• Tidak ada hasil yang ditemukan

GENTA HREDAYA Volume 5 No 2 Oktober 2021 P ISSN E ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GENTA HREDAYA Volume 5 No 2 Oktober 2021 P ISSN E ISSN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

OKTAVIANA & ABDI 214

EKSISTENSI PEMENTASAN TOPENG SIDAKARYA

DI TENGAH PANDEMI COVID-19 DI KABUPATEN KARANGASEM

Oleh:

Duwi Oktaviana1, I Kadek Abdhi Yasa2 STAHN Mpu Kuturan Singaraja1,2

Email: duwi.osa@gmail.com1, abdhiyasaikd@yahoo.com2

ABSTRACT

The outbreak of the Covid-19 pandemic has had an impact on changes in various aspects of life and the social order of Indonesian society. In Bali the spread of this virus occurred in early March 2020 and so far it has caused quite a number of victims so that the Balinese government implements strict rules and limits various activities that involve many people. This policy has had a very extraordinary impact, namely there has been a massive change in the order of people's lives. One of these changes is felt in the cultural order where various cultural activities are stopped. Art that was originally very existent could not carry out activities as it should. Its existence decreases when traditional and cultural activities are no longer accompanied by art presentations, one of which is the Sidakarya Mask dance. This research is a field research with qualitative research type. The results of this study are: 1) the process of staging the Sidakarya Mask dance including history, performance, fashion, and the Sidakarya Mask dance ceremony; 2) The function of the Sidakarya Mask dance performance includes ritual, social, aesthetic, symbolic, entertainment, and educational functions; 3) The meaning of the Sidakarya Mask dance performance which includes sociological, symbolic, theological, balance, and philosophical meanings. The presence of the Sidakarya Mask in a religious ritual in the Hindu tradition (Bali), is an inseparable part of the sequence of religious ceremonies.

Through the Sidakarya Mask dance, the public is educated to always comply with health protocols in carrying out social activities in the community. The Sidakarya Mask show during the Covid-19 pandemic still exists as part of the offering in delivering yadnya while still adhering to health protocols, maintaining distance, using masks and limiting the number of spectators present during the activity.

Key words: existence, Topeng Sidakarya performance, Covid-19 pandemic

I. PENDAHULUAN

Merebaknya pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) pada tahun 2019 dan mengalami perkembangan di Indonesia pada awal tahun 2020, berdampak terhadap terjadinya perubahan yang sangat besar dalam berbagai aspek kehidupan dan tatanan sosial masyarakat di Indonesia.

Sebagaimana pemberitaan yang terdapat di berbagai media cetak dan elektronik pandemi Covid-19 ini merupakan virus yang sangat mematikan dan sudah memakan korban hingga jutaan manusia di seluruh dunia dan ratusan ribu di berbagai wilayah di Indonesia sehingga pemerintah Indonesia

menetapkan fenomena ini sebagai bencana Nasional. Menghadapi wabah ini pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan dari situasi abnormal hingga new normal dan pembatasan berbagai aktivitas masyarakat dengan aturan social distancing dan physical distancing, dan berbagai aturan lainnya untuk menghindari kerumunan yang ditenggarai sebagai pemicu penyebaran virus tersebut.

Di Bali penyebaran virus ini terjadi di awal bulan Maret tahun 2020 dan hingga saat ini sudah menimbulkan korban yang cukup banyak. Data terakhir menyebutkan bahwa di wilayah Bali jumlah kumulatif

GENTA HREDAYA Volume 5 No 2 Oktober 2021

P ISSN 2598-6848 E ISSN 2722-1415

(2)

OKTAVIANA & ABDI 215 pasien positif Covid-19 yang sudah sembuh

di Provinsi Bali sebanyak 48.826 orang (90,29%) dan yang meninggal dunia sebanyak 1.618 orang (2,99%). Sedangkan jumlah kasus aktif hingga hari ini sebanyak

3.635 orang (6,72%)

(https://www.kompas.com/Covid-19

diunduh 15 Juli 2021). Angka ini menunjukkan bahwa wilayah Bali merupakan salah satu dari 313 wilayah yang tergolong tinggi berkenaan dengan penyebaran virus ini. Kota Denpasar dan beberapa wilayah di Bali masih berstatus Zona Merah, sehingga pemerintah Bali melaksanakan aturan secara ketat dan membatasi hingga meniadakan berbagai aktivitas yang melibatkan banyak orang.

Adanya berbagai kebijakan pemerintah dalam menanggulangi musibah ini menimbulkan dampak yang sangat luar biasa dimana terjadi perubahan secara besar- besaran terhadap berbagai tatanan hidup dan aktivitas masyarakat.

Salah satu perubahan tersebut sangat dirasakan di dalam tatanan kebudayaan dimana berbagai aktivitas budaya sampai dibekukan karena dikhawatirkan akan menjadi pemicu penyebaran dari virus tersebut. Beberapa aktivitas dan event budaya dari yang berskala internasional, nasional dan lokal dibatalkan penyelenggaraannya demi mencegah terjadinya penyebarluasan virus ini dan mencegah timbulnya korban yang semakin banyak. Pembatasan dan peniadaan event dan aktivitas budaya yang dilakukan pada periode bulan Maret hingga Juli sangat berpengaruh terhadap eksistensi seni tradisonal. Berbagai kesenian yang pada awalnya sangat eksis dan memiliki kegiatan yang sangat padat menjadi kehilangan kegiatan dan tidak dapat melaksanakan kegiatan sebagaimana yang telah dilaksanakan pada waktu sebelumnya.

