyarakat.

D

1

(2)

40 | P a g e

Tulisan ini disarikan dari sejumlah bahan bacaan tentang PRA dan pemberdayaan masyarakat serta diperkuat dengan pengalaman praktis penulis menerapkan metode PRA dalam beberapa kegiatan penjajagan, perencanaan dan monitoring/evaluasi proyek/program pemba ngunan yang menggunakan pendekatan partisipatif.

II. Latar Kelahirannya

ika ditelusuri riwayat kelahirannya, sesungguhnya kemunculan PRA erat berkaitan dengan perkembangan disiplin ilmu antropologi. Cobalah telisik lebih dalam sejarah ilmu antropologi itu yang sejak semulanya hingga kini mengalami perkembangan secara paralel selalu berhubungan untuk kepentingan pemajuan ilmu pengetahuan dan tujuan praktis pembangunan yang berorientasi pada manusia. Salah satu tonggak sejarah berdirinya ilmu antropologi modern ialah ketika Malinowsky memperkenalkan metode observasi partisipasi guna mengukuhkan pentingnya empati dan pemahaman tentang berbagai keadaan, potensi, termasuk tradisi masyarakat menurut cara pandang budaya masyarakat yang ditelitinya (actor based). Para antropolog amat biasa bekerja lama di suatu tempat, guna memastikan agar mereka tidak terperangkap pola pikir dan

bertindak etnosentris. Dengan menerapkan metode observasi partisipasi maka peneliti secara emik mampu memahami masyarakat dan daerah penelitiannya secara lebih mendalam berbasis cara pandang dan budaya setempat.

Kemunculan dan perkembangan PRA sejatinyalah memang tidak terpisahkan dari pergulatan pemikiran teoritis dan metodelogis dalam ilmu pengetahuan serta kontribusinya untuk pembangunan. Sekaitan dengan itu disiplin ilmu antropologi juga turut memiliki peranan penting karena mengkonsentrasikan diri pada kajian tentang manusia beserta seluk beluk kehidupan sosial budayanya, meliputi kontribusinya terhadap pengarahan perubahan sosial dan pembangunan. Seiring dengan perkembangan zaman, khususnya dengan meningkatnya kebutuhan praktis pembangunan di banyak negara tempat para antropolog bekerja, paradigma pembangunan pun mengalami pergeseran. Pandangan tentang orientasi pembangunan yang sebelumnya lebih mengutamakan pertumbuhan produksi dinilai tidak lagi memadai, dan selanjutnya semakin disadari bahwa pada hakikatnya pembangunan itu mestilah berorientasi pada manusia. Pergeseran paradigma pembangunan ini memiliki implikasi dan sekaligus menandai ciri-ciri pendekatannya yang berbeda.

Pergeseran Paradigma Pembangunan dan Ciri-ciri Pendekatannya

Ciri-ciri Paradigma Lama Paradigma Baru

Pandangan tentang Orientasi Pembangunan

Production centered development

People centered development

Tujuan Pembangunan Pertumbuhan ekonomi dan GDP

Pemberdayaan dan perubahan sosial Pendekatan Pembangunan Top-Down Approach Participatory Approach Posisi Masyarakat Objek dalam pembangunan Subjek/pelaku/pemangku

kepentingan utama Pemerintah dan Orang Luar Subjek yang dominan Fasilitator & Regulator Kategori Pelibatan

Masyarakat

Mobilisasi Partisipasi (pelibatan

kepentingan dan peran serta langsung).

Pembangunan Lembaga Institutional Building Institutional Development

Dari perspektif antropologi, dengan terjadinya pergeseran paradigma pemba ngunan ini berarti semakin membuka

(3)

41 | P a g e dan cara pandang berbasis aktor lebih

operasional diwujudkan dalam praktik pembangunan. Hal ini amatlah penting apalagi mengingat sejatinyalah tujuan pembangunan itu ditujukan untuk pember dayaan masyarakat dan pengarahan perubahan sosial yang lebih memanusiakan, selama ini sering terabaikan. Sebagimana ditunjukkan berikut ini sekurang-kurangnya ada 5 (lima) alasan kenapa pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pemba ngunan itu dinilai mendesak, yakni:

1. Banyak proyek masih fokus pada pemberian bantuan besar dan menciptakan ketergantungan, bukan pada penguatan masyarakat. 2. Masih banyak kegiatan pemba

ngunan mempraktekkan pendekatan mobilisasi ketimbang partisipasi. 3. Banyak bantuan kurang berorientasi

pada kebutuhan kelompok orang miskin (dan kaum perempuan). 4. Masih banyak dominasi kelompok

tertentu elit desa, baik dalam penentuan maupun penerimaan dukungan.

