• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Prinsip Akuntansi dalam Perhit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerapan Prinsip Akuntansi dalam Perhit"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI DALAM MENENTUKAN DAN MENGHITUNG ASET WAJIB ZAKAT

Makalah ditulis dan dipresentasikan dalam rangka memenuhi tugas matakuliah Manajemen Zakat dan Wakaf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Program Studi Ekonomi Syari’ah

Dosen Pengampu: Nikmatul Masruroh, M.E.I

Disusun oleh : Ria Rosdiyana Dewi

NIM: 083 134 090

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. yang telah menganugerahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, karena hanya dengan karunia-Nya makalah yang berjudul “Penerapan Prinsip-Prinsip Akuntansi dalam Menentukan dan Menghitung Aset Wajib Zakat” ini dapat selesai tanpa hambatan yang berarti. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. utusan dan manusia pilihan-Nya yang mengantarkan umat manusia minadzdzulumati ilan-nuur, yakni addinul Islam (dari zaman kegelapan menuju zaman yang bercahaya, yakni agama Islam).

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Nikmatul Masruroh, M.E.I sebagai dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Zakat dan Wakaf.

2. Rekan-rekan yang memberikan saran-sarannya dan semangat pada pemakalah agar dapat menyusun makalah ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan dengan senang hati menerima kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 20 September 2015

(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi...iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan...1

BAB II PEMBAHASAN A. Karakteristik Aset Wajib Zakat...2

B. Penjelasan Karakteristik Aset Wajib Zakat...2

1.

Kepemilikan Sempurna...2

2.

Aset Produktif atau Berpotensi untuk Produktif...3

3.

Harus Mencapai Nisab...4

4.

Aset Surplus Non Kebutuhan Primer...5

5.

Tak Ada Tanggungan Utang...6

6.

Kepemilikan Satu Tahun Penuh...7

C. Penerapan Prinsip-Prinsip Akuntansi dalan Menetukan dan Menghitung Aset Wajib Zakat...8

1. Prinsip Tahunan (annual/haul)...9

2. Prinsip independensi tahun keuangan...10

3. Prinsip standar aset produktif atau potensi produktif...10

4. Prinsip standar mencapai nisab (nilai surplus)...11

5. Prinsip laba bersih (net income)...11

6. Prinsip monetary unit...12

7. Prinsip penentuan nilai dengan harga pasar...13

(4)
(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat adalah bagian tertentu yang diambil dari harta kekayaan yang diwajibkan Allah SWT untuk sejumlah orang yang berhak menerimanya. Dalam pelaksanaannya, muzakki harus mengetahui dan mengerti seperti apa harta kekayaan yang wajib dizakati. Hal ini bertujuan untuk membuat ibadah zakat yang merupakan ibadah yang memiliki dua dimensi yakni dimensi ibadah dan dimensi sosial yang dilaksanakan atas dasar kemanusiaan ini dapat mencapai kesempurnaan.

Oleh karena itu, diperlukan adanya penentuan dan perhitungan dengan kehati-hatian pada zakat terutama zakat mal. Penentuan dan perhitungan dapat menggunakan alat-alat akuntansi yang sudah banyak dikenal secara umum. Makalah ini akan menjelaskan beberapa prinsip-prinsip akuntansi yang dapat diterapkan mengikuti karakteristik aset wajib zakat dalam konsep fikih.

B. Rumusan Masalah

a. Apa saja karakteristik aset wajib zakat?

b. Bagaimana penjelasan mengenai karakteristik aset wajib zakat yang merupakan syarat-syarat dari aset wajib zakat tersebut?

c. Apa saja prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menentukan dan menghitung aset wajib zakat?

