• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAP.COM - EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI UBI JALAR DENGAN VARIASI KONSENTRASI SOLVEN ... 171 555 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TAP.COM - EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI UBI JALAR DENGAN VARIASI KONSENTRASI SOLVEN ... 171 555 1 PB"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014 Page | 25

EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI UBI JALAR DENGAN

VARIASI KONSENTRASI SOLVEN, DAN LAMA WAKTU

EKSTRAKSI

Mulkan Hambali*, Febrilia mayasari, Fitriadi Noermansyah

*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Indralaya Ogan Ilir 30662

Abstrak

Berkembangnya industri pengolahan pangan menyebabkan pemakaian pewarna juga semakin meningkat, terutama jenis pewarna sintetik. Semakin menigkatnya penggunaan pewarna makanan yang dilarang terutama pada penjualan dipasar, membuat konsumen merasa khawatir terhadap aspek keamanan pangan. Oleh sebab itu perlu adanya alternative penggunaan pewarna alami salah satunya adalah ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) yang banyak mengandung pigmen antosianin. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi solven terhadap rendemen hasil proses ekstraksi. Serta mengetahui pengaruh lama waktu ekstraksi terhadap rendemen yang dihasilkan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Semakin tinggi konsentrasi solven maka semakin tinggi persen rendemen. Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Kondisi terbaik kosentrasi solven adalah 85% dan lama waktu ekstraksi adalah 2 jam, karena didapatkan hasil rendemen yang optimum.

Kata kunci: Ubi Jalar ungu, Ekstraksi, Pewarna alami, dan Antosianin.

Abstract

Development of food processing industry led to the use of dyes are also increasing, especially the kind of synthetic dyes. The increased use of the banned food colouring is mainly on the sale on the market, making the consumers feel worry over aspects of food safety. Therefore, the need for alternative uses of natural coloring one is purple sweet potato (Ipomoea batatas l.) that contain anthocyanin pigments. This research aims to know the influence of the concentration of the solven yield results in the extraction process. As well as know how long time the extraction of yield were produced.The results showed that the higher the concentration of the solven then the higher the percent yield. The longer the time of extraction then the higher yield were produced. The best condition concentrations solven is 85% and the extraction time is 2 hours, because it brings the optimum yield results.

Keywords: purple sweet potato, Extraction, natural dyes, and Anthocyanins

1. PENDAHULUAN

Zat pewarna merupakan salah satu zat aditif makanan. Bahan pewarna makanan terbagi dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna buatan. Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang menggunakan bahan-bahan kimia sedangkan pewarna alami dapat beasal dari alam baik hewah atau tumbuhan seperti daun pandan/suji,kunyit dan

lain-lain.

(2)

Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014 Page | 26 sebelum dapat digunakan. Hal ini sebagai aturan

dari mentri kesehatan RI untuk menjaga keamanan pemakaian, sebab pewarna sintetik dapat menyebabkan beberapa penyakit bila di konsumsi melebihi nilai ambang batas. Melihat keadaan ini banyak peneliti yang mulai memperkenalkan dan menggiatkan penggunaan bahan pewarna dari alam, salah satunya adalah pigmen antosianin yang terdapat pada tanaman umbi-umbian seperti ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.).

Ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin dalam jumlah cukup besar. Warna ini didapat dari daging maupun kulitnya. Selain mengandung antosianin, ubi jalar ungu juga merupakan sumber antioksidan dan beberapa zat lain yang berguna untuk kesehatan. Melihat prospek manfaat yang besar dan mudah didapat, ubi jalar dapat dioptimalkan penggunaanya sebagai salah satu sumber pewarna alami untuk makanan dan minuman. Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui pentingnya penelitian untuk mengetahui kadar pigmen antosianin yang terkandung dalam ubi jalar ungu menggunakan metode ekstraksi guna memanfaatkan ubi jalar ungu untuk pembuatan zat pewarna alami yang dapat meningkatkan nilai ekonomis sehingga digunakan di sektor industri.

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.)

Gambar 1. Ubi jalar

Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran. Terdapat pula ubi jalar yang dijadikan tanaman hias karena keindahan daunnya.

