sapi)
(Medjanto 1987, halaman 84).
Karena kesal dengan ejekan ini, pada saat Trunajaya kemudian ditangkap atas bantuan Pangeran Puger dan VOC. Amangkurat II dan keluarga Mataram beramairamai mencincang Trunajaya, kepalanya dipenggal dan dikubur di bawah anak tangga menuju makam raja² Mataram di Imogiri.
“Siapapun yang akan berziarah ke Makam Imogiri akan menginjak kepala Trunajaya”, demikian sumpah raja Mataram yang marah besar atas penghinaan Trunajaya yang masih merupakan trah keturunan Majapahit.
Ditulis oleh Sigit Wibowo, seorang wartawan Independensi.com dan peminat sejarah. ©Romi Alyani
Romi Alyani Mataram Islam Bawahan Turki
Gubernur DIY sekaligus Sultan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwana X mengatakan bahwa Keraton Mataram Yogyakarta mengakui kekuasaan Khilafah Turki Utsmani.
“Sultan Turki Utsmani meresmikan Kesultanan Demak pada tahun 1479 sebagai perwakilan resmi Khalifah Utsmani di tanah Jawa, ditandai penyerahan bendera hitam dari kiswah Ka’bah
bertuliskan Laa Ilaaha Illa Allah dan bendera hijau bertuliskan Muhammad Rasul Allah. Hingga kini kedua bendera itu masih tersimpan baik di keraton Yogyakarta. “Ini berarti
Kesultanan Ngayogyakarta adalah kekhilafahan yang masih eksis di bumi pertiwi,” kata Sri Sultan dalam Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke 6 di Yogyakarta pada bulan Februari 2015.
Dengan demikian sejak era Kesultanan Demak, Sultan HB X mengakui bahwa Jawa hanya
menjadi bawahan Khilafah Turki Ottoman dan bukan menjadi wilayah yang sepenuhnya merdeka seperti pada masa Kerajaan Majapahit.
Pengakuan pada kekuasaan Turki Ottoman sudah terjadi sebelum kedatangan bangsa² Eropa seperti Portugis, Spanyol dan Belanda datang ke Nusantara.
Setelah perjanjian dan persekutuan antara Sultan Murad IV dan Panembahan Agung
Hanyakrakusuma dilakukan maka penguasa Mataram tersebut berangkat ke Mekah untuk dibai’at oleh Syarif Makka Zaid ibn Muhsin Al Hasyimi. Sultan Agung kemudian dipercaya sebagai Utusan Makkah di Tanah Jawi yang akan membantu membela Islam dan menjadi wilayah anggota bawahan Sultan Murad IV dari Turki Ottoman.
Setelah resmi menjadi sultan dan berada di bawah Turki Utsmaniyah maka secara simbolik tutup kepala Kulup Kanigoro Sultan Agung diganti dengan menggunakan Tarbusy seperti yang dikenal sampai sekarang. Selain itu juga di berikan tongkat pataka, air zam² yang diletakkan dalam guci, juga kiswah ka'bah dan satir dari makam Nabi Muhammad yang dijadikan satu menjadi bendera bertuliskan asyhadu allaailahaillallaah, dan yang satu lagi bertuliskan wa asyhadu anna
Muhammadan abduhu warasuuluh, dan juga surat Al Kautsar.
Bendera ini di beri nama Kyai Tunggul Wulung yang sekarang masih ada di keraton Yogyakarta. Sejarawan Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa Silang Budaya Jilid 3, menyebutkan gelar khalifatullah (dari kata khalifah artinya wakil) menegaskan perubahan konsep lama raja Jawa, dari perwujudan dewa menjadi wakil Allah di dunia.
Sultan Hamengkubuwono X mengeluarkan Sabda Raja pada 30 April 2015 yang menghilangkan gelar khalifatullah. Gelar khalifatullah ini sesungguhnya tidak lagi relevan karena Khilafah Turki Utsmani sudah dibubarkan oleh Mustapha Kemal “Attaturk” Pasha pada 3 Maret 1924.
4
Kelola
· Balas · 17 jam
Romi Alyani Pembubaran negara induk yakni Khilafah Turki Utsmani inilah yang tidak diikuti negara bawahan atau vassalnya yakni Kesultanan Mataram Islam Yogyakarta, setelahnya. Kesultanan Mataram Yogyakarta dengan demikian masih mengakui kekuasaan Turki Ottoman meskipun kekhalifahan itu telah bubar. Jika menggunakan logika sederhana pembubaran negara induk seharusnya diikuti pembubaran negara bawahan atau negara vassal.
4
Kelola
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan · Balas · 17 jam
Romi Alyani Dengan demikian sebelum hadirnya negara penjajah dari Eropa yakni Belanda, Jawa sebenarnya bukan lagi sebuah wilayah merdeka seperti masa Kerajaan Majapahit. Setelah Majapahit runtuh oleh serangan Demak maka Jawa menjadi bagian Khilafah Turki
Ottoman. Kesultanan Mataram Yogyakarta bukan simbol kemandirian dan kebanggaan orang Jawa tetapi simbol kemerosotan peradaban orang-orang Jawa. Kesultanan Mataram Yogyakarta bukan pewaris sah Kerajaan Majapahit tetapi hanyalah perpanjangan tangan kekuasaan Khilafah Turki Ottoman.
5
Kelola