| 37 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENELITIAN
4.1.1. Gambaran lokasi Penelitian
Argomulyo adalah sebuah kecamatan di Kota
Salatiga, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
Argomulyo di kenal oleh masyarakat luas sebagai
wilayah sejuk di kaki Gunung Merbabu dengan suhu
cuaca berkisar antara 15-26 0C. Menurut keterangan yang diambil dari Surat Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Kota Salatiga, batas wilayah Argomulyo
adalah Kecamatan Sidomukti di sebelah utara,
Kecamatan Tingkir di sebelah timur, Kecamatan
Tengaran di sebelah Selatan, Kecamatan Getasan di
sebelah Barat. Argomulyo terdiri dari 6 Kelurahan
yaitu Kelurahan Cebongan, Kumpulrejo, Ledok,
| 38 Gambar 1.1 lokasi kelurahan noborejo
(https://www.google.co.id/search?q=peta+kelurahan +noborejo&source)
4.1.2. Gambaran Responden
Responden pada penelitian ini adalah Lansia
di Kelurahan Noborejo RT 01-04/ RW 03 Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga. Responden berjumlah 61
orang tersebut dipilih sesuai dengan kriteria inklusi
yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu lansia
berusia 50 tahun sampai 65 tahun. Responden dari
| 39 4.1.3. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan
jenis kelamin.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Lansia
Berdasarkan Jenis Kelamin.
Jenis kelamin
Jumlah responden
Presentase
Perempuan 34 56%
Laki-laki 27 44%
Total 61 100%
Tabel 4.1 di atas menjelaskan bahwa dari 61
responden 56 % atau 34 responden berjenis
kelamin perempuan dan 44 % atau 27 responden
| 40 4.1.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Usia.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan usia.
Tingkat Usia
Jumlah responden
Persentase (%)
50-55 30 49%
56-60 14 23%
61-65 17 28%
Total 61 100%
Berdasarkan tabel 4.2 dari 61 responden
sebagian besar, yaitu 30 responden (49%) berusia
50-55 tahun, sedangkan 14 responden (23%) berada
pada usia 56-60 tahun, dan 17 responden (28%)
| 41 4.1.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pekerjaan.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Pekerjaan.
Pekerjaan Jumalh responden
Presentase
IRT 16 26%
Wiraswasta 16 26%
Petani 20 33%
Tidak kerja 9 15%
Total 61 100%
Tabel 4.3 di atas menjelaskan bahwa dari 61
responden terdapat 26 % atau 16 responden bekerja
sebagai IRT, 26 % atau 16 responden bekerja
sebagai wiraswasta, 33 % atau 20 responden yang
bekerja sebagai petani dan 15 % atau 9 responden
| 42 4.1.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan.
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Pendidikan.
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Responden(n)
Presentase (%)
Sekolah
Rakyat
11 18 %
SD 20 33 %
SMP 18 29,5 %
SMA 12 19,5 %
Total 61 100 %
Tabel 4.4 di atas 18% atau 11 responden
memiliki tingkat pendidikan sekolah rakyat, 33 %
atau 20 responden berpendidikan sampai tingkat
SD, 29,5 % atau 18 responden yang berpendidikan
sampai SMP, 19,5 % atau 12 responden yang
| 43 4.1.7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan hasil
pengukuran kadar asam urat
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat.
Kadar asam urat
Jumlah responden N %
Rendah 21 35
Sedang 32 52
Tinggi 8 13
Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa lebih
dominan atau lebih banyak responden yang memiliki
kadar asam urat normal yaitu 52% atau 32 orang,
35% atau 21 orang yang memiliki kadar asam urat di
bawah normal, sebagian kecil yaitu 13% atau 8
orang yang memiliki kadar asam urat tinggi.
Penderita asam urat pada responden sebagian
besar diderita oleh perempuan yaitu sebanyak 6
orang dan laki-laki sebanyak 2 orang, (usia 50 tahun
satu orang, usia 54 satu orang, usia 57 satu orang,
usia 58 satu orang, usia 60 tahun satu orang, usia 61
| 44 4.1.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pola Konsumsi
Pada tabel 4.6 dibawah ini yaitu untuk
melihat frekuensi konsumsi makanan yang
mengandung purin tinggi, purin sedang, dan purin
rendah. Pengelompokkan responden dalam
penelitian ini seperti yang dilakukan dalam penelitian
Lestari dkk (2014).
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Konsumsi Makanan dengan Kadar
Purin Tinggi.
Frekuensi Jumlah responden(n)
Presentase
Sering 33 54,4 %
Jarang 23 37,4 %
Tidak
pernah
5 8,2 %
| 45 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Konsumsi Makanan dengan Kadar
Purin Sedang
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Konsumsi Makanan dengan Kadar
Purin Rendah.
| 46 Tabel tabel 4.9 Sumber Konsumsi Makanan Yang
Berasal Dari Purin Nabati Dan Hewani.
Jenis makanan
Sering Jarang Tidak pernah
Total
Nabati 15 10 6 3
1
Hewa
ni
14 12 4 2
8
Dari tabel 4.9 di atas menjelaskan bahwa dari
61 orang responden penelitian sebagian besar yang
mengkonsumsi makanan yang mengandung purin
berasal dari sumber nabati yaitu 31 responden,
diantaranya 15 responden yang sering
mengkonsumsi, 10 responden yang jarang
mengkonsumsi, dan 6 orang yang tidak pernah
mengkonsumsi. Sedangkan responden yang
mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewani
yaitu 28 responden diantaranya 14 responden yang
| 47 mengkonsumsi, dan 4 responden yang tidak pernah
mengkonsumsi.
4.1.9. Analisi Bivariat
Pengujian hubungan antara pola konsumsi
makanan terhadap kejadian kadar asam urat dengan
menggunakan program komputer yaitu SPSS 16,0
dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.10. Hubungan Pola Konsumsi Makanan
Dengan Kejadian Asam Urat.
Kategori
dengan kadar asam urat ada 21 orang (47,4%), pola
| 48 terdapat 19 orang (31%). Sedangkan pola konsumsi
rendah purin sebanyak 21 orang (47,4%).
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi
dengan menggunakan Chi Square p=0,048 ≤ dari α= 0,05 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara konsumsi purin dengan peningkatan kadar
asam urat pada lansia di Kelurahan Noborejo,
Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga.
4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. Karakteristik Responden
4.2.1.1 Jenis Kelamin Responden
Hasil penelitian menunjukan bahwa
terdapat perbedaan antara jumlah responden
laki – laki dan responden perempuan. Dari 61
responden yaitu ada sebanyaak 56 % atau
34 responden berjenis kelamin perempuan
dan 44 % atau 27 responden berjenis
kelamin laki-laki. Asam urat ini lebih sering
menyerang pada laki-laki terutama yang
berumur di atas 30 tahun. Sedangkan kadar
asam urat pada perempuan umumnya lebih
rendah dan setelah menopause baru
| 49 hormon estrogen yang ikut membantu
pembuangan asam urat lewat urin.
Sementara laki-laki tidak memiliki hormon
estrogen, Nengsi dkk (2014).
4.2.1.2 Umur Responden
Hasil analisis diketahui bahwa
mayoritas subjek penelitian mayoritas
responden berusia 50-55 tahun sebanyak 21
orang atau 34 %, usia 56-60 tahun sebagian
kecil 13 orang atau 20,8 % dan usia 61-65
yaitu sebagian besar 27 orang atau 45,2 %.
Usia responden termasuk dalam kategori
lanjut usia (Depkes 2009 ).
4.2.1.3 Pendidikan Responden
Hasil penelitian berdasarkan tingkat
pendidikan, dari 61 responden penelitian
terdapat 18 % atau 11 responden yang
sekolah rakyat, 33 % atau 20 responden
yang berpendidikan sampai tingkat SD, 29,5
% atau 18 responden yang berpendidikan
sampai SMP, 19,5 % atau 12 responden
| 50 Tingkat pendidikan juga merupakan
hal yang terpenting dalam menghadapi
masalah kesehatan. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, semakin banyak
pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga
akan lebih siap dalam menghadapi masalah
yang terjadi. Umumnya, lansia yang memilki
tingkat pendidikan lebih tinggi masih dapat
produktif dan sebaliknya, Putra (2014).
4.2.2. Berdasarkan Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Berdasarkan data yang di dapat (terlampir
pada lampiran), dapat diketahui bahwa kadar asam
urat responden setelah melakukan pengecekkan
kadar asam urat. Sebagian besar responden, kadar
asam uratnya normal, dan kurang dari normal.
Sedangkan yang kadar asam uratnya tinggi sangat
sedikit dalam penelitian ini (perempuan >6mg/dl dan
laki-laki >7mg/dl). Berdasarkan wawancara yang
dilakukan peneliti diketahui bahwa sebelumnya
sudah ada sosialisasi dari pihak Puskesmas
Cebongan sehingga sebagian responden sudah
sadar terhadap penyebab terjadinya peningkatan
| 51 Berdasarkan tabel 4.5 distribusi frekuensi
responden berdasarkan hasil pengukuran kadar
asam urat, yaitu 52 % atau 32 orang asam urat
normal (laki-laki 13 orang dan perempuan 19 orang),
35 % atau 21 orang (laki-laki 11 orang dan
perempuan 10) yang memiliki kadar asam urat di
bawah normal, sedangkan sebagian kecil yaitu 13 %
atau 8 orang yang memiliki kadar asam urat yang
tinggi. Penderita asam urat pada responden
sebagian besar diderita oleh perempuan yaitu
sebanyak 6 orang dan laki-laki sebanyak 2 orang,
(usia 50 tahun satu orang, usia 54 satu orang, usia
57 satu orang, usia 58 satu orang, usia 60 tahun
satu orang, usia 61 tahun satu orang dan usia 64
tahun dua orang). Hal ini di dukung oleh pendapat
Kertia (2009) mengatakan kadar asam urat laki-laki
dan perempuan kurang lebih sama, pada perempuan
premenopause, kadar hormon estrogen cukup tinggi.
Hormon ini membantu mengeluarkan asam urat
dalam darah melalui urin sehingga kadar asam urat
pada perempuan cenderung lebih norman. Hal
tersebut membuktikan bahwa perempuan akan
| 52 premenopause. Dalam penelitian ini, responden
yang mengalami asam urat tinggi yaitu sebagian
besar bejenis kelamin perempuan.