Ubi jalar telah menemani kehidupan manusia sebagai bahan pangan sudah sangat lama. Sejak 750 tahun sebelum masehi. Dalam perjalanannya menjelajah untuk menemukan

“dunia baru”, Columbus membawa ubi jalar dari

pulau Saint Thomas. Umbi yang disebut patata dalam bahasa Spanyol kemudian sering disebut patae (Perancis) dan orang Inggris menamakan potato.

Ketika itu, sebutan potato memang untuk ubi jalar bukannya kentang. Dari catatan sejarah pertanian, tanaman kentang baru menyebar keluar dari amerika selatan ke belahan bumi bagian utara mulai pada abad 17. Kemudian untuk membedakan, ubi jalar disebut sweet potato dan kentang potato.

Klasifikasi Tanaman Ubi jalar (Ipomoea batatas L.)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan

berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Asteridae Ordo : Solanales

Famili : Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan) Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas Poir Nama Inggris : Sweet potato Nama Indonesia : Ubi jalar

Nama Lokal : ketela rambat (Jawa), huwi boled (Sunda)

Sumber : (andiga, 2012)

Antosianin

Keberadaan senyawa antosianin pada ubi jalar yaitu pigmen yang terdapat pada ubi jalar ungu atau merah dapat berfungsi sebagai komponen pangan sehat dan paling lengkap. Pigmen antosianin pada ubi jalar lebih tinggi konsentrasinya dan lebih stabil bila dibandingkan dengan antosianin dari kubis dan jagung merah.

(3)

Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014 Page | 27 Antosianin merupakan sub-tipe senyawa

organik dari keluarga flavonoid. Beberapa senyawa antosianin yang paling banyak ditemukan adalah pelargonidin, peonidin, sianidin, malvidin, petunidin, dan delfinidin ( Nur Richana, 2009).

Table 1. Gugus pengganti pada struktur kation flavium pada antosianin utama*

Struktur

Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh pH, oksigen, sulfur dioksida (SO2), protein, dan enzim. Warna yang ditimbulkan oleh antosianin tergantung pada tingkat keasaman lingkungannya. Pigmen ini dapat dijadikan sebagai indikator pH. Pada pH 1 warna yang ditunjukkan adalah merah, pH 4 biru kemerahan, pH 6 ungu, pH 8 biru, pH 12 hijau. Untuk mendapatkan warna yang diinginkan, antosianin harus disimpan menggunakan larutan buffer dengan pH yang sesuai. Saat terlarut di dalam suatu larutan campuran, antosianin akan teroksidasi perlahan-lahan. Antosianin akan hilang warnanya apabila bereaksi dengan sulfur dioksida. Reaksi perubahan warna tersebut bersifat reversible sehingga hanya dengan memanaskan SO2 maka akan seperti semula. Antosianin yang bereaksi dengan protein akan membentuk uap dan endapan. Penggunaan beberapa enzim dalam pengolahan makanan yang mengandung antosianin dapat mengakibatkan kandungan antosianin di dalamnya hilang atau berkurang. Hal ini sebagian disebabkan oleh enzim glukoamilase yang ada (Nur Richana, 2009)

Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan Pengmbangan Tanaman Pangan Balitbang Pertanian menunjukkan antosianin bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena dapat berfungsi sebagai antioksidan, antihipertensi, dan pencegahan gangguan fungsi hati, jantung koroner, kanker, dan penyakit-penyakit degenerative, seperti arteosklerosis. Antosianin juga mampu menghalangi laju perusakan sel radikal bebas akibat nikotin, polusi udara, dan bahan kimia lainnya. Antosianin berperan dalam mencegah terjadinya penuaan, kemerosotan daya ingat dan kepikunan, polyp, asam urat

penderita asam lambung. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik). Total kandungan antosianin bervariasi pada setiap tanaman dan berkisar antara 20 mg/100 g sampai 600 mg/ 100g berat basah. Total kandungan antosianin ubi jalar ungu adalah 519 mg/ 100g berat basah (Nur Richana, 2009).

