• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAKTU KE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAKTU KE"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAKTU KELUARNYA KOLUSTRUM PERTAMA KALI PADA IBU PASCA PERSALINAN

DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Mauludiyah Indah 1), Miftakhul Maghfirah2)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendedes, Jl R. Panji Suroso No.6 Malang\ Email: [email protected]

Abstract : The study aims is to analyse of influencing factors of the duration of colostrum onset release. Methode : This is an analytical-observational-cross sectional study. Result: The influencing factor for the delay of colostrum release onset (≥64 hour) is subject (mother) experiencing of emotional distress : 3,7 times, the mode of delivery, sectio caesarea/extraction vaccum has 3,8 times of posibility of risk, while variable of the first time of breast feeding (≥1080 minute) has 3,11 times of risk for delay of the colostrum production onset. Recommendation: Health offices: to refine the rule related to emotional distress early detection since the mother first meeting for antenatal care; to establish screening on emotionaly distress; to establish counseling on psychosocial problem face by mother within pre natal, intra natal, as well as post natal; to promote early breast feeding through all health facilities serving delivery care

Keywords: colostrum, post natal

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi waktu keluarnya kolostrum pertama kali. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat analitik. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian cross sectional. Hasil : Faktor yang berpengaruh terhadap keterlambatan waktu keluarnya kolostrum pertama kali (≥64 jam) adalah ibu yang mengalami emosional distress sebesar 3,7 kali, cara persalinan, dimana persalinan dengan tindakan (sectio caesarea, extraksi vaccum) mempunyai kemungkinan risiko 3,8 kali, Sedangkan variabel pertama kali bayi menyusu (≥1080 menit) mempunyai risiko 3,11 kali untuk terjadinya keterlambatan keluarnya kolostrum. Saran : Dinas Kesehatan menyusun kebijakan mengenai skrening dini tentang emosional distress sejak kontak pertama ibu untuk memeriksakan kehamilannya serta adanya layanan skrening adanya emosional distress dan konseling terhadap masalah-masalah psikososial yang dihadapi ibu saat kehamilan, persalinan maupun nifas, memfasilitasi inisiasi dini diseluruh fasilitas kesehatan yang mengadakan pertolongan persalinan.

Kata Kunci: Kolustrum, Pasca Persalinan

PENDAHULUAN

Kolostrum mulai diproduksi oleh tubuh saat kehamilan, dan keluar pada awal seorang ibu akan menyusui. Kolostrum adalah makanan yang terbaik bagi bayi, memenuhi kebutuhan nutrisi bayi baru lahir, berwarna kuning, rendah lemak, tapi tinggi akan kandungan karbohidrat, protein dan terutama kandungan antibodi. Penelitian yang dilakukan pada hewan menyebutkan

bahwa beberapa stres menstimulus penurunan laktasi. Penelitian eksperimental tentang laktasi yang dilakukan menunjukkan stres fisik dan psikologis dapat mengurangi lepasnya oksitosin selama laktasi, dan hal ini bisa mengganggu reflek pengeluaran air susu (let down reflex) (Ueda et al.,1994).

(2)

kehamilan dan persalinan, mengalami keterlambatan keluarnya kolostrum (>72 jam pasca persalinan). Faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap lambatnya keluar kolostrum adalah: cara persalinan, lamanya persalinan, sakit yang dialami saat persalinan, dan keletihan setelah persalinan. Faktor lain yang juga mempengaruhi keluarnya kolostrum adalah status gizi ibu, perawatan payudara, isapan bayi segera setal lahir serta obesitas pada ibu.

Kebutuhan emosional para ibu dan bapak serta bayi baru lahir saat ini akan menjadi suatu hal yang harus lebih diperhatikan, seperti halnya sebagian kerugian yang diterima oleh ibu dari institusi kesehatan yang menangani persalinan adalah kesukaran bagi seorang ibu untuk mendapatkan beberapa dukungan psikologi dari tenaga kesehatan, baik saat kehamilan, persalinan, maupun saat kontak ibu dan bayinya. Hilangnya banyak aspek dari pengalaman yang sangat penting akan kelahiran bayi untuk suatu keluarga yang menjadi utuh, merupakan aspek yang negatif yang membawa beberapa konsekuensi pada kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Dukungan psikologis selama masa kehamilan dan persalinan akan mengurangi timbulnya kesulitan kontak bayi dan ibunya, terutama dalam pemberian air susu ibu (ASI) pada kontak pertama dan suksesnya breastfeeding (Beck et al., 2004).