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui karakteristik aset wajib zakat.

b. Untuk mengetahui penjelasan mengenai karakteristik aset wajib zakat yang merupakan syarat-syarat dari aset wajib zakat.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Karakteristik Aset Wajib Zakat

Pada dasarnya, karakteristik aset wajib zakat merupakan syarat-syarat yang harus terpenuhi apabila sebuah aset akan dizakati oleh muzakki. Syarat-syarat tersebut yaitu:

a. Kepemilikan sempurna;

b. Aset produktif atau berpotensi untuk produktif; c. Harus mencapai nisab;

d. Aset surplus non kebutuhan primer; e. Tak ada tanggungan utang;

f. Kepemilikan satu tahun penuh.

B. Penjelasan Karakteristik Aset Wajib Zakat

Pada prinsipnya, aset kekayaan itu wajib zakat apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Kepemilikan Sempurna

Menurut Wahbah Zuhaili, sebagaimana yang telah dikutip oleh Ismail Nawawi bahwa kepemilikan bermakna pemilikan manusia atas suatu harta atau kewenangan untuk bertransaksi secara bebas terhadapnya. Menurut ulama fiqih, kepemilikan adalah keistimewaan atas suatu benda yang menghalangi pihak lain bertindak atasnya dan memungkinkan pemiliknya untuk bertransaksi secara langsung terhadapnya selama tidak ada halangan syariah.1

Yang dimaksud dengan kepemilikan sempurna adalah bahwa aset kekayaan tersebut harus berada di bawah kekuasaan seseorang secara total tanpa ada hak orang lain di dalamnya. Dengan demikian, secara hukum, pemiliknya dapat membelanjakan kekayaan tersebut sesuai dengan keinginannya, dan yang dihasilkan dari pemanfaatan kekayaan tersebut akan

(7)

menjadi miliknya (free of claims by other). Kepemilikan yang tidak cacat hukum ini sangat penting karena sebagaimana yang dimaksud dengan zakat adalah pemindahan kepemilikan atas jumlah tertentu dari aset kekayaan tertentu yang telah mencapai tertentu kepada orang yang berhak menerima, maka tidak logis jika seseorang memindahkan kepemilikan harta yang tidak dimilikinya kepada orang lain.

Demikian pula, harta yang wajib dizakati disyaratkan bersumber dari sesuatu yang halal. Oleh karena itu, harta yang bersumber dari hal-hal yang haram tidak wajib dizakatkan. Dalam hal ini Rasulullah SAW. bersabda:

ههرهصصص

ص ااَ ن

ن َاصك

ن ونَ ررصصجصأنَ هاصيصفاَ ههصلنَ نصكهينَ مصلنَ هاباَ ق

ن ددص

ن تنَ م

د ثهَ م

م ارنحنَ ن

ص ماَ ل

ل َامنَ عنمنجنَ نصمن

َ هايصلنع

ن

“Barangsiapa yang mengumpulkan harta yang haram, lalu mensedekahkannya, maka tidak akan ada pahalanya dan dosa ditanggungnya.” (HR. Abu Daud)2

2. Aset Produktif atau Berpotensi untuk Produktif

Para fuqaha mensyaratkan “berkembang/produktivitas nilai aset” atau mempunyai potensi untuk produktif bagi aset yang wajib dizakati. Yang dimaksud dengan produktivitas aset di sini adalah bahwa dalam proses pemutarannya (komersialisasi) dapat mendatangkan hasil atau pendapatan tertentu sehingga tidak terjadi pengangguran nilai atas kapital aset. Islam melarang suatu tindakan yang berusaha menumpuk-numpuk uang dan menjadikannya tidak produktif. Sebagaimana firman Allah SWT pada Q.S. At-Taubah ayat 34:

(8)

dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.”

