• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembimbingan Guru Untuk Karakter Siswa Di Era Digital

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pembimbingan Guru Untuk Karakter Siswa Di Era Digital"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Copyright© 2020 – KERUGMA | 60

Pembimbingan Guru Untuk Karakter Siswa Di Era Digital

Nurmiati Marbun1*, Lamtiur Pasaribu2, Elia Yenny3 1,2,3Prodi Pendidikan Agama Kristen, STT Injili Indonesia Medan

Email: nurmiati72marbun@gmail.com*

Abstract:

Guiding the character of students in modern times is not an easy thing, because the character of students in the digital era is very different from the character of students in the past. Students in the past were easy to manage and direct, but in the digital era students are very difficult to manage, direct and advise, because they have different lifestyles. Children in the digital era have been shaped and influenced by technological developments. Just look at the lifestyle of school children today, they can already enjoy super-fast mobile Internet services. Not only enjoying the sophistication of the technology, but being able to do anything via a smartphone, ranging from entertainment, study, work, and so on. One of the negative impacts of technological developments on the renewal of student character in the digital era is that the moral decline among the community, especially teenagers and students, is one of the serious socio-cultural challenges. So a teacher must really realize that their status is not only seen by people as a profession but teachers are also seen as people who are trusted to teach, educate and guide students to build character in this digital era.

Keywords: Guidance; character; digital era.

Abstrak:

Membimbing karakter Siswa di zaman modern ini bukan hal yang mudah, karena karakter siswa di era digital sangat berbeda dengan karakter siswa di zaman dulu. Siswa di zaman dulu mudah diatur dan diarahkan, tetapi di era digital siswa sangat susah diatur, diarahkan dan dinasihati, karena mereka memiliki pola hidup yang berbeda-berbeda. Anak-anak di era digital telah terbentuk dan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Lihat saja gaya hidup anak-anak sekolah di zaman sekarang, mereka sudah bisa menikmati layanan mobile Internet yang super cepet. Bukan hanya menikmati kecanggihan teknologi tersebut, namun bisa melakukan apapun lewat smartphone, mulai dari entertainment, belajar, kerja, dan sebagainya. Salah satu dampak negatif tentang perkembangan teknologi terhadap pembaharuan karakter siswa di era digital adalah kemerosotan moral di kalangan masyarakat khususnya remaja dan pelajar/siswa menjadi salah satu tantangan sosial budaya yang serius. Jadi seorang guru haruslah benar-benar menyadari bahwa status mereka bukan hanya dipandang orang sebagai sebuah profesi namun guru juga dipandang sebagai orang yang dipercaya untuk mengajar, mendidik dan membimbing untuk membangun karakter siswa di era digital ini.

Kata Kunci: Pembimbingan; karakter; era digital.

I. PENDAHULUAN

Pada era digital ini harus diakui kehadiran tehnologi telah ada sejak dulu seiring berlangsungnya kehidupan manusia. Keadaan ini terbukti semakin berkembangnya bisnis pelayanan informasi, seperti stasiun televisi, surat kabar radio dan internet yang

telah memasuki sendi-sendi kehidupan manusia.1 Tetapi kecanggihan tehnologi yang

1 Marasih Sri, “Pengaruh Perkembangan Tehnologi Informasi Terhadap Bidang Akutansi Manajemen,” Akuntansi dan Keuangan Vol. 02, No. 02 (2000).

(2)

Volume 2, No 1, Tahun 2020

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609

http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright© 2020 – KERUGMA | 61

ada di tengah-tengah masyarakat saat ini dapat merubah pola hidup manusia dari yang baik menjadi buruk seperti yang di ungkapkan Ngafifi berikut ini:

