• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEREJA KATOLIK BEBAS :Suatu Kajian Historis dan Perkembangannya di Hindia Belanda 1926-1942.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GEREJA KATOLIK BEBAS :Suatu Kajian Historis dan Perkembangannya di Hindia Belanda 1926-1942."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

GEREJA KATOLIK BEBAS

(SUATU KAJIAN HISTORIS DAN PERKEMBANGANNYA

DI HINDIA BELANDA 1926-1942)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Sejarah.

YASMIN NINDYA CHAERUNISSA

0806999

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

GEREJA KATOLIK BEBAS

(SUATU KAJIAN HISTORIS DAN

PERKEMBANGANNYA DI HINDIA BELANDA

1926-1942)

Oleh

Yasmin Nindya Chaerunissa

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Yasmin Nindya Chaerunissa 2012 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2012

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

GEREJA KATOLIK BEBAS

(SUATU KAJIAN HISTORIS DAN PERKEMBANGANNYA DI HINDIA BELANDA 1926-1942)

Oleh:

Yasmin Nindya Chaerunissa NIM 0806999

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing I

Wawan Darmawan, S. Pd., M. Hum. NIP 19710101 199903 1 003

Pembimbing II

Yeni Kurniawati, M. Pd. . NIP 19770602 200312 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis dan

Perkembangannya di Hindia Belanda 1926-1942). Latar belakang penelitian

mengenai kajian ini muncul sebagai bentuk ketertarikan penulis terhadap peninggalan imaterial yang ditinggalkan dari masa kolonialisme Belanda pada bidang religi. Masalah utama yang dibahas pada skripsi ini adalah ‘bagaimana perkembangan Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda pada 1926-1942?’. Masalah utama yang muncul kemudian dijabarkan ke dalam tiga pertanyaan penelitian, yakni (1) bagaimana latar belakang munculnya aliran Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda?, (2) bagaimana isi dari ajaran pokok pada aliran Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda?, dan (3) bagaimana kondisi dari Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda pada tahun 1926-1942? Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode historis. Metode historis merupakan metode penelitian untuk mengkaji peristiwa di masa lalu. Metode ini dibagi ke dalam empat tahapan penelitian, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pada tahap heuristik, data yang penulis kumpulkan didapat melalui teknik studi literatur dan teknik wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dibuat beberapa poin penting. GKB dapat muncul di Hindia Belanda secara umum dikarenakan faktor lemahnya kekristenan di Hindia Belanda dan jiwa zaman yang pada saat itu sedang dinaungi oleh humanisme. GKB sendiri dapat dikatakan sebagai agama yang liberal, bersifat humanisme sekuler, dan mengusung universalitas Tuhan. GKB dibawa oleh para gerejawannya yang hendak melayani umatnya yang kebanyakan tergolong sebagai teosof dan memegang jabatan tertentu di Hindia Belanda, sehingga tujuannya memang bukan untuk mengadakan evangelisasi. Isi dari ajaran GKB banyak yang dipengaruhi dari tatatan nilai teosofi. Ajaran-ajaran pokok GKB yang utama adalah Gerakan Zaman Baru, pantheisme dan universalitas Tuhan, kebebasan berpikir, reinkarnasi, dan kedudukan Kristus sebagai mahaguru kehidupan. Selanjutnya, perkembangan GKB di Hindia Belanda dapat dikatakan tidak begitu baik karena hanya ada pada golongan tertentu. Meskipun GKB memiliki sifat komuni terbuka, orang-orang yang tertarik dengan GKB masih hanya sebatas simpatisan, namun tidak sampai mengganti agama mereka dengan agama GKB. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah sumbangsih terhadap konten mata pelajaran sejarah di tingkat SMA pada pembahasan mengenai kehidupan kolonial Belanda di Indonesia.

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Metode dan Teknik Penelitian ... 8

1.6 Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Kekristenan di Hindia Belanda ... 12

2.2 Gereja Katolik Bebas ... 17

2.3 Teosofi ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian ... 31

3.1.1. Pengajuan dan Penentuan Tema Penelitian ... 31

3.1.2. Penyusunan Rancangan Penelitian ... 32

(6)

3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 35

3.2.1. Pengumpulan Sumber (Heuristik) ... 3.2.2. Kritik Sumber ... 3.2.3. Interpretasi ... 35 43 49 3.3 Laporan Hasil Penelitian ... 50

BAB IV GEREJA KATOLIK BEBAS: DARI KERAJAAN BELANDA KE HINDIA BELANDA 4.1 Latar Belakang Berdirinya GKB ... 54

4.1.1. GKB di Luar Hindia Belanda ... 54

4.1.2. GKB di Hindia Belanda ... 72

4.2 Ajaran Pokok GKB ... 83

4.2.1. Ajaran Gerakan Zaman Baru ... 90

4.2.2. Pantheisme dan Universalitas Tuhan ... 93

4.2.3. Kebebasan Berpikir ... 95

4.2.4. Reinkarnasi ... 97

4.2.5. Kedudukan Kristus ... 100

4.3 Perkembangan GKB di Hindia Belanda ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan ... 120

5.2 Rekomendasi ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 125

LAMPIRAN ... 130

(7)

DAFTAR BAGAN

Bagan 4.1 Proses Pembentukkan GKB ... Bagan 4.2 Struktur Organisasi GKB ...

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Lambang Theosophy Society ... Gambar 4.2 Foto GKB Yogyakarta ...

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Ada banyak agama di dunia ini, dari semua agama yang dianut oleh manusia, agama Kristen dapat dikatakan sebagai agama yang paling luas tersebar di muka bumi ini, dan paling banyak penganutnya (Smith, 2008: 355). Pada perkembangannya, agama Kristen banyak terjadi skisma atau perpecahan. Smith (2008: 403) mengemukakan bahwa perpecahan di gereja dapat terjadi karena memiliki penyebab yang mendasar dan bersifat keagamaan, yaitu perbedaan pendapat antaragama. Skisma besar yang pernah terjadi adalah pada Reformasi Gereja abad ke-16 di Eropa, dan hal ini terus berlanjut dengan tidak hanya terbatas pada reformasi gereja yang terjadi pada saat itu, melainkan juga memunculkan aliran-aliran lain setelahnya. Aliran-aliran yang ada kemudian menjadi semakin subur dan kompleks, baik karena faktor teologis dan non-teologis (Aritonang, 2011).

Pelayaran samudra yang dilakukan oleh orang Eropa merupakan suatu awal yang menjadikan berbagai daerah yang dikooptasinya berubah menjadi sebuah negara jajahan. Kraemer (1987) menyebutkan bahwa negara jajahan ini dalam sebutan lain bisa disebut sebagai „wilayah pengaruh‟. Belanda, sebagai

(10)

Selain itu, Belanda sebagai salah satu negara di Eropa, di mana agama Kristen banyak dianut di sana, merupakan salah satu wilayah yang terkena dampak dari reformasi gereja. Kolonialisme Belanda di Nusantara membawa pengaruh di berbagai aspek, salah satunya ada pada aspek agama. Ketika Belanda mulai memegang kuasa di Nusantara pada awal abad ke-17, penyebaran agama Kristen tidak menjadi agenda utama, akan tetapi kedatangan orang-orang Belanda ini kemudian mengakibatkan berubahnya kekristenan pada waktu itu. Hadirnya orang-orang Belanda membuat gereja di Nusantara (selanjutnya disebut dengan Hindia Belanda) lambat laun mulai ditarik masuk ke dalam gereja-gereja reformasi (Kruger, 1966: 29).