Eksistensinya menjadi menurun ketika di dalam kegiatan adat dan budaya, tidak lagi diserta dengan penyajian kesenian. Demikian juga aktivitas di bidang pariwisata, ketika dunia kepariwisataan di

Bali mulai bangkit lagi dari bom Bali yang terjadi pada tahun 2002 akhirnya terpuruk lagi setelah semua lokasi dan destinasi wisata di Bali ditutup. Kesenian-kesenian yang biasanya mengisi atraksi budaya di beberapa hotel dan tempat wisata tidak lagi mendapatkan pekerjaan.

Akan tetapi merebaknya pandemi Covid-19 telah memaksa masyarakat agar adaptif terhadap berbagai bentuk perubahan sosial yang diakibatkan. Pada masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah mengubah tatanan dunia dalam waktu singkat. Dalam waktu yang begitu cepat pandemi ini telah menyebar dalam skala luas dan menimbulkan banyak korban jiwa.

Tidak pernah ada yang membayangkan bahwa pandemi ini telah membuat manusia harus terkungkung berdiam diri di rumah dan melakukan semua pekerjaannya dari rumah. Secara sosiologis, pandemi Covid- 19 telah menyebabkan perubahan sosial yang tidak direncanakan. Artinya, perubahan sosial yang terjadi secara sporadis membuat orang-orang menghadapi ketidakpastian akibat pandemi ini. Kini masyarakat mengalami disorganisasi sosial di segala aspek kehidupannya. Masyarakat yang belum siap menerima perubahan akibat pandemi Covid-19 tentu telah menggoyahkan nilai dan norma sosial yang telah berkembang selama ini. Tidak bisa dibayangkan bahwa keadaan pada saat ini menjadi tidak tetap, senantiasa berubah dan membingungkan. Berbagai persoalan dapat mendesak terjadinya transformasi sosial di masyarakat (Dyatmikawati and Ni Made Ruastiti, 2020).

Bukan tidak mungkin peradaban dan tatanan kemanusiaan akan mengalami pergeseran ke arah dan bentuk yang jauh berbeda dari kondisi sebelumnya. Segala bentuk aktivitas masyarakat yang biasa dilakukan di masa prapandemi kini harus disesuaikan dengan standar protokol kesehatan. Tentu ini bukan persoalan yang sederhana. Sebab pandemi Covid-19 telah menginfeksi seluruh aspek tatanan kehidupan masyarakat yang selama ini telah

(3)

OKTAVIANA & ABDI 216 diinternalisasi secara terlembaga melalui

rutinitas yang terpola secara berulang.

Masyarakat dihadapkan pada situasi perubahan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Sejumlah tata nilai dan norma lama harus ditata ulang dan direproduksi kembali untuk menghasilkan sistem sosial baru. Perubahan sosial termasuk pola perilaku dan proses interaksi sosial yang menekankan pada perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas secara normal sesuai dengan protokol kesehatan.

Pembatasan dan peniadaan event dan aktivitas budaya yang dilakukan pasca Pandemi Covid-19 ini sangat berpengaruh terhadap eksistensi seni tradisonal. Berbagai kesenian yang pada awalnya sangat eksis dan memiliki kegiatan yang sangat padat menjadi kehilangan kegiatan dan tidak dapat melaksanakan kegiatan sebagaimana yang telah dilaksanakan pada waktu sebelumnya.

Eksistensinya menjadi menurun ketika di dalam kegiatan adat dan budaya, tidak lagi diserta dengan penyajian kesenian, salah satunya Tari Topeng Sidakarya.

Munculnya tata aturan baru yang ditandai adanya himbauan dari pemerintah untuk belajar, bekerja, dan beribadah di rumah telah memaksa masyarakat yang terbiasa dengan pola hidup guyub, senang berkumpul dan bersalaman untuk berubah untuk melakukan pembatasan sosial.

Penerapan normal baru menuntut setiap warga disiplin menjaga kebersihan dan menggunakan masker. Masyarakat pun diedukasi untuk selalu mematuhi protokol kesehatan dalam menjalankan aktivitas sosial di masyarakat termasuk juga eksitensi tari Topeng Sidakarya pada era pandemi Covid-19.

Hadirnya Topeng Sidakarya dalam sebuah hajatan ritual keagamaan pada tradisi Hindu (Bali), merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan runtutan upacara sebagai pelengkap guna mendapatkan keyakinan dalam pendakian pencapaian kearah kesempurnaan suksesnya sebuah yadnya yang dominannya berdasar prawerti marga atau karma sandyasin. Dalam

tingkatan besarnya upacara dengan kelengkapan upakara memakai sesaji berupa pregembal dan bebangkit, atau yang lebih besar (utama), dipuput oleh seorang pendeta (sulinggih), pertunjukan Topeng Sidakarya pasca pandemic Covid-19 ini tetap eksis menjadi bagian persembahan dalam menghaturkan yadnya tersebut dengan tetap mentaati potokol kesehatan, jaga jarak, menggunakan masker dan membatasi jumlah penonton yang hadir pada saat kegiatan berlangsung.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian berjudul Eksistensi pementasan tari Topeng Sidakarya ditengah Pandemi Covid-19 di Kabupaten Karangasem merupakan penelitian lapangan dengan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2010:15) merupakan penelitian yang berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang terjadi secara ilmiah (berbeda dengan eksperimental yang bersifat umum), dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sumber data dilakukan secara purposive, teknik pengumpulan data dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