(1). Teknologi layar mampu membius manusia untuk tunduk pada layar dan mengabaikan yang lain. Jika manusia tidak sadar akan hal ini, maka dia akan kesepian dan kehilangan sesuatu yang amat penting dalam dirinya, yakni kebersamaan, hubungan keluarga, dan sosial yang hangat. (2). Teknologi sedang melanda kehidupan manusia sekarang ibarat orang yang betah di samping kandang ayam, saking asyiknya dia tidak sadar bahwa teknologi layar membuat dirinya terpinggirkan dari sebuah kebutuhan mendasar. (3). Manusia saat ini benar-benar telah menjadi budak teknologi. Berdasarkan survei yang dilakukan Secur Envoy, sebuah perusahaan yang mengkhususkan diri dalam password digital, yang melakukan survei terhadap 1.000 orang di Inggris menyimpulkan bahwa mahasiswa masa kini mengalami nomophobia,

yaitu perasaan cemas dan takut jika tidak bersama dengan telpon selulernya.2

Dulu handphone hanya digunakan untuk telepon dan sms untuk sekedar menanyakan kabar, sekarang ini handphone bisa juga menjadi sebuah komputer mini, bisa menjadi tv, dan lain-lain. Selain handphone ini sebagai alat komunikasi, handphone telah menjadi gaya hidup bagi yang menggunakannya. Disisi lain, kecanggihan teknologi ini dapat mempermudah para pengguna dalam mendapatkan pengetahuan dari berbagai penjuru dunia dengan cepat dan mudah. Namun sangat disayangkan sekali, Jika di era digital saat ini masih banyak manusia yang salah dalam memanfaatkan teknologi dan media sosial sebagai alat komunikasi kepada sesama. Menurut penjelasan Puspita bahwa penggunaan media komunikasi saat ini selain membawa nilai-nilai positif, juga membawa nilai-nilai negatif yang dapat berpengaruh pada manusia tersebut dimana nilai-nilai negatif itu dibawa dari kemudahan manusia dalam menggunakan media komunikasi terkini serta ketidakpekaan manusia dalam menfilter nilai-nilai yang

dibawa oleh media komunikasi tersebut.3 Akibat dari kecerobohan orang-orang yang

ada di zaman era digital saat ini, dengan mudahnya menggunakan dan memanfaatkan

2Muhamad Ngafifi, “Kemajuan Teknologi Dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial Budaya,” Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Vol. 02, no. 01 (2014). 35

3Yesi Puspita, “Pemanfaatan New Media Dalam Memudahkan Komunikasi Dan Transaksi Pelacur Gay,” Pekommas Vol. 18, no. 03 (2015). 204.

(3)

Copyright© 2020 – KERUGMA | 62 media teknologi sebagai alat dalam menyebarkan berita-berita hoax yaitu informasi yang tidak benar tetapi dibuat seolah-olah benar adanya agar masyarakat tidak aman, tidak nyaman dan bingung. Jika seseorang tidak cerdas dalam memilah dan memahami isi berita yang ada di media sosial, maka hal ini sangat berbahaya pada keutuhan bangsa Indonesia.

Dengan mencermati berbagai isu yang sedang dipertontonkan oleh media sosial saat ini, tentu memiliki dampak negatif besar terhadap perilaku anak-anak, dimana anak-anak ikut-ikutan juga dalam menyebarkan berita hoax dan tidak sedikit diantara siswa di sekolah. Sikap ini tidak sesuai dengan kepribadian dan nilai-nilai Kristen, sebagaimana telah dipaparkan dalam Surat 1 Tim. 4:12b. “Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu” disinilah sangat diperlukan pembimbingan dari guru kristen kepada siswa yaitu dengan mendidik dan mengajarkan nilai-nilai kebenaran yang akan menumbuhkan spritual dari peserta didik.

II. METODE PENELITIAN

Adapun metode penelitian yang adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono, mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang almiah, dimana peneliti berperan sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan

secara trianggulasi (gabungan).4 Sumber data yang dipakai dalam penelitian kualitatif

berupa lingkungan alamiah. Penulis melakukan analisis data dengan memperbanyak informasi, mencari hubungan ke berbagai sumber, membandingkan, dan menemukan hasil atas dasar data sebenarnya (tidak dalam bentuk angka). Dalam tulisan ini, hasil analisis data tersebut berupa pemaparan yang berkenaan dengan situasi yang sedang diteliti dan disajikan dalam bentuk tulisan.