Dalam hal produktivitas aset, tidaklah penting apakah perkembangan nilai aset tersebut benar-benar terwujud atau tidak tetapi yang disyaratkan adalah bahwa aset tersebut mempunyai potensi untuk berkembang agar setiap tahun tidak berkurang karena kewajiban zakatnya, termasuk harta anak yatim yang dikelola oleh seseorang supaya diinvestasikan dengan baik.3

Hikmah dari persyaratan ini adalah bahwa Islam sangat memperhatikan ketetapan nilai dari sebuah komoditas, properti atau aset tetap dari sebuah roda usaha yang dijalankan umat muslim agar dapat memberikan dorongan dalam merealisasikan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, tidak diwajibkan zakat atas tempat tinggal, kuda tunggangan, baju yang dipakai, buku, peralatan dan lain sebagainya, karena semua itu tidak termasuk dalam kategori kebutuhan primer yang tidak dapat berkembang (konsumtif). Dalam hal ini, Islam menegaskan akan pentingnya produktivitas harta hingga tidak terus berkurang dengan dikeluarkannya zakat.4

3. Harus Mencapai Nisab

Yang dimaksud dengan nisab adalah syarat jumlah minimum aset yang dapat dikategorikan sebagai aset wajib zakat. Islam sejak empat belas abad yang lalu telah memperhatikan kondisi sosial dan kemampuan setiap individu dalam membayar zakat. Oleh karena itu, Islam mensyaratkan dalam pelaksanaan zakat mal agar aset yang dizakati harus mencapai nisab tertentu, dengan kata lain hanya aset surplus saja yang menjadi objek zakat.

3 Abdurrachman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), 12.

(9)

Sebab, tidak logis apabila zakat diambil dari orang fakir dan diberikan kepada fakir lainnya.

Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam menafsirkan dan menentukan kadar nisab. Akan tetapi sebagian besar pendapat menyatakan bahwa yang dimaksud dengan nisab adalah sejumlah makanan, emas, dan lain sebagainya yang dapat mencukupi kebutuhan dan belanja keluarga kelas menengah selama satu tahun. Karakreristik nisab berbeda-beda sesuai dengan harta yang wajib dizakati, seperti nisab pada hasil pertanian dan perkebunan adalah dengan 50 kailah atau 635 kg, sedangkan nisab pada zakat aktiva keuangan adalah 200 dirham atau 85 gram.yang perlu diperhaikan adalah dalam kadar nisab ditentukan pada akhir tahun dengan ketentuan harga pasar. Hal ini sesuai dengan apa yang akan kita bahas kemudian dalam penetuan dan perhitungan berbagai macam kategori zakat mal.

4. Aset Surplus Non Kebutuhan Primer

Maksud dari surplus non kebututuhan primer adalah aset kepemilikan yang melebihi pemenuhan kebutuhan primer (sandang, pangan, papan). Ukuran kebutuhan biasa merupakan sesuatu yang sangat relatif sifatnya. Setiap orang akan berbeda dalam pemenuhan kebutuhan biasanya, apalagi dalam kondisi perekonomian saat ini yang menganggap bahwa barang mewah pun sudah menjadi kebutuhan.

Perbedaan ukuran akan keprimeran sesuatu pada saat ini membuat penentuan kebutuhan primer menjadi sulit. Untungnya, ketetapan fuqaha berkaitan dengan hal ini cukup fleksibel. Mereka mengembalikan ketetapannya kepada si pemilik aset calon muzakki disesuaikan dengan kondisi masing-masing atau kepada pemerintah lokal untuk menetukan standarisasi tertentu untuk penyebutan aset kebutuhan primer. Kebutuhan biasa dapat diukur dari diri muzakki, keluarganya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, sehingga mereka dapat hidup sehat.5

(10)

Adapun hikmah dari persyaratan ini adalah bahwa syarat surplus dalam zakat tidak akan terwujud kecuali bila telah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer. Hal yang sama juga terjadi pada syarat berkembang yang tidak akan tercapai kecuali setelah terpenuhinya semua kebutuhan primer. Dengan kata lain, aturan yang ketat dari persyaratan ini memberikan dorongan muslim dengan aset yang surplus agar tidak berlebih-lebihan atau mengupayakan asetnya untuk diinvestasikan agar tidak habis oleh kewajiban zakat.