III. PEMBAHASAN

3.1 Proses Pementasan Tari Topeng Sidakarya Di Tengah Pandemi Covid-19 Di Kabupaten Karangasem

3.1.1 Sejarah Topeng Sidakarya

Munculnya topeng Sidakarya sebagai bagian tidak terpisahkan pada ritual keagamaan, erat kaitannya dengan Babad Bebali Sidakarya. Alur ceritra dalam kisah itu secara langsung bertutur tentang kisah Dalem Sidakarya. Dalam Babad Sidakarya yang disalin dan diterjemahkan oleh I Nyoman Kantun, S.H., M.M. dan Drs. I Ketut Yadnya, yang secara singkat menggambarkan salah satu brahmana

(4)

OKTAVIANA & ABDI 217 berasal dari daerah Keling, bergelar Ida

Brahmana Keling, yang masih memiliki ikatan saudara dengang raja Dalem Waturenggong, beliau Brahmana Keling datang ke Bali menemui raja, karena raja sedang mengadakan yadnya besar di Besakih, tapi sangat disayangkan Dalem Waturenggong tidak mengenali beliau, dan beliau diusir, dikutuklah yadnya Ida Dalem Waturenggong supaya tidak dapat berjalan dengan lancar. Singkat cerita Dalem merasa bersalah dan telah menyadari bahwa Brahmana Keling adalah saudara beliau dan pada akhirnya Brahmana Keling mencabut kutukan dan Brahmana Keling diberikan gelar Dalem Sidakarya.

3.1.2 Pementasan Topeng Sidakarya Babad Sidakarya menguraikan pementasan Topeng Sidakarya sebagai pamuput upacara dengan atribut yang kaya akan simbol. Penari biasa membawa bokoran berisi canang sari, dupa, beras kuning, sekar rura, sebagai simbol kedamaian. Menari dangkrak dingkrik, dilanjutkan dengan nangkep (ngejuk) anak kecil (penonton), diberikan upah uang kepeng artinya sebagai simbolis mengobati orang sakit serta diberikan kesejahteraan, atau dapat juga diartikan sebagai siklus kehidupan yang tiada hentinya, dari kelahiran (punarbhawa) lahir, kecil, muda, tua, mati. dilanjutkan dengan menebar (nyambehin) beras kuning artinya memberikan labaan kepada bhutakala supaya tidak mengganggu dan menebarkan kesejahteraan kepada umat manusia sehingga ketemu rahayuning jagat serta dibarengi dengan penebaran sekar rura artinya sebagai simbol madana-dana kepada semua unsur kekuatan bhuta demi kelancaran upacara yadnya. Dengan demikian maka selesai pementasan Topeng Sidakarya. Di masa pandemic ini, Pementasan Topeng Sidakarya khususnya dalam pelaksaanan ritual suci di Pura Agung Besakih, aci yang bersifat utama masih tetap dilaksanakan. Pelaksanaan tersebut disesuaikan dengan perkembangan situasi serta hasil koordinasi dari pihak-pihak

terkait seperti halnya satgas Covid-19, pihak kabupaten maupun pihak pemerintah Provinsi Bali. Dari hasil koordinasi tersebut akan dapat menentukan bentuk upacara yadnya, dan jumlah penyelenggara kegiatan yang akan terlibat, tentunya untuk mengurangi kerumunan. Menurut I Wayan Agustika selaku koordinator bidang seni atau wewalen Pura Agung Besakih (Wawancara 20 Februari 2021), pementasan Topeng Sidakarya dalam kegiatan aci di masa pandemi ini terlaksana dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, jumlah penari yang dibatasi, dan alat musik atau gambelan yang digunakan adalah gambelan selonding dimana jumlah pemain gambelan tidak terlalu banyak yakni maksimal sebanyak 6 orang. Keberadaan Topeng Sidakarya sebagai sebuah pementasan dalam ritual suci keagamaan Hindu dimasa pandemi Covid- 19 di kabupaten Karangasem tidak hanya terlihat di Pura Agung Besakih saja.

Melainkan beberapa pura lain yang ada di Kabupaten Karangasem juga masih dapat kita simak. Seperti halnya Pura Silayukti yang terletak di desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali.

Pura ini merupakan salah satu pura Dang Kahyangan, dimana pura ini difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada orang suci atau Dang Guru bagi umat Hindu di Bali yaitu Mpu Kuturan dan Mpu Baradah (Suarningsih, 2014: 244). Menurut I Ketut Widana koordinator bidang seni atau wewalen Pura Silayukti (wawancara 19 Mei 2021), upacara piodalan di Pura Silayukti dilaksanakan 6 bulan sekali pada hari Budha (Rabu), Kliwon Pahang. Mengingat bahwa pementasan Topeng Sidakarya berperan penting sebagai penyempurna yadnya sehingga selama masa pandemi Covid-19 ini piodalan tetap terlaksanan sesuai dengan hasil kordinasi pihak terkait, yang tentunya tetap mematuhi protokol kesehatan, dimana jumlah penari dibatasi dan jumlah penabuh yang sedikit. Hal ini terlihat ketika pelaksanaan upacara piodalan di Pura Silayukti pada hari Budha Kliwon Pahang tanggal 19 Mei 2021, yang terlihat pokok

(5)

OKTAVIANA & ABDI 218 penari Topeng Sidakarya berjumlah 2 orang

dan alat musik yang digunakan adalah alat musik atau gambelan Selonding.

