• Tidak ada hasil yang ditemukan

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

         

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work

non-commercially, as long as you credit the origin creator

and license it on your new creations under the identical

terms.

(2)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua acuan penelitian terdahulu sebagai referensi. Penelitian yang pertama berjudul Representasi Anti Penindasan Dalam Lirik Lagu Dan Video Musik Sunset Di Tanah Anarki Karya Superman Is Dead (Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce) yang diteliti oleh Dita Anggreani, mahasiswi Universitas Multimedia Nusantara. Penelitian yang kedua berjudul Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan Shampoo Tresemme Keratin Smooth Di Majalah Femina yang diteliti oleh Ardiayanti Pradhika Putri, mahasiswi Universitas Mulawarman

Penelitian pertama yaitu, Representasi Anti Penindasan Dalam Lirik Lagu Dan Video Musik Sunset Di Tanah Anarki Karya Superman Is Dead (Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce) merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan bertujuan mengetahui representasi anti penindasan dalam lirik lagu an video music Sunset di Tanah Anarki karya Superman Is Dead. Lagu yang dinyanyikan oleh band punk rock asal Bali ini berisikan tentang permasalahan sosial dan perjuangan. Penelitian ini dilakukan oleh Dita menggunakan teori Charles Sanders Pierce, yaitu teori segitiga makna (sign, object, dan interpretant). Teori ini digunakan untuk mencari makna serta melihat representasi anti penindasan dalam lagu dan video musik tersebut.

Penelitian Pertama ini dibutuhkan untuk membantu peneliti, agar dapat membedah penelitian yang berkaitan dengan semiotika dan musik. Musik yang diteliti, berupa lagu, dalam penelitian pertama yaitu, Sunset Di Tanah Anarki.

(3)

Hasil analisis dari penelitian yang dilakukan oleh Dita, ditemukan bahwa adanya tanda – tanda yang merepresentasikan citra perempuan melalui analisis tanda visual dan teks. Hal yang dianalisis dari penelitian tersebut adalah iklan poster yang ada dalam majalah Femina, shampoo Tresemme Keratin Smooth. Terdapat dua iklan poster yang menunjukan bagaimana citra perempuan terbentuk pada poster tersebut.

Dalam poster tersebut terdapat kali. Penelitian ini menggunakan teori dari Roland Barthes, dimana ada dua tingkat penandaan yaitu, konotasi dan denotasi. Teori ini digunakan untuk mencari makna serta melihat representasi citra perempuan dalam poster majalah tersebut. Penelitian kedua ini dipilih untuk membantu peneliti untuk membedah penelitian semiotika yang berkaitan dengan citra, dalam penelitian kedua ini membahas tentang citra perempuan.

Kedua penelitian yang disebutkan diatas dirangkum ke dalam tabel berikut

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Dita Anggreani Ardiayanti Pradhika Putri,

Judul Penelitian Representasi Anti Penindasan Dalam Lirik Lagu Dan Video Musik Sunset Di Tanah Anarki Karya

Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan Shampoo Tresemme Keratin

(4)

Superman Is Dead (Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce)

Smooth Di Majalah Femina

Pendekatan Penelitian

Kualitatif Kualitatif

Hasil Penelitian Dita menemukan

makna yang

terkandung dalam lirik lagu dan video music Sunset di Tanah

Anarki karya

Superman Is Dead dan representasi anti penindasan dalam lirik lagu dan video musik Sunset di Tanah Anarki.

Hasil penelitian Ardiayanti

menunjukan bahwa ditemukan

representasi citra permpuan yang terdapat pada iklan shampoo Tresemme Keratin Smooth di majalah Femina tersebut termasuk dalam kategori citra pigura.

Perbedaan dengan penelitian ini

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dita yaitu, objek penelitian.

Penelitian Dita menggunakan lagu dan music video Sunset di

Tanah Anarki

sedangkan peneliti menggunakan objek

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan

Ardiayanti yaitu, objek penelitian yang berupa iklan majalah shamppo Tresemme Keratin Smooth di majalah Femina. Sedangkan peneliti

(5)

lagu dan music video C.O.D.O.T.

menggunakan video music C.O.D.O.T sebagai objek penelitiannya.