5. Tak Ada Tanggungan Utang

Aset wajib zakat adalah aset yang sudah dikurangi utang. Apabila seseorang tersebut memiliki harta yang tidak ada di dalamnya hak orang lain yang wajib dibayarkan. Atas dasar syarat ini, seseorang yang memiliki harta yang cukup satu nisab, tetapi karena ia masih mempunyai utang pada orang lain yang jika dibayarkan sisa hartanya tidak lagi mencapai satu nisab, maka dalam hal ini tidak wajib zakat padanya6

Hal ini berdasarkan pada asas yang menyatakan bahwa hak orang yang meminjamkan utang harus didahulukan daripada hak golongan yang berhak menerima zakat. Namun demikian, di lain pihak jumlah aset dari utang yang dibayarkan tersebut akan menjadi aset wajib zakat bagi si pemilik piutang (orang yang meminjamkan utang). Dengan demikian tidak berlebihan jika kemudian Islam mengindahkan sebuah prinsip baku yang diintisarikan dari nash hadis bahwa: “penundaan mambayar utang bagi mereka yang surplus adalah zalim”, karena selain utang mempunyai kepentingan terhadap kemaslahatan orang mengutangkan, utang juga sangat berkaitan dengan hak fakir di dalam aset wajib zakat. 7

6. Kepemilikan Satu Tahun Penuh

(11)

Sebagian aset waib zakat, sepeti binatang ternak, aset keuangan, dan barang dagangan (komoditas) harus dimiliki selama satu tahun pnuh menurut perhiungan kalender hijriyah, umumnya dimulai pada bulan Ramadhan. Walaupun nantinya pada tataran aplikasi, penggunaan kalender hijriyah ataupun miladiyah tidak akan menjadi masalah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aset yang mudah rusak/busuk tidak dapat menjadi aset wajib zakat.

Hasil pengamatan penulis, umat muslim banyak yang mengalami kesalahpahaman dalam konsep haul. Sebagian besar muslim masih beranggapan bahwa setiap ada pemasukan ataupun penghasilan yang besarannya di luar kebiasaan, harus langsung dikeluarkan kewajiban zakatnya sebesar 2,5%. Persepsi ini sangat menyalahi prinsip hukum zakat, di mana tidak seharusnya zakat tersebut langsung dikeluarkan, walaupun pendapatan tersbeut memang dapat menambah aset yang kita miliki untuk menjadi aset wajib zakat di tahun yang akan datang.8

Dalam kitab Asy-Syarh Ash-Shagir dijelaskan: “Hitunglah barang-barang daganganmu setiap tahun dari setiap jenis yang diperdagangkan karena pada umumnya pada saat itu telah ada nilai yang sesuai dengan kegiatan jual beli yang dilakukan.” Selain itu, Imam Syafi’i berpendapat: “Haul adalah merupakan syarat wajib dalam menentukan zakat, apabila belum sampai waktu haul meskipun sedikit, maka tidak wajib mengeluarkan zakat, dan disyaratkan kesempurnaan waktu haul pada zakat selain biji-bijian, barang tambang, dan harta terpendam.” Sedangkan Imam Maliki berpendapat bahwa: “Kesempurnaan haul merupakan syarat bagi zakat selain barang tambang, harta terpendam, dan tanaman.”

Lain halnya pada aset, seperti hasil pertanian, barang tambang dan harta karun, pada aset-aset tersebut tidak diwajibkan kepemilikan selama setahun. Hikmah dari syarat tersebut adalah bahwa harta yang memakai syarat ini merupakan jenis harta berkembang yang perkembangannya tidak dapat tercapai kecuali setelah melewati rentang waktu tertentu sehingga

(12)

pengeluaran zakat dapat diambil dari hasil perkembangan produktivitasnya. Persyaratan ini juga untuk menjaga proses perkembangan aset agar terus produktif.

C. Penerapan Prinsip-Prinsip Akuntansi dalam Menentukan dan Menghitung Aset Wajib Zakat

Pengertian akuntansi dalam ilmu pengetahuan modern menegaskan bahwa akuntansi dikhususkan untuk menentukan (kebijakan) berbagai macam aktivitas, kemudian menyampaikan informasi yang berkaitan dengan hasil aktivitas tersebeut kepada pihak yang berkepentingan untuk dipergunakan dalam pengambilan keputusan. Proses akuntansi dapat digambarkan sebagai berikut:

 Membatasi dan mengumpulkan informasi tentang berbagai aktivitas.