3.1.3 Tapel Topeng Sidakarya

Topeng Sidakarya mempunyai bentuk dengan perwatakan serta ciri-ciri yang khas, dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Warna tapel adalah putih pada umumnya. 2) Mata tapel/Topeng adalah sipit setengah lingkaran menyerupai bulan sabit. Ada juga yang mempunyai bola mata tetapi kecil. 3) Wajah dengan bentuk setengah manusia dan setengah raksasa dengan bentuk gigi jongos (menonjol ke depan). 4) Rambut sebahu (gondrong) berwarna putih. Topeng Sidakarya yang merupakan tarian wali, sehingga dalam mempersiapkannya pun harus memperhitungkan hal-hal yang bersifat sakral, seperti halnya dalam pembuatan topeng, melalui tahapan sakralisasi.

3.1.4 Tata Busana Topeng Sidakarya Busana Topeng Sidakarya dari bawah yaitu dari bagian kaki disebut dengan stewel, selanjutnya dibagian dada dipasang satu buah semayut yang berfungsi memegang keris. Setelah semayut dipasang dengan rapi, maka dilanjutkan dengan memakai kamben putih (kain putih), diteruskan dengan mengenakan sabuk (ikat pinggang), saput yang diprade, angkeb saput, baju, angkeb pale dan yang terakhir dipasang badong (penutup leher).

3.1.5 Ucapan/ Antawacana Topeng Sidakarya

Topeng Sidakarya merupakan Topeng yang mempunyai ciri khas baik bentuk maupun ucapannya. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa lisan dan isyarat. Oleh karena ada dua versi bahasa di dalam pementasan Topeng Sidakarya yaitu dengan memakai bahasa isyarat seperti yang ditunjukkan dengan simbol-simbol gerak tertentu dan bahasa didalam hati, dan memakai bahasa lisan dengan ucapan adalah bahasa khusus yaitu Bahasa Jawa Kuno dan Bahasa Sanskerta yang tertuang dalam sastra-sastra yang dipakai dalam pementasan Topeng Sidakarya.

3.1.6 Stuktur Gerak Tari Topeng Sidakarya

Dalam struktur gerak tari Topeng Sidakaraya berkaitan erat dengan tiga poin pakem atau norma dan peraturan dalam sebuah tarian yakni:

1. Wiraga. Kata Wiraga mempunyai dua pengertian yaitu peraturan yang dikaitkan dengan bangun tubuh penari dan kedua berhubungan dengan gerak pertunjukkan.

Pentingnya dua hal tersebut adalah bagi seorang koreografer Tari Bali adalah untuk memilih penari sesuai dengan bentuk tubuh dan peran yang sesuai dengan perannya serta karakteristiknya sehingga lebih pas, sehingga dapat disajikan pertunjukkan yang lebih mempesona.

2. Wirama. Wirama secara harfiah berarti ritme. Oleh karena itu seorang penari harus menguasai tembang, ritme, melodi, wirama dan juga tempo sehingga dapat menghasilkan tarian yang baik dan berkualitas.

3. Wirasa. Wirasa berarti rasa atau perasaan yang berkaitan dengan gerak tubuh, dan perasaan yang berkaitan dengan “rasa dalam” seseorang penari. Hubungan rasa dengan gerak seperti gerak keras, tegang, halus dan lainnya. Rasa di dalam Tari Bali berhubungan dengan kemampuan seorang penari untuk mengungkapkan rasa seperti perasaan sedih, gembira, lucu, takut dan lainnya. Rasa timbul apabila ada perpaduan antara mimik dan patomimik serta penari semestinya mempunyai interaksi satu dengan yang lainnya.

3.1.7 Upakara Penopengan Sidhakarya Sesuai dengan tugas dan fungsinya Topeng Sidhakarya hadir untuk memberikan pengukuhan terhadap kesuksesan sebuah upacara yang bertalian dengan unsur kesucian, sudah barang tentu menuntut adanya proses sakralisasi.

Penyucian dimulai dari pelaku/pragina sendiri dengan upacara pawintenan tertentu.

Dalam upacara pawintenan ada beberapa tingkatan winten yang dilakukan seperti:

winten sari, winten wiguna, winten saraswati dan winten agama atau winten

(6)

OKTAVIANA & ABDI 219 gede dengan mapedambel. Upakara pokok

dalam pementasan Topeng Sidakarya anatra lain banten pangenteb, sekarura, segehan agung, dan sesayut sidhakarya.

3.2 Fungsi Pementasan Tari Topeng Sidakarya Di Tengah Pandemi Covid-19 di Kabupaten Karangasem

3.2.1 Fungsi Ritual

Pementasan tari Topeng Sidakarya yang dilaksanakan dalam rangkaian upacara tersebut berfungsi untuk menyucikan areal pura dalam rangka Bhatara-Bhatari akan tedun (Wawancara dengan pemangku Anom 11 Februari 2021). Masyarakat berkeyakinan bahwa mengadakan pementasan tari Topeng Sidakarya dalam upacara Pujawali (piodalan) di Kabupaten Karangasem dengan berbagai unsur seperti menghaturkan banten atau saji, mecaru, untuk Bhuta Kala, bersembahyang bersama, mekidung dan mementaskan seni pertunjukan sakral akan mendapatkan keselamatan serta karunia-Nya.

