• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Penegak Hukum dalam Undang Undang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Penegak Hukum dalam Undang Undang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Penegak Hukum

dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak

Oleh :

Mia Kusuma Fitriana, S.H.,M.Hum.

ABSTRAK

Sistem Peradilan Pidana Anak yang disahkan dengan UU No. 11 tahun 2012 memuat perkembangan sistem perlindungan bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Dengan adanya konsep Restorative Justice dan Diversi dalam penyelesaian kasus pidana yang melibatkan Anak sebagai pelaku pidana. Kedua konsep ini merupakan perkembangan yang substansial dalam pemenuhan hak anak terutama penghindaran perampasan kemerdekaan anak. Dalam proses penegakkan hukum UUSPPA peranan penegak hukum sangat penting. UUSPPA memberikan mandat bagi para penegak hukum baik itu dari penyidik, penuntut umum, hakim hingga Balai Pemasyarakatan untuk melaksanakan undang-undang ini sesuai dengan isinya, bahkan terdapat sanksi pidana bagi para penegak hukum apabila tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan UUSPPA.

I. Latar Belakang

Kurang lebih 4.000 anak Indonesia diajukan ke pengadilan setiap tahunnya atas kejahatan ringan, seperti pencurian. Pada umumnya mereka tidak mendapatkan dukungan, baik dari pengacara maupun dinas sosial. Banyak anak yang bermasalah dengan hukum melakukan kejahatan ringan kemudian dipenjara. Seperti hebohnya dunia hukum anak di Indonesia pada kasus pencurian voucher pulsa Rp. 10.000 yang dilakukan oleh anak laki-laki kelas 1 SMP menjalani proses hukum dan dituntut Pasal 362 KUHP dan diancam penjara selama 7 tahun.1 Begitu pula dengan kasus pencurian sandal jepit yang dilakukan

oleh seorang anak yang berinisial AL di Palu kemudian diproses secara hukum formal dan dihadapkan di meja hijau.2

Bagaimanapun tindak pidana yang di lakukan oleh anak-anak, sesuai dengan Konvensi Hak Anak dinyatakan bahwa tak seorang anak pun boleh menjalani siksaan atau kekerasan lain, perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi atau menurunkan martabat.3 Secara

khusus, setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan dipisahkan. Dan orang-orang dewasa kecuali bila dianggap bahwa tidak melakukan hal ini merupakan kepentingan terbaik dari anak yang bersangkutan, dan ia berhak mengadakan hubungan dengan keluarganya melalui surat menyurat atau kunjungan-kunjungan, kecuali dalam keadaan-keadaan khusus.4

1http://wachjoe.wordpress.com/2013/04/17/analisis-uu-no-11-tahun-2012-tentang-sistem-peradilan-pidana-anak-2/, access tanggal 7 October 2013.

2 Ibid

3 Konvensi Hak-Hak Anak Internasional Pasal 37

(2)

Dalam perkembangannya untuk melindungi anak, terutama perlindungan khusus yaitu perlindungan hukum dalam sistem peradilan, telah terdapat 2 (dua) undang-undang yang mengatur khusus tentang peradilan anak. Yang pertama adalah Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang berganti menjadi Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Walaupun Undang-undang ini baru akan berlaku 2 tahun sejak di resmikan pada tanggal 30 Juli 2012, yang artinya baru akan efektif berlaku mulai 30 Juli 2014.

Terdapat beberapa perubahan dan perkembangan, khususnya dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang baru disahkan oleh Presiden bersama DPR pada 30 Juli 2012 lalu dibanding dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Tujuannya adalah untuk semakin efektifnya perlindungan anak dalam sistem peradilan demi terwujudnya Sistem Peradilan Pidana yang Terpadu (“integrated criminal justice system”).

Pasal 28B ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa anak mempunyai hak-hak seperti halnya manusia ataupun orang dewasa pada umumnya, yaitu hak-hak atas kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh, hak untuk berkembang, serta hak atas pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam rangka melaksanakan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Pemerintah Republik Indonesia telah megesahkan diantaranya : Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan yang terakhir Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Negara Indonesia yang juga menjadi pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

Hal ini dikuatkan dalam Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-undang Dasar 1945 setelah amandemen tegas menyatakan dalam Pasal 28B ayat

(2) yang berbunyi :

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

UUSPPA memang mempunyai perkembangan yang dirasa lebih fair and just bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Terutama dengan adanya Restorative Justice dan Diversi dalam UU no. 11 tahun 2012. Dalam UUSPPA pidana pokok lebih kepada bentuk diversi, yang dirasa lebih tepat bagi pelaku pidana anak alih-alih pidana penjara yang secara mental psikologis menakuti anak.

