• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TEMPAT TIDUR PER RUANGAN BERDASARKAN INDIKATOR DEPKES DAN BARBER JOHNSON DI RUMAH SAKIT SINGAPARNA MEDIKA CITRA UTAMA KABUPATEN TASIKMALAYA TRIWULAN 1 TAHUN 2016 | . | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 130 428 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TEMPAT TIDUR PER RUANGAN BERDASARKAN INDIKATOR DEPKES DAN BARBER JOHNSON DI RUMAH SAKIT SINGAPARNA MEDIKA CITRA UTAMA KABUPATEN TASIKMALAYA TRIWULAN 1 TAHUN 2016 | . | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 130 428 1 "

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALI SI S EFI SI ENSI PENGGUNAAN TEM PAT TI DUR PER

RUANGAN BERDASARKAN I NDI KATOR DEPKES DAN

BARBER

JOH NSON

DI RUM AH SAKI T SI NGAPARNA M EDI KA CI TRAUTAM A

KABUPATEN TASI KM ALAYA TRI WULAN 1 TAHUN 2016

Viki Rinjani

1

, Endang Triyanti

2

1,2 Program Studi D I I I PI KES Poltekkes Tasikmalaya Tahun 2016, vikirinjani@gmail.com, triyanti.endang@yahoo.co.id

Abstract

Inpati ent Servi ces is one of service held by the hospital. Singaparna Medika Citrautama Hospital Tasikmalaya

regency have 7 (seven) inpatient room there are Shofa, Marwah, Madinah, Arafah, Mina, Perinatology and

2015 and the addition of beds in every room in 2016 became the backdrop TOI and BTO and illustrated through Barber Johnson graphs as an evaluation and pl anning. The pur pose

in Singaparna Medika Citrautama Hospital Tasikmalaya Regency Fi rst Quarter in 2016. The research is

2016 are 637 forms. The results showed that there is onl y one (1

75% - 85% (standard Barber Johnson). Therefore, it is necessary to allocate a bed based on patient visits total.

Keywords:

Abstrak

Pelayanan Rawat Inap adalah salah satu pelayanan yang diselenggarakan oleh rumah sakit. Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya memiliki 7 (tujuh) ruangan rawat inap yaitu ruangan pada tahun 2015 dan penambahan tempat tidur disetiap ruangan pada tahun 2016, menjadi latar belakang

Barber Johnson sebagai bahan evaluasi dan Depkes dan Barber Johnson di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya Triwulan 1 Tahun 2016. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan populasi jumlah sensus harian rawat inap triwulan 1 (satu) tahun 2016 berjumlah 637 formulir. Hasil penelitian menunjukan bahwa hanya ada 1 (satu)

Barber Johnson). Oleh karena itu, perlu dilakukan realokasi tempat tidur berdasarkan jumlah kunjungan pasien.

Kata kunci: Barber Johnson, Depkes

PENDAHULUAN

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 129/ Menkes/SK/II/2008 Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyel enggarakan pelayanan kesehatan perorangan meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Salah satu upaya kuratif dan rehabilitatif rumah sakit adalah dengan diselenggarakannya pelayanan Rawat Inap.

(2)

terapi atau rehabil itasi yang perl u menginap dan menggunakan tempat tidur serta mendapat makanan dan pelayanan perawat terus menerus (Rustiyanto, 2010). Pelayanan Rawat Inap akan dapat

yang bertujuan untuk memulihkan keadaan pasien yang sedang sakit. Unit Rawat Inap (URI) memiliki peran yang penting bagi rumah sakit, karena sebagian besar pendapatan yang diterima oleh rumah sakit adalah dari pelayanan rawat inap.

dibutuhkan unit rekam medis yang mampu menunjang tercapainya tertib adminstrasi sebagaimana menurut Hatta (2013), Rekam Medis memiliki peran dan fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien, bahan pembuktian dalam perkara hukum, bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan, dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan terakhir sebagai bahan untuk membuat statistik kesehatan.

hanya dengan data mentah atau data dari SHRI saja, melainkan harus diolah terlebih dahulu ke dalam indikator-indikator rawat inap (BOR, LOS, TOI dan BTO) yang berfungsi untuk memantau kegiatan yang ada di unit rawat inap. Data dari indikator rawat Barber Johnson yang digunakan untuk memantau dan menil ai tingkat

Bar ber Johnson digunakan sakit. Apabila titik Bar ber Johnson berada di luar Jadi titik Barber Johnson digunakan untuk mengetahui

Pada tahun 2016 dilakukan penambahan tempat tidur menjadi 162 tempat tidur sampai bulan Februari karena masih dalam tahap awal sehingga jumlah tempat tidur sering berubah-ubah, maka dari itu perlu dilakukan

untuk mengevaluasi efektivitas penambahan tersebut. Bar ber Johnson bisa tahunan, semester dan triwulan. Karena program sudah berlangsung selama tiga bulan maka peneliti mengambil periode triwulan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

Tempat Tidur Peruangan Berdasarkan Indikator Depkes dan Barber Johnson di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya Triwulan 1 Tahun 2016” .