Kesemuanya itu merupakan suatu usaha mereka untuk mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widi Wasa dengan segala menifestasi-Nya.

3.2.2 Fungsi Sosial

Kesenian dapat dikatakan bersifat sosial karena berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan segala aktivitas seni tidak dapat dilepaskan dari eksistensi serta aktivitas masyarakat secara keseluruhan.

Kehadirannya di tengah-tengah masyarakat mencakup dua faktor yaitu si pencipta dan si penikmat yang pada dasarnya hakikat seni termasuk tari Topeng Sidakarya bermaksud dikomunikasikan. Jadi pementasan tari Topeng Sidakarya dapat ditonton, didengar atau diresapkan sehingga pesan yang disampaikan bisa diterima oleh yang menikmatinya.

3.2.3 Fungsi Estetika

Fungsi estetika terlihat dari unsur–

unsur seni yang terkandung dalam pementasan tari Topeng Sidakarya. Unsur seni rupa dapat diamati pada busana, topeng, topi dan properti yang digunakan oleh penari

Topeng Sidakarya, unsur seni gerak, unsur seni suara dapat diamati pada iringan musik yang mengiringinya, tembang dan ucapan tari Topeng Sidakarya.

3.2.4 Fungsi Simbolik

Simbol adalah penggambaran suatu objek yang sifat dan wujudnya abstrak menjadi nyata dan berwujud karena fungsinya membantu manusia untuk melakukan aktifitas ritual, meningkatkan sradha dan rasa bhaktinya kepada Tuhan.

Simbol-simbol yang digunakan dalam kehidupan umat Hindu tentu memiliki fungsi yang diyakini mempunyai nilai spiritual. Seperti pementasan Topeng Sidakarya sebagai pamuput upacara dengan atribut yang kaya akan simbul penari biasa membawa bokoran berisi canang sari, dupa, beras kuning, sekar rura, sebagai simbol kedamaian. Menangkap (ngejuk) anak kecil (penonton), diberikan upah uang kepeng artinya sebagai simbolis mengobati orang sakit serta diberikan kesejahteraan, atau dapat juga diartikan sebagai siklus kehidupan yang tiada hentinya, dari kelahiran (punarbhawa) lahir, kecil, muda, tua, mati. Dilanjutkan dengan menebar (nyambehin) beras kuning artinya memberikan labaan bepada bhutakala supaya tidak mengganggu dan menebarkan kesejahteraan kepada umat manusia sehingga ketemu rahayuning jagat serta dibarengi dengan penebaran sekar rura artinya sebagai simbol madana-dana kepada semua unsur kekuatan bhuta demi kelancaran upacara yadnya.

3.2.5 Fungsi Hiburan

Kehidupan manusia selalu memerlukan hiburan. Agar mendapatkan hiburan, ada berbagi cara yang bisa dilakukan, antara lain melalui pementasan kesenian. Tari Topeng Sidakarya adalah salah satu jenis kesenian tradisional Bali yang telah memberikan hiburan kepada masyarakat ditengah pandemi Covid-19 ini.

Jika disimak secara cermat, dari awal sampai akhir pementasan Tari Topeng Sidakarya menghibur penonton baik melalui gerak, maupun dialog-diaolog yang lucu.

(7)

OKTAVIANA & ABDI 220 Hal ini dibuktikan oleh respon penonton

yang tertawa dan merasa gembira.

3.2.6 Fungsi Pendidikan

Pementasan tari Topeng Sidakarya di Kabupaten Karangasem mempunyai fungsi pendidikan yang sangat penting dalam pembentukan sikap mental masyarakat untuk menghadapi berbagai masalah. Di dalam pementasan Topeng Sidakarya bisa dipetik nilai-nilai pendidikan seperti Pendidikan Agama, Pendidikan Budi Pekerti, disiplin, kesopanan, tata krama, etika dan pergaulan. Proses pendidikan seperti ini bisa berlangsung baik dalam persiapan maupun pelaksanaan pertunjukan Topeng Sidakarya pada upacara di Kabupaten Karangasem.

3.3 Makna Pementasan Tari Topeng Sidakarya Di Kabupaten Karangasem

3.3.1 Makna Sosiologis

1. Tahap persiapan pelaksanaan pementasan tari Topeng Sidakarya.

Pada tahap ini para penyungsung pengempon pura Desa, yang terdiri dari bapak dan ibu, para remaja dan anak-anak, secara bersama-sama mencari dan mempersiapkan serta memasang dekorasi, sekaligus mempersiapkan perlengkapan untuk upacara Pujawali (piodalan) di Kabupaten Karangasem. Mereka bersama-sama bergotong-royong mempersiapkan saji atau banten untuk upacara piodalan sekaligus sarana untuk menunjang pementasan tari Topeng Sidakarya. Rasa kebersamaan tumbuh dan berkembang dalam jiwa mereka, dengan tulus ikhlas ngaturang ngayah. Pada saat itu berdasarkan pengamatan peneliti, para pengayah termasuk para remaja mendekorasi dan memasang gambelan gong kebyar ditempat pementasan tari Topeng Sidakarya, saat itu juga diadakan latihan menabuh gambelan untuk mengiring upacara piodalan dan

pementasan tari Topeng. Ada juga pengayah yang mempersiapkan konsumsi untuk makan bersama.