Kedua penelitian diatas menunjukan bahwa, penelitian pertama yang diteliti oleh Dita menggunakan teknik analisis semiotika milik Charles Sanders Pierce sedangkan penelitian yang dilakukan Ardiayanti menggunkan teknik analisis semiotika milik Roland Barthes.

Peneliti bermaksud menggunakan kedua penelitian diatas untuk membantu dalam pembuatan penelitian ini. Kedua penelitian diatas dianggap sebagai acuan jika masih ada kekurangan dalam penelitian ini, guna menghasilkan penelitian yang bermanfaat dalam penggunan analisis semiotika Roland Barthes.

2.2 Representasi

Marcel Danesi (Wahjuwibowo 2013, p.148) mendefinisikan, representasi merupakan suatu proses merekam ide, pengetahuan, atau dalam beberapa cara fisik. Hal ini dapat didefinisikan sebagai kegunaan tanda, yaitu menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti. imajinasikan dalam beberapa bentuk fisik.

Gill Branston dan Roy Stafford (Branston dan Stafford, 1996 p.78), representasi diartikan sebagai segenap tanda di mana media menghadirkan kembal (re-present) sebuah peristiwa atau realitas. Namun demikian realitas yang tampak dalam citraan atau suara tersebut tidaklah semata-mata menghadirkan realitas sebagaimana adanya. Di dalamnya akan ditemukan sebuah konstruksi (a construction), atau tak pernah ada

‘jendela’ realitas yang benar-benar transparan.

(6)

Branston dan Stafford berpendapat, walaupun dalam praktek representasi diandaikan senantiasa terjadi konstruksi, namun konsepsi representasi tidak lalu bisa diterjemahkan setara dengan konstruksi, representasi bahkan bergerak lebih jauh karena mendekati pertanyaan bagaimana sebuah kelompok atau berbagai kemungkinan hal-hal yang ada di luar media telah direpresentasikan oleh produk suatu media.

Sedangkan menurut David Croteau dan William Hoynes (Wahjuwibowo 2013, p.19), representasi adalah hasil dari suatu proses penyeleksian yang membawahi hal-hal tertentu dan hal lain yang diabaikan. Hal ini dapat diartikan bahwa representasi ada pada setiap waktu terdapat negosiasi makna pada kemampuan intelektual dan kebutuhan pengguna tanda. Oleh karena itu, representasi pada setiap individu yang melakukan penelitian bisa berada dalam memaknai sebuah tanda.

Stuart Hall (2003, p.18) memaparkan adanya dua proses representasati. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentaang

“sesuatu” yang ada dalam kepala kita masing-masing (peta konseptual).

Dalam proses ini, representasi mental, masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Proses kedua adalah “bahasa”, dimana hal ini berperan penting dalam mengkonstruksi sebuah makna. Sehingga konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan ke dalam “bahasa” yang lazim agar dapat menghubungkan konsep dan ide-ide mengenai sesuatu melalui tanda dari simbol-simbol tertentu. Proses pertama memungkinkan kita memaknai dunia dengan mengkonstruksi sejumlah rantai korespondensi antara suatu hal dengan sistem “peta konseptual” kita. Dalam proses kedua ini, kita mengkonstruksi sejumlah rantai korespondensi antara :peta konseptual” dengan bahasa atau simbol yang berfungsi mempresentasikan konsep-konsep kita mengenai suatu hal. Proses yang menghubungkan ketiga elemen diatas, “sesuatu”, “peta konsep”, dan “bahasa”, inilah yang dinamakan representasi.

(7)

2.3 Semiotika

Definisi semiotika termudah yang dapat dijelaskan (Chandler 2007, p.2) ,secara umum, adalah pembelajaran akan suatu tanda. Adapun penjelasan singkat lainya yang dikemukakan oleh Umberto Eco, semiotika merupakan segala sesuatu yang dapat dilihat sebagai tanda.

Dalam semiotika, tanda bisa berupa kata, suara, gerak tubuh, dan objek.

Secara etimologis, semiotika (Wahjuwibowo 2018, p.7) berasal dari kata Yunani yaitu, Semeion yang artinya tanda. Tanda tersebut sendiri dapat diartikan sebagai sesuatu atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dan dianggap mewakili sesuatu yang lain. Pada awalnya, tanda dimaknai sebagai suatu hal yang lain. Contoh, sirine mobil yang meraung – raung keras menandakan adanya kebakaran di sudut kota.

Menurut Peter L.Berger dan Thomas Luckman (Wahjuwibowo 2018, p.8), pada dasarnya analisis semiotika merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika seseorang membaca teks, narasi, atau wacana tertentu . Analisis yang dilakukan bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersirat dalam sebuah teks.

Menurut Umberto Eco (Wahjuwibowo 2018, p.9), kajian semiotika dibedakan menjadi dua jenis yaitu;

1. Semiotika Komunikasi: menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satunya mengasumsikan enam faktor dalam komunikasi yaitu, pengirim, penerima kode atau sistem tanda, pesan, saluran komunikasi dan acuan yang dibicarakan.

2. Semiotika Signifikasi: tidak mempermasalahkan adanya tujuan berkomunikasi. Pada jenis yang kedua ini, yang lebih

(8)

diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisi pada penerima tanda lebih diperlihatkan ketimbang prosesnya.

Kajian semiotika (Hoed 2008, p.46) mengenai hubungan sebuah tanda dengan tanda lainnya dapat diperlihatkan dalam hubungan sintagmatik dan paradigmatik. Hubungan sintagmik bersifat horizontal dan membantu untuk menerka apa yang ada di depan setelah tanda tertentu, dan berkaitan dengan logika sebab-akibat. Sedangkan hubungan paradigmatic adalah hubungan yang mengatur substitusi. Suatu hubungan yang bersifat vertikal dan terdiri atas berbagai subsistem.

Model hubungan ini akan di imajinasi paradigmatic yang dapat dibaca dalam sistem yang utuh.

2.3.1 Semiotika Roland Barthes

Barthes (Wahjuwibowo 2018, p.21) mengungkapkan konsep konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Barthes menggunakan versi yang lebih baik saat membahas model tanda – tanda glossematic (glossematic sign). Tidak menghiraukan dimensi dari bentuk dan substansi, Barthes mendefinisikan sebuah tanda sign sebagai sebuah sistem yang terdiri dari ekspresi (E) atau signifier (R) dalam hubunganya dengan content (C) : ERC.

Dari sebuah sistem tanda primer, atau yang biasa disebut primary sign system, dapat menjadi sebuah elemen dari suatu sistem tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang berbeda ketimbang semula.

Barthes (wahjuwibowo 2018) menyampaikan:

such sign system can become an element of a more comprehensive sign system. If the extension is one of content, the primary sign (E1R1C1) becomes the expression of a secondary sign system:

E2 = (E1R1C1)R2C2.”9

(9)

Primary sign denotative sedangkan secondary sign adalah salah satu connotative semiotics. Konsep connotative inilah yang menjadi kunci penting dari model semiotika Roland Barthes. Fiske menyebut model ini sebagai signifikasi dua tahap (Two order of signification.

Dengan model ini Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content) di dalam sebuah tanda terhadap realitas external. Hal inilah yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna yang paling nyata dari tanda (sign).

Konotasi (Wahjuwibowo 2018, p.22) adalah sebutan yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya.

Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap suatu objek, sedangkan makna konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya. Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga keberadaanya tidak disadari. Pembaca dengan mudahnya membaca makna konotatif sebagai fakta denotative. Maka dari itu, tujuan analisis semiotika adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi terjadinya salah baca atau salah mengartikan makna dalam suatu tanda.

Pada signifikasi tahap kedua, yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (Myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mendominasi suatu hal. Mitos primitive, contohnya hidup dan mati, manusia dan dewa.

Mitos masa kini, contohnya feminimitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan.

Terdapat lima kode yang ditinjau oleh Barthes (Sobur 2013, p.65), yaitu;

(10)

1. Kode Hermeneutik : bisa juga disebut kode teka-teki, berkisar pada harapan pembaca untuk mendapat “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode ini merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional. Di dalam narasi terdapat kesinambungan antara permunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaiannya di dalam cerita.

2. Kode Semik : bisa juga disebut kode konotatif, menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Pembaca melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokan dengan konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokan dengan konotasi kata atau frase yang mirip.

Jika kita melihat suatau kumpulan satuan konotasi, kita menemukan suatu tema di dalam cerita. Jika sejumlah konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh dengan atribut tertentu. Barthes menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling kuat ddan paling akhir.

3. Kode Simbolik : merupakan aspek pengkodean fiksi yang sangat khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasari pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan- baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses. Misalnya, seorang anak belajar bahwa ibunya dan ayahnya berbeda satu sama lain dan bahwa perbedaan ini juga membuat anak itu sama dengan satu di antara keduanya dan berbeda dari yang lain-atau pun pada taraf pemisahan dunia secara kultural dan primitif menjadi kekuatan dan nilai-nilai yang berlawanan yang secara mitologis dapat dikodekan.

Dalam suatu teks verbal, perlawanan yang bersifat simbolik

(11)

seperti ini dapat dikodekan lewat istilah-istilah retoris seperti antithesis, yang merupakan hal yang istimewa dalam sistem symbol Barthes.

4. Kode Proaretik : bisa juga disebut kode tindakan, dianggap sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang, artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif. Jika Aristoters dan Todorov hanya mencari adegan utama tau alur utama, secara teoritis Barthes melihat semua lakuan dapat dikodifikasi, dari terbukanya pintu sampai petualangan yang romantis. Pada praktiknya, Barthes menerapkan beberapa prinsip seleksi. Kita mengenal kode lakuan atau peristiwa karena kita dapat memahaminya. Pada kebanyakan fiksi, kita selalu mengaharap lakuan di-“isi” sampai lakuan utama menjadi perlengkapan utama suatu teks (seperti pemilahan ala Todorov)

5. Kode Gnormik : bisa juga disebut kode kultural yang banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menuru Barthes, relaisme tradisional didefinisi oleh acuan ke apa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau subbudaya adalah hal-hal kecil yang telah dikodifikasi yang di atasnya para penulis bertumpu.

Menurut Lechte (Sobur 2013, p.66-67) tujuan anilisis Barthes ini bukan hanya untuk membangun suatu sistem klarifikasi unsur-unsur narasi yang sangat formal, namun lebih banyak untuk menunjukan bahwa tindakan yang paling masuk akal, rincian yang paling meyakinkan, atau teka-teki paling menarik, merupakan produk buatan, dan bukan tiruan dari yang nyata.

(12)

2.4 Citra Politikus

Citra merupakan komposisi atau interpretasi sensual akan seseorang atau sesuatu hal yang dibangun berdasarkan bukti, nyata atau imajinasi, dan dikondisikan dari kesan, kepercayaan, ide, dan emosi (Davis 2007, p.34).

Menurut Hacker (Mulyana 2013, p.496), political image merupakan gambaran mental yang ada dalam benak masyarakat yang dikonstruksi oleh para politikus atau calon politikus.

Menurut Mulyana (2013, p377) citra politik terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima baik langsung melalui media politik, termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual. Para politikus memainkan peran ganda dimana merka membangun citra positif bagi partainya, di sisi lain dilakukan untuk menghancurkan citra lawan politik mereka. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa kehancuran citra politik lawan berarti suatu keuntungan bagi politikus maupun partai politik untuk mebangun citra politiknya dan mendapat dukungan dari rakyat.

2.5 Politik dan Musik

Merriam (1964, p23) mengatakan bahwa musik adalah suatu lambing atau symbol dari al – hal yang berkaitan dengan ide – ide, maupun perilaku masyarakat.. Para pembuat karya music menciptakan lagu sebagai sarana untuk menyampaikan suatu ide dan kritik terhadap isu sosial yang sedang atau pernah terjadi.

Musik pop dapat bersifat dan berisikan konten politik, hal ini disampaikan oleh beberapa tokoh penting dalam buku Cultural Theory and Popular Culture (Storey 2009). Pada intinya musik dan politik saling berhubungan dan memiliki dampak yang besar. Para politisi sering

(13)

melakukan penyensoran terhadap lagu-lagu yang dinilai bisa memprovokasi masyarakat terhadap jalannya pemerintah.

Salah satu negara yang melakukan penyensoran musik adalah Afrika Selatan, setiap lembar lirik lagu harus dikirimkan untuk dicermati secara resmi sebelum lagu tersebut boleh direkam (Storey 2007, p.139).

Mengatakan musik pop bersifat politik berarti membawanya memainkan keragaman makna. Seperti yang dikatakan oleh John Street bahwa politik music merupakan kombinasi dari kebijakan Negara, praktik bisnis, pilihan artistic, dan respons khalayak (Storey 2007, p.142). Maka dari itu, musik pop bisa bersifat politis secara simultan dengan banyak cara yang berbeda.

Beberapa musisi Indonesia telah membuat beberapa karya lagu yang membahas tentang politisi serta pemerintahan. Musik digunakan sebagai sarana untuk mengkritik dan menyampaikan isu sosial yang terjadi. Salah satu karya lagu yang menyampaikan isu-isu politisi yang terjadi adalah C.O.D.O.T.

2.7 Semiotika Musik

Menurut James Lull (Sobur 2013, p.147) musik merupakan suatu domain budaya pop di mana kita dapat dengan mudah menemukan banyak contoh konkret tentang bagaimana kekuasaan budaya dijalankan.

Dalam mengkaji musik diperlukannya tanda – tanda perantara untuk melakukan analisis. Salah contoh dari tanda-tanda perantara adalah partitur orkestra. Hal ini sangat memudahkan dalam menganalisis karya musik. Hal inilah yang menyebabkan mengapa penelitian musik semula terutama terarah pada sintaksis. Walaupun demikian, semiotika tidak dapat hidup hanya dengan mengandalkan. Sintaksis: tidak ada semiotika tanpa semantik. Semantik musik harus senantiasa membuktikan hak kehadirannya. Semantik musik harus mencari denotatum musik yang mungkin ada. Denotatum musik merupakan isi

(14)

tanggapan dan perasaan yang sangat kompleks dan sulit dilukiskan (Sobur 2013, p.144).

Aart van Zoest (Sobur 2013, p.144-145) mengungkapkan ada tiga kemungkinan untuk menemukan denotatum musik. Kemungkinan pertama adalah menganggap unsur-unsur struktur musik sebagai ikonis bagi gejala-gejala neurofisiologis pendengar. Dengan demikian, ritme biologis. Kemungkinan kedua, yaitu untuk menganggap gejala-gejala struktural dalam musik sebagai ikonis bagi gejala-gejala structural dunia penghayatan yang diketahui. Kemungkinan ketiga, adalah untuk mencari denotatum music ke rah isi tanggapan dan perasaan yang dimunculkan music lewat indeksikal. Sifat indeksikal tanda musik ini adalah kemungkinan paling penting dari tiga kemungkinan yang ada.

Musik video memiliki tema ketika ditampilkan kepada penontonnya, sejumlah tema penting bermunculan setelah beberapa tahun pertama music video mulai meluas. Tema-tema tersebut antara lain (Lull 1989, p.96):

1. Visual gaya dan karakteristik video music.

2. Video musik bisa menjadi sebuah penundaan imajinasi.

3. Kekerasan, seksual, dan citra seksi yang menjadi kontennya.

4. Peranan bentuk budaya baru sebagai iklan

Tema – tema tersebut dirancang untuk memperluas isu-isu utama yang dianggap penting untuk dianalisis dalam bentuk hiburan.

2.8 Black Campaign

Larson (2009, p.280) berpendapat bahwa kampanye dibagi menjadi beberapa jenis antara lain: product oriented campaign, candidate oriented campaign, ideological or cause-oriented campaign.

Jika kita lihat baik-baik hasil dari sebuah kampanye baik itu kampanye

(15)

positif, negatif, ataupun black campaign ini merupakan hasil dari interaksi setiap individu dalam proses politik yang sedang berjalan. Pada dasarnya, interaksi tersebut merupakan suatu proses pengembangan budaya politik. Proses ini disebut sebagai sosialisasi politik, yaitu suatu proses dimana masyarakat mengalami, menyerap, dan menghayati nilai- nilai yang ada disekitarnya. Melalui proses itulah, budaya politik tumbuh dan berkembang dalam masyarakat (Rosadi 2007).

Riswandi (2009) mengatakan, black campaign merupakan model kampanye dengan menggunakan rayuan yang merusak, sindiran, atau rumor yang tersebar dan menyasar pada masyarakat agar kandidat atau calon politikus mendapat persepsi yang dianggap tidak etis terutama dalam hal kebijakan publik.

Selain itu Cangara (2006) berpendapat bahwa black campaign dimaknai sebagai usaha mengisi jabatan tertentu, terutama untuk jabatan public dengan cara-cara yang tidak sehat. Cara ini biasanya terlihat cenderung menyudutkan para calon yang disusung untuk menduduki suatu jabatan. Black campaign umumnya dapat dilakukan oleh kandidat atau calon politiku serta pihak lain secara efisien karena kekurangan sumber daya yang kuat untuk menyerang salah satu kandidat atau calon lain dengan bermain pada emosi para masyarakat yang memilih kandidat tersebut agar meninggalkan kandidat tersebut. Hal ini terlihat pada Prabowo-Sandi menyatakan kemenangan saat hasil quick count pilpres 2019 yang dimenangkan oleh Jokowi-Ma’ruf.

2.9 Budaya Politik Indonesia

Menurut Sidney Verba (Winarno 2007, p.15) budaya politik tidak merujuk pada interaksi struktur politik baik formal maupun informal seperti pemerintahan, partai-partai politik, kelompok-kelompok kepentingan atau klik-klik politik. Budaya politik juga bukan merujuk

(16)

pada pola interaksi di antara aktor-aktor politik, siapa berbicara kepada siapa, siapa mempengaruhi siapa, dan siapa memilih siapa.

David Easton (Winarno 2007, p.15) mengatakan bahwa budaya politik merujuk pada tindakan atau tingkah laku yang membentuk tujuan- tujuan umum maupun khusus mereka dan prosedur-prosedur yang mereka anggap harus diterapkan untuk meraih tujuan-tujuan tersebut.

Artinya, budaya politik merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan politik baik secara kognitif, evaluatif, atau ekspresif.

Hitchner dan Levine (Winarno 2007,p.16) berpendapat bahwa budaya politik mengahasilkan orientasi khusus ke arah hubungan politik, suatu kombinasi informasi, perasaan, dan pendapat yang cukup bervariasi dari satu negara ke negara lain guna menghasilkan suatu gaya politik yang berbeda.

Budaya politik Indonesia menggambarkan masyarakat Indonesia yang kompetitif, masyarakat Indonesia sangat plural sehingga dalam mengemas isu politik haris melihat targetnya , masyarakat Indonesia secara nominal, mereka terdiri dari berbagai ras. Secara upgrade, mereka terdiri dari berbagai tingkat intelektual/pendidikan, isu partai, kesejahteraan isu ekonomi, dan isu pendidikan (Qadarudin 2016, p.62).

(17)

2.8 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

pengujian hipotesis daya tahan jantung paru (X 1 ) dan daya tahan otot tungkai (X 2 ) terhadap kemampuan tendangan sabit (Y) pada Atlet Putra Pencak Silat UKM Unsyiah

karakteristik manusia dan dalam bidang pendidikan merupakan hasil belajar. Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar dan memiliki peran penting. Keberhasilan

Kertas ini mengkaji corak kemeruapan harga saham sektor ekonomi di Bursa Malaysia, di samping mengenal pasti sektor yang meruap secara berkelangsungan bagi tempoh masa sebelum,

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa spesies burung rangkong (Bucerotidae) yang terdapat di pegunungan Gugop Kemukiman Pulo Breuh Selatan Kecamatan Pulo Aceh

1) Dalam Pelaksanaannya Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau sudah menjalankan kewenangannya, sebagaimana kewenanganya yang diatur dalam pasal 8 Undang-Undang

Bu nedenle kredi aynı tarihte (14/12/2014) kapatıldığında ilgili ayda tahakkuk eden peşin komisyon tutarı olan 1.268,81 TL ve geri kalan sekiz aya ilişkin itfa edilmemiş

dengan menawarkan sejumlah kemudahan. Ditambah dengan pembeli digital Indonesia diperkirakan mencapai 31,6 juta pembeli pada tahun 2018, angka ini meningkat dari

Dari Gambar 1 tampak baik simulasi pada data suhu udara maupun data kecepatan angin memiliki rataan yang lebih mendekati data setelah menggunakan algoritma Filter