Pelaksanaan Diversi dilatarbelakangi keinginan menghindari efek negatif terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem peradilan pidana.5 Selanjutnya

perkembangan perlindungan terhadap hak anak dalam sistem peradilan dengan adanya konsep Restorative Justice, yaitu suatu penyelesaian konflik yang terjadi dengan melibatkan para pihak yang bekepentingan dengan tindak pidana yang terjadi (korban, pelaku, keluarga korban, keluarga pelaku, masyarakat, dan penengah/moderator).6

5 Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana, Medan, Februari 2010, Dr. Marlina, SH., M.Hum

(3)

Dengan demikian penerapan, pelaksanaan dan penegakkan hukum atas UU no 11 tahun 2012 akan sangat menentukan terlaksananya perlindungan bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Tentu saja keterlibatan para penegak hukum akan sangat signifikan dalam aplikasi UUSPPA.

Oleh karena itu akan dianalisis dan dikaji secara lanjut dalam tulisan ini mengenai perubahan dan perkembangan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak khususnya mengenai Peranan Penegak Hukum dalam Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Baik peranan dari Kepolisian, Kejaksaan, Hakim hingga Balai Pemasyarakatan dalam penegakkan UUSPPA akan dikaji mendalam pada tulisan ini, sehingga akan terdapat pemahaman yang lebih baik mengenai peranan penegak hukum dalam UUSPPA.

II. Permasalahan

Sebuah upaya yang patut diapresiasi oleh kita bahwa Pemerintah telah mengadakan reformasi hukum di bidang pembaruan undang-undang atau substansi hukum (legal substance reform). Terutama mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System). Sebagaimana komitmen dari Pemerintah Indonesia terhadap amanat Konstitusi dan komitmen sebagai negara anggota Konvensi Hak-hak Anak terdapat perubahan dan pengembangan dalam pengaturan Undang-undang.

Dalam penulisan ini masalah akan lebih dalam mengkaji UU no. 11 tahun 2012 yang mengalami perubahan dan pengembangan terutama mengenai peranan penegak hukum dalam UUSPPA. Penulisan ini mengangkat permasalahan mengenai beberapa hal sebagai berikut,

1. Bagaimana peranan Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam UUSPPA ?

2. Bagaimana dengan peranan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) dalam UUSPPA ?

III. Pembahasan

Konsep Keadilan Restoratif dan Diversi yang diusung oleh semangat UUSPPA berdampak pada lebih signifikannya peranan penegak hukum, masyarakat, keluarga pelaku pidana hingga keluarga korban. Semua pihak dilibatkan dalam proses Diversi sebagai perwujudan dari Keadilan Restoratif. Konsep Restorative Justice inilah yang memberikan ruang bagi penyelesaian kasus pidana dengan pelaku anak untuk suatu menyelesaikan konflik yang terjadi dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan dengan tindak pidana yang terjadi (korban, pelaku, keluarga korban, keluarga pelaku, masyarakat, dan penengah/moderator).

Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Dalam sistem ini melibatkan peranan aparat penegak hukum mulai dari peranan kepolisian, kejaksaan, dan hakim dalam proses penyelidikan-persidangan hingga putusan. Sedangkan keterlibatan BAPAS lebih intens pada proses pembimbingan dalam menjalankan pidana sampai dengan setelah menjalani pidana.

Dalam UUSPPA disebutkan bahwa dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan peradilan adalah melibatkan penegak hukum khusus untuk kasus dengan pelaku pidana anak, diantaranya Penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak, hakim banding anak hingga hakim kasasi anak7.

(4)

Setelah adanya putusan maka akan ada keterlibatan beberapa lembaga diantaranya adalah Lembaga Pembinaan Khusus Anak, yang selanjutnya disingkat LPKA. Lembaga ini adalah tempat anak menjalani masa pidananya.8 Adapula Lembaga Penempatan Anak Sementara

yang selanjutnya disingkat LPAS adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung. 9 Selanjutnya Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang disingkat LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.10 Sedangkan Balai Pemasyarakatan

yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan. 11

Sistem peradilan anak dilaksanakan berdasarkan asas pelindungan; keadilan; nondiskriminasi; kepentingan terbaik bagi Anak; penghargaan terhadap pendapat Anak; kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; pembinaan dan pembimbingan Anak; proporsional; perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan penghindaran pembalasan.12

Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif yang meliputi 13:

a. penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;

b. persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan;

c. pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan. Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.14 Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi

harus mempertimbangkan: kategori tindak pidana, umur anak, hasil penelitian kemasyarakatan dari BAPAS dan adanya dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Hasil kesepakatan Diversi tersebut dapat berbentuk, antara lain: perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian; penyerahan kembali kepada orang tua/Wali; keikutsertaan . dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau pelayanan masyarakat.15

Terhadap hasil dari Diversi harus disampaikan ke Pengadilan Negeri untuk proses Penetapan yang disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan. 8 Ibid Pasal 1 ayat 20

9 Ibid Pasal 1 ayat 21 10 Ibid Pasal 1 ayat 22 11 Ibid Pasal 1 ayat 24 12 Ibid Pasal 2

(5)

Setelah menerima penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian penuntutan.16

Akan tetapi apabila proses Diversi tidak mendapatkan hasil atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan oleh para pihak maka proses peradilan akan dilanjutkan atau diteruskan.

Dalam penanganan kasus anak, bentuk restorative justice yang dikenal adalah reparative board/ youth panel yaitu suatu penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan melibatkan pelaku, korban, masyarakat, mediator, aparat penegak hukum yang berwenang secara bersama merumuskan sanksi yang tepat bagi pelaku dan ganti rugi bagi korban atau masyarakat.17 Disini disebutkan dengan jelas

bahwa salah satu pihak yang berwenang dalam merumuskan sanksi yang tepat kepada pelaku pidana anak salah satunya adalah penegak hukum. Sehingga kajian mendalam dalam tulisan ini akan lebih memaparkan mengenai peranan para penegak hukum dalam UUSPPA.

Untuk mendapatkan gambaran secara jelas peranan penegak hukum dalam UUSPPA maka akan kita telah satu persatu peranan penegak hukum dalam hal ini Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan BAPAS.

Pengertian Penyidik diatur dalam KUHAP adalah 18:

a.Pejabat Polisi Republik Indonesia;

b.Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Sedangkan proses penyidikan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik kasus pidana dengan pelaku anak meliputi: 19

a. telah berpengalaman sebagai penyidik;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.

Apabila tidak ada penyidik yang memenuhi persyaratan yang dimaksud maka tugas penyidikan dilaksanakan oleh penyidik yang melakukan tugas penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

KUHAP juga menyebutkan mengenai Penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.20

Dalam melakukan penyelidikan terhadap perkara Anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana 16 Ibid Pasal 12

17 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Bandung, Refika Editama, hal. 195.

18 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 6

19 UU no. 11 tahun 2012 Pasal 26 ayat 3

(6)

dilaporkan atau diadukan. Apabila dianggap perlu maka Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya. Dalam kasus pidana anak Penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai. Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.

Keterlibatan para ahli baik pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya adalah sebagai salah satu perwujudan asas-asas dalam sistem peradilan pidana anak yaitu perlindungan, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dan pembibingan anak.

Terlebih lagi dalam UUSPPA juga menjamin hak anak atas kemerdekaan yang mana diatur bahwa penangkapan anak untuk kepentingan penyidikan hanya diperbolehkan maksimal 24 jam dan wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus anak atau dititipkan kepada LPKS. Penyidikan yang dilakukan wajib melalui koordinasi dengan Penuntut Umum.

Akan tetapi apabila ada jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri ataupun menghilangkan/merusak barang bukti dan tidak akan mengulangi tindak pidananya maka penahanan tidak boleh dilakukan. Penahanan hanya dapat dilakukan apabila anak telah berumur 14 tahun atau lebih dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 tujuh tahun atau lebih.

Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan kepada Anak dan orang tua/Wali mengenai hak memperoleh bantuan hukum. Apabila pejabat tidak memberitahu mengenai hak anak untuk memperoleh bantuan hukum melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud, penangkapan atau penahanan terhadap Anak batal demi hukum.

Penyidik memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanan dan penegakkan UUSPPA. Karena penyidik inilah yang merupakan aparat pertama dalam satu rangkaian proses hukum. Tindakan awal dari penyidik merupakan fondasi awal dalam penyelesaian suatu kasus. Oleh karena itu peran penyidik sangat signifikan dalam penegakkan UUSPPA berjalan dengan semestinya.

Penuntut umum sebagai pihak yang akan menindaklanjuti hasil penyelidikan penyidik yaitu 21 :

a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

KUHAP juga mengatur mengenai Penuntutan. Yang dimaksud dengan Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan cara yang diatur dalam undang-undang ini

(7)

dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan22.