Inilah salah satu ciri khas umat Hindu memperlihatkan solidaritas dalam

rangka mempersiapkan

persembahyangan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa pada saat upacara Pujawali (piodalan) di Kabupaten Karangasem.

2. Tahap pementasan sekaligus upacara Pujawali (piodalan) di Kabupaten Karangasem. Pada tahap ini rasa kebersamaan juga semakin nampak dan rasa syukur, para pengempon pura dan masyarakat Hindu seluruh di

Kabupaten Karangasem

melaksanakan persembahyangan bersama dalam rangka piodalan dan menyaksikan pementasan tari Topeng Sidakarya, yang kehadirannya sebagai penutup upacara piodalan dan bersedekah dengan sarana berupa beras kuning (sekarura), uang kepeng, lambang kedermawanan, baik untuk kesempurnaan kehidupan di alam skala dan niskala.

3.3.2 Makna Simbol

Penampilan Topeng Sidakarya merupakan simbol bermakna ganda seperti:

ia menjadi simbol harapan akan keberhasilan sebuah karya, pis kepeng yang ditabur selain sebagai simbol kedermawanan juga menjadi simbol dana dalam menciptakan kesejahteraan dan kedamaian di dunia yang merupakan prakondisi dalam mencapai kebahagiaan rohani dan mencapai kesejahteraan hidup didunia. Dari seluruh uraian tersebut maka dapat dipahami bahwa Topeng Sidakarya merupakan simbol siklus kehidupan manusia di dunia yang keberadaannya dibatasi ruang dan waktu disimbolkan dengan motif gerak mungkahlawang.

3.3.3 Makna Teologis

Teologi merupakan pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat Tuhan, dasar kepercayaan kepada Tuhan dan Agama,

(8)

OKTAVIANA & ABDI 221 terutama berdasarkan pada kitab suci).

Sedangkan teologis adalah berhubungan dengan teologi, berdasar pada teologi.

Setelah melakukan analisa gerak Topeng Sidakarya yang erat kaitannya dengan makna teologis seperti motif gerak:

mungkah lawang merupakan lambang dari awal kehidupan. Agem merupakan posisi diam di dalam tari Bali dalam pelaksanaannya selalu disesuaikan dengan karakter dari peran-peran Topeng yang dibawakan. Hal ini mengandung makna bahwa di dalam hidup hendaknya kita dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berupa lokasi waktu maupun keadaan (desa kala patra). Piles merupakan gerakan kaki yang biasanya dipakai untuk mengubah sikap dari agem kanan ke agem kiri atau sebaliknya. Gerakan ini memiliki makna suatu perubahan terjadi melalui adanya proses, Dari uraian di atas terlihat adanya seperangkat pesan melalui media gerak yang mengandung muatan nilai-nilai tentang ajaran-ajaran serta pandangan hidup yang harus dijadikan landasan bagi masyarakatnya dalam berlaku dan bertindak. Bahwa nilai diatas bersumber pada yadnya yang merupakan korban suci sebagai persembahan umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta dengan segenap manifestasi-Nya. Dengan berlandaskan falsafah Tri Hita Karana yang direalisasikan melalui azas bhakti, penyajian tari Topeng Sidakarya merupakan suatu bentuk persembahan kepada Sang Pencipta.

Karena pertunjukan itu sendiri menjadi bagian dari seni wali yang berperan dalam menyelesaikan upacara.

3.3.4 Makna Keseimbangan

Keseimbangan merupakan keadaan seimbang, keadaan yang terjadi apabila semua gaya dan kecenderungan yang ada tepat di imbangi atau dinetralkan oleh gaya dan kecenderungan yang sama, tetapi berlawanan. Tari Topeng Sidakarya tampil keluar dari rangki menuju kalangan dengan pose kepala ditutupi dengan kain putih muka Topeng tidak kelihatan, inilah perlambangan tunggal maknanya,

perwujudan Ida Sang Hyang Widhi Wasa bersifat Tunggal, Acintya, ada dimana- mana, mendengar tanpa telinga, melihat tanpa mata, tidak terbakar oleh api, tidak kering karena angin, tidak basah oleh air, kekuasaannya yang Maha Sempurna, Menari dangkrak dingkrik dengan Topeng setengah manusia dan setengah demanik rambut putih sebahu perlambang pendeta sakti, mata sipit bolong bentuk setengah lingkaran perlambang raksasa selalu berdoa lalu menagkap anak kecil (penonton) makna keseimbangan kedua, perlambang Rwa Bhineda (dua tapi tetap satu) artinya perwujudan Topeng Sidakarya.

3.3.5 Makna Filosofi

Topeng Sidakarya dalam kaitannya dengan ritual berposisi pada catuspata, sebuah titik sentral pusat keseimbangan antara alam bhur, bwah dan swah. Secara vertikal memupuk kesadaran akan kekuatan bhutadi dari kekuatan bumi dengan kekuataan akasa sebagai unsur utama panca mahabhuta yang membentuk dunia dengan segala isi. Secara horisontal ke samping sesama manusia sebagai mahluk individu dalam ikatan sosial kekerabatan dalam masyarakat hendaknya hidup serasi selaras berdampingan berdasar cinta kasih demi kesejahteraan bersama, paras parosarpana ya.