 Mencatat, memilah, dan menganalisis keterangan tersebut dengan definisi dan dasar-dasar tertentu dalam tujuan yang ditentukan.

 Menyampaikan informasi-informasi yang diperoleh dari langkah-langkah di atas kepada pihak yang berkepentingan untuk dapat dipergunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.

Menurut Husein Sahatah, akuntansi zakat mal dianggap sebagai salah satu cabang ilmu akuntansi yang dikhususkan untuk menentukan dan menilai aset wajib zakat, menimbang kadarnya (volume), dan mendistribusikan hasilnya kepada para mustahik dengan berdasarkan kepada kaidah-kaidah syariat Islam. Oleh sebab itu, Husein Sahatah memaparkan bahwa:

 Sistem akuntansi zakat harus mempunyai kerangka tertentu yang menentukan batasan-batasan dan hubungannya dengan sistem Islam lainnya.

(13)

 Pelaksanaan sistem akuntansi zakat mal dikontrol oleh sejumlah hukum dan kaidah-kaidah permanen, dan itu dapat diintisarikan dari sumber-sumber syariah Islam.

 Sistem zakat mal akan bekerja sesuai dengan langkah-langkah yang penuh ketelitian dan terus-menerus.

Jika demikian, maka sistem akuntansi zakat dapat diharapkan memberikan sejumlah keterangan dan informasi yang kredibel tentang cara berhitung, hasil zakat, dan pembagiannya kepada para muzakki dan mustahik. Penentuan dan perhitungan zakat mal dapat menggunakan alat-alat akuntansi yang sudah banyak dikenal secara umum, beberapa prinsip-prinsip akuntansi yang dapat diterapkan mengikuti karakteristik aset wajib zakat dalam konsep fikih, di antaranya:9

1. Prinsip tahunan (annual/haul)

Dalam pemikiran Islam, tahun qamariah (hijriyah) dijadikan sebagai standar minimum untuk pertumbuhan nilai aset, dengan demikian maka haul (satu tahun) merupakan titik awal dari suatu pertumbuhan. Karena itu, terpendam.” Imam Malik menyatakan bahwa haul merupakan syarat wajib zakat pada barang selain tambang, harta karun, dan tanaman. Dengan demikian, zakat pertanian, perkebunan, barang tambang, dan harta karun dikecualikan dari prinsip ini.

Yang ingin ditekankan di sini adalah naik turunnya nilai aset yang dimilikinya selama satu tahun haul berjalan tidak menjadi pertimbangan

(14)

dalam kewajiban zakat, yang terpenting adalah nilai aset pada akhir masa haul. Selain itu, prinsip ini juga memastikan barang yang mudah rusak/busuk seperti makanan dan pendapatan yang tidak biasa atau kebetulan tidak menjadi aset wajib zakat. Konsep ini menunjukkan bahwa seseorang muslim hanya wajib membayar zakat satu kali dalam satu haul. Seperti sabda Rasulullah SAW:

ل

ه وصحنلصاَ هايصلنعنَ لنوصحهينَ َّىتدحنَ لمَامنَ َّىفاَ ةنأكنزن

“Tidak ada kewajiban zakat pada suatu harta sehingga ia mengalami ulang tahun. ”10

2. Prinsip independensi tahun keuangan (independent periodicity concept)

Dalam bahasan akuntansi yang dimaksud dengan periodicity concept adalah bahwa konsep yang menggabungkan kegiatan ekonomi pada tiap periode akuntansi, dan kegiatan tersebut dapat dihitung untuk diukur dan dilaporkan. Setiap periode produktivitas aset pada satu tahun haul akan terpisah dengan tahun sebelumnya atau berikutnya. Karena itu, kewajiban zakat tidak bisa diestimasi dan dipukul rata untuk besaran tiap tahunnya. Hal ini mengingat baik pengeluaran maupun pemasukan setiap orang pada setiap tahunnya diprediksi hampir pasti mengalami perubahan yang konstan, baik itu kecil maupun besar.