5. Masih banyak kelompok masyarakat belum siap melakukan good governance atau mendorong transparansi, akuntabilitas, keseta raan dan keadilan.

III. Pengertian

enurut asal usul katanya PRA merupakan akronim dalam bahasa Inggris yang kepanjangannya adalah Participatory Rural Appraisal. Jika diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia berarti: Pengkajian Keadaan Perdesaan secara Partisipatif.

Robert Chambers antropolog yang juga dikenal sebagai salah seorang pelopor pengembangan PRA menggambarkan PRA sebagai sesuatu pendekatan dan metode yang terus berkembang sehingga tidak perlu membuat definisinya secara final. PRA merupakan pendekatan dan metode pembelajaran mengenai keadaan dan kehidupan perdesaan dari, dengan dan oleh masyarakat perdesaan itu sendiri. Pembelajaran yang dimaksud adalah dalam pengertian yang luas, meliputi kegiatan menganalisis, merencanakan dan bertindak.

Berdasarkan pengertian tersebut Chambers (1996) mendefinisikan PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat perdesaan untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan.

Bagi mereka yang cukup banyak pengalaman menerapkannya, biasanya memandang PRA dalam beragam pengertian sesuai penggunaannya, seperti : (1) sebagai pendekatan, metode, teknik dan alat pengkajian identifikasi masalah dan kebutuhan untuk kegiatan penjajagan kebutuhan; (2) sebagai pendekatan, metode, teknik

dan alat pengkajian potensi dan alternatif kegiatan untuk perencanaan;

(3) sebagai sikap dan perilaku dalam pelaksanaan kegiatan;

(4) sebagai teknik pengkajian perkembangan kegiatan dalam rangka pemantauan serta;

(5) sebagai teknik pengkajian hasil dalam rangka mengevaluasi kegiatan.

Bertolak dari beberapa uraian terdahulu, pengertian yang selanjutnya digunakan oleh penulis tentang pengembangan definisi PRA yang tidak harus final itu bahwa : PRA adalah suatu pendekatan dan metode yang berguna untuk memahami keadaan, kebutuhan, masalah serta potensi wilayah, ekonomi, sosial dan budaya perdesaan dengan cara melibatkan kepentingan dan peran serta masyarakatnya secara langsung dalam proses-proses pemikiran yang ada selama kegiatan-kegiatan penjajagan, perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pemantauan dan hingga evaluasi pembangunan.

IV. Mengapa PRA ?

atar belakang berkembangnya PRA ialah untuk meningkatkan kemampuan dan percaya diri masyarakat dalam mengidentifikasi serta menganalisa keadaan wilayah mereka, baik potensi maupun permasalahannya. Ini sangat berbeda dengan pendekatan pembangunan berpola top-down (dari atas ke bawah) yang sering

M

(4)

42 | P a g e

dipakai oleh lembaga-lembaga yang mengumpulkan informasi untuk kelancaran program mereka. Dalam program seperti itu biasanya lembaga menentukan apa yang akan dikerjakan dalam suatu wilayah dan masyarakat diikutsertakan tanpa diberi pilihan apapun. Entah karena kedudukannya sebagai penguasa, pemerintah, ahli, atau agen perpanjangan tangan proyek dan program pembangunan, sebagai orang luar mereka memutuskan tentang kebutuhan dan aspirasi masyarakat perdesaan.

Lain halnya di dalam PRA,

kehadiran “orang luar” adalah sebagai mitra

setara yang secara partisipatif dan demokratis bersama-sama mendorong kemandirian masyarakat sebagai pemangku kepentingan dan penerima manfaat utama pembangunan. Justru dengan kesadaran pandang bahwa sejatinya masyarakatlah yang merupakan pemangku kepentingan dan penerima manfaat utama pembangunan, maka masyarakat diposi sikan untuk memanfaatkan informasi dan hasil analisa sendiri agar mampu mengembangkan rencana kerja mereka menjadi lebih maju dan mandiri. Dengan menggunakan PRA juga diharapkan masyarakat mampu menyampaikan hasil perencanaannya kepada lembaga/ organisasi/instansi terkait yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.