III. PEMBAHASAN DAN HASIL Sub Pembahasan dari Hasil Temuan

Pembimbingan adalah kegiatan membantu atau menolong seseorang yang akan

dibimbing. Seperti yang dikemukakan oleh Soetjipto dan Raflis Kosasi, bahwa bimbingan

(4)

Volume 2, No 1, Tahun 2020

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609

http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright© 2020 – KERUGMA | 63

adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan

keadaan keluarga serta masyarakat.5 Sedangkan Guru Kristen adalah guru yang

memiliki iman Kriten dalam memimpin, menuntun, dan menolong siswa-siswi untuk mampu bersikap dan hidup menurut nilai-nilai dan iman kekristenan yang bersumber dari Alkitab.

Guru Kristen haruslah profesional dalam bidangnya dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi untuk diajarkan kepada peserta didiknya. Menurut Intarti bahwa guru tidak hanya dituntut untuk memiliki pemahaman atau kemampuan dalam bidang belajar dan pembelajaran tetapi juga dalam memotivasi peserta didik. Guru harus memahami konsep-konsep motivasi sehingga mampu berfungsi sebagai fasilitator perkembagan peserta didik, baik yang menyangkut aspek intelektual, emosional, sosial, maupun

mental spiritual

.

6

Guru kristen harus menjadi pembimbing bagi siswa-siswanya. Seorang pembimbing haruslah seorang yang memiliki kepekaan atau rasa empati yang tinggi. Gunarsa menyatakan bahwa empati berarti kemampuan menghayati pikiran, sikap dan perasaan orang lain, seperti sensivitas afektif pada orang lain, dan emosi yang berkaitan

dengan itu.7 Demikian jugalah seharusnya sebagai seorang pembimbing, guru Kristen

harus memiliki kepekaan dalam memahami pribadi siswa-siswi yang dibimbingnya. Pembimbingan yang dilakukan oleh guru Kristen hendaklah bersifat edukatif yaitu pembimbingan yang memiliki landasan pengetahuan yang baik dan benar. Alkitab adalah sumber pengetahuan dan landasan yang kuat bagi guru Kristen atau pendidik Kristen untuk melakukan pembimbingan. Pazmino menjelaskan bahwa:

Alkitab adalah sumber esensial untuk bisa mengerti keunikan Kristen dalam pendidikan. Oleh karena itu, seluruh pemikiran dan praktik para pendidik Kristen harus dipimpin oleh kebenaran penyataan Allah ketika mereka

5Soetjipto and Raflis Kosasi, Profesi Keguruan (Jakarta: Rineka Cipta, 2009). 62.

6 Esther Rela Intarti, “Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Motivator,” Regula Fidei Vol. 1, no. 02 (2016).

7Yulia Singgih D. Gunarsa, Dari Anak Sampai Usia Lanjut (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009). 284.

(5)

Copyright© 2020 – KERUGMA | 64 berusaha taat kepada Kristus dalam menjalankan tugasnya sebagai

pendidik.8

Artinya guru Kristen atau pendidik Kristen harus menjadikan Alkitab sebagai sumber yang terpenting dan esensial dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yaitu dalam memberi pengajaran dan pembimbingan kepada siswa-siswi Setiap guru Kristen harus memahami bahwa dalam pembimbingan, guru harus memiliki kerelaaan dan mau berkorban untuk bayar harga, apakah itu tenaga, waktu dan finansial, bahkan terkadang perasaan. Maka setiap orang yang ingin menjadi guru harus mempersiapkan diri bukan hanya sebagai pengajar di dalam kelas namun guru juga harus berperan

sebagai pembimbing diluar kelas.9 Homrighausen menguraikan ada empat poin penting

yang harus dimiliki oleh guru Kristen dalam membimbing siswa-siswi di era digital:10