Ibu hamil akan mengalami perubahan fisik, psikologis dan fisiologis. Untuk itu diperlukan dukungan dari semua masyarakat, terutama keluarga, suami dan petugas kesehatan. Hal ini diperlukan agar ibu hamil dapat berdaptasi dengan perubahan yang terjadi pada dirinya, dan dapat melewati masa transisi ini dengan baik. Apabila seorang ibu yang sedang hamil mengalami penyiksaan akan berdampak pada kesehatan jiwa ibu dan akan mempengaruhi keadaan fisiknya. Penelitian yang dilakukan oleh Ueda (1994) menyebutkan bahwa ibu yang mengalami stres fisik dan psikologis akan mengalami gangguan pelepasan oksitosin selama menyusui, dan akhirnya akan menghambat reflek pengeluaran susu.

Berdasarakan latar belakang diatas, peneliti ingin mengetahui sejauh mana

pengaruh faktor emosional distress, cara persalinan, dan waktu pertama kali menyusui terhadap keluarnya kolustrum pertama kali pada ibu pasca persalinan.

Tujuan penelitian ini Mengetahui hubungan stress emosional pada ibu terhadap waktu keluarnya kolostrum pertama kali. mengetahui pengaruh cara persalinan dan waktu pertama kali menyusui terhadap waktu keluarnya kolostrum pertama kali.

METODE PENELITIAN

(3)

HASIL PENELITIAN

Analisis univariat menggambarkan distribusi frekuensi Dari 116 orang subyek penelitian dilihat karakteristik dari masing-masing subyek yang diteliti berdasarkan variabel penelitian yang dikelompokkan berdasarkan sebaran data dan referensi yang ada. Distribusi karakteristik dari subyek penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik n = 116 %

1 2 3

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa dari total 116 ibu pasca persalinan yang diwawancarai. Sesuai dengan sebaran data yang tidak normal maka dibuat cut off point terhadap waktu keluarnya kolostrum. Berdasarkan data yang didapat maka cut off point dalam pengeluaran kolostrum pertama kali adalah 64 jam, dimana ibu yang kolostrumnya keluar pertama kali

>64 jam sebanyak 17 (14,66%). Proporsi terbesar pertama kali bayi menetek pada menunujukkan analisis bivariat antara variabel bebas dan tergantung, serta variabel-variabel lain yang yang berpengaruh terhadap waktu keluarnya kolostrum pertama kali.

Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat: Hubungan Cara Persalinan, waktu

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa ibu yang mengalami cara persalinan

dengan tindakan (sectio caesarea,

(4)

3,11 kali terjadinya keterlambatan keluarnya kolostrum pertama kali dibandingkan dengan ibu yang disusu oleh bayinya dalam waktu <1080 menit.

PEMBAHASAN

Hubungan Cara Persalinan Ibu dengan Waktu Keluarnya Kolostrum Pertama Kali. Beberapa keadaaan persalinan diperlukan tindakan seperti ekstraksi vaccum dan sectio cesarea. Persalinan dengan cara ini dapat menimbulkan masalah dalam menyusui, baik terhadap terhadap ibu maupun bayi. Ibu pasca sectio cesarea dengan anestesia umum tidak mungkin segera dapat menyusui bayinya, karena ibu belum sadar akibat pembiusan. Bila keadaan ibu mulai membaik/sadar, penyusuan dini dapat segera dimulai dengan bantuan tenaga kesehatan meskipun hal ini tidaklah mudah, karena kondisi ibu yang masih kesakitan dan bayi yang masih dalam perawatan sehingga seringkali kontak ibu dan bayi terjadi pada hari ke dua atau bahkan pada hari ketiga pasca persalinan.

Bayi baru lahir pun mengalami akibat yang serupa dengan ibu apabila tindakan tersebut menggunakan pembiusan umum, karena pembiusan yang diterima ibu dapat sampai ke bayi melalui plasenta, sehingga bayi yang masih lemah akibat pembiusan juga akan mendapat tambahan narkose yang terkandung dalam ASI, sementara ibu masih belum sadar. Jika ibu dan anak sudah sadar dan keadaan umumnya baik, dapat dilakukan perawatan gabung, dengan perlunya waktu pemulihan kondisi antara ibu dan bayi ini sangat berisiko untuk terjadi keterlambatan keluarnya kolostrum pertama kali.

Hasil analisis univariat terdapat (38,79%) ibu yang melahirkan dengan tindakan, sedangkan pada analisis bivariat menunjukkan bahawa ibu yang bersalin dengan tindakan akan berisiko 3,7 kali untuk terjadinya keterlambatan keluarnya kolostrum pertama kali. Demikian juga pada hasil analisis multivariat menunjukkan hubungan yang bermakna untuk terjadinya keterlambatan keluarnya kolostrum pertama kali.