Pada perkembangan selanjutnya, di akhir abad ke-19, tidak dapat dipungkiri bahwa kemenangan kaum liberal di parlemen membuat pola kebijakan Kerajaan Belanda di tanah Hindia Belanda yang notabene adalah tanah jajahannya berubah menjadi lebih humanis. Pada masa politik etis, yakni sebuah politik balas budi untuk kaum pribumi yang merupakan salah satu buah kebijakan yang bercorak humanis, banyak isme-isme dan pemikiran masuk ke wilayah Hindia Belanda. Salah satu pemikiran yang dibawa oleh pihak Belanda ke Hindia Belanda adalah aliran agama hasil perpecahan gereja, yakni Gereja Katolik Bebas (GKB). Dalam bahasa Belanda, GKB disebut dengan Vrij Katholeike Kerk (VKK), sementara dalam bahasa Inggris berarti Liberal Catholic Church (LCC).

(11)

pemikiran yang telah ada sebelumnya. Pemikiran dan GKB ini dapat dilihat dari latar belakang para pendiri GKB ini sendiri. Ada tiga tokoh penting yang terlibat dalam pendirian GKB, yakni J. Wedgwood, C. W. Leadbeater, dan A. H. Mathew. Sebelum mendirikan GKB, Wedgwood adalah seorang mantan penganut aliran Gereja Katolik Kuno yang kemudian mendalami teosofi. Sementara itu, Leadbeater adalah seorang penganut teosofi, pemikiran teosofi sendiri nantinya begitu mewarnai ajaran GKB. Tokoh terakhir yaitu Mathew, ia dulu merupakan penganut Katolik Roma, kemudian keluar dan memeluk Gereja Katolik Kuno, namun pada akhirnya ia keluar dan bukan penganut GKB. Dari latar belakang para tokoh yang telah disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa GKB memiliki hubungan dengan pemikiran teosofi, Gereja Katolik Roma, dan Gereja Katolik Kuno.

Teosofi tidak dapat dikatakan secara tegas sebagai agama. Teosofi merupakan pemikiran yang mengajarkan soal bersatunya antara manusia sebagai manusia dengan Tuhan lewat nilai-nilai ketuhanan yang memancar dalam wujud kebaikan dan hal-hal yang bersifat universal (Artawijaya, 2010: 46). Dalam Artawijaya (2010), Cranston mengatakan pula bahwa konsep teosofi merujuk pada pemikiran yang digunakan oleh mistikus dan okultisme Kristen. Theosophy

Society (TS), sebuah organisasi teosofi internasional, dibentuk di New York pada

1875, dan kemudian pindah ke Madras, India pada 1879.

(12)

dogma papal infallbility yang isinya bahwa Sri Paus adalah manusia yang terbebas dari kesalahan.

Di samping dari bagaimana pemikiran dan agama di atas ikut serta dalam membentuk aliran GKB, hal lain yang membuat GKB begitu menarik adalah kata „Katolik Bebas‟ yang digunakan. Diketahui sekilas bahwa GKB ini, meski terdapat kata „Katolik‟ pada nama alirannya, namun tidak memiliki hubungan

kelembagaan dan tidak pula menginduk kepada Katolik Roma yang berpusat di Vatikan. Tidak seperti Katolik Roma pula, pastor di GKB diperbolehkan menikah. GKB memiliki kelembagaan tersendiri dan urutan episkopal yang berbeda dengan Katolik Roma. Meskipun begitu, ada juga kemiripan GKB dengan Katolik Roma, misalnya ada beberapa pakaian pastur GKB yang sama dengan pastur Katolik Roma ketika sedang memimpin misa.

Aliran GKB ini juga percaya dengan yang disebut sebagai reinkarnasi. Reinkarnasi adalah proses berpindah-pindahnya jiwa perseorangan melalui serangkaian tubuh (Smith, 2008: 89). Konsep ini terasa unik karena berada di tataran agama Kristen, padahal konsep reinkarnasi merupakan muatan kepercayaan yang dianut oleh agama Hindu dan Buddha.

(13)

kewenangannya (Wils, 1987: 354-355). Dengan kata lain, perkembangan agama bukanlah suatu hal yang dapat diatur dengan leluasa oleh pemerintah Belanda saat itu.

GKB mulai masuk ke Hindia Belanda pada seperempat paruh pertama abad ke-20. Pada saat itu, agama ini dikembangkan di kota-kota yang cenderung besar untuk ukuran saat itu. Kota-kota tersebut antara lain di Batavia, Surabaya, Malang, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta. Di sini penulis berusaha untuk meneliti mengenai sejarah GKB di Hindia Belanda. Penentuan ini berkaitan dengan pencarian sumber dan kemampuan penulis untuk melakukan penelitian. Penulis mengambil ruang lingkup penelitian di Hindia Belanda karena subjek yang penulis teliti, yakni GKB, merupakan subjek khusus yang sumber sejarahnya dinilai masih terbatas.

(14)

Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis dan Perkembangannya di Hindia Belanda 1926-1942)‟.

1.2. Rumusan dan Batasan Masalah

Rentang waktu 1926-1942 yang dipilih memiliki alasan-alasan tertentu. Dari hasil wawancara pra-penelitian yang dilakukan dengan gerejawan dan umat GKB, tahun 1926 adalah tahun di mana GKB mulai aktif di Hindia Belanda. Sementara itu, tahun 1942 merupakan tahun di saat pemerintah Belanda meninggalkan wilayah Hindia Belanda. Aliran GKB dibawa oleh pihak Belanda dan gerejawan-gerejawan yang ada di wilayah Hindia Belanda. Datangnya pihak Jepang tahun 1942 memberikan sebuah jeda dalam perkembangan bagi gereja tersebut.

Rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah “Bagaimana perkembangan Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda pada 1926-1942?”, sedangkan untuk menjawab rumusan masalah tersebut dibatasi dalam beberapa pertanyaan berikut ini.

1. Bagaimana latar belakang munculnya aliran Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda?

2. Bagaimana isi dari ajaran pokok pada aliran Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda?

(15)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan dan pembatasan masalah yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan latar belakang munculnya aliran agama GKB yang ditinjau secara historis dan berkaitan dengan Katolik Roma serta Gereja Katolik Kuno, serta latar belakang adanya GKB di Hindia Belanda yang dilihat dari segi sosialnya.

2. Menguraikan ajaran-ajaran pokok yang ada pada GKB, antara lain yang dipengaruhi oleh pemikiran teosofi serta pemikiran lain yang turut serta mewarnai GKB.

3. Menganalisis kondisi GKB di Hindia Belnada yang ditinjau secara sosial, proses kristenisasi, dan faktor-faktor yang menyebabkan berkembang dan tidak berkembangnya GKB di Hindia Belanda.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki sumbangsih besar terhadap berbagai pihak yang terkait, baik itu pihak yang terjun langsung atau pun pihak yang tidak langsung berada dalam penelitian ini. Secara khusus, penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut.

(16)

2. Bagi organisasi GKB, penelitian ini dapat menjadi sebuah arsip perjalanan sejarah dan kelembagaan gereja yang tersusun secara rapi dan sistematis. Hal ini akan membantu GKB dalam kajian historis intern gerejanya sendiri.

3. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan pengembangan materi pembelajaran sejarah di sekolah pada kajian masa kolonialisme Belanda di Indonesia. Selain itu, kelebihan dari pengembangan materi ini adalah sifatnya yang berupa living history, di mana ketika penelitian ini dibuat, aliran GKB ini masih tetap eksis keberadaannya di beberapa kota tertentu.

1.5. Metode dan Teknik Penelitian

Metode yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah metode historis. Metode historis merupakan metode yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini karena data-data yang dibutuhkan menyangkut dengan masa lampau. Adapun metode historis ini terdiri dari tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Pembahasan lebih lanjut mengenai metode dan teknik penelitian akan dijelaskan pada Bab III.

1.6. Sistematika Penulisan

(17)

Bab I Pendahuluan berisi latar belakang masalah yang menguraikan hal-hal umum yang menjadikan GKB Santo Albanus layak untuk dijadikan sebuah penelitian. Untuk memperinci dan membatasi permasalah agar tidak melebar maka dicantumkan perumusan dan pembatasan masalah sehingga permasalah dapat dikaji dalam penulisan skripsi. Pada bagian akhir dari bab ini akan dimuat pula sistematika penulisan yang akan menjadi kerangka dan pedoman penulisan skripsi.

Pada Bab II Kajian Pustaka ini akan dipaparkan mengenai konsep-konsep yang relevan yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian. Selain itu, di sini akan dijelaskan pula tentang penelitian-penelitian atau kajian-kajian sebelumnya yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan topik yang diteliti dalam penelitian penulis.

Bab III Metode Penelitian adalah bab yang berisikan mengenai kegiatan-kegiatan dan cara-cara yang dilakukan dalam penelitian skripsi. Metode yang digunakan tentu adalah metode penelitian sejarah, di mana langkah-langkahnya terbagi menjadi heruristik atau pengumpulan sumber, kritik terhadap sumber yang telah dikumpulkan, interpretasi sumber, hingga ke tahap penulisan atau historiografi. Dari setiap langkah yang ditempuh nantinya akan dipaparkan lebih rinci lagi sesuai dengan keadaan di lapangan.

(18)

pada tahun 1926-1942. Penulisan ini disesuaikan dengan pertanyaan penelitian yang sebelumnya telah diajukan dalam Bab I.

(19)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini, penulis akan memaparkan mengenai langkah-langkah penulis yang tempuh dalan penelitian skripsi yang berjudul ‘Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis dan Perkembangannya di Hindia Belanda 1926-1942)’. Dalam penelitian ini, sebagaimana yang telah diuraikan pada Bab I, penulis menggunakan metode penelitian historis.

Metode historis merupakan metode yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini karena data-data yang dibutuhkan menyangkut dengan masa lampau. Widja (1988:19) mengungkapkan bahwa sejarah yang terutama berkaitan dengan kejadian masa lampau dari manusia, tetapi tidak semua kejadian itu bisa diungkapkan (recoverable), sehingga studi sejarah sebenarnya bisa dianggap bukan sebagai studi masa lampau itu sendiri, tetapi studi tentang jejak-jejak masa kini dari peristiwa masa lampau. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Gottschalk (2008: 39), yaitu metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.

Secara umum, penulis menggunakan enam tahap yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah sebagaimana yang diapaparkan Gray (Sjamsuddin, 2007) berikut ini:

1. Memilih topik yang sesuai

(20)

30

3. Membuat catatan tentang itu, apa saja yang diangap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung

4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah disimpulkan (kritik sumber)

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti, yaitu sitematika yang telah disiapkan sebelumnya 6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan

mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.

Adapun langkah-langkah yang penulis gunakan dalam melakukan penelitian sejarah ini sebagaimana dijelaskan oleh Ismaun (2005: 48-50), yakni: 1. Heuristik yaitu tahap pengumpulan sumber-sumber sejarah yang dianggap

relevan dengan topik yang dipilih. Cara yang dilakukan adalah mencari dan mengumpulkan sumber, buku-buku dan artikel-artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Sumber penelitian sejarah terbagi menjadi tiga yaitu sumber benda, sumber tertulis dan sumber lisan.

2. Kritik yaitu memilah dan menyaring keotentikan sumber-sumber yang telah diemukan. Pada tahap ini penulis melakukan pengkajian terhadap sumber-sumber yang didapat untuk mendapatkan kebenaran sumber. 3. Interpretasi yaitu memaknai atau memberikan penafsiran terhadap

(21)

31

4. Historiografi yaitu tahap akhir dalam penulisan sejarah. Pada tahapan ini penulis menyajikan hasil temuannya pada tiga tahap sebelumnya dengan cara menysun dalam bentuk tulisan dengan jelas dengan gaya bahasa yang sederhana menggunakan tata bahasa penulisan yang baik dan benar.

3.1. Persiapan Penelitian

Pada tahapan ini, penulis melakukan beberapa persiapan penelitian sebelum benar-benar terjun ke lapangan. Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut.

3.1.1. Pengajuan dan Penentuan Tema Penelitian

Pengajuan dan penentuan tema penelitian merupakan langkah paling awal sebelum memulai penelitian. Peneliti tertarik kepada pemikiran dan perkembangan dari Gereja Katolik Bebas (GKB) di Bandung. Ketertarikan pribadi penulis mulanya merupakan ketertarikan biasa sebagai warga kota yang menaruh perhatian pada gedung-gedung kuno. Akan tetapi, semenjak penulis mengikuti kursus bahasa Belanda pada tahun 2009, di mana bagian depan gedung gereja dijadikan tempat kursus, penulis pun memiliki ketertarikan khusus.

Pada tahun 2010, penulis berkesempatan untuk mewawancarai dua orang gerejawan setempat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Penelitian Sejarah. Setelah melakukan wawancara, diketahui bahwa GKB bukan

berarti gereja yang dinamai dengan kata ‘Katolik Bebas’, melainkan suatu frase

(22)

32

GKB. Keunikan dari aliran GKB ini kemudian dengan serius diminati oleh penulis untuk dijadikan sebuah penelitian skripsi.

3.1.2.Penyusunan Rancangan Penelitian

Penyusunan rancangan penelitian dilakukan penulis semenjak semester tujuh dalam mata kuliah Seminar Penulisan Karya Ilmiah. Selama proposal masih merupakan tugas kuliah, penulis secara berkala melakukan konsultasi dengan salah satu dosen pengampu mata kuliah tersebut, yakni Dra. Murdiyah Winarti, M. Hum. dan Drs. Ayi Budi Santosa, M. Si. Sementara itu, pengumpulan sumber sebelumnya telah dimulai semenjak tahun 2010. Alasan dimulainya pencarian sumber sejak jauh-jauh hari adalah seperti yang telah ditulis oleh penulis sebelumnya, yakni pada saat itu penulis mengangkat mengenai GKB pada mata kuliah Metodologi Penelitian Sejarah .

Sumber-sumber yang penulis dapatkan antara lain berasal dari wawancara dengan Auxiliary Bishop George Henry Dharmawidjaja yang sekaligus merupakan priester atau pastor di GKB Santo Albanus Bandung dan Dicky selaku asisten pastor. Selain itu, studi literatur dilakukan melalui buku-buku yang dimiliki oleh penulis pribadi; ada pula buku-buku yang dipinjam dari perpustakaan UPI dan dari koleksi milik Dra. Murdiyah Winarti, M. Hum.; buku-buku yang dibeli dari Badan Penerbit Kristen, Togamas, Rumah Buku, dan Lawang Buku; serta sumber-sumber dari internet.