1. Penafsir iman. Dialah yang menguraikan dan menerangkan kepercayaan Kristen itu. Ia harus dapat mengambil dari penyataan Tuhan dalam Yesus Kristus sebagaimana tertulis dalam Alkitab kepada para peserta didiknya;

2. Gembala bagi peserta didiknya. Ia bertanggung jawab atas hidup rohani mereka; ia wajib membina dan memajukan hidup rohani mereka;

3. Pedoman dan pemimin. Ia hendaknya menjadi teladan yang menarik orang kepada Kristus, mencerminkan Kristus dalam sejarah pribadinya. Ia tidak boleh memaksa peserta didiknya untuk masuk kedalam kepercayaan Kristen, melainkan membimbing mereka dengan halus dan lemah lembut;

4. Penginjil. Ia bertanggung jawab atas penyerahan diri setiap peserta didiknya kepada Yesus. Artinya peserta didik menjadi murid Tuhan Yesus yang taat dan setia kepadaNya.

Jadi jelaslah bahwa pembimbingan guru kristen untuk membangun karakter siswa di era digital ini sangat diperlukan. Kitab Amsal mengatakan dengan tegas “Didiklah orang muda menurut jalan yg patut baginya, maka pada masa tuanya ia tidak akan menyimpang dari jalan itu (Ams.22:6).

Pentingnya Bimbingan Guru Kristen Untuk Membangun Karakter Siswa Diera Digital

Di era digital ini sikap dan karakter siswa sudah banyak berubah. Salah satu karakter siswa di era digital yang sering dijumpai adalah (1). Siswa lebih berkiblat ke arah negatif yang melanggar norma norma yang ada, seperti berpacaran lewat batas

8Robert W Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen (2013: BPK Gunung Mulia, 2013). 14. 9Ibid. 107.

(6)

Volume 2, No 1, Tahun 2020

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609

http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright© 2020 – KERUGMA | 65

serta merokok, bertato, minum minuman keras, pergaulan yang melampaui batas, sampai penyalahgunaan obat obatan terlarang (2). Siswa di era digital yang semakin jauh dari nilai-nilai kesopanan dan nilai luhur budaya bangsa, seperti berani melawan orang tua dan guru, dll. Kedua fenomena ini, seringkali para orangtua dan guru bingung menghadapi sikap anak-anak yang memiliki kepribadian seperti ini. Oleh karena itu, sebaiknya guru di zaman era digital ini hendaknya menjadi guru yang menyesuikan zaman. Zaman yang dimaksud di sini adalah guru dapat mengikuti berbagai perkembangan Ilmu Teknologi dan karakter anak-anak.

Untuk itulah sangat penting dan tidak boleh di tunda Guru Kristen membimbing siswa agar mereka menjadi manusia dewasa dan memiliki karakter yang baik. Tanpa bimbingan yang baik dari guru, maka peserta didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi berbagai tantangan di era digital saat.

Upaya-upaya Bimbingan Guru Kristen Untuk Membangun Karakter Siswa Diera Digital

Adapun upaya bimbingan yang dapat dilakukan guru kristen untuk membangan karakter adalah sebagai berikut:

1. Menanamkan kedisiplinan. Salah satu upaya yang harus dilakukan oleh Guru Agama Kristen dalam membangun karakter siswa di era digital ini adalah menanamkan kedisplinan kepada siswa. Bagian ini sering diabaiakan oleh para pendidik dan orangtua siswa. Padahal kedisplinan menjadi salah satu indikator penting dalam membangun kepribadian siswa. Secara etimologi, disiplin berasal dari bahasa Latin “disipel” yang berarti pengikut. Seiring dengan perkembangan zaman, kata tersebut mengalami perubahan menjadi “disipline” yang artinya

kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib.11 Selanjutnya, disiplin adalah sikap

dari seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk

mengikuti atau mematuhi segala aturan atau keputusan yang ditetapkan.12 Disiplin

adalah salah satu kunci kesuksesan. Tanpa disiplin seseorang tidak dapat meraih

11Wursanto, Manajemen Kepegawaian (Yogyakarta: Kanisius, 1987).147.