Stabilitas Antosianin

Antosianin secara umum mempunyai stabilitas yang rendah. Pada pemanasan yang tinggi, kestabilan dan ketahanan zat warna antosianin akan berubah dan mengakibatkan kerusakan. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga mempengaruhi stabilitasnya, dimana dalam suasana asam akan berwarna merah dan suasana basa berwarna biru. Antosianin lebih stabil dalam suasana asam dibandingkan dalam suasana alkalis ataupun netral. Zat warna ini tidak stabil dengan adanya oksigen dan asam askorbat. Asam askorbat kadang melindungi antosianin tetapi ketika antosianin menyerap oksigen, asam askorbat akan menghalangi terjadinya oksidasi. Pada kasus lain, jika enzim menyerang asam askorbat yang akan menghasilkan hidrogen peroksida yang mengoksidasi, sehingga antosianin mengalami perubahan warna(Francis, 1982).

(4)

Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014 Page | 28 mengubah warna antosianin. Dalam pengolahan

sayur-sayuran adanya antosianin dan keasaman larutan banyak menentukan warna produk tersebut. Misalnya pada pemasakan bit atau kubis merah. Bila air pemasaknya mempunyai pH 8 atau lebih (dengan penambahan soda) maka warna menjadi kelabu violet tetapi bila ditambahkan cuka warna akan mejadi merah terang kembali. Tetapi jarang makanan mempunyai pH yang sangat tinggi. Dengan ion logam, antosianin membentuk senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet. Karena itu pada pengalengan bahan yang mengandung antosianin, kalengnya perlu mendapat lapisan khusus (lacquer) (Francis, 1982).

Kegunaan

Sekitar 70-100 % umbi jenis ini telah dimanfaatkan untuk dikonsumsi di sebagian besar daerah tropik. Sekitar 10-30 % dikonsumsi sebagai sumber pangan, hanya 5-10 % untuk keperluan industri. Di Asia sekitar 30-35 % digunakan untuk industri alkohol maupun tepung. Di daerah tropik Asia termasuk Indonesia, jenis ini dimanfaatkan sebagai makanan tambahan, untuk macam-macam kue, es krim, selai , syirup dan minuman anggur . namun di Papua Nugini dan beberapa kepulauan Oseania jenis ini dimanfaatkan sebagai bahan pangan pokok. Daun mudanya sering kali dimakan untuk sayur.

Ubi jalar ungu mengendalikan produksi hormon melatonin yang dihasilkan kelenjar pineal di dalam otak. Melatonin merupakan antioksidan yang menjaga kesehatan sel dan sistem saraf otak, sekaligus memperbaiki jika ada kerusakan. Asupan vitamin A yang kurang akan menghambat produksi melatonin dan menurunkan fungsi saraf otak sehingga muncul gangguan tidur dan daya ingat berkurang. Keterbatasan produksi melatonin berakibat menurunkan produksi hormon endokrin, sehingga sistem kekebalan tubuh merosot. Ubi jalar ungu yang berlimpah vitamin A dan E dapat mengoptimumkan produksi hormon melatonin. Dengan rajin makan ubi jalar ungu, ketajaman daya ingat dan kesegaran kulit serta organ tetap terjaga. Sebuah keunikan, kombinasi vitamin A (betakaroten) dan vitamin E dalam ubi jalar ungu dapat bekerja sama menghalau stroke dan serangan jantung. Kesimpulan dari sebuah penelitian menyebutkan kalium yang terkandung dalam ubi jalar ungu memangkas 40% risiko penderita hipertensi terserang stroke fatal, tekanan darah tinggi pun menurun 25%.

Pewarna Alami

Table 2. Beberapa tumbuhan yang dapat dijadikan pewarna alami

(Morinda litrifelia)

Coklat Akar

Jambu biji (Psisium

buguava) Sumber : (Sutara, 2009)

Menurut (Syah, 2005) Zat warna alami yang sering digunakan sebagai zat warna makanan adalah:

1. Antosianin: Pewarna ini memberikan pengaruh warna ungu, merah, biru atau coklat. Warna ini secara alami terdapat pada buah anggur, strawberry, apel, dan bunga. Betasianin dan betaxantin termasuk pewarna nabati yang diperoleh dari marga tanaman centrospermae, diantaranya bit dan bogenvil yang memberi tampilan warna kuning dan merah.