Hubungan Pertama Kali Bayi Menyusu dengan Waktu Keluarnya Kolostrum Pertama Kali. Pengisapan oleh bayi akan memacu sekresi air susu, apabila bayi disusui maka gerakan mengisap yang berirama akan merangsang saraf yang terdapat didalam glandula pituitari posterior. Akibat langsung refleks ini adalah keluarnya oksitosin bersama aliran darah dari pituitari posterior yang menyebabkan sel mioepitel disekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong susu masuk kedalam pembuluh lactifer sehingga susu mengalir kedalam ampullae. Analisis univariat yang dilakukan pada variabel ini menunjukkan bahwa (37,07%) pertama kali bayi menyusu pada waktu ≥1080 menit setelah dilahirkan. Penting adanya isapan bayi yang efektif untuk memperbanyak produksi susu, asuhan kebidanan saat ini menekankan bahwa bayi baru lahir segera disusukan pada ibunya untuk mempercepat rangsangan keluarnya air susu, tetapi reflek ini bisa dihambat oleh adanya rasa sakit dan gangguan emosional. Verralls (1997). Hasil analisis bivariabel menunjukkan bahwa bayi yang pertama kali menetek ≥1080 menit mengakibatkan risiko tertundanya keluar kolostrum pertama kali pada ibu sebesar 3,11 kali dibandingkan bayi yang menetek pertama kali <1080 menit dengan (CI 95% 1,24–7,81) dan secara statistik signifikan dengan nilai p= 0,01. hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya penerapan inisiasi dini ditiap persalinan untuk mencegah terjadinya keterlambatan keluarnya kolostrum.

(5)

Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang bermakna yang artinya pada ibu yang stres mempunyai risiko 3,6 kali untuk terjadi keterlambatan keluarnya kolostrum dibandingkan dengan ibu yang tidak stres. Dewey (2001) menyatakan bahwa 24% dari ibu yang mengalami stres saat kehamilan dan persalinan, mengalami keterlambatan keluarnya kolostrum (>72 jam pasca persalinan). Dua mekanisme yang berpotensi ini dapat dihipotesiskan untuk mengetahui keterkaitan antara stres dan laktogenesis. Pertama, maternal stress tampaknya mengganggu pengeluaran oksitosin yaitu hormon yang bertanggung jawab terhadap refleks pengeluaran susu. Jika refleks pengeluaran susu sering terganggu, maka pengeluaran susu yang tidak lengkap dan secara bertahap akan menimbulkan down regulation dari sintesis susu. Kedua, bayi baru lahir yang mengalami stres selama kehamilan dan persalinan bisa menjadi sangat lemah atau sangat mengantuk untuk menghisap secara efektis pada susu. Bahkan jika kapasitas laktasional dari ibu cukup, maka akan menimbulkan gangguan laktogenesis apabila pengeluaran tidak adekuat (Guyton, 1996). Kadar hormon estrogen dan progesteron menurun segera setelah plasenta lahir. 2 hormon yang bertanggung jawab dalam proses laktasi adalah hormon prolaktin dan oksitosin. Bila ibu dalam kondisi stress, kebingungan, pikiran kacau takut maupun cemas akan mempengaruhi pelepasan oksitosin dari neurohipofise sehingga terjadi bloking pada reflek let down. Kondisi emosional distress yang dialami seorang ibu akan mepengaruhi pelepasan hormon adrenalin (epineprin) yang menyebabkan vasokostriksi pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin tidak dapat mencapai mioepitelium (Ueda, 1994).

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat diambil kesimpulan bahwa: Emosional distres yang dialami oleh ibu mengakibatkan keterlambatan keluarnya kolostrum pertama kali sebesar 3,7 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami emosional distres. Variabel lain yang berpengaruh terhadap keterlambatan waktu keluarnya kolostrum pertama kali adalah cara persalinan, dimana persalinan dengan tindakan (sectio caesarea, extraksi vaccum) mempunyai kemungkinan risiko 3,8 kali dibandingkan dengan ibu yang melahirkan secara spontan normal. Sedangkan variabel pertama kali bayi menyusu (≥1080 menit) mempunyai risiko 3,11 kali untuk terjadinya keterlambatan keluarnya kolostrum dibandingkan pertama kali bayi menyusu (<1080 menit).

