BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Keberadaan globalisasi ekonomi dalam mewujudkan perdagangan dunia yang
bebas melahirkan era kompetisi dalam berbagai bidang industri. Globalisasi
ekonomi ini akan segera menciptakan suatu lingkungan baru dan serta kesempatan
bisnis baru dalam berbagai bidang industri. Salah satu perusahaan industri yang
berkembang pesat di Indonesia adalah industri farmasi dan Indonesia merupakan
farmasi terbesar di kawasan ASEAN.
Industri farmasi menjadi industri yang penting bagi perkembangan
perekonomian bangsa. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat
atau bahan obat. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai
dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.
Perusahaan Farmasi dapat dibedakan menjadi dua kategori,yaitu perusahaan
BUMN dan BUMS.
Menurut Sharabati et al. (2010) industri farmasi merupakan industri yang
intensif melakukan penelitian, industri yang inovatif dan seimbang dalam
penggunaan sumber daya manusia serta teknologi. Pembaharuan produk dan
Tujuan utama berdirinya suatu perusahaan secara umum adalah untuk
menghasilkan laba atau profitabilitas perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk
memperoleh keuntungan ini merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan perusahaan agar dapat terus bertahan dan tumbuh serta berkembang
dalam menjalankan bisnisnya (Syamsuddin, 2009 :59). Laba yang dicapai dapat
dimaksimalkan melalui peningkatan penjualan produk perusahaan dan
meminimalkan biaya operasi
Perusahaan farmasi sebagai salah satu dari bagian dari industri manufaktur
tentu sangat memperhatikan profitabilitas bisnisnya. Perusahaan menginginkan
agar dapat selalu efisien dalam mengelola bisnisnya agar profitabilitas perusahaan
dapat dimaksimalkan. Menurut data kementrian keuangan tahun 2013, penjualan
obat nasional selalu mengalami pertumbuhan 12%-13% setiap tahun dimana saat
ini pasar farmasi di Indonesia bernilai sekitar USD 6,24 Milyar dan sebanyak 75%
pangsa pasar dikuasai oleh perusahaan nasional
Sampai saat ini, pengukuran profitabilitas pada perusahaan – perusahaan
masih banyak yang menggunakan Gross Profit Margin. Rasio ini digunakan
untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh
keuntungan secara keseluruhan.
Werner (2013) menyatakan Gross profit Margin (GPM) yang diperoleh dari
laba kotor operasional perusahaan dibagi dengan sales. Penggunaan Gross Profit
Margin berdasarkan pertimbangan bahwa rasio ini mencerminkan laba hasil
Ini merupakan ukuran efisiensi operasi perusahaan dan juga indikasi penetapan
harga produk.
Tabel 1.1
Gross Profit Perusahaan Farmasi Tahun 2012-2014 (dalam ribuan rupiah)
No Nama Perusahaan
Laba kotor
BUMN
2012 2013 2014
1 PT. Indofarma Tbk. 367.895.645 337.567.310 312.426.176
2 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 1.175.166.970 1.292.152.041 1.385.482.060
BUMS
3 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. 651.109.890 660.656.077 585 .219.682
4 PT. Kalbe Farma Tbk. 6.533.433.806 7.679.113.456 8.475.795.157
5 PT. Merck Tbk. 424.442.298) 447.462.017) 458.455.147
Sumber: Laporan Keuangan (Data Diolah)
Berdasarkan Tabel yang disajikan, menunjukkan bahwa gross profit
perusahaan farmasi setiap tahunnya selama tiga tahun untuk dua perusahaan
BUMN dan tiga perusahaan BUMS mengalami perkembangan yang fluktuatif.
Ciri pokok perusahaan farmasi adalah perusahaan ini memiliki modal kerja
yang besar, karena bahan baku yang diperlukan oleh perusahaan farmasi relatif
mahal, artinya aktiva lancar pada perusahaan farmasi ini relatif besar.