Pendekatan dan metode PRA pada dasarnya memang dimaksudkan untuk diterapkan dalam kegiatan pengembangan pemberdayaan atau penguatan masyarakat sebagai bagian inheren dari paradigma, model dan pendekatan pembangunan partisipatif. Meskipun demikian hendaklah dipahami bahwa sesungguhnya cita-cita pemberdayaan masyarakat melalui usaha-usaha pembangunan masyarakat secara partisipatif bukanlah suatu hal yang baru, dan bukan pula suatu hal yang khas PRA saja.

PRA selanjutnya berkembang dari tradisi keilmuan yang sesungguhnya telah lama ada dan dari pemikiran-pemikiran pendekatan partisipatif pembangunan lainnya. Jika sebagian penggunanya menyatakan bahwa pendekatan dan metode PRA berbeda dibandingkan pendekatan-pendekatan dan metode-metode yang pernah ada sebelumnya, maka yang sebenarnya ialah bahwa PRA dapat

dinyatakan sebagai kombinasi dari pendekatan-pendekatan dan metode-metode yang pernah ada tersebut untuk digunakan secara lebih efisien dan efektif dalam memahami keadaan dan kehidupan perdesaan. Artinya, PRA tidak diajukan sebagai suatu pendekatan murni yang berkembang berdiri sendiri, melainkan bersumber dari berbagai pendekatan yang ada sebelumnya. Itulah pula sebabnya, di dalam perkembangan praktiknya PRA kemudian terbuka sebagai laboratorium lintas disiplin ilmu, dan tidak menjadi monopoli disiplin ilmu tertentu saja. Di Indonesia bahkan PRA cukup banyak dikuasai para praktisi berlatar disiplin ilmu di luar antropologi, meskipun jika dilihat dari riwayat sejarah kemunculannya seharusnya para ahli antropologi yang menguasainya secara lebih baik.

Hingga di sini dapat ditegaskan beberapa alasan kenapa PRA itu berkembang dan menjadikannya semakin diperlukan:

(1) Kritik terhadap pendekatan pemba ngunan berpola top-down.

(2) Munculnya pemikiran tentang pendekatan partisipatif (participatory approach).

(3) PRA sebagai pendekatan alternatif:  Kebutuhan adanya metode kajian

keadaan masyarakat yang

“mudah” dan “efisien” dilakukan

untuk pengembangan program yang benar-benar menjawab masalah dan kebutuhan masyarakat setempat.

 Kebutuhan adanya pendekatan program pembangunan yang bersifat kemanusiaan dan berkelanjutan.

V. Visi, Tujuan dan Luaran PRA

(5)

43 | P a g e akibat pendekatan pembangunan selama ini

dapat ditiadakan atau dikurangi. Kedua, pemberdayaan masyarakat sebagai peru bahan perilaku dan perubahan sosial sebagai perbaikan kesejahteraan yang dapat dinikmati secara demokratis, adil dan merata. Ketiga, pendidikan masyarakat sebagai pendidikan orang dewasa.

Tujuan PRA dapat dibagi ke dalam tujuan strategis dan tujuan praktis. Dari segi tujuan strategis pada dasarnya tujuan PRA itu ialah untuk mencapai pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial melalui pengembangan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran. Sedangkan tujuan praktisnya adalah sebagai berikut :

 Untuk mendapatkan informasi dan gambaran tentang keadaan, masalah, kebutuhan dan potensi (masyarakat dan wilayah) perdesaan secara menyeluruh (holistic).

 Mendorong partisipasi masyarakat perdesaan dalam menggali dan memahami situasi, kondisi dan potensi daerah serta kebutuhannya sehingga meningkatkan kepedulian, kemampuan dan keberdayaan mereka dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pembangunan sesuai posisinya sebagai penerima manfaat utama pembangunan.

 Meningkatkan efisiensi dalam mengidentifikasi dan menggali informasi tentang situasi, kondisi dan potensi wilayah perdesaan dengan selalu mempertimbangkan akurasi data/informasi yang dihimpun.