3.3.6 Taksu Dalam Pementasan Topeng Sidakarya

Sejalan dengan trilogi Kebeneran (satyam), kesucian (shivam) dan keindahan (sundaram), semua kesenian di Bali memerlukan Taksu. Kegiaatan seni, baik pertunjukan maupun pemeran, yang menyajikan karya seni dengan kekuatan Taksu akan mampu memikat perhatian penonton. Sajian karya seni yang tidak memiliki kekuatan Taksu adalah bagaikan sebuah lilin tanpa cahaya api, atau makanan tanpa rasa. Semuanya akan sangat membosankan untuk dilihat atau ditonton (Dibia, 2012:53). Para seniman pertunjukan di Bali pada umumnya percaya akan kekuatan transformatif Taksu dalam penampilan mereka di atas panggung.

(9)

OKTAVIANA & ABDI 222 Dengan ini dimaksudkan bahwa kualitas

terbaik dari suatu karya seni hanya dapat dicapai dengan berkah dari Hyang Maha Kuasa dengan kekuatan suci-Nya. Pada saat pementasan tari Topeng Sidakarya ketika upacara Pujawali, penari seringkali merasakan turunnya Taksu yang membawa dampak luar biasa terhadap penampilan Topeng Sidakarya pada saat pentas. Selain memberi semangat serta kegairahan bagi dirinya untuk menari dan berakting dipanggung, Taksu juga bisa meningkatkan daya pikat dari penampilannya dalam suatu pertunjukan.

IV. SIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian untuk dapat disimpulkan mengenai pementasan Topeng Sidakarya sebagai berikut:

1. Proses pementasan tari Topeng Sidakarya ditengah pandemi Covid-19 di Kabupaten Karangasem merupakan mitologi yang dipakai umat Hindu pada umumnya, sarat akan nilai-nilai tattwa (filsafat), susila (etika) dan upacara (acara). Sehingga dalam pementasan ini sebenarnya semua warga telah melakukan pemujaaan kepada Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa, baik itu anak-anak, orang dewasa dan orang tua dan juga tukang banten, tukang gambel, tukang igel, pemangku, pendeta dan yang lainnya. Proses pementasan tari Topeng Sidakarya pada upacara pujawali meliputi sejarah Topeng Sidakarya, Tapel Topeng Sidakarya, tata busana, tabuh atau gambelan Topeng Sidakarya, Gending dan ucapan Topeng Sidakarya, struktur gerak tari dan upakara dari Topeng Sidakarya.

Pertunjukan Topeng Sidakarya pada masa pandemi Covid-19 ini tetap eksis menjadi bagian persembahan dalam menghaturkan yadnya dengan tetap mentaati potokol kesehatan, jaga jarak, menggunakan masker dan membatasi

jumlah penonton yang hadir pada saat kegiatan berlangsung karena Topeng Sidakarya dalam sebuah hajatan ritual keagamaan pada tradisi Hindu (Bali), merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan runtutan upacara sebagai pelengkap guna mendapatkan keyakinan dalam pendakian pencapaian kearah kesempurnaan. Suksesnya sebuah yadnya yang dominannya berdasar prawerti marga atau karma sandyasin.

2. Fungsi pementasan tari Topeng Sidakarya ditengah pandemi Covid-19 di Kabupaten Karangasem, secara khusus adalah fungsi ritual, fungsi sosial, fungsi estetika, fungsi pelestarian, fungsi symbol, fungsi menghibur masyarakat dan fungsi pendidikan. Untuk melengkapi dan menyukseskan pelaksanaan piodalan yang berlangsung di Desa Pakraman tersebut, yang secara niskala dengan doa dan mantra, secara sekala melalui simbul menyebar beras kuning dan sekar dengan memutar purwa daksina menambah kesempurnaan dari upacara piodalan sehingga terciptanya moksartam ya ca hiti dharma.

3. Makna pementasan tari Topeng Sidakarya terhadap masyarakat Hindu di Kabupaten Karangasem, terdiri dari makna sosiologis, makna simbol, makna teologi dan filsafat, makna keseimbangan yang merupakan pengejawantahan bentuk dan fungsi dari pementasan tersebut sehingga seni keagamaan melalui penyajian Topeng Sidakarya dapat menjadikan Agama Hindu sebagai bingkai filsafatnya.

Disertai Taksu, sesaji, pengiring musik/gambelan, mudra/gerakan tari yang dilakukan oleh penari memiliki makna keseimbangan, teologi dan pelestarian dan nantinya akan terwujud hubungan harmonis antara manusia dengan sang pencipta, manusia dengan umatnya, serta manusia dengan alam

(10)

OKTAVIANA & ABDI 223 lingkungan sehingga tercipta

keharmonisan.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang, Ni Made Rai Kasumari. 2006

"Tari Wali Siat Sampian di Pura Samuantiga" Dalam Mudra Volume 18 No.1 Januari 2006 Jurnal Seni dan Budaya STSI. Denpasar.

Bandem dan Fredrik. 2004. Kaja dan kelod:

Tarian Bali dalam Transisi.