M ETODE

Jenis penelitian ini adalah deskriptif menggunakan data primer dengan pendekatan retrospektif. Penelitian ini dilaksanakan di bagian ruang rekam medis Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tanggal 09 Mei – 11 Juni 2016.

Variabel yang digunakan adalah variabel univariat yang menggambarkan penyajian data. Variabel dalam penelitian ini adalah penggunaan Tempat Tidur (TT) dan subvariabelnya adalah penggunaan Tempat Tidur (TT) berdasarkan BOR, LOS, TOI dan BTO.

Populasi penelitian adalah data rekam medis, berupa Sensus Harian Rawat Inap (SHRI) triwulan 1 Tahun 2016. Sampel yang digunakan adalah total sampling yaitu Sensus Harian Rawat Inap (SHRI) semua ruangan triwulan 1 Tahun 2016. Instrumen penelitian berupa Pedoman Observasi.

Cara analisa data yang digunakan adalah analisa univariat

umumnya dalam analisis ini menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Dalam penelitian ini analisa univariat digunakan untuk menjelaskan atau

Barber Johnson.

HASI L

Gambaran Efisiensi Penggunaan Tempat Tidur di Rumah Sakit Singaparna M edika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya

Sistem informasi yang menghasilkan indikator BOR,

Johnson dilakukan secara semi komputerisasi yaitu dimulai dengan pencatatan Sensus Harian Rawat Inap (SHRI) di setiap ruangan oleh administrasi ruangan (adru). Pengambilan formulir SHRI dilakukan seminggu sekali yaitu setiap hari sabtu oleh petugas rekam medis ke semua ruangan. Ada 7 ruangan rawat inap diantaranya ruangan Arafah, Shofa, Mina, Madinah, Marwah, Perinatologi dan ICU.

1. Ruangan Shofa

Ruangan Shofa

(3)

Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.1:

Gambar 1.1

Barber Johnson Ruangan Shofa

2. Ruangan Marwah Tabel 1.2

Marwah

Indikator Hasil BOR 72,64 % LOS ( BJ )

2,59 hari

(Depkes) 2,52 hari TOI 1 hari

BTO 27,84 kali

Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap Ruangan Marwah.

Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.2 :

Gambar 1.2

Barber Johnson Ruangan Marwah

3. Ruangan Madinah Tabel 1.3

Madinah

Indikator Hasil BOR 79,93 % LOS ( BJ )

4,62 hari

(Depkes) 4,4 hari TOI 1,16 hari

BTO 17,55 kali

Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap Ruangan Madinah

Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.3

Gambar 1.3

Barber Johnson Ruangan Madinah

4. Ruangan Arafah Tabel 1.4 Arafah

Indikator Hasil BOR 63,13 % LOS ( BJ )

4,74 hari

(Depkes) 4,64 hari TOI 2,77 hari

BTO 12,44 kali

(4)

Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.4:

Gambar 1.4

Barber Johnson Ruangan Arafah 5. Ruangan Mina

Tabel 1.5 Mina

Indikator Hasil BOR 86,06 % LOS ( BJ )

3,81 hari

(Depkes) 4,15 hari TOI 0,62 hari

BTO 20,73 kali

Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap Ruangan Mina

Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.5 :

Gambar 1.5

Barber Johnson Ruangan Mina

6. Ruangan Perinatologi Tabel 1.6

Perinatologi

I ndikator Hasil BOR 70,13 %

LOS ( BJ ) 3,17 hari

(Depkes) 3,18 hari

TOI 1,35 hari

BTO 20,15 kali

Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap Ruangan Mina

Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.6 :

Gambar 1.6

Barber Johnson Ruangan Perinatologi 7. Ruangan ICU

Tabel 1.7 ICU

I ndikator Hasil BOR 53,79 %

LOS ( BJ ) 2,77 hari

(Depkes) 2,67 hari

TOI 2,38 hari

BTO 17,63 kali

(5)

Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.7 :

Gambar 1.7

Barber Johnson Ruangan ICU

PEM BAHASAN

Berikut analisis yang dilakukan terhadap 7 ruangan rawat inap dengan menggunakan standar Bar ber Johnson dan Depkes:

1. Ruangan Shofa

Berdasarkan gambar 4.1 di ketahui ti ti k pertemuan empat parameter dari ruangan titik Barber Johnson terletak di dalam daerah

apabila titik Barber Johnson masih berada di

2010).

ruangan Shofa di karenakan indi kator BOR yang masih rendah yaitu 65,37% dari standar dengan “ Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010). Angka BOR bisa ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT.

Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit TT yang digunakan untuk merawat pasi en dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan

ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010). Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal adalah indikator LOS dan BTO, dimana angka LOS masih rendah yaitu 3,01 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 18,66 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya.

2. Ruangan Marwah

Berdasarkan gambar 4.2 di ketahui ti ti k pertemuan empat parameter dari ruangan titik Barber Johnson terletak di dalam daerah

apabila titik Barber Johnson masih berada di

2010).

Penyebab ti dak efisiennya penggunaan TT di ruangan Marwah dikarenakan angka BOR yang masih rendah yaitu 72,64% dari standar dengan “ Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010). Angka BOR bisa ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT. Semakin rendah BOR berarti semakin sediki t TT yang digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah pasi en yang sediki t i ni bisa meni mbul kan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010).

(6)

atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 27,84 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya.

3. Ruangan Madinah

Berdasarkan gambar 4.3 di ketahui ti ti k pertemuan empat parameter dari ruangan titik Barber Johnson terletak di dalam daerah

apabila titik Barber Johnson masih berada di

2010).

Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal adalah indikator LOS dan BTO, dimana angka LOS masih rendah yaitu 4,4 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 17,55 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya.

4. Ruangan Arafah

Berdasarkan gambar 4.4 di ketahui ti ti k pertemuan empat parameter dari ruangan titik Barber Johnson terletak di dalam daerah

apabila titik Barber Johnson masih berada di

2010).

ruangan Arafah dikarenakan indikator BOR yang masih rendah yaitu 63,13% dari standar dengan “ Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010). Angka BOR bisa ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT. Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal adalah indikator LOS, dimana angka LOS masih rendah yaitu 4,64 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pel ayanan

kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010).

5. Ruangan Mina

Berdasarkan gambar 4.1 di ketahui ti ti k pertemuan empat parameter dari ruangan titik Barber Johnson terletak di dalam daerah

apabila titik Barber Johnson masih berada di

2010).

ruangan Mina dikarenakan indikator BOR yang tinggi yaitu 86,06% dari standar ideal 75% - ordinat, maka BOR makin tinggi. Sebaliknya, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010). Faktor yang menyebabkan tingginya BOR antara l ai n: kunj ungan yang ti nggi ti dak sebanding dengan tempat tidur yang tersedia. Angka BOR bi sa di turunkan dengan cara pengal okasi an TT. Semaki n rendah BOR berarti semakin sediki t TT yang digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah pasi en yang sediki t i ni bisa meni mbul kan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010).

(7)

dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Lalu angka BTO masih rendah yaitu 0,62 hari dari standar 1 – 3 hari. Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 20,73 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya. 6. Ruangan Perinatologi

Berdasarkan gambar 4.6 di ketahui ti ti k pertemuan empat parameter dari ruangan Peri natol ogi berada di l uar daerah efisien. Apabila titik Barber Johnson terletak di dalam daerah efisien berarti penggunaan TT pada peri ode yang bersangkutan sudah efi si en. Sebaliknya, apabila titik Barber Johnson masih

(Sudra, 2010).

ruangan Perinatologi dikarenakan indi kator BOR yang masih rendah yaitu 70,13% dari BOR dengan “ Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. Sebaliknya, makin jauh grafik BOR dengan “ Y ” ordi nat, maka BOR maki n rendah (Rustiyanto, 2010). Angka BOR bisa ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT. Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit TT yang digunakan untuk merawat pasi en dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010). Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal adalah indikator LOS dan BTO, dimana angka LOS masih rendah yaitu 3,18 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 20,15 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya.

7. Ruangan ICU

Berdasarkan gambar 4.7 di ketahui ti ti k pertemuan empat parameter dari ruangan ICU berada di luar daerah efisien. Apabila titik Barber Johnson terletak di dalam daerah

apabila titik Barber Johnson masih berada di

2010).