Dalam melakukan fungsinya tersebut, berdasarkan Pasal 14 KUHAP Penuntut Umum mempunyai wewenang :

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik pembantu; b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan

memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4), dengan memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;

c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

d. Membuat surat dakwaan;

e. Melimpahkan perkara ke pengadilan;

f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;

g. Melakukan penuntutan;

h. Menutup perkara demi kepentingan hukum;

i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang;

j. Melaksanakan penetapan hakim.

Sedangkan Penuntutan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud meliputi23:

a. telah berpengalaman sebagai penuntut umum;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.

Apabila belum terdapat Penuntut Umum yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud maka, tugas penuntutan dilaksanakan oleh penuntut umum yang melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara dari Penyidik. Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita acara Diversi beserta kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Apabila Diversi gagal, Penuntut Umum wajib menyampaikan berita acara Diversi dan melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan.

Peranan Penuntut umum dalam rangkaian proses penyelesaian perkara pidana anak sangat penting karena penuntutan yang dibuat oleh jaksa/penuntut umum inilah yang

22 Ibid Pasal 1 angka 7

(8)

nantinya akan dijadikan dasar bagi hakim dalam pemeriksaan perkara danpada akhirnya memutuskan perkara.

Apabila dalam penuntutan telah melaksanakan asas-asas dan sesuai dengan tujuan UUSPPA yaitu semangat Restorative justice dan Diversi , maka proses penuntutan yang merupakan landasan awal bagi pemeriksaan perkara oleh hakim akan memainkan peran yang penting bagi hakim dalam menghasilkan putusan yang berpihak pada kepentingan anak.

Setelah Penuntut Umum menyerahkan hasil penuntutan kepada hakim maka, selanjutnya tugas hakim untuk memeriksa hingga memutus perkara. Pengertian hakim menurut KUHAP adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili. 24 Selain di dalam KUHAP, pengertian hakim juga terdapat

dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam pasal tersebut disebutkan bahwa hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.

Hakim dalam penyelesaian kasus pidana anak adalah Hakim yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan negeri yang bersangkutan melalui ketua pengadilan tinggi. 25

Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim Anak dalam UUSPPA meliputi:26

a. telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum; b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.

Apabila belum terdapat Hakim yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud maka, tugas pemeriksaan di sidang Anak dilaksanakan oleh hakim yang melakukan tugas pemeriksaan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat pertama dengan hakim tunggal. Akan tetapi Ketua pengadilan negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya.

Dalam proses pemeriksaan perkara Hakim wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri sebagai Hakim. Proses Diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi pengadilan negeri. Apabila proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Hakim menyampaikan berita acara Diversi beserta kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.

Bilamana Diversi tidak berhasil dilaksanakan, perkara dilanjutkan ke tahap persidangan.

24 KUHAP Pasal 1 angka 8

(9)

Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.27 Dalam sidang Anak, Hakim wajib memerintahkan

orang tua/Wali atau pendamping, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan untuk mendampingi Anak. Apabila orang tua/Wali dan/atau pendamping tidak hadir, sidang tetap dilanjutkan dengan didampingi Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya dan/atau Pembimbing Kemasyarakatan. Apabila Hakim tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud maka, sidang Anak batal demi hukum. 28

Dalam hal Anak Korban dan/atau Anak Saksi tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan, Hakim dapat memerintahkan Anak Korban dan/atau Anak Saksi didengar keterangannya29:

a. di luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan di daerah hukum setempat dengan dihadiri oleh Penyidik atau Penuntut Umum dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya; atau

b. melalui pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audiovisual dengan didampingi oleh orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lainnya.

Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua/Wali dan/atau pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi Anak. Akan tetapi dalam hal tertentu Anak Korban diberi kesempatan oleh Hakim untuk menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan.

Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara. Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan sebagaimana dimaksud tidak dipertimbangkan dalam putusan Hakim, putusan batal demi hukum. Pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh Anak.

Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat, paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan bagi Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Yang perlu di ingat dan diketahui bahwa Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.

Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.30

Anak yang ditahan ditempatkan di LPAS dan berhak memperoleh pelayanan, perawatan, pendidikan dan pelatihan, pembimbingan dan pendampingan, serta hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. LPAS wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan program pendidikan dan Bapas wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program sebagaimana dimaksud.31 LPKA wajib

27 Ibid Pasal 54

28 Ibid Pasal 55 ayat 3 29 Ibid Pasal 58 ayat 3 30 Ibid Pasal 81

(10)

menyelenggarakan pendidikan, pelatihan keterampilan, pembinaan, dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan program pendidikan dan pembinaan dengan pengawasan dari Bapas. Bapas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program pendidikan dan pembinaan tersebut.