Yogjakarta: Badan Penerbit Institut Seni Indonesia Yogjakarta.

Bandem dan Rembang. 1976.

Perkembangan Topeng bali Sebagai Seni Pertunjukan. Denpasar: Proyek

Penggalian, Pembinaan,

Pengembangan seni

Klasik/Tradisional dan Kesenian Baru-Pemerintah Tingkat I Bali:

Percetakan Bali Ofset

Bandem, I Made.1999. Perkembangan Tarian Topeng dalam Kesenian Bali.

Denpasar. Akademi Seni Tari Indonesia.

Baswori dan Suwandi, 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya.Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Catra, I Nyoman. 2007. Imba Petopengan Sidakarya. Pemerintah Provinsi Bali Dinas Kebudyaaan UPTD Taman Budaya Denpasar.

Dibia, I Wayan. 2000 "Tari Wali Sanghyang, Rejang, Baris". Denpasar:

Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.

Dibia, I Wayan. 2012. Taksu dalm seni dan Kehidupan Bali. Bali Mangsi Denpasar

Donder, I Ketut. 2009. Teologi: Memasuki Gerbang Ilmu Pengetahuan Ilmiah Tentang Tuhan Paradigma Sanatana Dharma. Surabaya: Paramita.

Gorda, I Gusti Ngurah. 1996. Etika Hindu dan Perilaku Organisasi. Denpasar Widya Kriya Gematama.

Kantun, I Nyoman. 2003. Babad Sidhakarya Desa Sidhakarya. Denpasar.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong, Lexi J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Narwoko, J. Dwi & Bagong Suyanto. 2007.

Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, edisi kedua. Jakarta:

Kencana.

Nasikum. 1995. Sistem Sosial Indonesia.

Jakarta: PT Rajabrafindo.

Oka. 2011. Pementasan Topeng Sidhakarya dalam Upacara Ngenteg Linggih di Pura Pemaksan Ratu Ayu Mas Maketel Karang Bengkel Kelurahan Cilinaya Kecamatan Cakranegara Kota Mataram Nusa Tenggara Barat (Perspektif Bentuk Fungsi dan Makna). Tesis. Program Pascasarjana IHDN Denpasar

Pals, Daniel L. 2012. Seven Theories Of Religion Tujuh Teori Agama Paling Komprehensif. Jogjakarta: IRCISoD.

Pudja, Gede. 2013. Bhagavadgita (Pancama Veda). Surabaya: Paramita.

Raka. 2010. Pementasan Tari Topeng Sidhakarya dalam Upacara Pujawali di Pura Desa Pakraman Sukasada Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Tesis. Program Pascasarjana IHDN Denpasar

Ritzer, George. 2010. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.

Jakarta: PT Radja Grafindo.

Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi Persefektif, Ragam dan Aplikasi.

Jakarta: Rineka Cipta

Seramasara, I Gusti Ngurah. 2012.

Paradigma Kesenian Bali di Era Globalisasi: Sebuah Dialetika Budaya.

Jurnal Wayang No.1 Desember 2012.

Jurusan Pedalangan Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar.

(11)

OKTAVIANA & ABDI 224 Soekanto, Soerjono. 1977. Sosiologi Suatu

Pengantar. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.

Sudarta, Tjok Rai dan IB Oka Punia Atmaja.

2005. Upadesa Tentang Ajaran- Ajaran Agama Hindu. Surabaya:

Paramita.

Sudarsana, I Nyoman. 2011. Tradisi Nyepi Luh dan Nyepi Muani di Desa Pakraman Ababi, kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem (Persfektif Pendidikan Agama Hindu). Tesis.

Program Pascasarajan IHDN Denpasar.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Suparta. 2011. Babad Sidakarya di Masyarakat Desa Pakraman Sidhakarya Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar (Sebuah Kajian Pendidikan Sosio Religius.

Tesis. Program Pascasarjana IHDN Denpasar.

Titib, I Made. 2009. Teologi dan Simbol- simbol dalam Agama Hindu.

Surabaya: Paramita.

Referensi

Dokumen terkait

Sama halnya dengan karakter panjang tangkai daun, hasil uji-t karakter diameter kanopi antar pasangan dosis iradiasi tanaman purwoceng generasi M2 (Tabel 8) menunjukkan bahwa pada

Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Volume 20 No 1 April 2021 ISSN 1412 6451 E ISSN 2528 0430 Daftar Isi 1 2 3 4 5 6 Peran Dinas Sosial Kota Surabaya dalam Mendukung Program

Solusi yang diharapkan oleh Pabrik Gula Toelangan lebih dilihat dari segi teknik dan sosial di dalam pabrik yaitu dengan melakukkan revitalisasi PG untuk mengatasi

Ketiga, metode pembelajaran dijalankan dengan mengedepankan pendayagunaan potensi sumberdaya manusia, pelayanan pendidikan, keterbukaan akses, kearifan lokal dan

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan

Permasalahan penelitian ini adalah (1) Bagaimana kemampuan mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) tanpa menggunakan

Keberadaan sebuah Pura tidak lepas dari sejarah berdirinnya Pura tersebut, begitu juga Pura Dalem Ularan di Banjar Kuwum Desa Banyuatis Kecamatan Banjar kabupaten

Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa Terdapat pengaruh pemberian minuman jahe terhadap pengurangan emesis gravidarum pada Ibu Hamil Trimester I di