2. Karotenoid: Dapat member warna kuning, merah dan oranye.

3. Klorofil: Zat warna hijau yang terdapat dalam bentuk daun, permukaan batang tanaman dan kulit buah-buahan.

4. Kurkumin : merupakan zat warna alami yang diperoleh dari tanaman kunyit.

Pewarna Buatan

1) Allurared, memiliki nama lain 2-napthalenesulfonic Acid, atau garam dinatrium atau Food Red 17, atau C.I. 16035, atau FD&C Red 40. Diperoleh dari turunan coal tar. Kode warna E 129. Berbentuk serbuk merah tua.

2) Azorubine, memiliki nama lain Carmoisine, atau Food Red 3, atau Azorubin S, atau Brillantcarmoisin O, atau Acid Red 14, atau C.I 14720. Kode pewarna E 122. Berbentuk serbuk merah maroon.

(5)

Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014 Page | 29 pewarna atau pengawet lain akan

menigkatkan tingkat aktivitasnya. Tidak dianjurkan dikonsumsi bagi anak-anak. 4) Brilliant Blue FCF, memiliki nama lain

FD&C Blue No.1, Food Blue 2, Acid Blue 9, D&C Blue No.4 , Alzen Food Blue No.1, Alphazurine, Atracid Blue FG, Eriglaucine, Eriosky Blue, patent Blue AR, Xylene Blue VSG, dan C.I 42090. Kode pewarna E 133. Brilliant blue FCF merupakan turunan dari coal tar.

5) Tartrazin (C16 H9 N4 Na3 O9 S2), atau FD&C yellow 5. Kode pewarna E 102. Merupakan pewarna kuning lemon. Tartrazin adalah turunan dari coal tar, yang merupakan campuran dari senyawa fenol, hidrokarbon polisiklik, dan heterosiklik. Karena kelarutannya dalam air, tartrazin umum digunakan sebagai bahan pewarna minuman. Untuk menghasilkan warna lain, tartrazin dapat dicampurkan dengan Brilliant blue FCF atau Green S untuk menghasilkan sejumlah variasi warna hijau.

6) Sunset Yellow FCF (C16 H10 Na2 O7 S2 N2), dikenal juga dengan nama orange yellow S, atau FD&C yellow 6. Merupakan turunan dari coal tar. Kode pewarna E110.

7) Fast Green FCF (C37 H37 N2 O10 S3) dikenal

Dari sekian banyak pewarna sintetis, terdapat beberapa pewarna yang dikatagorikan berbahaya bagi kesehatan, seperti yang banyak dijumpai dalam beberapa kasus adalah Rhodamine B (C28 H31 N2 O3 Cl) dan Methanyl Yellow.

Ciri makanan yang menggunakan Rhodamine B, bisanya memiliki warna yang terang lagi cerah, namun rasanya agak pahit.

Tabel 3. Zat pewarna yang dilarang digunakan dalam makanan

Sumber : Peraturan Mentri Kesehatan RI tgl. 1 Mei 1985 No. 239/Menkes/Per/V/1985

Metode Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian, hingga memenuhi baku yang ditetapkan Depkes (RI, 1995)

Ekstraksi bertujuan untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentras cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut Depkes (RI, 1995)

(6)

Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014 Page | 30 dengan menggunakan metanol yang diasamkan

dengan HCl. Tetapi karena sifat toksik dari metanol biasanya dalam sistem pangan digunakan air atau etanol yang diasamkan dengan HCl. Suhu dan pH berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi antosianin dan koefisien difusinya, semakin rendah pH maka koefisien distribusi semakin tinggi, demikian juga semakin tinggi temperaturnya. Tetapi antosianin merupakan senyawa fenolik yang labil dan mudah rusak akibat pemanasan, sehingga berakibat pada penurunan biaoktivitasannya. Pengaruh suhu menjadi tidak signifikan dengan penambahan HCl pada pelarut yang digunakan untuk ekstraksi, karena pengaruh HCl lebih besar daripada pengaruh suhu. Penggunaan HCl 1% dalam ekstraksi antosianin akan menyebabkan hidrasi sebagian hingga total antosianin yang terasetilasi sehingga akan mempengaruhi absorbsinya dalam tubuh (Perry, 1999) .

Metode ekstraksi terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Metode Soklet

b. Metode ekstraksi menggunakan fluida superkritis (CO2).