3. Prinsip standar aset produktif atau potensi produktif

Sistem akuntansi zakat didasarkan pada prinsip yang menyatakan bahwa sumber zakat adalah harta yang dapat berkembang, baik secara riil maupun tidak, baik harta tersebut habis dalam selama haul maupun tidak, baik perkembangannya berhubungan dengan asal kekayaan atau terpisah. Bentuk-bentuk aset produktif dalam kajian ilmu akuntansi dapat dicontohkan sebagai berikut:

 Uang tunai yang ada pada kita atau tersimpan di bank

 Saham, obligasi, dan financial papers lainnya

(15)

 Persediaan barang dagangan; barang-barang yang diniatkan untuk dijual

 Aset tetap industri, di mana output dari aset tersebuut yang wajib zakat, dengan begitu aset tetap berlaku sebagai aset zakat secara tidak langsung (indirect).

 Pendapatan dari penyewaan barang (usaha rental, rumah kontrakan, dan lain-lain)

 Piutang bersih (cadangan piutang tidak tertagih dikurangi utang yang kita miliki).

4. Prinsip standar mencapai nisab (nilai surplus)

Sistem akuntansi zakat sangat memperhatikan akan pentingnya standar kemampuan bagi muzakki. Dalam fikih Islam, hal ini disebut dengan nisab zakat. Nisab (batas jumlah) harus dihitung di mana tidak ditagih zakat dari orang yang tidak cukup kekayaannya senisab.11 Adanya

konsep nisab menunjukkan bahwa yang menjadi objek zakat hanyalah aset surplus saja. Atau secara sederhana, surplus nilai nisab berarti seorang muzakki masih mempunyai sisa aset sebesar nisab setelah memenuhi kewajibannya berupa pemenuhan kebutuhannya.

Prinsip ini bertujuan agar tidak membebani kaum muslimin dan mendorong mereka untuk meningkatkan produktivitas. Standar kemampuan dalam perhitungan zakat pada seluruh aset ditentukan dengan besaran nisab yang beragam dalam kajian fikih klasik, yaitu 20 dinar atau 200 dirham atau 85 gram emas atau 4 sha’.

5. Prinsip laba bersih (net income)

Zakat juga didasarkan pada prinsip yang mirip dengan prinsip sebelumnya, di mana muzakki diharuskan untuk mengurangi aset yang akan dizakati dengan utang-utang yang ada dan beban-beban lainnya yang ada pada pendapatan atau aset. Akuntansi menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan laba adalah pendapatan dikurangi semua pengeluaran. Prinsip

(16)

pendapatan bersih juga berarti biaya produksi atau semua biaya pabrikasi tidak menjadi objek zakat seperti upah, overhead pabrik dan bahan baku dan pajak, serta piutang yang pengembaliannya tidak diharapkan. Sedangkan piutang yang diharapkan pengembaliannya, dapat dimasukkan sebagai aktiva lancar sehingga berkaitan dengan net income (laba bersih).

Bagi pengusaha muslim, untuk menentukan aset apa saja yang termasuk aktiva lancar maupun liabilities dapat langsung mengacu kepada konsep akuntansi yang sudah mapan saat ini. Karena hal ini merupakan keringanan bagi orang yang wajib zakat dalam menunaikan kewajiban zakat. Diriwayatkan dari Abu Ubaid bahwa Rasulullah SAW berkata, “Apabila telah sampai haul yang mewajibkan kamu untuk berzakat, maka lihatlah apa yang kamu miliki baik berupa uang atau barang dagangan dan nilailah dengan nilai uang, jika kamu mempunyai utang maka hitunglah, kemudian bayarkanlah utangmu, kemudian kamu sedekahkan sisanya.” Hal ini berarti utang-utang yang ada harus dilunasi sebelum menentukan sumber zakat. Sebagaimana yang diriwayatkan dari salah seorang fuqaha terdahulu, “Bayarkanlah utang dan kharaj (pajak tanah) mu, apabila sisanya masih sampai 5 saq, setelah itu, maka bayarkanlah zakatnya.”