Penyebab ti dak efisiennya penggunaan TT di ruangan I CU di karenakan angka BOR yang masih rendah yaitu 53,79% dari standar dengan “ Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010). Faktor yang menyebabkan rendahnya BOR antara lain: sumber daya manusia, fasilitas, cara pembayaran, l okasi, angka kesaki tan, promosi dan pendanaan. Angka BOR bi sa ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT. Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit TT yang digunakan untuk merawat pasi en dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010). Penyebab lainnya adalah rendahnya angka LOS yaitu 2,77 hari dari standar ideal 3 -12 hari. Dari aspek medis, semakin rendah LOS maka menunjukan kinerja kualitas medis yang kurang baik karena pasien dirawat sebentar. Dari aspek ekonomis, semakin rendah LOS berarti semakin rendah biaya yang nantinya harus dibayar oleh pasien (Sudra, 2010).

Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal adalah indikator BOR, LOS dan BTO, dimana angka BOR masih rendah yaitu 53,79 % dari standar ideal 60 % – 85%. Lalu angka LOS masi h rendah yaitu 3,01 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 18,66 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya.

(8)

SI M PULAN

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang di fokuskan pada anal isi s tingkat efi siensi penggunaan tempat tidur dengan melihat dari empat parameter Barber Johnson (BOR, LOS, TOI dan BTO) dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. BOR diatas angka ideal seperti yang terjadi di ruangan Mina disebabkan karena kunjungan pasien rawat i nap tidak sebandi ng dengan tempat tidur tersedia. Hal i ni dapat di atasi dengan pengalokasian tempat tidur di ruangan perawatan. BOR dibawah angka ideal seperti menurut indikator Depkes hanya ruangan ICU saja, sedangkan menurut Barber Johnson ada ruangan Shofa, Marwah, Arafah, Perinatologi dan ICU, kemungkinan di sebabkan karena pengalokasian tempat tidur yang kurang tepat. 2. Pendeknya LOS seperti menurut indi kator

Barber Johnson terjadi di ruangan Marwah, angka L OS sangat dipengaruhi ol eh j enis penyakit yang diderita oleh pasien. Sedangkan menurut Depkes tidak ada satu ruangan pun yang mencapai standar i deal di karenakan standar yang terlalu tinggi yaitu 6 – 9 hari. 3. TOI dibawah angka ideal seperti yang terjadi

di ruangan Mina kemungkinan disebabkan ol eh j uml ah kunj ungan yang ti nggi ti dak sebanding dengan tempat tidur tersedia, disini perlu dilakukan pengalokasian tempat tidur yang tepat. Apabila ini tidak diatasi berakibat terhadap meningkatkan infeksi nasokomial. 4. BTO diatas angka ideal hanya terjadi apabila

menggunakan indikator Depkes yaitu terjadi disemua ruangan kecuali di ruangan Arafah, ini disebabkan karena standar ideal yang rendah yaitu 10 – 12,5 kali/triwulan sehingga sulit untuk mencapainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hatta, Gemal a. (2013). Pedoman M anaj emen Informasi Kesehatan Di Sarana Pelayanan Kesehatan, Jakarta: UI PRESS.

Kepmenkes RI No. 1204 / MENKES / SK / X / 2004, Per syar atan Kesehatan Li ngkungan Rumah Sakit.

Khadijah, Siti Mahmul. (2012). Determinan Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Pemanfaatan Tempat Tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) di RSU Si pi rok Kabupaten Tapanuli Sel atan. Tapanuli ; Skr ipsi . [diakses pada tanggal 8 Juni 2016].

Nasution, M.N (2009). Manajemen Mutu Terpadu.

Bogor – Jakarta: Ghalia Indonesia.

Notoatmodj o, S. (2010). Metodol ogi Penel i ti an Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Permenkes RI No. 269 / MENKES / PER / III / 2008,

Rekam Medis, Jakarta.

___________ No.340 / MENKES / PER / III / 2010, Jakarta.

___________ No. 129 / MENKES / SK / II / 2008,

Standar Pel ayanan Mi ni mal Rumah Sakit,

Jakarta.

Rustiyanto, E. (2009). Etika Profesi Perekam Medis & Informasi Kesehatan, Yogyakarta: Graha Ilmu

Rustiyanto, E. (2010). Statisti k Rumah Sakit Untuk Pengambil an Keputusan, Yogyakarta: Graha Ilmu

Sudra, R. I. (2010). Statistik Rumah Sakit Dari Sensus Pasi en & Grafi k Barber Johnson Hi ngga Stati sti k Kemati an & Otopsi. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sugiyono. (2012). Metode Penel itian Kuantitati f, Kualitati f dan R& D. Bandung: Alfabeta,cv. Undang-undang RI Nomor 44 pasal 24 tahun 2009

Gambar

Tabel 1.4Arafah
Tabel 1.6Perinatologi

Referensi

Dokumen terkait