 Agar masyarakat juga memahami dan terampil dalam menggunakan alat-alat (instrumen) dan teknik PRA untuk menganalisis pengetahuan mereka tentang keadaan wilayah, keadaan kehidupan dan segenap potensi pembangunan sehingga nantinya mampu menerapkan secara mandiri untuk keperluan pembangunan di daerah/ wilayah masing-masing.

 Menyamakan persepsi bahwa PRA merupakan suatu pendekatan, metode dan alat (instrumen) yang dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk menggali dan menganalisis informasi, situasi, kondisi dan potensi daerah/wilayah perdesaan dalam rangka

mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat dan daerah perdesaan.

Adapun luaran hasil kajian PRA biasanya adalah berupa informasi dan gambaran tentang keadaan, kebutuhan, masalah dan potensi perdesaan secara menyeluruh (holistic), seperti :

 Potensi sumberdaya alam yang dimiliki masyarakat, termasuk sistem usaha tani.  Potensi sosial perdesaan;

 Potensi perekonomian;

 Potensi lembaga atau kelompok kegiatan yang ada, latar belakangnya, strukturnya, kegiatannya dan lain-lain (termasuk lembaga pelayanan, baik pemerintah maupun non-pemerintah);

 Masalah-masalah masyarakat;  Prioritas dan penyebab masalah;  Peluang-peluang pengembangan.

Gambaran dan informasi yang dihimpun tersebut dapat disesuaikan dengan tujuan atau batasan yang ditetapkan sehingga selanjutnya dapat dikembangkan sebagai peluang, kesempatan dan prospek bagi pilihan-pilihan program kegiatan pembangunan yang akan dilaksananakan.

VI. Unsur-Unsur dan Prinsip-Prinsip PRA

etode PRA mengandung 3 (tiga) unsur atau komponen. Pertama, sebagai proses belajar PRA menunjuk pada berlangsungnya proses substantif untuk saling bertukar pengalaman dan pengetahuan. Kedua, PRA sebagai alat belajar yang meliputi teknik-teknik dan instrumen dalam metodenya. Ketiga, PRA sekalgus merupakan hasil belajar yakni sebagai output yang diharapkan berupa tercapainya tujuan jangka pendek yaitu rencana program, ataupun tujuan jangka menengah dan jangka panjang dalam agenda pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial.

Ada beberapa prinsip dalam PRA yang perlu diperhatikan oleh setiap penggunanya dalam melaksanakan kajian keadaan perdesaan secara partisipatif. (1) Prinsip mengutamakan yang terabaikan

(keberpihakan pada kelompok kurang beruntung atau marginal).

(2) Prinsip pengembangan pemberdayaan (penguatan) masyarakat.

(6)

44 | P a g e

(3) Prinsip masyarakat sebagai penerima manfaat utama dalam pembangunan, sedangkan orang luar sebagai fasilitator.

(4) Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan (demokratis).

(5) Prinsip belajar dari kesalahan. (6) Prinsip santai dan informal.

(7) Prinsip triangulasi: check and recheck (cek silang), tabaiyun.

(8) Prinsip mengoptimalkan hasil.

(9) Prinsip berorientasi praktis (tujuan diarahkan untuk pengembangan kegiatan pembangunan).

(10) Prinsip transparansi (keterbukaan). (11) Prinsip keberlanjutan dan selang waktu

(target-target bersifat sementara). Berdasarkan prinsip-prinsip di atas selanjutnya dapat diidentifikasi sejumlah ciri-ciri dan azas dalam pelaksanaan PRA tersebut, sebagai berikut:

 Bersifat terbuka: keterbukaan dalam menggali dan menganalisis informasi dari berbagai pihak terutama masyarakat.  Selektif optimal: menetapkan informasi

yang dibutuhkan dan informasi yang tidak dibutuhkan berdasarkan tujuan dan kebutuhan.

 Kecermatan yang memadai: informasi dapat diambil sesuai dengan kebutuhan dan melakukan cek silang, sehingga walaupun mungkin adakalanya dinilai tidak sesuai dengan standar akademis, tetapi dapat membantu dalam pengam bilan keputusan.

 Proses iterative (berulang): tujuan, langkah-langkah dan metode tidak baku, melainkan dapat dikembangkan melalui proses pengulangan dan penyem purnaan secara terus menerus.