(7)

Copyright© 2020 – KERUGMA | 66

apa yang menjadi impiannya.”13 Jadi kepribadian guru memiliki andil yang sangat

besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Salah satu kedisiplinan yang ditanamkan oleh guru Kristen kepada siswa di era digital ini adalah: (1). Guru Kristen sebagai teladan kedisiplinan. Disiplin peserta didik tidak akan terbentuk bila pribadi guru tidak disiplin, arif, dan berwibawa. (2). Guru Kristen berperan dalam mendisiplinkan peserta didik. Guru harus senantiasa mengawasi perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakan yang indisiplin. Disiplin pada siswa sangat penting, agar siswa mengerti batas-batas kebebasan dalam bergaul, apalagi dalam memanfaatkan kemajuan teknologi. (3). Guru Kristen berperan dalam mendisiplinkan diri dalam menggunakan waktu. Disiplin waktu menjadi salah poin penting dalam membentuk karakter siswa. Menurut Ariwibowo bahwa “disiplin dalam waktu memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Karena dengan disiplin waktu manusia dapat mencapai sasaran hidup,

dan mencapai pekerjaan yang ditetapkan dengan efektif dan efesien.”14 Oleh

karena itu, guru Agama Kristen harus menanamkan disiplin waktu kepada siswa, sebab waktu adalah bagian dari pendidikan. Guru perlu menyadarkan setiap anak untuk memanfaatkan waktu untuk sekolah, belajar, dalam menyelesaikan tugas, dan lain sebagainya.

2. Menanamkan rasa bertanggung jawab Tanggung jawab. Bertangggung jawab tidak dengan sendirinya ada dalam diri setiap anak. Anak-anak sebetulnya lahir tanpa mempunyai kesadaran akan tanggung jawabnya. Jadi dalam menanamkan rasa bertanggung jawab kepada siswa adalah tugas orangtua dan guru. Menurut Asmani bahwa tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dilakukan baik terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan

Yang Maha Esa.15 Hidayat mengatakan bahwa Tuhan menghendaki setiap siswa

13 A.Z Mulyana, Rahasia Menjadi Guru Hebat Motivasi Diri Menjadi Guru Luar Biasa (Jakarta: Grasindo, 2010). 20.

14Ariwibowo Prijosaksono and HM Roy Sember, Control Your Life, Aplikasi Manajemen Diri

Dalam Kehidupan Sehari-Hari (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2002). 33.

15Jamal Ma’amur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Di Sekolah (Yogyakarta: Diva Press, 2013). 15.

(8)

Volume 2, No 1, Tahun 2020

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609

http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright© 2020 – KERUGMA | 67

menjalankan rasa tanggung jawab sebagai bagian dari karakter. Artinya setiap peserta didik harus bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Tanggung jawab siswa sebagai pelajar adalah belajar dengan baik, mengerjakan tugas sekolah yang

sudah diberikan kepadanya, disiplin dalam menjalani tata tertib sekolah.16 Namun

fakta di lapangan saat ini banyak siswa yang merasa terbebani dengan kewajiban sebagai pelajar. Akhirnya siswa berangkat dari rumah pergi ke sekolah hanya dijadikan sebagai ajang untuk ketemu, kumpul dengan teman-teman, ngobrol dan lain sebagainya.Sementara tugas sejatinya untuk belajar dan menimba ilmu sudah bukan lagi menjadi pokok utama. Jadi bagaimana cara menumbuhkan kembangkan rasa tanggung jawab kepada siswa, yaitu: (1). Guru memberikan tugas. (2). Guru membiarkan anak mengambil keputusan sendiri. (4). Guru membiarkan siswa melakukan “kesalahan” tanpa ditinggalkan. (4). Guru memberikan kepercayaan pada anak, agar siswa dapat memiliki kepercayaan diri. (5) Guru mengajarkan begaimana cara kerja kelompok. (6). Guru mengajarkan anak untuk punya harga diri. (7). Guru memberi contoh dan menjadi teladan bagi anak. Murid tidak akan berubah menjadi anak bertanggung jawab dalam waktu semalam. Pada saat siswa mulai memikul tanggung jawab, maka saat itu juga siswa akan lebih bisa mempercayai kelebihannya. Sebab akan ada banyak hal yang dia mampu lakukan, hal-hal kecil yang tadinya dia pikir tidak berguna, tapi waktu dia mulai lakukan, sesungguhnya itu akan menumbuhkan rasa keyakinan dirinya. Oleh karena itu, pembimbingan guru Kristen sangat diperlukan untuk mengajarkan peserta didik untuk bertanggung jawab agar kelak siswa ini menjadi seorang yang memiliki karakter yang baik. Menurut Tung Yao bahwa pembentukan karakter sering didengung-dengungkan sebagai bagian solusi atas persoalan kehidupan yang bermoral dalam masyarakat. Pelajarin ini dianggap

mampu memperbaiki berbagai penyimpangan kehidupan dalam masyarakat.17

Dalam mencapai hal ini, maka diperlukan guru Kristen yang mempraktikan

16Nur Hidayat and Adi Atmoko, Sosial Budaya Dan Psikologis Pendidikan: Terapannya Di Kelas (Malang: Gunung Samudera, 2013). 65.

17 Yao Khoe Tung, Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen Yang Berhati Hamba (Yogyakarta: ANDI, 2018). 193.

(9)

Copyright© 2020 – KERUGMA | 68

dasar pendidikan berdasarkan kebenaran Firman Tuhan.18

3. Menanamkan kejujuran. Di era digital ini nilai kejujuran dalam diri siswa menurunya, maka ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru, antara lain: melakukan pendampingan secara rutin, kerjasama antara sekolah dan orang tua murid, juga lingkungan. Dengan menanamkan sikap seperti ini mau tak mau siswa akan cenderung memiliki karakter jujur dan berusaha untuk berbuat jujur, bahkan bisa jadi mencegah orang lain berbuat tidak jujur. Andar Gultom memaparkan standar kompetensi kepribadian yang harus dimiliki para pengajar kristiani meliputi: memiliki integritas yang mantap, memiliki kepribadian yang dewasa, berpikir alternatif, mempunyai sifat jujur, adil, dan obyektif, berdisiplin dalam menjalankan tugas, memiliki kepribadian yang arif, berwibawa, dan

memiliki akhlak dan dapat menjadi teladan.19 Kepribadian berarti mutu, sifat, atau

keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Beberap tips untuk menanamkan rasa kejujuran kepada siswa di era digital saatnya, antara lain: (1). Kejujuran dalam ucapan, yaitu kesesuaian ucapan dengan realiti. (2). Kejujuran dalam perbuatan, yaitu kesesuaian antara ucapan dan perbuatan. (3). Kejujuran dalam niat, yaitu kejujuran tertinggi di mana ucapan dan perbuatan semuanya hanya untuk Allah. (4). Jujur dalam menepati janji. (5). Jujur dalam berkendak. Oleh karena itu, dalam mewujudkan hal ini, maka diperlukanperan guru dalam menanamkan nilai kejujuran kepada siswa.

4. Menanamkan rasa takut akan Tuhan. Dalam membimbing siswa agar memiliki rasa takut akan Tuhan, guru kristen sangat membutuhkan keterlibatan peran orangtua dalam mendukung pembelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada anak. Oleh karena itu, pembimbingan guru Kristen sangat penting dalam menanamkan rasa takut akan Tuhan kepada siswa. Sekalipun pada faktanya masih banyak guru Agama Kristen di era digital ini, yang melakukan pengajarannya masih menekankan pada pengetahuan/intelektual tanpa menyetuh kehidupan spiritual anak. Makanya jangan heran jika peserta didik di era digital tidak berjalan sesui dengan nilai-nilai kebenaran firman Tuhan, sebab dalam dirinya

18Ibid., 189.

19Andar Gultom, Profesionalisme, Standar Kompetensi, Dan Pembangan Profesi Guru Pak (Bandung: Bina Media Informasi, 2007). 39-40.

(10)

Volume 2, No 1, Tahun 2020

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609

http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright© 2020 – KERUGMA | 69

belum sepenuhnya tertanam rasa takut akan Tuhan, karena yang ada hanya keinginan daging semata. Untuk mengatasi hal itu,maka pendidikan anak-anak harus berdasarkan pada takut akan Tuhan. Mereka yang takut akan Tuhan

mengenal kasih yang sejati dan membenci kejahatan (Ams. 8:13a)20 Kitab Amsal

mendifinisikan bahwa “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan” (Ams. 1:7). Orang yang takut akan Tuhan akan menghargai kehadiran Tuhan dalam dirinya serta memahami bahwa Allah membenci dosa. Dengan kata lain takut dalam arti ‘perasaan takut’, maupun ‘ketakutan yang amat sangat’. Dalam Luk. 21:11, TB LAI memilih kata

‘mengejutkan’. Namun, dalam Ibr. 10:31, TB LAI menterjemahkan ‘ngeri’.21

Takut akan Allah berarti memiliki rasa hormat hingga berdampak kepada cara hidup siswa tersebut. Oleh karena itu, sebagai guru harus mampu membawa peserta didik memahami serta menjalankan nilai-nilai agama yang dipelajarinya dengan mengandalkan kemampuan dan karakter yang tinggi dan mengacu pada

sosok Yesus sebagai Guru yang Agung.22 Dengan harapan bahwa setiap guru

Agama Kristen dapat menjadi figur yang akan dituruti oleh anak didiknya. Sebagai figur guru harus mampu mendidik sifat, sikap, dan mental anak didiknya melalui pendidikan. Menurut Robert W. Pazmino bahwa Pendidikan mengupayakan perubahan, pembaruan dan reformasi pribadi-pribadi, kelompok dan struktur, oleh kuasa Roh Kudus, sehingga anak didik hidup sesuai dengan kehendak Allah, sebagaimana dinyatakan oleh Alkitab dan oleh Tuhan Yesus sendiri.23

IV. KESIMPULAN/PENUTUP

Kemajuan teknologi di abad ke-21 ini menjadi tantangan besar bagi masyarakat pada umumnya, namun di sisi lain, kemajuan teknologi menjadi peluang positif bagi

20 Ibid. 144.

21‘takut’ dalam W.R.F Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011). 434 22 Robert R Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009). 807-80

23Robert W Pazmino, Foundational Issues in Christian Education (Grand Rapids, Michigan: Baker Book House, 1988). 81, sebagaimana dikutip Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen (Yogyakarta: ANDI, 1994). 106.

(11)

Copyright© 2020 – KERUGMA | 70 orang-orang yang dapat memanfaatkannya dengan baik. Kemajuan teknologi ini memiliki dampak negatif bagi kehidupan para peserta didik di sekolah. Salah satu dampak negatif tentang perkembangan teknologi terhadap pembaharuan karakter siswa di era digital adalah kemerosotan moral di kalangan masyarakat khususnya remaja dan pelajar menjadi salah satu tantangan sosial budaya yang serius dihadapi bersama. Oleh karena itu, dalam menghadapi kemajuan teknologi ini, maka diperlukan bimbingan guru Kristen dalam membangun karakter siswa di era digital. Guru Agama Kristen adalah salah satu komponen penting dalam membentuk karakter anak-anak melalui pembelajaran di kelas. Selain itu, guru kristen harus memiliki upaya dalam membangun karakter siswa tersebut seperti, mengarahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi sebagai penunjang dalam proses pembalajaran, motivator, orangtua dan memberi teladan kepada siswa dan menanamkan kedisiplinan, bertanggung jawab, kejujuran dan takut akan Tuhan. Tujuannya adalah agar siswa tidak menjadi korban dari perkembangan teknologi saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal Ma’amur. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press, 2013.

Boehlke, Robert R. Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama

Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Browning, W.R.F. Kamus Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.

Gultom, Andar. Profesionalisme, Standar Kompetensi, Dan Pembangan Profesi Guru

Pak. Bandung: Bina Media Informasi, 2007.

Gunarsa, Yulia Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Hidayat, Nur, and Adi Atmoko. Sosial Budaya Dan Psikologis Pendidikan: Terapannya

Di Kelas. Malang: Gunung Samudera, 2013.

Homrighausen. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995.

Intarti, Esther Rela. “Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Sebagai Motivator.”

Regula Fidei Vol. 1, no. 02 (2016).

Mulyana, A.Z. Rahasia Menjadi Guru Hebat Motivasi Diri Menjadi Guru Luar Biasa. Jakarta: Grasindo, 2010.

Ngafifi, Muhamad. “Kemajuan Teknologi Dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial Budaya.” Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Vol. 02, no. 01 (2014).

(12)

Volume 2, No 1, Tahun 2020

p-ISSN 2714-7592; e-ISSN 2714-9609

http://www.sttiimedan.ac.id/e-journal/index.php/kerugma

Copyright© 2020 – KERUGMA | 71

Pazmino, Robert W. Fondasi Pendidikan Kristen. 2013: BPK Gunung Mulia, 2013. ———. Foundational Issues in Christian Education. Grand Rapids, Michigan: Baker

Book House, 1988.

Prijosaksono, Ariwibowo, and HM Roy Sember. Control Your Life, Aplikasi

Manajemen Diri Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, 2002.

Puspita, Yesi. “Pemanfaatan New Media Dalam Memudahkan Komunikasi Dan Transaksi Pelacur Gay.” Pekommas Vol. 18, no. 03 (2015).

Sidjabat, Samuel. Strategi Pendidikan Kristen. Yogyakarta: ANDI, 1994.

Sinungan, Muchdarsya. Produktifitas, Apa Dan Bagaimana. Jakarta: Bumi Aksara, 1987.

Soetjipto, and Raflis Kosasi. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Sri, Marasih. “Pengaruh Perkembangan Tehnologi Informasi Terhadap Bidang Akutansi Manajemen.” Akuntansi dan Keuangan Vol. 02, no. 02 (2000).

Sugiyono. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfa Beta, 2014.

Tung, Yao Khoe. Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen Yang Berhati Hamba. Yogyakarta: ANDI, 2018.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan studi penelitian yang dilakukan, diperoleh gambaran adanya perbedaan diantara para pegawai dalam hal disiplin kerja antara lain nampak pada perilaku dan

Guru Kristen harus mendidik karakter kesantunan berbahasa siswa bukan hanya untuk membenahi fenomena dekadensi moral dalam pendidikan, tetapi juga sebagai ungkapan syukur

Pada bab ini mengetengahkan landasan teoristis yang berisi tentang pengertian tugas proyek, manfaat penggunaan tugas proyek, penilaian tugas proyek, pengertian

bertempat di Kantor Tim Katalog Pemerintah Kota Cilegon, telah dilakukan Evaluasi, Klarifikasi Dan Negosiasi Teknis dan Harga Penawaran PT/CV/Firma...untuk

Konsep rancangan alat ini terdiri dari rangkaian CCTV sebagai media untuk mendeteksi objek manusia, aplikasi machine learning sebagai software, Node js yang

Pada bab ini disajikan data dan pembahasan, penelitian yang berjudul “Efektifitas Pengembangan Lembar Kerja Siswa Geografi Dengan Metode Stad (

Melalui uraian di atas, maka upaya guru dalam membentuk karakter dan pengembangan karakter peserta didik melalui pembelajaran PAI harus dilaksanakan dalam sekolah, juga

Penerimaan pesan komunikasi massa tidak hanya dalam jumlah yang besar (heterogen). Namun, komunikannya pun terdiri dari orang-orang yang berbeda, diantaranya