Kedudukan hukum dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) dalam peraturan perundangan Indonesia dapat ditemukan dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan.32 Adapun Klien

Pemasyarakatan dirumuskan sebagai seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS33.

Berdasarkan prinsip-prinsip Konvensi Hak-Hak Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak yang meliputi Non Diskriminasi, Kepentingan yang terbaik untuk anak, Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, Penghargaan terhadap anak, maka bagi anak yang berkonflik dengan hukum Balai Pemasyarakatan melalui Pembimbing Kemasyarakatan mempunyai kekuatan untuk menentukan keputusan yang terbaik bagi anak, melaui rekomendasi dalam Penelitian Kemasyarakatan maupun dalam pembimbingan.

Sebagaimana disebutkan dalam UUSPPA bahwa Anak yang berstatus Klien Anak menjadi tanggung jawab Bapas. Klien Anak berhak mendapatkan pembimbingan, pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bapas juga berkewajiban menyelenggarakan pembimbingan, pengawasan dan pendampingan, melakukan evaluasi pelaksanaan pembimbingan, pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peranan Penegak Hukum sebagaimana dipaparkan dalam penulisan ini tidak dapat dipungkiri memainkan peranan yang penting. Akan tetapi peran penting para penegak hukum dalam penegakkan UUSPPA dimungkinkan adanya penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu demi menjamin pelaksanaan UUSPPA dijalankan sebagaimana mestinya maka dalam bab XII disebutkan mengenai sanksi pidana bagi para penegak hukum. Pasal – pasal mengenai sanksi pidana tersebut adalah:

Pasal 96

“Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak

melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”

Pasal 97

“Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Pasal 98

“Penyidik yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.”

Pasal 99

(11)

“Penuntut Umum yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.”

Pasal 100

“Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.”

Pasal 101

Pejabat pengadilan yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Bab XII ini merupakan salah satu poin menarik dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah tentang adanya Ketentuan Pidana yang tercantum dalam bab XII Pasal 96 s/d 101 bagi kalangan pelaksana peradilan. Yang mana sebelumnya tidak diatur dalam UU no.3 tahun 1997.

Dengan adanya ketentuan pidana bagi para penegak hukum baik itu dari penyidik, penuntut umum, hakim maupun pejabat pengadilan maka diharapkan pelaksanaan UUSPPA akan terlaksana sesuai dengan ketentuan undang-undang dan jauh dari segala kemungkinan penyalahgunaan kewenangan dari para penegak hukum. Dengan demikian pelaksanaan UUSPPA mempunyai kepastian hukum sekaligus jaminan terpeliharanya hak-hak anak.

IV. Kesimpulan

(12)

Daftar Pustaka

Konvensi Hak-Hak Anak Internasional Pasal 37

Marlina, Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana, Medan, USU Press, 2010,

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Bandung, Refika Editama, 2011.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

UU no. 11 tahun 2012 Tentang Undang-undang Sistem Peradilan Anak

Undang-undang No 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Referensi

Dokumen terkait

Selan itu, dalam ayat (4) “Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal” juga tidak diikuti penjelasan, sehingga dapat

Nevertheless, even though the data show an in- crease in the proportion of convicted foreign offenders in almost all types of criminal offences, including violent crime (Figure

Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata

Objektif utama kajian adalah untuk mengenalpasti aspek-aspek yang menjadi keutamaan dan kekangan yang dihadapi oleh para pekebun kecil getah dalam pengurusan tanaman getah di

Sen sijaan tutkimuksen tulosten perusteella yksittäisen lääkehoidon arvioinnin vaikutukset iäkkäiden toimintakykyyn ja elämänlaatuun sekä terveys- ja

Hasil analisis terhadap pretest dan posttest dengan wilcoxontest menunjukkan bahwa Z = 1,445 dan Sig (2-tailed) bernilai 0,148 > 0,05, maka dapat disimpulkan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa prevalensi kasus sindrom metabolik pada pekerja adalah 21,98%, dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki-la- ki, rerata usia pekerja 49

Beberapa jenis tanaman pesisir yang ditemui di Desa Pasar Banggi antara lain, Lantana cemara, Wedelia biflora, Casuarina equisetifolia, Ipomoea pes-caprae, babandotan