 Bersifat eksploratif: dapat menggali informasi secara fleksibel dan terbuka sehingga dapat menemukan/mengetahui hal-hal yang sebelumnya diduga tidak penting dan terabaikan.

 Multi-disipliner: dilaksanakan oleh tim yang mewakili berbagai bidang ilmu dan lembaga/organisasi yang berbeda dengan anggota laki-laki dan perempuan. Tim besar dibagi dalam tim kecil yang selalu berkomunikasi dan bekerjasama.  Intensif: mempelajari keadaan perdesaan

dengan interaksi yang intensif dan berulang dengan masyarakat setempat

dalam suatu rangkaian tertentu yang tidak terputus.

 Pendekatan triangulasi: melakukan ceck re-ceck atau cek silang, setidaknya pendekatan kepada tiga sumber informasi berbeda untuk menggali informasi yang lebih akurat.

 Pendekatan partisipasi: mengutamakan pelibatan kepentingan dan peran serta masyarakat secara langsung dalam proses pembangunan.

 Belajar dari masyarakat: percaya bahwa penduduk setempat adalah ahli tentang keadaan mereka, bukan hanya sekedar mengumpulkan data/informasi.

VII. Teknik dan Alat (Instrumen) PRA

eknik-teknik dan alat-alat PRA yang paling umum digunakan ialah berupa visualisasi (pembuatan gambar, tabel, bagan dan sketsa) untuk mendukung analisa masyarakat terhadap keadaan dan kehidupan mereka. Berdasarkan penga laman pengembangannya selama ini, teknik dan alat PRA itu antara lain meliputi :

(1) Teknik Penelusuran Sejarah Desa (Alur Sejarah): mengkaji suatu keadaan dari waktu ke waktu (waktu tidak dibatasi). (2) Teknik Pembuatan Bagan Kecen

derungan dan Perubahan: sama dengan teknik penelusuran, tetapi ada patokan waktu (misal per lima tahun, per sepuluh tahun, per 25 tahun, dll.). (3) Teknik Penyusunan Kalender Musim:

sama dengan teknik penelusuran, tetapi jarak waktu hanya satu tahun. (4) Teknik Pembagian Kerja dalam

Keluarga: untuk membahas pembagian kerja dalam kegiatan ekonomi (produktif), pekerjaan rumahtangga (reproduktif/domestik) dan kegiatan sosial (kemasyarakatan) dengan memperhatikan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan, ataupun antara orang dewasa dan anak-anak. (5) Teknik Alokasi Waktu Kegiatan Sehari

(7)

45 | P a g e perempuan ataupun antara orang

dewasa dan anak-anak.

(6) Teknik Pembuatan Peta Desa (Pemetaan Partisipatif): untuk mengkaji keadaan suatu ruang wilayah, biasanya wilayah desa/nagari atau dusun untuk mendapatkan gambaran tentang lokasi, tata ruang, peruntukan lahan, dsb. (7) Teknik Penelusuran Desa (Transek):

dilakukan untuk membahas wilayah desa dengan mengamati langsung ke lokasi.

(8) Teknik Pembuatan Gambar Kebun: untuk mengkaji ruang atau wilayah yang lebih kecil, yaitu kebun atau lahan pertanian tertentu.

(9) Teknik Diagram Venn (Bagan Hubu ngan Kelembagaan atau Kajian Kelembagaan): untuk pengkajian

lembaga/organisasi dan

pengembangan kelembagaan di desa.

(10) Teknik Kajian Mata Pencaharian: biasanya mata pencaharian diurutkan berdasarkan pencaharian utama atau yang banyak dilakukan masyarakat perdesaan, meliputi sektor pertanian, non-pertanian dan jasa.

(11) Teknik Pembuatan Bagan Urutan atau Pemeringkatan (Matrik Ranking): untuk mengurutkan identifikasi masalah ataupun urutan prioritas penyelesaian masalah.

(12) Teknik Wawancara Keluarga Petani: dilakukan melalui diskusi dan pembahasan dalam kelompok.

(13) Teknik Pembuatan Bagan Alur: untuk mengkaji sistem tertentu (misalnya: Bagan Alur Produksi, Bagan Alur Pemasaran, dsb.).

(14) Teknik apa yang Anda kembangkan atau ciptakan ???

ILUSTRASI 1

Dalam rangka menjalankan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukokayo, Kelompok Mahasiswa dari Universitas Andalan (UNAN) menerapkan teknik dan alat PRA pemetaan partisipatif dan penelusuran lokasi/wilayah (transek). Apa manfaat yang diperoleh masyarakat desa dan mahasiswa peserta KKN ?

Manfaat bagi masyarakat :

 Masyarakat semakin memahami dan mampu menganalisis keadaan fisik lokasi/wilayah mereka dengan merumuskannya ke dalam bentuk peta, sketsa atau denah yang mereka buat mandiri.

 Masyarakat memahami masalah dan kebutuhan perubahan (pembangunan fisik) yang penting (bermanfaat) bagi mereka.

 Masyarakat dapat menjadikannya sebagai dasar untuk menjalin kerjasama pembangunan dengan pemerintah maupun investor dalam rangka pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desanya.

 Masyarakat memiliki pegangan dan mampu berargumentasi secara nyata serta sadar dalam merespon

proyek/program yang ditawarkan “pihak luar” yang hanya dirancang berdasarkan versi peta “orang luar”, sehingga

masyarakat tidak lagi dijadikan sebatas sebagai objek dalam pembangunan. Manfaat bagi mahasiswa KKN :

 Mahasiswa dapat mempraktekkan metode partisipatif, tidak sekedar mengenalinya secara konsepsional.

 Sebagai “orang luar” mahasiswa dapat memahami keadaan dan kebutuhan pembangunan fisik desa sebagaimana

(8)

46 | P a g e

VIII. Tim PRA : “Orang Luar” Berfungsi Fasilitator

alam penerapannya PRA menganut

motto “berbuat bersama berperan setara”. Posisi Tim PRA adalah

“orang luar” yang berperan sebagai

fasilitator yang bekerjasama dengan masyarakat setempat dengan tujuan melibatkan kepentingan dan peran serta masyarakat secara langsung dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pembangunan.

Sesuai dengan sifatnya yang multi-displiner, maka tim PRA dapat terdiri dari beberapa orang dengan latar belakang beberapa disiplin ilmu atau keahlian dan profesi, tergantung dengan permasalahan atau topik yang akan dikaji. Keragaman anggota dalam tim PRA sangat penting dalam menyusun topik-topik secara selektif dan optimal.

Kegiatan PRA sebagian besar dilakukan dalam bentuk Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion/FGD) atau lokakarya (Workshop), tim PRA dapat dibagi menurut tugasnya masing-masing berjumlah 2-3 orang dengan komposisi sebagai berikut:

(1) 1 orang fasilitator yang berfungsi sebagai Pemandu yang bertugas mengembangkan pertanyaan

(pewawancara) dan memoderasi (memandu diskusi) sesuai dengan tujuan kegiatan PRA yang diadakan. (2) 1-2 orang pencatat yang bertugas

mencatat proses, jawaban dan pendapat yang berkembang selama kegiatan PRA dilaksanakan.

(3) 1-2 pengamat yang bertugas mengamati proses wawancara dan memberitahu atau mengingatkan pemandu bila masih ada topik-topik yang belum dijelaskan atau terlupakan dalam pelaksanaan PRA.

IX. Masyarakat sebagai “Orang Dalam” Penerima Manfaat Utama (Share holders) Pembangunan

asyarakat disebut sebagai subjek pembangunan manakala mereka benar-benar diposisikan sebagai

“orang dalam” yang lebih dari sekedar sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) utama dalam pembangunan, tetapi justru merupakan penerima manfaat utama (shareholders) dalam pembangunan. Sebagaimana dinyatakan oleh Uphoff (1988) bahwa di dalam setiap proyek atau program pembangunan masyarakat hendaknya dipandang sebagai “pemanfaat

pembangunan” atau “mereka yang akan diuntungkan dalam proses pembangunan”.

D

M

ILUSTRASI 2

Dalam rangka penyusunan disain social forestry, Fasilitator penyusun rancangan teknis dari Departemen Kehutanan melakukan analisis bersama masyarakat tentang kelola kawasan, kelola kelembagaan dan kelola usaha di sejumlah desa sekitar hutan yang direncanakan sebagai lokasi social forestry. Fasilitator menerapkan beberapa teknik dan alat PRA, seperti: pemetaan partisipatif, penelusuran lokasi/wilayah (transek), pembuatan gambar kebun, diagram venn (bagan hubungan kelembagaan), kajian mata pencaharian, kalender musim, pembagian kerja dan alokasi waktu.

Apa manfaat yang diperoleh ?

 Masyarakat dilibatkan sejak tahap penyusunan rencana program sebagai bagian dari daur program sehingga sejak awal sudah mulai menerima sosialisasi program.

 Masyarakat semakin memahami dan mampu menganalisis keadaan dan potensi kawasan, kelembagaan dan usaha sebagai komponen yang penting dalam pembangunan social forestry.

 Hasil PRA berupa informasi tentang keadaan, masalah, potensi dan kebutuhan sesuai pemahaman masyarakat dapat dijadikan acuan rancangan program sehingga penentuan kawasan, sistem kelola kelembagaan dan pengembangan usaha social forestry bisa lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.

 Masyarakat memiliki pegangan serta mampu berargumentasi secara nyata dan sadar dalam merespon, menerima dan melanjutkan keberlangsungan program karena mereka sendirilah yang sebenarnya merencanakan program, sedangkan pemerintah adalah fasilitator.

(9)

47 | P a g e Pertanyaannya, di dalam PRA

siapakah masyarakat “orang dalam”

tersebut? Sesuai dengan prinsip partisipasi sosial yang mengutamakan pelibatan kepentingan dan peran serta masyarakat secara langsung, maka Tim PRA dapat mengembangkan kerjasama dengan berbagai orang, lembaga/oragnisasi atau kelompok masyarakat yang ada di perdesaan dan lingkungannya. Mereka itu meliputi tokoh-tokoh formal dan informal representasi berbagai lembaga/orgnasasi, kelompok-kelompok masyarakat dan wakil warga masyarakat perdesaan yang terdiri dari kaum laki-laki maupun perempuan dengan memperhatikan mereka yang selama ini mungkin terabaikan. Hal yang amat penting dihindari, jangan sampai pembangunan yang dimaksudkan untuk pengembangan pemberdayaan masyarakat menjelma sebagai jawaban atas kebutuhan dan kepentingan elit atau segelintir orang saja.

X. Tahapan Pelaksanaan PRA

RA merupakan pendekatan, metode, teknik dan alat/instrumen pemandirian atau pemberdayaan masyarakat. Proses pemandirian atau pemberdayaan masyarakat itu terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

(1) Pengkajian Keadaan Perdesaan oleh (bersama) Masyarakat.

(2) Pengembangan Kelompok. (3) Penyusunan Rencana Kegiatan. (4) Pelaksanaan Kegiatan.

(5) Pemantauan/Monitoring Perkembangan Kegiatan. (6) Evaluasi Hasil Kegiatan.

Pada tahap awal penerapan PRA dalam siklus proses pemandirian atau pemberdayaan masyarakat yaitu ketika PRA diterapkan sebagai Pengkajian Keadaan Perdesaan secara Partisipatif untuk mulai menjajagi masalah dan kebutuhan, ada

beberapa tahapan kegiatan yang lazimnya dilakukan:

(1) Persiapan desa bersama wakil masyarakat:

 Menentukan tempat dan waktu;  Koordinasi dengan pemerintah

dan tokoh-tokoh masyarakat;

 Mengumumkan kepada

masyarakat;

 Persiapan akomodasi dan konsumsi serta dana yang diperlukan.

(2) Persiapan Tim:

 Menentukan bahan/alat pendukung dan media;

 Menentukan informasi yang akan dikaji;

 Menentukan instrumen PRA yang hendak dipakai;

 Membagi peran dalam Tim. (3) Melakukan Pengkajian Keadaan

(Kegiatan PRA):

 Berbagi pengetahuan dan pengalaman;

 Analisa pengetahuan dan pengalaman;

 Menyimpulkan

(4) Pengumpulan dan Perumusan Hasil PRA: Pelaporan.

(5) Lokakarya/Musyawarah Masyarakat:

 Mempresentasikan semua hasil PRA;

 Mendiskusikan kembali dengan masyarkat untuk mempertajam temuan;

 Penyusunan hasil akhir analisa kajian potensi, kesempatan, masalah dan prospek pengembangan program oleh masyarakat.

(10)

48 | P a g e

XI. Catatan Penutup

endekatan dan metode PRA berkembang untuk diterapkan dalam kegiatan pengembangan pemandirian atau pemberdayaan masyarakat. PRA lahir dan dikembangkan dari tradisi ilmiah yang pernah ada sebelumnya. PRA dikem bangkan dan terus mengalami perkem bangan agar dapat dijadikan sebagai acuan praktis dalam kegiatan penjajagan, perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pembangunan. Oleh sebab itu sesuai dengan prinsipnya yang berorientasi praktis maka PRA akan sangat ditentukan oleh penerapannya di lapangan.

Penggunaan teknik dan alat (instumen) PRA bersifat fleksibel dan sangat

mungkin untuk diseleksi misalnya memilih teknik dan alat tertentu saja, atau dapat juga dengan mengkombinasikan, mengembang kan dan menciptakan teknik dan alat baru. Apapun yang akan Anda lakukan, pertimbangankanlah prinsip efisiensi dan optimalisasi berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan dan kebutuhan. Oleh sebab itu, tetapkanlah teknik dan alat PRA yang akan Anda pergunakan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan kegiatan. Jika dipandang perlu, Anda dapat mengem bangkan atau bahkan menciptakan teknik dan alat yang baru.

Selamat berbuat bersama berperan setara !

Daftar Bacaan

Cahambers, Robert. 1996. PRA Participatory Rural Appraisal Memahami Desa Secara Partisipatif. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Direktorat Bina Masyarakat Terasing Ditjen Bina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial RI. 1999. Participatory Rural Appraisal dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat Terasing. Departemen Sosial RI: Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI – Proyek DELIVERI. 2000. Panduan Kegiatan Kajian Keadaan Perdesaan secara Partisipatif. Departemen Pertanian RI – Departemen for International Development (DFID) Pemerintah Inggris: Jakarta.

Global Environment Coordination. March 1994. Incorporating Social Assesment and Participation into Biodiversity Conservation Projects. The World Bank.

Indrizal, Edi. 2001. Alternatif Pengelolaan Hutan Berbasis Peran Serta Masyarakat Solusi Konflik Pemanfaatan Areal HPH (atau ex-HPH) Berbatasan TNKS. Makalah disampaikan pada Seminar Internasional “Integrating Biodiversity Conservation &

NTFP Utilization in Forest Concession Management”, ICDP TNKS Component C1 –

Departemen Kehutanan RI – The World Bank : Jakarta 26-27 November 2001.

Indrizal, Edi. 2003. Kelola Kelembagaan dalam Pembangunan Social Forestry. Makalah dan Panduan bagi Fasilitator Lapangan disampaikan dalam “Workshop dan Pelatihan PRA

bagi Fasilitator Penyusunan Rancangan Teknik Social Forestry”. Balai Pengelolaan

P

STOP PRESS

Sebenarnya semakin banyak pihak menggunakan pendekatan dan metode PRA dalam rangka penyusunan rencana proyek atau program karena disyaratkan dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) kegiatan.

Namun kenyataannya PRA sering juga diterapkan sebagai tujuan sehingga melupakan fungsinya sebagai alat. Ada juga pihak-pihak secara sengaja menjadikan PRA tersebut hanya sebagai “alat” untuk menyiapkan suatu

proyek dengan tujuan-tujuan tertentu. Oleh sebab itu, tidak disengaja atau disengaja, penyimpangan penerapan PRA juga dapat terjadi. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip PRA yang sesungguhnya untuk

pemandirian atau pemberdayaan masyarakat.

(11)

49 | P a g e Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan - Ditjen RHLPS - Departemen Kehutanan RI. Padang: 28-30 April 2003.

Jackson, W.J. and Ingles A. W. (1998). Participatory Techniques for Community Forestry A Field Manual. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK and WWF for Nature, Gland, Switzerland.

Tim Editorial Konsorsium Nusa Tenggara (Eds.). 1994. Berperan Setara Bekerja Bersama : Pedoman Teknik-Teknik PRA (Draft Buku). Studio Drya Media: Bandung.

Tim Editorial Konsorsium Nusa Tenggara (Eds.). 1996. Berbuat Bersama Berperan Setara : Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal. Studio Drya Media: Bandung.

Referensi

Dokumen terkait