4.2.3. Pola Konsumsi
Peningkatan kadar asam urat dalam tubuh
seseorang cepat terjadi, antara lain karena asupan
makanan yang tinggi purin. Dalam kehidupan
sehari-hari, konsumsi makanan tinggi purin, seperti daging,
jeroan, dan berbagai jenis sayuran dan
kacang-kacangan yang mengandung purin perlu dilakukan,
pola konsumsi kebiasaan ini berpeluang
meningkatkan metabolisme purin didalam tubuh
yang menghasilkan kadar asam urat menjadi tinggi,
Indriawan (2009). Pola konsumsi merupakan
susunan jenis atau ragam pangan yang biasa
dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang di
daerah tertentu. Pengelompokkan pola konsumsi
pangan dapat dibentuk berdasarkan kegunaan atau
fungsi pangan dalam tubuh meliputi pola konsumsi
pangan pokok, pola konsumsi pangan sumber
protein nabati maupun hewani, pola konsumsi
| 53 Pada penelitian ini bahwa responden dari 61
orang terdapat 31 orang yang mengkonsumsi
makanan yang bersumber purin nabati, diantaranya
15 orang yang sering mengkonsumsi makanan yang
tinggi purin (kategori sering yaitu 1 kali atau 2
sampai 3 kali mengkonsumsi dalam sehari), 10
responden jarang-jarang mengkonsumsi (kategori
jarang yaitu 1 sampai 3 kali mengkonsumsi dalam
seminggu atau 1 sampai 2 kali mengkonsumsi dalam
sebulan), dan 6 responden yang tidak pernah
mengkonsumsi (kategori tidak pernah
mengkonsumsi yaitu dalam 1 bulan terakhir atau 2
bulan terakhir tidak sama sekali mengkonsumsi
makanan tersebut). Sedangkan 28 responden yang
mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewani
yaitu 14 responden sering mengkonsumsi makanan
yang tinggi purin (kategori sering yaitu 1 kali atau 2
sampai 3 kali mengkonsumsi dalam sehari), 12
responden jarang-jarang mengkonsumsi ( kategori
jarang yaitu 1 sampai 3 kali mengkonsumsi dalam
seminggu atau 1 sampai 2 kali mengkonsumsi dalam
sebulan), dan 4 responden yang tidak pernah
| 54 mengkonsumsi yaitu dalam 1 bulan terakhir atau 2
bulan terakhir tidak sama sekali mengkonsumsi
makanan tersebut).
Dari hasil penelitian yang lakukan oleh
peneliti yaitu menemukan bahwa partisipan lebih
sering mengkonsumsi sumber purin yang berasal
dari nabati. karena sebagian besar partisipan
penelitian ini yaitu petani sehingga lebih cenderung
mengkonsumsi hasil usahanya.
4.2.4. Hubungan Pola Konsumsi Purin dengan Peningkatan Kadar Asam Urat.
Hasil penelitian ini sebagian besar partisipan
penelitian menyatakan bahwa memiliki pola
konsumsi makanan yang mengandung purin yang
normal, namun masih ada yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi
purin dalam jumlah sedikit atau kurang dari 1 porsi
setiap kali makan, dan ada juga partisipan yang
memiliki kebiasaan makanan apa adanya yang
sudah tersedia, partisipan tidak melihat status
gizinya yang terkandung dalam makanan tersebut.
Partisipan menyatakan bahwa sudah ada sosialisasi
| 55 sebagian besar partisipan sudah mengetahui
makanan-makanan yang mengandung purin yang
tinggi sehingga partisipan menghindari makanan
yang mengandung purin tinggi seperti
kacang-kacangan, tahu tempe, wortel, buncis, dan daun
singkong.
Berdasarkan tabel 4.10 perhitungan uji
korelasi terhadap pola konsumsi makanan dengan
peningkatan kadar asam urat, dan menggunakan Chi
Square p=0,048 ≤ dari α= 0,05 dinyatakan bahwa
ada hubungan antara konsumsi purin dengan
peningkatan kadar asam urat pada lansia di
Kelurahan Noborejo, Kecamatan Argomulyo, Kota
Salatiga.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan ada
8 orang partisipan yang kadar asam uratnya tinggi
yaitu antara usia 50-55 tahun yaitu dua orang, usia
56-60 tahun yaitu tiga orang dan usia 61-65 tahun
yaitu tiga orang. Jika setiap kali mengkonsumsi
makan yang bersumber purin tinggi dalam jumlah
yang banyak akan mempengaruhi terjadinya
| 56 Menurut Kertia (2009), makanan dan
minuman yang dapat menimbulkan terjadinya
peningkatan kadar asam urat dalam darah. Dugaan
salah satu penyebabnya adalah karena asupan purin
berlebihan yang menyebabkan akumulasi kristal
purin menumpuk pada sendi tertentu yang dapat
meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
Penelitian menunjukkan bahwa asupan purin yang
berlebih berkontribusi meningkatkan terjadinya asam
urat, dan purin hewani memberikan sumbangan
yang besar dalam meningkatkan asam urat