Soklet Ekstraktor

Dalam melakukan proses pemisahan, pada penelitian ini digunakan serangkaian alat ekstraktor, yang terdiri dari soklet ekstraktor, labu ekstraksi, dan condenser. Dalam proses ekstraksi, pelarut pertama-tama dituang dari bagian atas soklet kemudian mengalir kebawah melewati bungkusan sampel menuju labu ekstraksi. Pada saat ekstraksi berlangsung pelarut akan menguap, uap tersebut mengalir keatas dari saluran yang lebih kecil setelah mencapai tabung condenser terkondensasi kembali. Uap yang telah terkondensasi kemudian menetes pada bungkusan sampel dan mulai mengekstrak. Kemudian hasil ekstrak tersebut dilanjutkan dengan proses evaporasi untuk dipisahkan pelarutnya. Pelarut di-recover melalui kondesnser dan hasil ekstrak yang didapat kemudian didinginkan (Treyball, 1980).

Variable-variabel yang mempengaruhi dalam suatu proses ekstraksi adalah

a. Jumlah solvent, b. Suhu ekstraksi, c. Jenis solvent, d. Ukuran partikel solid, e. Waktu ekstraksi, f. Jumlah tahap (stage), g. Viskositas pelarut, h. Laju alir pelarut.

Solven ( Pelarut )

Dalam proses ekstraksi, pemilihan pelarut memegang peranan penting untuk menentukan berhasil atau tidaknya proses ekstraksi tersebut. Pemilihan pelarut umumnya dipengaruhi oleh faktor – faktor :

1) Selektivitas

Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan. Pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misal lemak dan resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Oleh karena itu larutan ekstrak harus dibersihkan, misalnya dengan diekstraksi lagi menggunakan pelarut.

2) Kelarutan

Kedua Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar sehingga pelarut yang diperlukan tidak harus dalam jumlah yang besar. Komponen yang dapat diekstrak adalah komponen yang mempunyai tingkat kepolaran yang hampir sama dengan pelarut.

3) Reaktivitas

Pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen bahan ekstrak. Namun, dalam hal–hal tertentu diperlukan adanya rekasi kimia, misalnya pembentukan garam untuk mendapatkan selektivitas yang tinggi.

4) Titik Didih

Pemisahan hasil ekstrak dan pelarut biasanya dilakukan dengan penguapan atau distilasi. Oleh sebab itu titik didih pelarut dan ekstrak tidak boleh terlalu dekat sehingga mudah untuk dipisahkan.

5) Kriteria lain - Murah

Sehingga akan menghemat biaya operasi agar lebih

efisien.

- Tersedia dipasaran dalam jumlah besar Sehingga tidak terlalu sulit untuk mendapatkannya.

- Tidak korosif

Agar alat yang digunakan dapat terlindung. - Tidak mudah terbakar

- Memiliki viskositas yang rendah - Stabil secara kimia dan teknis

Asam asetat

(7)

Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014 Page | 31 CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi

kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati (Anonim, 2013 b)

Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh berbagai bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur (Anonim, 2013 b)

Karakteristik

 Rumus molekul : CH3COOH

 Massa molar : 60.05 g/mol

 Densitas dan fase : 1.049 g cm−3, cairan 1.266 g cm−3, padatan

 Titik lebur : 16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)[1]

 Titik didih : 118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)[1]

 Keasaman (pKa) : 4.76 pada 25 °C

 Penampilan : Cairan tak berwarna atau kristal

Etanol

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH, Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). (Anonim, 2013 c)

Etanol banyak digunakan sebagai solven berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah solven yang penting untuk sintesis senyawa kimia lainnya (Anonim, 2013 c).

Karakteristik

 Rumus Molekul : C2H5OH

 Berat Molekul : 46,07 gr/mol

 Wujud : cairan tidak berwarna

 Densitas : 0,789 gr/cm3

 Kelarutan dalam air : tercampur penuh (larut dalam air)

 Titik Didih : 78,4 oC

 Titik Leleh : -114,3 oC

 Viskositas : 1200 cP (20 oC)

 Mudah menguap pada suhu kamar

 Mudah terbakar

Destilasi

Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Dalam penyulingan, campuran zat di didihkan sehingga menguap dan uap ini kemudian didinginkan kembali kedalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.

Faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan evaporasi adalah :

1) Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap yang sesungguhnya

2) Suhu udara dan air 3) Kecepatan udara 4) Tekanan atmosfer 5) Kualitas air

Sumber : (Triatmodjo, 2010)

2. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode pengambilan data eksperimental dari variabel-variabel yang telah ditentukan. Adapun variabel-variabel penelitian yang dilakukan adalah:

Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lama waktu ekstraksi ( 1 jam, 1,5 jam, 2 jam) dan konsentrasi solven.

Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Rendemen.

Alat-alat yang Digunakan 1) Blender 2) Oven

3) Seperangkat peralatan ekstraksi sokhlet

4) Seperangkat alat destilasi 5) Batang pengaduk 6) Erlenmeyer 7) Gelas ukur 8) Beker gelas 9) Kertas saring 10) Corong pemisah 11) Stopwatch

12) pH-meter Hanna HI98107 13) Neraca analitik

(8)

Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014 Page | 32 Bahan-bahan yang Digunakan

1) Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) 2) Aquades

3) Asam asetat (CH3COOH) 4) Etanol (C2H5OH)

Prosedur Penelitian Persiapan Sampel

1) Ubi jalar ungu yang telah halus. 2) Kemudian ditimbang sampel

sebanyak 60 gram.

3) Setelah itu masukkan sampel yang telah ditimbang tadi ke dalam kertas saring yang dibentuk seperti silinder dimana besarnya sesuai dengan ukuran sokhlet yang digunakan.

Persiapan Pelarut

Pelarut yang digunakan adalah asam asetat dan etanol dengan konsentrasi 95%, 85%, 75%, 65%.

Proses Ekstraksi

Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan sokhlet. Sampel sebanyak 60 gr dimasukkan ke dalam sokhlet yang telah dirangkai dengan kondensor berisi air dingin. Kemudian solven tersebut dimasukkan kedalam labu didih sebanyak 300 ml. Selanjutnya rangkaian sokhlet tersebut diletakkan diatas pemanas lalu dipanaskan selama 1 jam, 1.5 jam dan 2 jam, sehingga didapat hasil ekstraksi berupa campuran ekstrak antosianin dengan pelarut.

Proses Destilasi

Proses destilasi merupakan lanjutan dari proses ekstraksi dengan tujuan untuk memisahkan ekstrak antosianin dari pelarutnya berdasarkan titik didih yang lebih rendah. Pelarut yang telah menguap kemudian dikondensasikan dengan bantuan air. Proses ini berlangsung dalam keadaan vakum sehingga pelarut berubah wujud menjadi cair.

Prosedur Analisa Perhitungan Rendemen

1) Menimbang berat sampel sebelum ekstraksi

2) Sampel setelah ekstraksi dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 100 oC selama 1 jam.

3) Menimbang berat sampel setelah ekstraksi.

4) Persen rendemen dihitung dengan menggunakan persamaan :

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut data hasil pengamatan dari penelitian ekstraksi zat warna dari ubi jalar yang telah dilakukan, meliputi : data hasil rendemen dengan variasi konsentrasi solven dan lama waktu ekstraksi.

Tabel 4. Data Hasil Ekstraksi Persen Rendemen ubi jalar dengan Variasi Lama Waktu Ekstraksi

pada berbagai konsentrasi Etanol

Pelarut

Lama waktu (Jam)

Massa Antosia nin

% Yield

Ren de men

(gr) % Ren de men

Etanol 1 21.24 35,40 1.79 2.98

65% 1.5 21.18 35,30 1.96 3.27

2 21.11 35,18 2.12 3.53

Etanol 1 20.41 34,02 2.10 3.75

75% 1.5 20.32 33,87 2.27 3.88

2 20.28 33,80 2.34 3.90

Etanol 1 21.98 36,63 2.25 3.50

85% 1.5 21.94 36,56 2.33 3.78

2 21.90 36,50 2.34 3.90

Etanol 1 22.45 37,41 2.45 4.08

95% 1.5 22.41 37,35 2.47 4.12

2 22.35 37,25 2.52 4.20

Keterangan :

 Berat sampel 60 gr

 Temperatur operasi 79 oC

Gambar 2. Pengaruh Lama waktu ekstraksi terhadap persen rendemen pada berbagai konsentrasi Etanol.