Dari paragraf di atas, jelaslah bahwa sistem akuntansi zakat sangat memperhatikan utang dan beban yang harus diambil dari pendapatan, sedangkan piutang dapat diberlakukan sebaliknya, yaitu menambah aset. Kewajiban calon muzakki untuk mengurangi aset dengan utang atau menambah dengan piutang hanya berlaku untuk satu kali haul saja.

6. Prinsip monetary unit

(17)

ada di Amerika? Jawabannya adalah untuk aset yang ada di Indonesia dihitung dengan nilai pasar Indonesia sedangkan yang sebagian lagi dihitung dengan nilai pasar Amerika, setelah itu kedua penaksiran nilai tersebut digabungkan untuk menjadi sumber aset wajib zakat. Konsep ini juga dapat diterapkan untuk setiap letak aset yang berjauhan terpisah oleh provinsi, daerah, dan lain sebagainya selama terjadi perbedaan nilai aset di pasar masing-masing daerah, baik aset sejenis maupun tidak.

Bagaimana cara menilai aset ini diperkuat oleh pernyataan Ibnu Al-Qayyim, “Nilai barang dagangan disesuaikan dengan nilai yang ada di negara di mana barang tersebut berada. Dengan demikian, walaupun barang tersebut diekspor ke negara lain hingga lewat masa haul, maka nilainya dihitung dengan nilai yang ada di negara tersebut, kemudian semuanya disatukan dalam penilaiannya walaupun nilai yang dianggap adalah yang ada pada negara tersebut dan digabungkan di antara satu barang dagangan dengan yang lain dalam penilaiannya walaupun jenisnya berbeda.”

7. Prinsip penentuan nilai dengan harga pasar (current value atau

market value)

Sistem akuntansi zakat menilai barang (valuation of inventories) pada akhir masa haul berdasarkan prinsip nilai tukar yang berlaku di pasar saat itu. Jabir bin Zaid berpendapat dalam kasus barang yang diperdagangkan, “nilailah dengan harga yang ada pada saat tiba masa haul dalam zakat kemudian keluarkanlah zakatnya.” Dalam kajian akuntansi disebutkan bahwa harga pasar dapat berarti:

Replacement cost (biaya pengganti), yaitu biaya sekarang untuk mengganti potensi pelayanan dari sebuah aktiva yang ada. Penekanan ditempatkan pada pendapatan aktiva dengan kemampuan pelayanan di masa datang yang sama.

(18)

merupakan jumlah batas dalam penerapan peraturan pasar atau biaya yang lebih rendah dalam penilaian persediaan.

Diriwayatkan dari Katsir bin Hisyam dari Ja’far bin Furqon dari Maimun bin Mahran, ia berkata, “Apabila telah sampai kepadamu masa haul, maka lihatlah uang atau barang dagangan yang kamu miliki kemudian jadikan barang tersebut senilai dengan uang dan apabila ada utang yang kamu miliki, maka hitunglah, bayarkan dari harta tersebut dan keluarkan zakat dari sisanya.”

8. Prinsip entitas

Yang dimaksud dengan entitas adalah:

a) Dalam kajian akuntansi: subjek unit ekonomi yang terpisah pada pengukuran keuangan untuk keperluan akuntansi, misalnya perseroan terbatas, firma, dan sebagainya.

b) Dalam hukum: perseorangan, persekutuan, kerja sama, dan sebagainya yang diizinkan oleh hukum untuk memiliki kekayaan dan perjanjian dalam melakukan usaha. Kesatuan hukum yang bergabung dapat terjadi seperti pada konsolidasi untuk pelaporan keuangan. Dengan demikian, teori entitas adalah suatu teori yang memberikan pandangan mengenai suatu unit usaha, organisasi atau kelembagaan yang mempunyai tanggung jawab (hak dan kewajiban) di depan hukum, terpisah dari tanggung jawab para pemiliknya dalam menjalankan setiap usahanya, atau paling tidak setiap upaya merealisasikan tujuan dari pembentukan unit kelembagaan tersebut.