Diperlukan adanya layanan skrening adanya masalah emosional distress dan konseling terhadap masalah-maslah psikososial yang dihadapi ibu saat kehamilan, persalinan maupun nifas, yang diberikan oleh tenaga kesehatan ataupun tenaga dari psikologi (yang kompeten) dan telah mendapatkan pelatihan penanganan kasus gangguan emosional pada ibu. Melaksanakan deteksi dini risiko tinggi terhadap ibu hamil dan melakukan rujukan dini terencana agar ibu melahirkan dengan kondisi yang baik, menghindarkan dari tindakan persalinan yang abnormal. Memfasilitasi inisiasi dini diseluruh fasilitas yang mengadakan pertolongan persalinan, dan dukungan untuk melaksanakan inisiasi dini dan rawat gabung dari petugas kesehatan, keluarga terhadap ibu yang baru melahirkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nonacs R, Cohen LS. Assessment and

treatment of depression during pregnancy: an update.

2. L. E. Ross, E. M. Sellers, S. E. Gilbert Evans, M. K. Romach . Mood changes

during pregnancy and the postpartum period: development of a biopsychosocial model.

3. Marcus SM, Flynn HA, Blow FC,

Barry KL. Depressive symptoms

among pregnant women screened in obstetrics settings.

4. Neumann ID, Kromer SA, Bosch OJ

(6)

pregnancy on neuroendocrine and behavioural parameters in lactation depend on the genetically determined stress vulnerability.

5. Grajeda R, Perez-Escamilla R. Stress during labor and delivery is associated with delayed onset of lactation among urban Guatemalan women.

6. Barnes J, Stein A, Smith T, Pollock JI. Extreme attitudes to body shape, social and psychological factors and a reluctance to breast feed. ALSPAC Study Team. Avon Longitudinal Study of Pregnancy and Childhood.

7. Kessler LA, Gielen AC, Diener-West M, Paige DM. The effect of a woman's significant other on her breastfeeding decision.

8. Berle JO, Spigset O. Psychiatric disorders during pregnancy and lactation.

9. Hakimi. M. dkk. 2001 ”Membisu Demi Harmoni” Yogyakarta

10. Sadoek, b.j dan kaplan, h. 1980. sinopsis psikiater. Binarupa akasara. Jakarta.

11. Nugraheni, N. dkk. 2005 Kekerasan Terhadap Perempuan prespektif dan Penanganan. Yogyakarta

12. ---2001. Bunga rampai bahan pelatihan pengarus utamaan gender bidang kesehatan reproduksi dan kependudukan. Jakarta.

13. Fauzi, A. Dkk. 2006. Gender dan kekerasan terhadap perempuan. Jakarta.

14. ---2006. Aplikasi kesehatan masyarakat pada masalah kekerasan dalam rumah tangga. Jakarta.

15. Adiningsih, N.U. 2006. Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Jakarta.

16. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta

17. Ueda T. et al., Influence of psychological stress on suckling-induced pulsatile oxytocin release. The American College of Obstetricans and Gynecologists.

(7)

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik  Subjek Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Ada 6 variabel yang berpengaruh terhadap kelambatan pemberian ASI pertama kali oleh seorang ibu pada bayi yaitu komplikasi kehamilan, status pekerjaan ibu, berat badan bayi

Kesimpulan penelitian adalah: (1) terdapat hubungan anemia terhadap persalinan preterm, (2) tidak terdapat hubungan usia ibu terhadap persalinan preterm, (3) terdapat hubungan

14 pelayanan kesehatan dasar disarankan untuk merujuk ibu – ibu yang mengalami komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas lebih awal, karena 88,5% kasus kematian

14 pelayanan kesehatan dasar disarankan untuk merujuk ibu – ibu yang mengalami komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas lebih awal, karena 88,5% kasus kematian

Sehingga terjadi pengeluaran ASI pertama pada ibu pasca bersalin dalam kurun waktu &lt;72 jam dan ada 3 orang ibu yang mengalami persalinan normal yang

Nilai OR sebesar 5,800 menunjukkan ibu hamil dengan ANC frekuensi kurang dari 4 kali akan beresiko mengalami kejadian komplikasi persalinan sebesar 5,8 kali lebih

berdasarkan faktor Ketuban Pecah Dini (KPD) sebagian besar bayi mengalami asfiksia sedang dilahirkan oleh ibu yang mengalami KPD dalam proses persalinan dengan

Ketiga, persalinan kurang bulan mempengaruhi kejadian asfiksia neonatorum di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sebesar 10.45 kali, hipertoni/ hipotoni 4.6 kali, trauma lahir