(23)

33

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode dan teknik penelitian, serta sistematika penulisan. Judul yang diajukan oleh peneliti kepada TPPS pada awalnya adalah ‘Gereja Katolik Bebas Santo Albanus Bandung (Sebuah Kajian Historis 1919-1942)’. Judul tersebut diseminarkan pada hari Jumat tanggal 16 Maret 2012, dan dihadiri oleh perwakilan TPPS, perwakilan calon dosen pembimbing, serta beberapa orang mahasiswa yang pada saat itu melakukan seminar proposal penelitian.

Setelah melakukan seminar, judul penelitian sempat diganti. Judul tersebut

adalah ‘Gereja Katolik Bebas (Sebuah Kajian Pemikiran dan perkembangannya di

Bandung 1927-1942)’. Kemudian, ketika menjalani proses bimbingan, penulis merevisi judul yang ada menjadi ‘Gereja Katolik Bebas (Suatu Kajian Historis dan Perkembangannya di Hindia Belanda 1926-1942)’. Hal ini dilakukan karena adanya pergeseran fokus tahun penelitian, serta penggantian fokus kajian menjadi latar belakang berdirinya GKB, ajaran pokok pada GKB, dan perkembangan GKB di Hindia Belanda pada 1926-1942.

3.1.3. Mengurus Perizinan

(24)

34

diserahkan kepada bagian fakultas agar diperoleh izin dari Dekan FPIPS. Adapun surat perizinan tersebut diantaranya ditujukan kepada pihak GKB Paroki Santo Albanus Bandung, Peresekutuan Gereja Indonesia (PGI), dan Arsip Nasional RI. Namun, karena penulis tidak membuat lembar salinan dari surat-surat izin tersebut, maka penulis tidak dapat melampirkan surat izin tersebut pada bagian lampiran penelitian ini.

3.1.4. Proses Bimbingan

Proses bimbingan merupakan proses yang sangat diperlukan dalam penelitian skripsi ini. Sesuai dengan Surat Keputusan Nomor 011/TPPS/JPS/2012 mengenai penunjukkan dosen pembimbing penulisan skripsi, maka penulis didampingi oleh dua orang dosen. Bapak Wawan Darmawan, S. Pd., M. Hum. ditetapkan sebagai dosen pembimbing I, sementara Ibu Yeni Kurniawati M. Pd. ditetapkan sebagai dosen pembimbing II.

(25)

35

3.2. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dibagi ke dalam beberapa langkah sesuai dengan metode penelitian historis yang ada. Penjelasan lebih rinci akan diuraikan sebagai berikut.

3.2.1. Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Tosh (Sjamsuddin, 2007: 95) mengatakan bahwa sumber-sumber sejarah merupakan bahan-bahan mentah (raw materials) sejarah yang mencakup segala macam evidensi yang telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata yang diucapkan (lisan). Selain itu, Good dan Scates (Sevilla dkk, 1993: 45) berpendapat bahwa dalam penelitian kontemporer di dalam sejarah salah satunya adalah dengan memilih pendekatan dari berbagai sumber atau disebut juga dengan sumber eklektik. Dari pernyataan ini maka penulis membagi sumber yang dikumpulkan ke dalam dua kelompok yang dilihat dari bentuknya, yakni sumber tulisan dan sumber lisan.

(26)

36

3.2.1.1.Sumber Lisan

Pengumpulan sumber lisan yang didapatkan oleh penulis dilakukan dengan metode wawancara. Metode wawancara sebenarnya merupakan alat penelitian yang penting dalam ilmu-ilmu sosial seperti antropologi sosial dan sosiologi, namun teknik ini ternyata dapat pula membantu sejarawan sebagai pendekatan yang berbeda dengan sumber sumber yang tercatat (Sjamsuddin, 2007: 104-105). Sumber lisan yang didapatkan oleh penulis merupakan tradisi lisan, yaitu sumber lisan yang penulis dapat bukan dari pelaku atau saksi langsung, melainkan dari generasi selanjutnya yang masih memiliki kaitan dari pelaku atau saksi sejarah yang penulis teliti. Hal ini dilakukan karena kurun waktu yang penulis teliti merupakan kurun waktu yang berada jauh di belakang waktu ketika penelitian ini dilakukan, yakni 1926-1942.

(27)

37

Wawancara ketiga berlangsung dua tahun kemudian setelah wawancara petama dan kedua. Wawancara kedua dilakukan dengan Felix Feitsma, cucu angkat dari A. J. H. van Leeuwen. A. J. H. van Leeuwen sendiri adalah pastor pertama dari GKB Santo Albanus. Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Maret 2012 yang bertempat di kediaman Felix di Jalan Kebon Waru Selatan Nomor 3 Bandung. Penulis dapat mewawancari Felix karena sebelumnya penulis berada dalam satu acara yang sama yang diadakan oleh Museum Konperensi Asia Afrika pada 28 Januari 2012. Mulanya, penulis hanya mencoba mewawancari Felix karena beliau adalah penggiat senior di Bandung Heritage. Setelah perbincangan singkat, diketahui bahwa Felix Feitsma adalah cucu angkat A. J. H. van Leeuwen. Felix kemudian memberikan nomor kontak beliau dan setelah dihubungi beberapa kali barulah Felix memiliki waktu luang untuk diwawancarai.

(28)

38

GKB Santo Albanus dan mendapatkan beberapa dokumen gereja yang membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

Pada tanggal 9 Juni 2012, penulis diundang untuk datang ke pastori GKB Santo Albanus. Di sana sedang ada persiapan untuk bertemu dengan gerejawan dari paroki GKB di Surabaya, yakni GKB Paroki St. Bonifacius. Kesempatan ini penulis gunakan untuk berbincang-bincang dengan gerejawan dari Paroki St. Bonifacius, antara lain Heri Ispurnomo yang seorang akolit (salah satu tahapan gerejawan dalam GKB, salah satu tugasnya adalah memberikan khutbah) dan juga merupakan ketua dari Perkumpulan Warga Teosofi Indonesia (Perwatin), serta Pastor Bambang Sudarsono yang merupakan imam dari GKB Paroki St. Bonifacius. Bincang-bincang dengan Heri berdurasi cukup panjang yang di dalamnya lebih mebicarakan teosofi, sementara dengan Pastor Bambang penulis berbincang mengenai sejarah GKB namun tidak berlangsung begitu lama. Keesokan harinya, pada 10 Juni 2012, penulis bertamu kembali ke pastori Santo Albanus. Di sana sedang dilaksanakan bincang-bincang antar anggota perihal masalah intern GKB. Usai pertemuan ini, Pastor Bambang mengatakan bahwa beliau memiliki beberapa dokumen yang mungkin dapat membantu penelitian penulis.

(29)

39

pengantar dari pihak universitas, dan pihak PGI berjanji akan menghubungi penulis lagi karena pada saat itu PGI sedang memiliki agenda tersendiri. Setelah beberapa minggu, penulis mencoba melakukan kontak kembali dengan PGI, namun belum ada kepastian. Akhirnya, pencarian sumber ke PGI mengenai GKB tidak dilakukan karena kesulitan dalam berkomunikasi.

3.2.1.2.Sumber Tulisan

Sjamsuddin dalam buku Metodologi Sejarah (2007: 104) mencantumkan pendapat Barnes (1962) dan Tosh (1984) yang mengatakan bahwa penggunaan sumber tertulis pada penelitian sejarah mulai marak ketika Leopold von Ranke menitikberatkan penelitian sejarah untuk menggunakan kajian dokumen-dokumen tertulis yang berpusat di perpustakaan dan arsip. Hal ini merupakan mazhab ilmiah sejarah yang merupakan ciri dari penelitian modern teknik penulisan sejarah (Winarti, Darmawan, Sjamsuddin, 2010: 56).

(30)

40

Gottschalk (2008: 93-94) mengemukakan sumber sekunder dapat digunakan untuk beberapa hal seperti yang ditulis di bawah ini:

1. Menjabarkan latar belakang yang cocok dengan sumber sezaman 2. Petunjuk data bibliografis

3. Memperoleh kutipan dari sumber-sumber lain

4. Memperoleh interpretasi dari masalah yang diteliti, bukan untuk menerimanya secara total.

Sumber tertulis sekunder yang penulis dapatkan dibantu oleh Pastor Bambang Sudarsono, imam dari GKB Paroki St. Bonifacius Surabaya. Usai pertemuan penulis dengan Pastor Bambang, satu bulan kemudian penulis dikirimi beberapa dokumen mengenai GKB. Sumber-sumber tersebut berisi mengenai sejarah singkat dan ajaran-ajaran GKB.

Sumber tertulis tersebut, dilihat dari bentuknya ada yang berupa laporan suatu departemen tertentu, yakni Instrumen Pengumpulan Data Direktori

Kelembagaan/Organisasi Gereja Seluruh Indonesia dari Departemen Agama

yang isi datanya ditulis oleh Pastor Bambang sendiri. Bentuk lainnya adalah berupa dokumen pernyataan opini. Gottschalk (2008: 87-88) mengemukakan bahwa yang termasuk ke dalam dokumen pernyataan opini ini adalah tajuk rencana, esai, pidato, brosur, surat kepada redaksi, public opinion poll, dan sebagainya. Penulis mendapatkan dokumen berupa catatan-catatan khutbah yang ada di GKB. Catata-catatam khutbah itu adalah Apakah Gereja Katolik Bebas Itu

dan Apa yang Dapat Dipersembahkan untuk Anda?, Apakah yang Disebut Gereja

(31)

41

Sumber tertulis sekunder lain yang penulis dapatkan adalah dari perpustakaan GKB Paroki Santo Albanus. Atas bantuan dari Esther, penulis mendapatkan sumber mengenai intisari sejarah dari GKB itu sendiri. Dokumen ini berjudul Gereja Katolik Bebas, dan ditulis oleh Alfons S. Suhardi. Ada pula dokumen yang berjudul Anggaran Dasar Gereja Katolik Bebas di Indonesia. Lebih jelasnya lagi mengenai isi dari dokumen-dokumen yang telah disebutkan, akan dipaparkan pada poin berikutnya mengenai kritik sumber.

Selain dari studi dokumentasi, penulis juga melakukan pencarian sumber dari studi literatur. Studi literatur ini tentu saja digolongkan ke dalam sumber sekunder, hal ini dikarenakan penulis mendapatkan temuan yang sebelumnya telah diteliti oleh penelitinya sebelumnya. Studi literatur yang dilakukan berasal dari buku-buku yang dibaca oleh penulis, dan telah dibahas pada bab sebelumnya. Buku-buku tersebut diperoleh dari berbagai pihak, seperti yang akan dipoinkan penulis berikut ini.

1. Dari perpustakaan Paroki Santo Albanus, penulis mendapatkan buku

Science of the Sacraments karya C. W. Leadbeater, seorang master teosofi

sekaligus salah satu tokoh utama berdirinya GKB. Selain itu, didapatkan pula buku Credo: Langkah Pertama Atas Kepercayaan, yakni sebuah buku yang berisi tanya jawab mengenai pemikiran GKB.

2. Dari perpustakaan UPI, penulis meminjam buku Politik Etis dan Revolusi

Kemerdekaan yang di dalamnya terdapat tulisan-tulisan mengenai

(32)

42

Selain itu, penulis juga membaca skripsi Kedudukan Vatikan Pasca

Unifikasi Italia (Kajian Historis Tahun 1871-1929) karya Giovana

Enggriani.

3. Buku langka Sedjarah Geredja di Indonesia terbitan BPK Gunung Mulia karya Th. M. Kruger penulis pinjam dari perpustakaan pribadi milik Murdiyah Winarti, M. Hum.

4. Di Perpustakaan Jurusan Teologi Universitas Parahyangan di Jalan Nias, penulis mendapatkan buku Sejarah Gereja Kristus I, juga Ensyclopedia of

Philosophy.

5. Pada Perpustakaan Balepustaka Keuskupan Bandung di Jalan Jawa, penulis mendapatkan buku Sejarah Gereja Kristus III, buku Gereja

Seanjang Masa, buku Katolisisme, buku Rangkuman Sejarah Gereja

Kristiani dalam Konteks Agama-agama Lain Volume 3, buku Paus dan

Kekuasaan, dan Konsili-Konsili Gereja.

6. Di toko buku Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia di Jalan Kwitang Jakarta Pusat, penulis mendapatkan buku-buku mengenai agama Kristen, salah satunya bertajuk Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja karya Jan S. Aritonang, serta Tata Gereja Protestan di Indonesia karya G. P. H. Locher.

(33)

43

oleh Karel Steenbrink dan Jan S. Aritonang, di mana di dalamnya penulis mengambil artikel 1800-1945: A National Overview karya Th. van den End, dan J. S. Aritonang.

8. Buku-buku lainnya telah dimiliki oleh penulis dalam perpustakaan pribadi milik penulis, seperti Gerakan Theosofi di Indonesia karya Artawijaya,

Teosofi, Nasionalisme dan Elite Modern Indonesia karya Iskandar P.

Nugraha, Agama Agama Manusia karangan Huston Smith, dan buku

Sejarah Singkat Bidah Karya G. R. Evans.

3.2.2. Kritik Sumber

Sumber sejarah yang sudah dikumpulkan kemudian masuk ke dalam tahap kritik. Pada tahap ini, sumber-sumber tersebut diverifikasi untuk diketahui otensitas dan kredibilitasnya. Sumber-sumber dikritik secara eksternal dan internal. Tujuan dari kritik sumber ini adalah untuk menyaring sumber-sumber mana saja yang layak digunakan untuk kemudian dijadikan fakta-fakta yang dapat mendukung penelitian pada skripsi ini. Untuk lebih jelasnya, penulis memaparkan kritik yang dilakukan penulis seperti di bawah ini.

3.2.2.1.Kritik Eksternal

(34)

44

catatan-catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 2007: 134).

Mengacu kepada pendapat Sjamsuddin di atas, kritik eksternal di sini lebih ditekankan kepada sumber primer. Pada tahap heuristik sebelumnya, sumber primer tidak dapat diperoleh penulis. Maka dari itu, kritik eksternal di sini ditujukan kepada sumber sekunder yang penulis dapatkan.

Sumber tertulis sekunder yang penulis dapatkan adalah berupa salinan rangkuman dokumen dan catatan khutbah. Namun sayangnya, untuk sumber salinan yang diperoleh, penulis tidak dapat menemukan dokumen aslinya untuk dilakukan kaji banding sumber. Meski demikian, penulis tetap menggunakan sumber tertulis sekunder tersebut karena penulis meyakini asal sumber tersebut, yakni dikeluarkan dan ditulis langsung oleh pihak GKB.

Pengujian eksternal terhadap buku-buku yang ada tidak dilakukan dengan ketat. Penulis berasumsi bahwa buku tersebut telah mengalami proses uji yang seharusnya sehingga akhirnya menjadi sebuah buku yang layak untuk dibaca. Pencantuman nama pengarang, nama penerbit, tahun terbit, dan tempat di mana buku tersebut diterbitkan; bagi penulis hal tersebut sudah cukup untuk dianggap sebagai pertangungjawaban dari sebuah buku.

(35)

45

kepada Uskup George Henry Dharmawidjaja. Beliau dilahirkan di Bandung pada tahun 1939 dan merupakan putra dari Pastor GKB Paroki Santo Albanus sebelumnya, Leo Dharmawidjaja alias Liauw Kok Siong. Secara usia, Uskup George tentu belum begitu ingat apa yang terjadi pada kurun penelitian penulis, yakni 1926-1942, usia Uskup George masih terlampau kecil. Namun, karena beliau adalah anak langsung dari Pastor Liauw, sejak dahulu tinggal di pastori dan penganut tetap GKB, serta ketika diwawancara merupakan seorang uskup regional (uskup yang memimpin suatu wilayah besar tertentu, misalnya negara), penulis menilai secara ekternal bahwa Uskup George adalah narasumber yang dapat dipercaya. Pada tahun 2010 ketika penulis mewawancara Uskup George, beliau pun masih dalam keadaan yang sehat.

(36)

46

Kritik eksternal selanjutnya adalah kepada Felix Feitsma. Felix dilahirkan pada tahun 1950, dan ini berarti sudah di luar tahun kajian penulis. Felix juga bukan seorang penganut GKB. Namun, karena Felix merupakan penggiat senior di Bandung Heritage dan merupakan cucu angkat dari A. J. H. van Leeuwen, pastor pertama GKB Santo Albanus sekaligus tokoh teosofi Belanda, maka penulis lebih menekankan kritik internal pada Felix yang akan dibahas pada poin selanjutnya.

Kritik eksternal berikutnya adalah kepada Esther. Esther dapat dikatakan sebagai jemaat baru di GKB. Esther mulai mengenal GKB sejak tahun 2006, kemudian menjadi simpatisan pada tahun 2008, dan menganut agama ini pada 2009. Dilihat dari tahunnya mulai mengenai dan posisinya yang sebagai umat saja (tidak memegang jabatan apapun), penulis menempatkan kedudukan Esther di sini lebih kepada seorang informan daripada seorang narasumber. Penulis sempat melakukan wawancara kepada Esther, namun penulis lebih menggolongkan itu kepada bincang-bincang untuk mengetahui GKB secara umum.

(37)

47

Kritik ekternal sumber lisan terakhir adalah terhadap Pastor Bambang Sudarsono. Pastor Bambang dilahirkan di Surabaya, pada tahun 1956. Sejak awal beliau telah menganut agama GKB. Jabatannya pastor yang dipegangnya adalah sebagai imam di Paroki St. Bonifacius. Bincang-bincang yang dilakukan tidak begitu lama dan tidak begitu mendadalam. Penulis hanya berbincang sebentar dan kemudian mendengarkan obrolan yang beliau lakukan bersama jemaat GKB yang lain.

3.2.2.2.Kritik Internal

Kritik sumber sebenarnya lebih dilakukan terhadap sumber-sumber pertama (Sjamsuddin, 2007: 132), namun tidak ada salahnya jika penulis melakukan uji verifikasi data yang telah dikumpulkan. Kritik eksternal yang sudah diberikan oleh penulis kemudian mengalami kritik internal. Kritik internal ini merupakan sebuah uji kredibilitas dari sumber yang ada. Idealnya sumber-sumber tersebut menunjukkan kepada unsur-unsur yang sungguh-sungguh terjadi di masa lalu, namun tidak ada salahnya juga ketika pencarian kredibilitas di sini diartikan sebagai pencarian atas unsur-unsur yang paling dekat dengan yang seungguhnya terjadi, sejauh kita dapat mengetahui berdasarkan suatu penyelidikan kritis terhadap sumber yang ada (Gottschalk, 2008: 112). Setidaknya hal yang telah didapat kebenarannya oleh penulis merupakan sesuatu yang dapat diterima karena telah mendapatkan suatu uji tersendiri.

(38)

48

dengan sebaliknya, yakni membandingkan isi buku dengan buku lain, maupun dengan wawancara.

Hal yang penulis bandingkan misalnya perihal berdirinya GKB di Hindia Belanda. Wawancara dengan Uskup George tidak begitu dapat menjawab pertanyaan ini, beliau pada saat itu hanya menyebutkan sekitar tahun 1920-an, sementara itu sempat penulis bertanya kepada Bu Els dan Esther bahwa GKB berdiri sekitar tahun 1926-1927-1928. Hal ini tentu memberi kebingungan tersendiri bagi penulis.

Penulis kemudian mencoba menilik isi dari buku-buku dan dokumen yang ada. Buku Iskandar P. Nugraha yang berjudul Teosofi, Nasionalisme dan Elite

Modern Indonesia mencantumkan bahwa GKB berdiri pada tahun 1926 setelah

diresmikan oleh Bishop Jr. van Mazel (Nugraha, 2011: 19). Sementara itu pada dokumen Anggaran Dasar Gereja Katolik Bebas di Indonesia, tercantum bahwa peresmian GKB di Hindia Belanda adalah pada tahun 1929, sesuai dengan arsip

Directeur van Onderwijs en Eredienst 5 Juli 1929. Dari sini dapat diketahui

bahwa hasil wawancara yang ada memang mendekati tanggal-tahun yang tercantum dalam sumber tertulis.

(39)

49

Kritik internal lain yang penulis berikan adalah mengenai keterkaitan teosofi, aliran Gerakan Zaman Baru, dan agama GKB. Seperti yang telah penulis ungkapkan pada bab sebelumnya. Kesemuanya ini memiliki hubungan yang terkait satu sama lain. Agak sulit memang ketika melihat wujud teosofi, Gerakan Zaman Baru, dan GKB secara sendiri-sendiri, namun setelah diberi kritik dan dilihat secara konseptual, ada benang merah yang menghubungkan mereka semua. Dengan ini maka penulis menyimpulkan sebuah fakta bahwa teosofi, Gerakan Zaman Baru, dan GKB sebenarnya saling terikat meski dalam sumber-sumber yang diperoleh penulis tidak begitu ditulis secara tersurat.

Hasil dari kritik internal ini lebih jelasnya tentu akan dipaparkan pada Bab IV. Kelengkapan pembahasan buku yang ada dan wawancara yang telah diakukan dinilai pada seberapa dalam pembahasan tersebut mengkaji suatu kajian yang penulis teliti. Hal ini tentu senada dengan tujuan dari kritik internal yakni untuk

menguji aspek ‘dalam’ yaitu isi dari sumber dengan mengadakan evaluasi

terhadap kesaksian/tulisan dan memutuskan kesaksian tersebut dapat diandalkan atau tidak (Sjamsuddin, 2007: 143).

3.2.3. Interpretasi

(40)

50

dimasukkan ke dalam konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya (Ismaun, 2005: 38).

Setelah diperoleh fakta dari hasil kritik yang telah dilakukan sebelumnya, penulis melakukan penafsiran berdasarkan fakta tersebut. Penulis mencoba menggunakan penafsiran sintesis dalam penelitian ini. Barnes (Sjamsuddin, 2007: 170) mengatakan bahwa penafsiran ini mencoba menggabungkan semua faktor atau tenaga yang menjadi penggerak sejarah. Artinya, dalam penafsiran sintesis ini tidak ada penyebab tunggal dalam sejarah, dengan manusia tetap sebagai pemeran utama.

Penjelasan lebih rinci yang penulis gunakan adalah mengaitkan sejarah agama dengan pendekatan sejarah sosial. Lebih lanjut Kuntowijoyo menuliskan bahwa agama sebagai institusi sosial dapat dijadikan bahan kajian sejarah (2003: 166). Di dalam pendekatan ini, penulis berusaha melihat sebuah kondisi sosial yang paralel dan keterhubungannya dengan agama GKB, atau pun sebaliknya.

3.3. Laporan Hasil Penelitian

(41)

51

penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisis sehingga menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian atau penemuan dalam suatu penulisan utuh yang disebut historiografi (Sjamsuddin, 2007: 156).

Sjamsuddin (2007: 17) membagi tahap historiografi ke dalam tiga langkah, yakni interpretasi, eksplanasi, dan ekspose. Namun, karena penulis memisahkan tahap interpretasi ke dalam tahap tersendiri, maka tahap historiografi ini terbagi menjadi dua langkah saja, yakni langkah dan ekspose. Penulis memilih memisahkan tahap interpretasi karena bagi penulis tahap tersebut membutuhkan kekhususan tersendiri.

Eksplanasi adalah langkah untuk menjelaskan hal-hal yang diteliti sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat. Pada langkah ini, penulis menggunakan model penjelasan sejarah kausalitas. Model penjelasan kausalitas adalah model yang lebih menitikberatkan pada sebab-akibat. Fenomena sejarah yang ada dijelaskan dengan merangkai berbagai fakta dengan hubungan kausalitas atau sebab-akibat. Temperley (Sjamsuddin, 2007: 197) mengatakan bahwa dengan kata lain hukum sebab-akibat (law of causation) menunjukkan bahwa setiap fenomena perupakan akibat (consequent) dari sebab (atau sebab-sebab) sebelumnya.

(42)

52

ada, namun juga memberikan suatu analisis kepada hasil temuan selama dalam proses penelitian ini.

Teknik penulisan yang penulis gunakan dalam pembuatan hasil penelitian ini adalah dengan menggunakan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang ditebitkan tahun 2011 dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penggunaan buku pedoman tersebut adalah sebagai rambu-rambu umum terhadap sivitas akademika UPI yang sedang membuat karya tulis. Penggunaan buku pedoman tersebut dimaksudkan pula agar karya tulis yang dibuat oleh sivitas akademika, seperti penulis, memiliki kesamaan persepsi dari segi ruang lingkup, karakteristik, dan format dalam penulisannya (UPI, 2011: 1). Teknik penulisan yang banyak digunakan dalam teknik pengutipan di lingkungan UPI adalah The Harvard

System.

(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

Bagian ini merupakan bagian yang membahas kesimpulan dari hasil menelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang diambil merupakan intisari jawaban pada Bab IV yang berdasar kepada rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah diajukan pada Bab I. Untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan, yakni ‘Bagaimana perkembangan Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda pada 1926-1942?’, penulis menurunkannya menjadi tiga pertanyaan penelitian. Pertama, bagaimana latar belakang munculnya aliran Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda? Kedua, bagaimana isi dari ajaran pokok pada aliran Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda? Ketiga, bagaimana kondisi dari Gereja Katolik Bebas di Hindia Belanda pada tahun 1926-1942?

(44)

GKB merupakan tokoh-tokoh pada masa kolonial pada saat itu, seperti sebagai aktivis politik etis, tokoh pada bidang gereja, dan tokoh studiefonds. Alasan pendukung yang memuluskan kehadiran GKB di Hindia Belanda adalah jiwa zaman yang pada saat itu bersifat liberal dan humanis, hal ini sejalan dengan sifat GKB sebagai agama yang cenderung bersifat humanis pula.

Ajaran pokok yang ada pada GKB digariskan dari VKK (GKB di Belanda), dan tentu ini bersumber pula dari LCC (GKB Internasional). Ajaran GKB banyak dipengaruhi dari teosofi. Hal ini dikarenakan GKB sendiri didirikan oleh teosof, Wedgwood dan Leadbeater. Secara struktural, GKB sendiri dibuat oleh Theosophy Society. Ajaran-ajaran pokok GKB dapat dilihat sebagai ajaran Gerakan Zaman Baru, yang menggabungkan nilai-nilai Timur dan Barat. Ajaran pokok GKB selanjutnya mengenai pantheisme dan universalitas Tuhan. Hal ini yang membuat GKB tidak banyak melakukan evangelisasi atau kristenisasi karena GKB percaya bahwa Tuhan itu satu, dan setiap agama punya cara sendiri untuk menyembah-Nya. GKB juga menjunjung kebebasan berpikir para penganut agamanya dan menolak absolutisme agama. GKB meyakini bahwa agama bukanlah sesuatu yang dogmatis. Harus ada proses berpikir manusia dalam penerimaan agama, oleh karena itu agama sebaiknya bersifat doktrinis. Selain itu, GKB mempercayai reinkarnasi. Sementara Kristus pada GKB ditempatkan sebagai mahaguru kehidupan yang memberikan petunjuk hidup, bukan sebagai penebus dosa.

(45)

tidak memiliki kristenasasi yang terpola dengan rinci. GKB mulai melakukan kristenisasi jika ada orang lain yang terlebih dahulu tertarik kepada agama ini. Seseorang yang tertarik dengan GKB disebut sebagai simpatisan. Orang-orang yang mulai tertarik biasanya karena berkenalan dengan teosofi. GKB bukanlah agama yang bersifat elitis, akan tetapi kebanyakan pemeluknya berasal dari golongan yang berkecukupan dan memiliki intelektualitas yang baik pada masa kolonial. Golongan pribumi pemeluk GKB tergolong sedikit. GKB dengan sifatnya yang menerima komuni terbuka, mempersilakan siapa saja untuk datang ke gerejanya. Pada masa kolonialisme, penduduk pribumi dan kaum humanis Belanda banyak yang datang ke GKB sekedar untuk berdiskusi. Meski sudah diterima dengan baik oleh GKB, masyarakat pribumi masih enggan untuk mengubah keyakinan mereka karena GKB masih berlabel ‘Kristen’, sementara

mayoritas agama di Hindia Belanda adalah Islam.

Keberlangsungan GKB di Hindia Belanda tidak berlangsung lama. Faktor pertama datang dari kondisi intern yang ada, yakni dari kemunduran organisasi induk GKB, Teosophy Society. Mundurnya Jiddu Krisnamurti yang dianggap sebagai mesiah teosofi dan wafatnya Annie Bessant sebagai ketua Teosophy

Society membuat organisasi yang dinaunginya melemah. Faktor lain yang

(46)

5.2. Rekomendasi

Pada tataran praktis, isi dari penelitian ini dapat dikembangkan pada mata pelajaran sejarah di tingkat SMA/sederajat. Rekomendasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pada kelas XI IPS semester genap, konten ini dapat menunjang Standar Kompetensi nomor (2), yaitu ‘Menganalisis perkembangan bangsa

Indonesia sejak masuknya pengaruh Barat sampai dengan pendudukan

Jepang’. Pengaruh yang dimaksud lebih lanjut dikembangkan pada

Kompetensi Dasar poin (2.1), yakni ‘Menganalisis perkembangan

pengaruh Barat dan perubahan ekonomi, demografi, dan kehidupan sosial budaya masyarakat di Indonesia pada masa kolonial’. Pengaruh Barat yang

(47)

2. Pada kelas XI IPA semester ganjil, materi ini dapat dikembangkan.

Standar Kompetensi yang dimaksud adalah ‘Menganalisis perjalanan

bangsa Indonesia dari negara tradisional, kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga terbentuknya negara kebangsaan sampai Proklamasi Kemerdekaan

Indonesia’ yang terdapat pada poin (1). Adapun Kompetensi Dasar yang

dituju adalah pada poin (1.2), ‘Membandingkan perkembangan masyarakat

Indonesia di bawah penjajahan: dari masa VOC, Pemerintahan Hindia

Belanda, Inggris, sampai Pemerintahan Pendudukan Jepang’. Sebagai

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, J. (2008). Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Artawijaya. (2010). Gerakan Theosofi di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Borchert, D.M. (Ed). (2006). Ensyclopedia of Philosophy (Volume 7). Macmillan: Thomson-Gale.

Davies, N. (1996). Europe: A History. Oxford: Oxford University Press.

Embuirui, S.V.D. (1967). Gereja Sepanjang Masa. Flores: Nusa Indah.

Ensiklopedia Nasional Indonesia (Volume 15). (2004). Jakarta: PT Delta

Pamungkas

Ensiklopedia Nasional Indonesia (Volume 16). (2004). Jakarta: PT Delta

Pamungkas.

Ensiklopedia Nasional Indonesia (Volume 6). (2004). Jakarta: PT Delta

Pamungkas

Evans, G.R. (2011). Sejarah Singkat Bidah. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Gottschalk, L. (2008). Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press.

Helwig, W.L. (1974). Sejarah Gereja Kristus I. Yogyakarta: Kanisius.

(49)

Herastoeti. (2012). 100 Bangunan Cagar Budaya di Bandung. Bandung: CSS Publish Bandung.

Ismaun. (2005). Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Press.

Katam, S. (2006). Bandung: Kilas Peristiwa di Mata Filatelis, Sebuah Wisata

Sejarah. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Kraemer, H. (1987). “Sending di Hindia Belanda”, dalam Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Kruger, Th.M. (1966). Sedjarah Geredja di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Kristen.

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah (Edisi Kedua). Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

Kuntowijoyo. (2004). Raja, Priyayi, dan Kawula. Yogyakarta: Ombak.

Leadbeater, C.W. (1929). The Science of the Sacraments. Madras, India: Theosophical Publishing House.

Lexicon Universal Encyclopedia (Volume 19). (1990). New York: Lexicon Publications Inc.

Locher, G.P.H. (1997). Tata Gereja Protestan di Indonesia. Jakarta: Gunung Mulia.

McClory, R. (2010). Paus dan Kekuasaan. Jakarta: Penerbit Obor.

(50)

Pitkin, H.W. (1986). Credo: Langkah Awal Atas Kepercayaan. Surabaya: GKB St. Bonifacius.

Poortman, J.J. (1965): Philosophy, Theosophy, Parapsychology: Some Essays on

Diverse Subjects. Leyden: Sythoff.

Rausch, T.P. (2001). Katolisisme. Yogayakarta: Kanisius.

Sevilla, C.G. dkk. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakata: Ombak.

Smith, H. (2008). Agama Agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Stevens, Th. (2004). Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda

dan Indonesia 1764-1962. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Tanner, N.P. (2003). Konsili-konsili Gereja. Yogyakarta: Kanisius.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Van Schie, G. (1995). Rangkuman Sejarah Gereja Kristiani dalam Konteks

Agama-agama Lain (Volume 3). Jakarta: Penerbit Obor.

Widja, G. (1988). Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah dalam Perspektif Pendidikan. Semarang: Satya Wacana.

Wils, J. (1987). “Kegiatan Penyiaran Agama Katolik”, dalam Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Winarti, M., Darmawan, W., dan Sjamsuddin, H. (2010). Bahan Ajar

(51)

Sumber Dokumen:

GKB. (Tanpa Tahun). Agama Masa Kini di Gereja Katolik Bebas. Surabaya: GKB St. Bonifacius.

GKB. (Tanpa Tahun). Apakah Gereja Katolik Bebas Itu dan Apa yang Dapat

Dipersembahkan untuk Anda? Surabaya: GKB St. Bonifacius

GKB. (Tanpa Tahun). Apakah yang Disebut dengan Gereja Katolik Bebas? Surabaya: GKB St. Bonifacius

GKB. (1985). Anggaran Dasar Gereja Katolik Bebas di Indonesia sesuai UU No.

8 Tahun 1985. Bandung: GKB Santo Albanus.

Sudarsono, B. (2009). Instrumen Pengumpulan Data Direktori Kelembagaan/Organisasi Gereja Seluruh Indonesia. Surabaya: GKB St.

Bonifacius

Suhardi, A.S. (2009). Gereja Katolik Bebas. Bandung: GKB Santo Albanus.

Sumber Internet:

Handono, I. (2011). Kristen Terpecah dalam Sekte-Sekte. [Online]. Tersedia: http://mediaumat.com/kristologi/2283-46-kristen-terpecah-dalam-sekte-sekte.html [24 Mei 2012]

Leadbeater, C.W. (1912). A Textbook of Theosophy. [E-book]. Tersedia: http://www.4shared.com/office/fb2xbWg5/Leadbeater___A-Textbook-of-The.html [23 November 2011]

LCCI. (2010). Teachings of The LCCI. [Online]. Tersedia http://www.liberalcatholiv.org/teachings.html [30 Agustus 2012]

(52)

Triadi, A.S. (2006). Reinkarnasi dalam Pemikiran Teosofi. [Online]. Tersedia:

http://old.nabble.com/Reinkarnasi-dalam-Pemikiran-Teosofi-(1)0tt12993064.html, [25 Juli 2012]

Van den End, Th., dan Aritonang, J.S. (2008). “1800-1945: A National Overview” dalam History of Christianity in Indonesia. [E-book]. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/36777213/Jan-Sihar-Aritonang-amp-Karel-Steenbrink-Ed-History-of-Christianity-in-Indonesia [23 November 2011]

Veltkamp, Rob. VKK Haarlem: De geschiedenis van de VKK. [Online]. Tersedia: http://www.vkk.nl/haarleem/geschiedenisvkk.htm [27 September 2012]

Wikipedia. Liberal Catholic Church. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Liberal_Catholic_Church [15 Desember 2011]

Sumber Majalah atau Surat Kabar:

Nicolson, A. (2011). “Alkitab Raja James” dalam National Geographic Indonesia, Desember 2011, hlm 36.

Sumber Karya Tulis Ilmiah:

Chaerunissa, Y.N. (2011). Gereja Katolik Bebas: Sebuah Harmoni dalam

Ketebatasan. Makalah pada Pemilihan Mahasiswa Berprestasi UPI: tidak

diterbitkan.

Enggriani, G. (2011). Kedudukan Vatikan Pasca Unifikasi Italia (Kajian Historis

Gambar

Gambar 4.2 Foto GKB Yogyakarta  ....................................................

Referensi

Dokumen terkait