0 1 2 3 4 5

0 2 4

Rendem

en

(

%

)

(9)

Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014 Page | 33 Tabel 5. Data Hasil Ekstraksi Persen Rendemen

Antosianin ubi jalar Dengan Variasi Lama Waktu Ekstraksi pada berbagai konsentrasi

Asam Asetat terhadap persen rendemen pada berbagai konsentrasi asam asetat

Dari analisa kedua gambar grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka semakin tinggi rendemen yang diperoleh. Karena waktu kontak antara solven dan ubi jalar yang lebih lama maka atosianin yang terikat semakin tinggi dan sebaliknya semakin cepat waktu kontak maka semakin sedikit antosianin yang diperoleh. Kenaikan waktu proses ekstraksi yang digunakan menyebabkan kenaikkan rendemen antosianin, Sehingga lamanya waktu akan mempermudah penetrasi pelarut kedalam bahan baku. Hal ini dikarenakan antosianin pada bahan baku ubi jalar jumlahnya terbatas dan pelarut yang digunakan memiliki batas kemampuan untuk melarutkan bahan yang ada. Semakin banyak pelarut maka perbedaan konsentrasi antara

bahan dan pelarut semakin besar, karena pelarut akan lebih mudah masuk dalam bahan yang mempunyai konsentrasi yang lebih kecil dan antosianin akan berjalan lebih cepat dibanding jumlah pelarut sedikit. Sehingga semakin banyak komponen yang terekstrak dapat larut bersama dengan pelarutnya.

Tabel 6. Data Hasil Ekstraksi Rendemen ubi jalar Dengan Variasi Konsentrasi Pelarut Etanol

Pelarut Lama

Waktu Konsentrasi Rendemen

Etanol 1 jam

Gambar 4. Pengaruh Variasi Konsentrasi Pelarut Etanol terhadap rendemen

Tabel 7. Data Hasil Ekstraksi Persen Rendemen ubi jalar Dengan Variasi Konsentrasi Pelarut

Asam Asetat

Pelarut Lama

Waktu Konsentrasi Rendemen

Asam

Lama Waktu Ekstraksi (Jam)

(10)

Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014 Page | 34 Asam

Asetat 1,5 jam

65% 5.54

75% 5.57

85% 5.58

95% 5.6

Asam

Asetat 2 jam

65% 5.56

75% 5.56

85% 5.57

95% 5.62

Gambar 5. Pengaruh Variasi Konsentrasi Pelarut Asam Asetat terhadap rendemen

Dari analisa kedua gambar grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi solven maka semakin tinggi rendemen yang diperoleh. Karena konsentrasi solven etanol dan asam asetat yang lebih besar, maka pelarutan senyawa organic dalam hal ini adalah antosianin akan berjalan lebih cepat. Akibatnya akan semakin banyak komponen yang terekstrak dapat terlarut bersama dengan pelarutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Eskin (1990) bahwa semakin banyak jumlah asam asetat dan etanol pengekstrak maka volume filtrat ubi jalar yang dihasilkan juga semakin besar.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1) Semakin tinggi konsentrasi solven maka semakin tinggi persen rendemen hasil ekstraksi.

2) Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. 3) Kondisi terbaik kosentrasi solven adalah

85% dan lama waktu ekstraksi adalah 2 jam, karena didapatkan hasil rendemen yang optimum.

Saran

1) Selain ubi jalar ungu disarankan untuk dilakukan proses lebih lanjut dengan

menggunakan bahan baku lain ,misalnya: kulit buah naga, kunyit, kulit manggis dan lain-lain.