(19)

entitas dalam konteks teori ahliyah atau kapabilitas personal untuk suatu ketetapan hak dan kewajiban yang diperhitungkan dalam hukum syar’i serta keabsahannya dalam melakukan suatu tindakan hukum. Konsepsi ini kemudian mengilhami akan pengembangan konsep entitas, sebagai sebuah kelembagaan yang dapat dianalogikan kapabilitasnya dari personal legal form (manusia).

Beberapa produk ijtihad ulama di masa lalu yang mencirikan adanya pengakuan atas konsep entitas adalah:

 Pemisahan aset bait al mal dengan aset yang dimiliki secara pribadi oleh hakim. Bait al mal adalah pewaris tunggal bagi seorang muslim yang tidak mempunyai ahli waris. Kemudian, seorang hakim di bait al mal diakui sebagai wakil umat dalam manajerial aset-aset bait al mal.

 Orang yang diberikan wasiat untuk me-manage harta anak yatim dianggap sebagai wakil umat untuk bisa mewakili si anak yatim dalam menjalankan setiap transaksi yang berkaitan dengan aset si anak yatim tersebut.

 Para fuqaha membenarkan untuk memberikan wasiat atau wakaf kepada sebuah kelembagaan seperti masjid.

(20)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat aset wajib zakat yang dimiliki oleh seseorang adalah kepemilikan sempurna, aset produktif atau berpotensi untuk produktif, harus mencapai nisab, aset surplus non kebutuhan primer, tidak ada tanggungan utang, dan kepemilikan satu tahun penuh (haul). Keenam syarat tersebut harus terpenuhi semua apabila seorang muzakki (orang yang wajib mengeluarkan zakat) akan mengeluarkan zakat dari hartanya.

(21)

Daftar Pustaka

Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Akuntansi Islam: Menuju Perumusan Teori. Jakarta: Pustaka Quantum.

Mufraini, M. Arief. 2006. Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan. Jakarta: Kencana.

Mursyidi. 2006. Akuntansi Zakat Kontemporer. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Qadir, Abdurrachman. 1998. Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Qardhawi, Yusuf. 2000. Hukum Zakat. Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa.

Ritonga, Rahman dan Zainuddin. 2002. Fiqh Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Rokhim, Abdul. 2013. Ekonomi Islam Perspektif Muhammad SAW. Jember: STAIN Jember Press.

Referensi

Dokumen terkait

Kecuali catering, kamu bisa juga coba kesempatan usaha makanan sehat yang mana sangatlah diperlukan oleh warga.. Terutama banyak pegawai kantor atau ibu-ibu rumah tangga yang

pengoperasian alat tangkap di atas kapal.. Semakin besar nilai , maka akan semakin besar periode rolling yang dihasilkan. Sehingga cenderung kapal melakukan gerakan oleng

Adanya uang tambahan di dalam praktek jual beli grosir di Pasar Darmo Trade Centre (DTC) Wonokromo Surabaya ini dikarenakan banyak penjual yang sering menggunakan jenis transaksi

Salah satu bagian dari spektrofotometri ialah Spektrometri Serapan Atom (AAS), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan

Puji dan syukur selalu saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-NYA sehingga skripsi dengan judul “ANALISIS PROFIL

estetis dirasakan dominan oleh pembaca." Dalam batasan ini aspek ,,makna" disebutkan secara eksplisit karena ia merupakan aspek nonempirik yang justru dalam banyak

1 Ada regulasi rumah sakit untuk proses yang efektif untuk mengumpulkan, verifikasi dan mengevaluasi kredensial profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dan staf

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah pemberian metode suku kata ( syllabic method ) terhadap kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita