• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proyek pemberian bantuan luar negeri merupakan salah satu cara untuk mengurangi angka kemiskinan yang terjadi di banyak negara berkembang, salah satunya adalah di Papua Nugini (PNG). Papua Nugini merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam namun kebanyakan masyarakatnya hidup dalam kemiskinan dan mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Wilayah PNG cukup ekstrim, terdiri dari lebih 600 pulau serta rawan terjadi letusan gunung berapi dan gempa bumi. Negara ini mempunyai lebih kurang 6,7 juta penduduk pada tahun 2010 yang terbagi menjadi lebih dari 850 klan (wantoks) yang memiliki identitas dan tradisi budaya yang kuat.1 Dari 6,7 juta penduduk tersebut, sebesar 38,2%

berusia di bawah 15 tahun.2 Rasa nasionalisme masyarakat PNG sangat lemah dan proses politik di hampir semua level pemerintahan sangat buruk. Sebesar 87,5 % masyarakat PNG hidup di daerah pedalaman yang sulit untuk diakses, seperti di pegunungan, hutan dan daerah rawa-rawa.3 Di wilayah ini tidak terdapat jalur kereta api dan hanya ada 3% jalan yang diaspal sehingga tidak ada jalur yang menghubungkan antara ibukota Port Moresby dengan ibukota provinsi.4 Kondisi ini membuat masyarakat yang ingin datang ke kota harus menempuhnya dengan berjalan kaki, kapal atau pesawat.

Masyarakat yang hidup di daerah pedesaan mayoritas bergantung pada sektor pertanian, padahal di sisi lain kondisi wilayahnya mempunyai kualitas tanah yang buruk dan adanya lereng yang curam. Selain itu kondisi infrastruktur yang buruk juga mempersulit pemasaran produk pertanian tersebut sehingga hal ini sangat menyulitkan penduduk PNG.

Kondisi yang buruk di pedalaman ini membuat masyarakat melakukan migrasi ke ibukota Port Moresby untuk mendapatkan pekerjaan dan pelayanan publik yang memadai. Para imigran ini tidak mendapat sambutan yang baik di ibukota sehingga membuat mereka menjadi pengemis, gelandangan dan pelaku kriminal. Situasi ini diperparah dengan maraknya HIV/AIDS yang terjadi di kota-kota. Pemerintah Papua Nugini mempunyai sistem

1 WHO, Western Pacific Country Health Information Profiles, WHO Regional Office for The Western Pacific, Manila, 2011, p. 321.

2 WHO, Western Pacific Country Health Information Profiles, p. 321.

3 WHO, Western Pacific Country Health Information Profiles, p. 321.

4 WHO, Western Pacific Country Health Information Profiles, p. 321.

(2)

2 pemerintahan yang lemah dan rawan terjadi korupsi. Hal ini diperburuk dengan kondisi masyarakat sipilnya yang lemah karena masih banyak masyarakat yang buta huruf dan hidup di daerah yang terisolasi.

Papua Nugini mendapatkan label sebagai negara yang mengalami kemiskinan kronis, artinya kemiskinan tersebut bersifat jangka panjang dan disebabkan oleh berbagai faktor yang bersifat multidimensi.5 Kemiskinan kronis mempunyai berbagai dimensi, misalnya dengan indikator materi (tingkat pendapatan yang rendah, tingkat konsumsi dan aset yang dimiliki);

indikator sumber daya manusia (tingkat pendidikan dan kesehatan yang buruk); serta indikator sosial politik (kurangnya akses pada pelayanan publik, ketidakberdayaan masyarakat dan marjinalisasi).6 Hal ini menyebabkan masyarakat PNG yang mengalami kemiskinan kronis selalu hidup di bawah garis kemiskinan dalam waktu yang relatif lama.

Kondisi ini membuat pemerintah PNG mengandalkan sektor pertanian dan sumber daya alam mineral sebagai cara paling efektif untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan per kapitanya. Hasilnya memang GDP nasional yang dihasilkan dari hasil pengolahan sumber daya alam sejak tahun 2003 naik secara signifikan namun keterbelakangan di level nasional dan kemiskinan di level lokal semakin dalam. Hal ini membuat PNG diklasifikasikan sebagai low middle income country di atas kertas, akan tetapi pada faktanya berbagai indikator

sosialnya lebih tepat mengklasifikasikannya sebagai low income country.7

Negara yang merdeka pada tahun 1975 ini mempunyai masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan sebesar 37,5% pada tahun 1996, angka ini kemudian meningkat pada tahun 2009 menjadi 39,9%.8 Alasan terjadinya kemiskinan di PNG sangat kompleks, antara lain berakar dari letak geografis negara, proses sosial dan ekonomi politik. Untuk mengatasi masalah kemiskinan di PNG ini sangat sulit, sehingga pemerintah memerlukan bantuan dari negara donor seperti Australia. Papua Nugini merupakan negara satu-satunya yang pernah menjadi koloni Australia. Australia mulai memberikan bantuan luar negerinya ke PNG sejak negara ini merdeka dan terus meningkatkan jumlah bantuannya dari waktu ke waktu.

Australia menjadi negara donor utama bagi Papua Nugini. Pada saat kemerdekaannya,

5 Tony Addison dan Caroline Harper, The Chronic Poverty Report 2008-2009: Escaping Poverty Traps, Chronic Poverty Research Center University of Copenhagen, Copenhagen, 2008, p. 4.

6 Tony Addison dan Caroline Harper, The Chronic Poverty Report 2008-2009: Escaping Poverty Traps, p.4.

7 Simon Feeny, „The Impact of Foreign Aid on Economic Growth in Papua New Guinea‟, dalam The Journal of Development Studies, Vol. 41. No. 6, Agustus 2005, p. 1093.

8 The World Bank, Data: Papua New Guinea (daring), < http://data.worldbank.org/country/papua-new-guinea>, diakses 4 Januari 2015.

(3)

3 bantuan asing yang mengalir ke PNG menyumbang anggaran pemerintah PNG sebesar 60%.9 Australia secara aktif memberikan bantuan luar negeri terhadap PNG karena negara ini merupakan tetangga terdekat dan terpenting Australia. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam situs resmi Department of Foreign Affairs and Trade Australia:10

“PNG is our nearest neighbour. Improving the lives of poor people and promoting stability are central to Australia‟s interests. Australia is the largest donor to PNG.”

Bantuan yang diberikan oleh Australia ke PNG berjumlah sangat besar. Namun pembangunan di PNG tidak berjalan secara signifikan dan tidak mampu memperbaiki kondisi masyarakatnya yang miskin sehingga hal ini membuat bantuan luar negeri yang diberikan Australia dinilai tidak efektif. Kondisi ini terbukti dengan adanya nilai HDI yang rendah pada tahun 2010 sebesar 0,458 yang berarti membuat PNG masuk dalam kategori low human development dan memposisikan PNG dirangking 137 dari 169 negara.11 HDI (Human Development Index) atau indeks pembangunan manusia merupakan ukuran perbandingan angka harapan hidup, tingkat buta huruf, tingkat pendidikan dan standar hidup semua negara di seluruh dunia. Kemudian sejak tahun 1980 hingga 2012 nilai HDI PNG hanya bertambah dari 0,324 menjadi 0,46612, nilai ini tidak sebanding dengan besarnya jumlah bantuan Australia yang mengalir ke PNG. Bantuan luar negeri Australia yang diberikan kepada Papua Nugini idealnya dapat membantu negara tersebut dalam mengurangi kemiskinan secara signifikan.

Australia memberikan bantuan luar negerinya ke PNG dalam kerangka Enhanced Cooperation Program (ECP) yang secara resmi diluncurkan pada tahun 2004. Akan tetapi banyak pihak yang menilai bahwa ECP berjalan kurang signifikan dan hanya menguntungkan kepentingan Australia semata. Pernyataan ini didasarkan pada fakta indeks pembangunan manusia di PNG yang tidak mengalami perubahan secara berarti. Program bantuan yang diberikan Australia melalui ECP berjalan kurang efektif karena adanya kepentingan nasional Australia dalam pemberian bantuan. Hal ini didukung dengan adanya pernyataan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop yang mengatakan bahwa bantuan luar negeri bukan sebuah bentuk amal, tetapi merupakan bentuk investasi untuk masa depan Australia di

9 Simon Feeny, „The Impact of Foreign Aid on Economic Growth in Papua New Guinea‟, dalam The Journal of Development Studies, p. 1093.

10 Australian Government DFAT, Papua New Guinea (daring), 1 November 2013,

<http://aid.dfat.gov.au/countries/pacific/png/Pages/why-aid.aspx>, diakses 6 Desember 2014.

11 UNDP, Human Development Report 2013 (daring), < http://hdr.undp.org/sites/default/files/Country- Profiles/PNG.pdf>, diakses 17 Desember 2014.

12 UNDP, Human Development Report 2013 (daring), < http://hdr.undp.org/sites/default/files/Country- Profiles/PNG.pdf>, diakses 17 Desember 2014.

(4)

4 kawasan Asia Pasifik.13 Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang implementasi kepentingan Australia dalam kebijakan memberikan bantuan luar negerinya ke Papua Nugini dengan studi kasus Enhanced Cooperation Program (ECP).

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis akan mengajukan sebuah pertanyaan penelitian yaitu, ‘Bagaimana keterkaitan antara kepentingan Australia dan Enhanced Cooperation Program ke Papua Nugini?’ Dalam hal ini penulis ingin melihat lebih jauh bagaimana hubungan antara kepentingan Australia dan kebijakan pemberian bantuan bilateralnya dalam kerangka Enhanced Cooperation Program (ECP).

C. Jangkauan Penelitian

Penelitian ini akan dibatasi pada kepentingan Australia dalam program bantuannya ke PNG dalam kerangka kerjasama ECP yang diinisiasi tahun 2003 dan pelaksanaannya hingga tahun 2008. Bantuan luar negeri yang akan diteliti dalam tulisan ini adalah bantuan bilateral yang disalurkan pemerintah Australia secara langsung ke pemerintah Papua Nugini. ECP adalah paket bantuan bilateral yang disepakati Australia dan Papua Nugini di Adelaide pada Desember 2003. ECP resmi diluncurkan pada tanggal 30 Juni 2004 dengan ditandatanganinya Joint Agreement on Enhanced Cooperation di Port Moresby antara Australia dan PNG. ECP berisi tentang garis besar bantuan kemanusiaan dan pembangunan yang disediakan Australia untuk PNG. Ini berarti dapat dikatakan bahwa ECP merupakan variasi dari bentuk bantuan luar negeri Australia ke PNG. Dengan ditandatanganinya ECP akan membuat Australia mempunyai kekuasaan untuk menempatkan polisi dan personil Australia di PNG. Perjanjian ini akan memungkinkan orang Australia untuk bekerja dalam kemitraan dengan pemerintah PNG dengan tujuan mengatasi tantangan dalam bidang pemerintahan, hukum, ketertiban dan keadilan, manajemen finansial, kemajuan ekonomi dan sosial, serta administrasi publik.14 Dalam ECP polisi Australia dan personil lain akan bekerja disamping staf PNG, orang-orang Australia ini akan menjadi kolega yang sejajar dengan staf pemerintah PNG. Hal inilah yang

13 Australian Government DFAT, Australian Aid: Promoting Prosperity, Reducing Poverty, Enhancing Stability, Department of Foreign Affairs and Trade, 2014, p. 3.

14 Parliament of Australia, „Enhanced Cooperation Agreement with Papua New Guinea‟, Report 65: Treaties Tabled 7 December 2004 and 8 February 2005, 2005, p. 13.

(5)

5 membuat penulis tertarik untuk meneliti bagaimana implementasi kepentingan Australia dalam program bantuan luar negeri Australia ke PNG dalam kerangka ECP.

D. Landasan Konseptual

Dalam menjawab pertanyaan di atas, pertama penulis akan menggunakan konsep pembuatan kebijakan luar negeri Australia. Kebijakan luar negeri Australia ini, menurut Gareth Evans, bersifat campuran antara realis dan idealis.15 Realisme atau realisme politik merupakan konsep dalam politik internasional yang menekankan pada sisi kompetitif dan konfliktual. Realisme menganggap aktor utama dalam politik internasional adalah negara yang fokus untuk menjaga keamanan negaranya, bertindak untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya dan berjuang untuk memperoleh kekuasaan.16 Realisme merupakan teori praktikal yang tergantung pada kondisi sejarah dan politik negara dan relevansinya dalam pembuatan keputusan-keputusan politiknya. Sedang idealisme merupakan konsep yang menggunakan ide demokrasi liberal dalam hubungan internasional. Ide demokrasi liberal ini antara lain kekuasaan pemerintah yang terbatas, persamaan hak, konstitusi, hukum peradilan, hak individu dan pluralisme sebagai hal yang penting bagi negara.17 Idealisme percaya pada kerjasama dan interdependensi antar negara.

Ide-ide realisme dan idealisme ini ada dalam politik luar negeri Australia. Keduanya diperlukan karena dengan adanya cita-cita dan visi dalam idealis akan menuntun arah politik luar negeri Australia. Di sisi lain, politik luar negeri Australia perlu untuk tetap realis agar tujuan dan kepentingan nasionalnya tercapai. Realisme juga diperlukan untuk memperingatkan negara pada konsep idealisme yang terlalu percaya pada kerjasama dan interdependensi antar negara. Menurut Gareth Evans realis dan idealis sangat esensial dalam politik luar negeri Australia. Realis, karena konsep ini kebanyakan benar dan berlaku dalam hubungan internasional. Idealis, karena masyarakat Australia yang hidup dalam ajaran demokrasi percaya bahwa mereka dapat mengubah dunia menjadi lebih baik.

15 Gareth Evans, Australian Foreign Policy: Priorities In A Changing World, 23 April 2004,

<http://www.gevans.org/speeches/old/1989/270489_fm_prioritiesinachanging.pdf>, diakses 27 Februari 2015.

16 Stanford Encyclopedia of Philosophy, Political Realism in International Relations (daring), 2 April 2013,

<http://plato.stanford.edu/entries/realism-intl-relations/>, diakses 3 Maret 2015.

17 Charles Strohmer, Realism and Idealism in International Relations (daring),

<http://www.charlesstrohmer.com/international-relations/international-relations-101/realism-idealism/all/1/>, diakses 3 Maret 2015.

(6)

6 Konsep realisme dan idealisme ini kemudian diterjemahkan dalam dasar-dasar pembuatan kebijakan luar negeri Australia. Menurut Gareth Evans, pembuatan kebijakan luar negeri Australia mempunyai empat lapisan utama yang menjadi dasar politik luar negerinya yaitu, (1) memelihara kemanan kawasan (2) mengejar kepentingan perdagangan, investasi dan kerjasama ekonomi (3) berkontribusi terhadap keamanan global (4) menjadi good international citizen.18 Pertama, memelihara keamanan kawasan merupakan salah satu cara Australia untuk melakukan perlindungan kedaulatannya dari ancaman negara lain dan menjaga kemerdekaan politiknya.19 Hal ini menjadi prioritas utama bagi kebijakan luar negeri Australia. Kepentingan keamanan ini diwujudkan Australia melalui fokusnya untuk menjaga stabilitas kawasan regional Pasifik Selatan dan Asia Tenggara. Kedua, kepentingan ekonomi dan perdagangan yang berhubungan dengan perdagangan internasional yang liberal dan bebas. Ketiga, berkontribusi untuk keamanan global. Misalnya dengan turut berpartisipasinya Australia dalam berbagai kerjasama multilateral untuk melarang penggunaan senjata kimia, mengawasi pelucutan senjata dan pelarangan senjata nuklir. Keempat, kepentingan untuk menjadi warga negara yang baik di tingkat internasional dalam berbagai isu seperti isu lingkungan, program pemberian bantuan luar negeri, menjaga perdamaian, kontrol senjata dan permasalahan kesehatan.20 Good international citizenship (GIC) merupakan wilayah politik luar negeri dimana nilai-nilai komunitas sangat mempengaruhi untuk mendapatkan kepentingan nasional suatu negara. Keempat hal di atas menjadi dasar pembuatan kebijakan luar negeri Australia. Kebijakan luar negeri Australia ini mencakup sejumlah kebijakan yang terpisah namun saling terkait di bidang pertahanan dan keamanan, perdagangan, komitmen internasional dan bantuan luar negeri.21 Oleh karena itu, penulis ingin melihat bagaimana kebijakan bantuan luar negeri Australia dalam kerangka ECP disusun untuk memenuhi kepentingan Australia.

Kedua, penulis juga akan menggunakan teori mengenai politik bantuan luar negeri dari Edward S. Mason. Bantuan luar negeri merupakan salah satu instrumen dari kebijakan luar negeri yang sering digunakan oleh suatu negara. Secara umum bantuan luar negeri dapat didefinisikan sebagai transfer sumber daya dari satu pemerintah ke pemerintah yang lain yang

18 Gareth Evans, Australian Foreign Policy: Priorities In A Changing World, 23 April 2004,

<http://www.gevans.org/speeches/old/1989/270489_fm_prioritiesinachanging.pdf>, diakses 27 Februari 2015.

19 Stewart Firth, Australia in International Politics: An Introduction to Australian Foreign Policy, 2nd edn, Allen & Unwin, New South Wales, 2005, p. 92.

20 Stewart Firth, Australia in International Politics: An Introduction to Australian Foreign Policy , p. 92.

21 Australian Politics, Foreign Policy, <http://australianpolitics.com/topics/foreign-policy>, diakses 25 Februari 2015

(7)

7 dapat berupa barang, jasa maupun dana. Menurut Edward S. Mason bantuan luar negeri yang dilihat sebagai suatu instrumen kebijakan luar negeri biasanya secara tidak langsung merujuk pada program-program bantuan luar negeri yang dibentuk berdasarkan kepentingan- kepentingan dari negara pemberi bantuan. Namun, demikian pada hakikatnya hal ini tidak berarti bahwa kepentingan negara penerima bantuan dikesampingkan. Bantuan luar negeri yang diposisikan sebagai instrumen kebijakan luar negeri dapat digunakan dalam analisis jika diasumsikan terdapat suatu kepentingan antara negara pemberi bantuan dan penerima bantuan.22 Dalam distribusi bantuan luar negeri, terdapat kepentingan politik dan ekonomi.

Dalam bukunya, Mason juga menambahkan bahwa ada keterkaitan antara kepentingan ekonomi politik dari bantuan dengan letak geografis. Dalam kasus ini penulis ingin meneliti mengenai kepentingan Australia memberikan bantuan luar negeri terhadap PNG dalam kerangka ECP, baik dalam wujud program-program bantuan maupun yang lain. Selain itu penulis juga ingin melihat secara lebih jauh tentang kepentingan ekonomi politik dalam hubungannya dengan pemberian bantuan bilateral Australia ke PNG.

Ketiga, untuk mengidentifikasi lebih dalam mengenai implementasi kepentingan ekonomi politik Australia dalam pemberian bantuan luar negeri ke PNG penulis juga akan menggunakan teori dari Carol Lancaster tentang empat tujuan bantuan luar negeri yaitu (1) tujuan diplomatik, (2) tujuan pembangunan, (3) tujuan kemanusiaan, (4) tujuan komersial.23 Pertama, tujuan diplomatik. Bantuan luar negeri digunakan sebagai alat untuk mengelola keamanan internasional, tujuan politik internasional, dan pengelolaan hubungan antar pemerintah. Kedua, tujuan pembangunan. Bantuan luar negeri digunakan untuk pengembangan perekonomian dan sosial serta pengurangan angka kemiskinan di negara resipien. Ketiga, tujuan kemanusiaan. Bantuan luar negeri digunakan untuk memberikan akomodasi saat terjadi bencana alam, wabah, dll. Keempat, tujuan komersial. Bantuan luar negeri digunakan untuk mempeluas ekspor negara donor dan mengamankan akses impor bahan mentah di negara resipien.

22 Edward S. Mason, Foreign Aid and Foreign Policy, Council on Foreign Policy, New York, 1965, p. 3-5.

23 Carol Lancaster, Foreign Aid: Diplomacy, Development, Domestic Politics, The University of Chicago Press, Chicago, 2007, p. 12-18.

(8)

8 E. Argumen Utama

Keterkaitan antara kepentingan nasional Australia terhadap Papua Nugini dan ECP dapat dilihat dari sifat kebijakan luar negeri Australia. ECP merupakan salah satu instrumen kebijakan luar negeri Australia ke PNG yang bersifat campuran antara realis dan idealis.

Realis, karena tetap mengedepankan kepentingan nasional Australia, dan idealis karena bantuan dalam kerangka ECP diharapkan idealnya dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat PNG. Kondisi PNG yang miskin dan rawan terjadinya konflik serta letak geografisnya yang dekat dengan Australia mendorong negara ini untuk memberikan bantuan.

Hal ini didasarkan pada fakta bahwa konflik yang terjadi di negara tetangga, dapat berpengaruh pula ke negaranya. Selain itu kondisi PNG yang kaya akan sumber daya alam mineral sangat penting bagi kebutuhan industri Australia. Sehingga di sini ECP merupakan langkah strategis untuk mendapatkan kepentingan Australia. Selain itu pemberian bantuan dalam kerangka ECP dapat meningkatkan citra Australia sebagai good international citizen.

Hubungan antara kepentingan Australia dan kebijakan pemberian bantuan melalui studi kasus ECP ke PNG dapat pula dilihat melalui mekanisme dan prosedur pemberian bantuan tersebut. ECP merupakan bantuan yang berwujud program sehingga mekanisme dan prosedur bantuan diatur oleh Australia. Dalam mekanisme dan prosedur pemberian ECP terlibat berbagai faktor politik yang akan memudahkan Australia untuk selalu mengedepankan kepentingan nasionalnya. Kepentingan Australia ke PNG dilihat dalam studi kasus ECP dapat dikelompokkan menjadi empat hal utama, (1) tujuan diplomatik, ECP digunakan sebagai alat untuk mengelola keamanan regional Pasifik Selatan, tujuan politik Australia, dan pengelolaan hubungan antara pemerintah Australia dan PNG; (2) tujuan pembangunan, ECP digunakan untuk pengembangan perekonomian dan sosial serta pengurangan angka kemiskinan di PNG; (3) tujuan kemanusiaan, ECP digunakan untuk memberikan akomodasi saat terjadi bencana alam, wabah, dll di PNG; (4) tujuan komersial, ECP digunakan untuk memperluas ekspor Australia dan mengamankan akses impor bahan mentah di PNG.

(9)

9 F. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian tentang keterkaitan antara kepentingan Australia dan kebijakan pemberian bantuan luar negerinya ke Papua Nugini ini, penulis akan menggunakan metode kualitatif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan berbagai data-data sekunder, yaitu data yang telah dikumpulkan dan diolah oleh orang lain sebelumnya. Data-data tersebut diperoleh dari buku, jurnal, dokumen berita dan sumber-sumber lain yang dapat diakses melalui sumber cetak maupun elektronik (melalui elektronik). Dari sumber-sumber tersebut lah nantinya akan diolah untuk dapat membuktikan hipotesis dan menjawab pertanyaan penelitian untuk dapat menghasilkan kesimpulan.

G. Sistematika Penelitian

Karya ini akan terdiri dari lima bab. Bab pertama, penulis akan menyajikan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, pertanyaan penelitian, landasan konseptual, hipotesis dan metode penelitian.

Bab kedua akan menjabarkan tentang politik luar negeri Australia secara umum maupun secara khusus pada kepentingannya terhadap Papua Nugini. Bagian pertama akan menjelaskan mengenai politik luar negeri Australia secara umum, sejarah dinamika politik luar negerinya dan tiga pilar utama politik luar negerinya, yaitu strategic interest, economic and trade interest dan good international citizenship, serta bagaimana bantuan luar negeri termasuk dalam instrumen politik luar negeri Australia . Setelah itu bagian kedua akan membahas mengenai sejarah hubungan Australia dan Papua Nugini sejak sebelum dan setelah kemerdekaan PNG.

Bab ketiga akan menjelaskan mengenai profil Papua Nugini, seperti posisi geografisnya, potensi sumber daya serta permasalahan sosial, politik dan ekonomi di PNG.

Kemudian bagian selanjutnya akan menjelaskan tentang sejarah bantuan asing yang akan dilanjutkan dengan sejarah bantuan Australia ke PNG. Penulis akan menjelaskan bantuan yang diberikan Australia ke PNG sebelum merdeka secara sekilas. Kemudian hal ini diikuti oleh pemberian bantuan dan pencapaiannya setelah PNG merdeka hingga tahun 2010.

Bab keempat akan menjadi bagian yang secara khusus menganalisis permasalahan yang terjadi dengan menggunakan berbagai landasan teori yang telah disebutkan sebelumnya.

(10)

10 Pertanyaan yang menjadi fokus pertanyaan penelitian akan dijawab pada bab ini. Keterkaitan antara kepentingan Australia terhadap PNG dan ECP akan dijawab dengan menggunakan konsep pembuatan kebijakan luar negeri Australia, konsep bantuan luar negeri Edward S.

Mason dan empat tujuan bantuan luar negeri dari Carol Lancaster. Pada bab inilah pertanyaan penelitian akan secara intensif dijawab dengan konsep-konsep di atas.

Bab kelima merupakan bagian terakhir dari penulisan karya ini, yang akan berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Pada bab ini juga akan diuraikan kembali jawaban- jawaban dari rumusan masalah dengan versi yang lebih padat.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Sebelum perbaikan pasar model dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK &amp; MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

SEGMEN BERITA REPORTER A Kreasi 1000 Jilbab Pecahkan Muri Rina &amp; Deska. CAREER DAY AMIKOM Adib &amp; Imam Wisuda smik amikom Adib

Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Peraturan Perencanaan Baja Indonesia (PPBBI), DPU, Bandung,