2) Adanya penambahan analisa lebih lanjut seperti analisa lama penyimpanan, analisa indexs bias dan lain-lain

DAFTAR PUSTAKA

(BLP), B. L. P. (2009). Bithilo, Camilan Lezat Bergizi dari Ubi Jalar Ungu. Retrieved

21 maret 2013

http://www.litbang.deptan.go.id/berita/ one/719/

andiga, H. (2012). Ipomoea batatas (Ubi Jalar Ungu). Retrieved 21 maret 2013 http://asalkamutahuaja.blogspot.com/2 012/11/ipomoea-batatas-ubi-jalar-ungu.html

Anonim. (2013 a). Gambar Ubi Jalar. Retrieved

21 maret 2013

http://id.wikipedia.org/wiki/Ubi_jalar Anonim. (2013 b). Asam Asetat. Retrieved 21

maret 2013

http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_aset at

Anonim. (2013 c). Etanol. Retrieved 21 maret 2013

http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol Bradbury, J. H. (1989). Recent Trends In World

Sweet Potato Production and Its Significance for Human Nutrition. In K.T. Mackay, M.K. Palomar and R.T. Sanico (Eds). Sweet Potato Research and Development for Small Farmer.SEAMEO-SEARCA,

Collage.Laguna: Philipina.

Dr. Ir. Nur Richana, M. S. (2009). Ubi Kayu & Ubi Jalar. Bogor: NUANSA CENDEKIA.

Francis, F. J. (1982). Analysis of Anathocyanins. Academi Press, New York.

Hendroatmojo, K. H. (1990). Uji Beberapa Varietas Ubi Jalar. Malang: Balai penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Nursanti, R. (2008). Bahan Kimia Dalam Makanan dan Minuman . Shakti Adiluhung dengan Bee Media Indonesia. Bandung.

Perry, R. H. (1999). Perry's Chemical Engineer's Handbook (7 th ed.). New York: McGraw-Hill Company.

RI, D. K. (1995). Materia Medika Indonesia (Vol. VI). Jakarta: Depkes RI.

Sutara, P. K. (2009). Jenis Tumbuhan Sebagai Pewarna Alami Pada Beberapa 5.5

5.52 5.54 5.56 5.58 5.6 5.62 5.64

0% 50% 100%

Re

n

d

em

en

(11)

Teknik Kimia No. 2, Vol. 20, April 2014 Page | 35 Perusahaan Tenun Di Gianyar. Jurnal

Bumi Lestari, 2(9): 217-223.

Syah, D. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Skripsi. IPB. Bogor.

Treyball, R. (1980). Mass Transfer Operations. New York: McGraw-Hill Book Company.

Triatmodjo, B. (2010). Pengertian dan Faktor Evaporasi. Retrieved 3 april 2013 http://www.galeripustaka.com/2013/03 /pengertian-dan-faktor-evaporasi.html TruongV.D. (1992). Transfer of Sweet Potato

Processing Technologies: Some Experiences and Key Factors. In Scot. et al. (Eds). Product Development for Root and Tuber Crops,pp. 195-205. Tsou S.C.S., K. K. K., and S.J. Wang. (1989).

Biochemical Studies on Sweet Potato for Better Utilization at AVRDC. In K.T. Mackay, M.K. Palomar and R.T. Sanico (Eds). Sweet Potato Research and Development for Small Farmer. SEAMEO-SEARCA,Collage.Laguna, Philipina.

widowati, S., D.S. Damardjati and Suismono. (1991). Research Activities on Post Harvest and Utilization of Sweet Potato. in CRIFC, Indonesia, 1889-1991. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama CRIFC dan SAPPRAD. Bogor.

Widowati, S., H Herawati, BAS Santosa dan H.A. Prasetia. Pengaruh Penggunaan Pati Ubi Jalar (Ipomea batatas L) HMT Terhadap Sifat Fungsional Rasbi (Beras Ubi Jalar).

widowati S., B. A. S. S. d. D. S. D. (1994). Penggunaan Tepung Ubi Jalar Sebagai Salah Satu Bahan Baku dalam Pembuatan Bihun. Dalam: Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung Agro Industri. Edisi khusus Balitan Malang No.3.

Gambar

Gambar  1.  Ubi jalar
Table 2. Beberapa tumbuhan yang dapat
Tabel 3. Zat pewarna yang dilarang digunakan dalam makanan
Tabel 4. Data Hasil Ekstraksi Persen Rendemen ubi jalar dengan Variasi Lama Waktu Ekstraksi pada berbagai konsentrasi Etanol
+3

Referensi

Dokumen terkait