Modal kerja adalah jumlah dana yang diinvestasikan dalam aktiva lancar
setiap perusahaan untuk membiayai kegiatan operasinya sehari-hari. Brigham dan
Houston (2009 :489) menyatakan modal kerja adalah investasi perusahaan pada
aktiva jangka pendek, seperti kas, sekuritas yang mudah dipasarkan, piutang
usaha dan persediaan. Pada Tabel 1.2 disajikan aktiva lancar dari lima perusahaan
Tabel 1.2
Aktiva Lancar Perusahaan Farmasi Tahun 2012-2014 (dalam ribuan rupiah)
No Nama Perusahaan
Aktiva Lancar
BUMN
2012 2013 2014
1 PT. Indofarma Tbk. 777.629.145 848.840.281 782.887.635
2 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 1.506.614.456 1.810.614.614 2.040.430.857
BUMS
3 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. 826.342.540 913.983.962 925.293.721
4 PT. Kalbe Farma Tbk. 6.441.710.544 7.497.319.451 8.120.805.370
5 PT. Merck Tbk. 463.883.090 588.237.590 595.338.719
Sumber: Laporan Keuangan (Data Diolah)
Berdasarkan Tabel tersebut terlihat bahwa aktiva lancar pada tahun 2012 –
2014 dari lima perusahaan farmasi mengalami peningkatan setiap tahunnya
kecuali pada tahun 2014 perusahaan PT. Indofarma Tbk mengalami penurunan
pada aktiva lancar.
Manajemen modal kerja yang baik sangat penting dalam bidang keuangan
karena kesalahan dan kekeliruan dalam mengelola modal kerja dapat
mengakibatkan kegiatan usaha menjadi terhambat atau terhenti sama sekali.
Adanya analisis atas modal kerja perusahaan sangat penting dilakukan untuk
mengetahui situasi modal kerja pada saat ini, dari informasi ini dapat ditentukan
kebijakan apa yang harus dibuat atau langkah yang harus diambil untuk
mengatasinya.
Manajemen modal kerja adalah kegiatan yang mencakup semua fungsi
perusahaan agar mampu membiayai pengeluaran untuk operasi sehari-hari
(Weston & Copeland 1999 :327).
Ganesan (2007) Menyatakan efisiensi manajemem modal kerja meningkatkan
arus kas bebas, yang pada gilirannya meningkatkan perusahaan - perusahaan
peluang pertumbuhan dan kembali kepada pemegang saham. Meskipun
perusahaan pada dasarnya berfokus pada penganggaran modal jangka panjang dan
struktur modal, tren terbaru adalah bahwa banyak perusahaan di industri yang
berbeda juga berfokus pada efisiensi manajemen modal kerja.
Terdapat hubungan yang kuat antara perusahaan profitabilitas dengan efisiensi
manajemen modal kerja. Pada setiap industri yang berbeda langkah-langkah
efisiensi manajemen modal kerja bervariasi dan perusahaan-perusahaan dari
sektor industri yang berbeda mengadopsi pendekatan yang berbeda untuk
manajemen modal kerja. Perusahaan dalam industri yang memiliki sedikit
persaingan akan fokus pada meminimalkan piutang untuk meningkatkan arus kas
dan sebagian perusahaan – perusahaan dalam industri di mana sejumlah besar
pemasok bahan, fokus akan pada memaksimalkan hutang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas perusahaan dapat dilihat dari
efisiensi manajemen modal kerjanya, dan efisiennya manajemen modal kerja
tersebut ditandai dari semakin pendeknya Cash Conversion Cycle (CCC).
Menurut Brealey, et al., (2007 :140), model Cash Conversion Cycle (CCC)
meliputi beberapa faktor terkait dengan kas, piutang, persediaan, dan utang usaha
perusahaan, yaitu Inventory Conversion Period, Receivables Collection Period,
Salah satu faktor yang mempengaruhi profitabilitas adalah Inventory
Conversion Period Hasil mengenai pengaruh dari variabel periode konversi
persediaan terhadap profitabilitas, Edwin (2013) tidak menemukan pengaruh yang
signifikan sedangkan Sial & Chaudhry (2012) menemukan pengaruh yang negatif
signifikan terhadap profitabilitas. Dalam penelitian ini diharapkan Inventory
Conversion Period memiliki hubungan yang positif dengan Profitabilitas. Jadi
Inventory Conversion Period dapat diukur dengan cara membagi inventory
dengan sales kemudian dikali 365. Pada Tabel 1.3 disajikan persediaan
perusahaan farmasi tahun 2012 sampai 2014 :
Tabel 1.3
Persediaan Barang Perusahaan Farmasi Tahun 2012-2014 (dalam ribuan rupiah)
No Nama Perusahaan
Persediaan
BUMN
2012 2013 2014
1 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. 161.341.812 236.417.397 216.406.886
2 PT. Indofarma Tbk. 530.417.299 640.909.360 687.406.883
BUMS
3 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 132.822.565 206.681.880 227.049.816
4 PT. Kalbe Farma Tbk. 2.115.483.766 3.053.494.513 3.090.544.151
5 PT. Merck Tbk. 237.577.457 249.318.913 183.724.387
Sumber: Laporan Keuangan (Data Diolah)
Berdasarkan Tabel 1.3 terlihat bahwa persediaan dari lima perusahaan
farmasi mengalami peningkatan setiap tahun, kecuali perusahaan PT. Indofarma
Tbk untuk BUMN, dan PT. Merck Tbk, PT. Pyridam Farma Tbk untuk BUMS
Receivables Collection Period juga memiliki pengaruh terhadap
profitabilitas. Hasil penelitian pengaruh dari variabel Receivables Collection
Period terhadap profitabilitas, Nimalathasan (2010) tidak menemukan pengaruh
yang signifikan. Sial & Chaudhry (2012), dan Edwin (2013), menemukan
pengaruh yang negatif signifikan terhadap profitabilitas. Dalam penelitian ini
variabel Receivables Collection Period di ukur dengan cara membagi Receivables
dengan sales kemudian dikali 365. Pada Tabel 1.4 disajikan piutang usaha pada
perusahaan farmasi tahun 2012 sampai 2014 sebagai berikut :
Tabel 1.4
Piutang Usaha Perusahaan Farmasi Tahun 2012-2014 (dalam ribuan rupiah)
No Nama Perusahaan
Piutang Usaha
BUMN
2012 2013 2014
1 PT. Indofarma Tbk. 247.767.441 304.641.011 196.478.417
2 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 458.728.515 546.576.423 514.930.239
BUMS
3 . PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. 390.002.690 377.104.867 351.272.822
4 PT. Kalbe Farma Tbk. 1.805.234.960 2.145.218.904 2.346.943.652
5 PT. Merck Tbk. 67.305.122 136.435.794 143.402.727
Sumber: Laporan Keuangan (Data Diolah)
Dari data yang disajikan terlihat bahwa dari lima perusahaan farmasi pada
Tabel 1.4 mengalami peningkatan piutang usaha setiap tahun, kecuali perusahaan
PT. Indofarma Tbk mengalami penurunan pada tahun 2014.
Hasil mengenai pengaruh dari variabel Payables Defferal Period terhadap
profitabilitas. Quayyum (2012), dan menemukan pengaruh yang positif signifikan
terhadap profitabilitas sedangkan Sial & Chaudhry (2012) menemukan pengaruh
yang negatif signifikan terhadap profitabilitas. Dalam penelitian ini, diharapkan
Payables Defferal Period memiliki hubungan positif dengan Profitabilitas. Jadi
Payables Defferal Period dapat diukur dengan cara membagi Payables dengan
cost of goods sold dikali 365. Tabel 1.5 menyajikan utang usaha perusahaan
farmasi tahun 2012 sampai 2014 sebagai berikut :
Tabel 1.5
Utang Usaha Perusahaan Farmasi Tahun 2012-2014 (dalam ribuan rupiah)
No Nama Perusahaan
Utang Usaha
BUMN
2012 2013 2014
1 PT. Indofarma Tbk. 247.767.441 304.641.011 334.684.118
2 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 341.133.037 477.891.750 505.218.537
BUMS
3 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. 34.553.333 52.196.861 37.154.607
4 PT. Kalbe Farma Tbk. 808.864.740 1.151.654.579 1.133.092.818
5 PT. Merck Tbk. 62.401.118 73.930.946 64.086.809
Sumber: Laporan Keuangan (Data Diolah)
Dari data yang disajikan terlihat bahwa utang usaha dari lima perusahaan
farmasi pada Tabel 1.5 mengalami peningkatan setiap tahun, kecuali pada
perusahaan BUMS untuk PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk, PT. Merck Tbk,
yang mengalami penurunan pada tahun 2014.
Hasil mengenai pengaruh variabel siklus konversi kas terhadap profitabilitas,
Tariq et al. (2013) menemukan pengaruh yang positif signifikan sedangkan
& Chaudhry (2012), Edwin (2013), menemukan pengaruh yang negatif signifikan
terhadap profitabilitas. Jadi Cash Conversion Cycle dapat diukur dengan
menambahkan inventory conversion period dan receivable collection period
kemudian hasilnya dikurangi dengan payables deferral period.
Hasil mengenai pengaruh variabel Firm Size terhadap profitabilitas, Hastuti
(2010) menemukan pengaruh yang positif signifikan sedangkan Putri, Safitri &
Wijaya (2014) tidak menemukan pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas.
Hastuti (2010), menemukan pengaruh yang positif signifikan terhadap
profitabilitas. Dalam penelitian ini, diharapkan Firm Size berpengaruh secara
positif terhadap profitabilitas yang dilihat dari total aset. Tabel 1.6 menyajikan
total aset perusahaan farmasi dari tahun 2012 sampai 2014.
Tabel 1.6
Total Aset Perusahaan Farmasi Tahun 2012-2014 (dalam ribuan rupiah)
No Nama Perusahaan
Utang Usaha
BUMN
2012 2013 2014
1 PT. Indofarma Tbk. 1.188.618.790 1.294.510.669 1.248.343.275
2 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.076.347.580 2.471.939.548 2.968.184.626
BUMS
3 PT. Darya-Varia Laboratoria Tbk. 1.074.691.476 1.190.054.288 1.236.247.525
4 PT. Kalbe Farma Tbk. 9.417.957.180 11.315.061.275 12.425.032.367
5 PT. Merck Tbk. 569.430.951 696.946.318 716.599.526
Sumber: Laporan Keuangan (Data Diolah)
Dari data yang disajikan terlihat bahwa total aset dari lima perusahaan
farmasi pada Tabel 1.6 mengalami peningkatan setiap tahun, pada perusahaan
Berdasarkan uraian, fenomena yang dikemukakan dan adanya perbedaan
dalam hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Efisiensi Manajemen Modal Kerja terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan, Secara simultan
rumusan masalah yang dapat di buat adalah : Apakah terdapat pengaruh yang
signifikan antara Inventory Conversion Period, Receivables Collection Period,
Payables Defferal Period, Cash Conversion Cycle, Firm size dan Status
Perusahaan terhadap Gross Profit margin Perusahaan Farmasi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia, dan secara parsial dapat di rumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh Inventory Conversion Period terhadap Gross Profit
margin Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah ada pengaruh Receivables Collection Period terhadap Gross Profit
margin Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
3. Apakah ada pengaruh Payables Defferal Period terhadap Gross Profit
margin Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
4. Apakah ada pengaruh Cash Conversion Cycle terhadap Gross Profit
5. Apakah ada pengaruh Firm size terhadap Gross Profit margin Perusahaan
Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
6. Apakah ada pengaruh Status Perusahaan terhadap Gross Profit margin
Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara simultan tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pengaruh dari Inventory Conversion Period, Receivables
Collection Period, Payables Defferal Period, Cash Conversion Cycle, Firm Size
dan Status Perusahaan terhadap Gross Profit Margin Perusahaan Farmasi yang
terdaftar Di bursa efek indonesia, dan secara parsial dapat di rumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh Inventory Conversion Period terhadap Gross Profit
margin Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh Receivables Collection Period terhadap Gross Profit
margin Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh Payables Defferal Period terhadap Gross Profit
margin Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh Cash Conversion Cycle terhadap Gross Profit
margin Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
5. Bagaimana pengaruh Firm size terhadap Gross Profit margin Perusahaan
6. Bagaimana pengaruh Status Perusahaan terhadap Gross Profit margin
Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
1. Bagi Penulis
Memberikan pengetahuan, wawasan dan sebagai sarana aplikasi terhadap ilmu
yang diperoleh di bangku perkuliahan terutama dalam bidang Manajemen
Keuangan, khususnya mengenai Pengaruh Efisiensi Manajemen Modal Kerja
terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia .
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai Efisiensi
Manajemen Modal Kerja yang terdapat pada perusahaan mereka, sehingga
perusahaan dapat mengevaluasi dan memperbaiki dengan tujuan untuk peningkatan
profitabilitas (GPM) serta meningkatkan efisiensi dari pengelolaan modal kerja.
3. Bagi Akademisi
Sebagai bahan referensi tambahan pembelajaran bagi teman – teman
mahasiswa, maupun bahan referensi tambahan yang dapat membantu peneliti –