• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SEMIOTIKA RIFFATERRE DALAM KUMPULAN PUISI SAJAK ULAT BULU KARYA SUYADI SAN SKRIPSI. Oleh. Zaim Dzaky Sanjaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS SEMIOTIKA RIFFATERRE DALAM KUMPULAN PUISI SAJAK ULAT BULU KARYA SUYADI SAN SKRIPSI. Oleh. Zaim Dzaky Sanjaya"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEMIOTIKA RIFFATERRE DALAM KUMPULAN PUISI SAJAK ULAT BULU

KARYA SUYADI SAN

SKRIPSI

Oleh

Zaim Dzaky Sanjaya 170701087

PROGAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

▸ Baca selengkapnya: contoh deklamasi puisi

(2)
(3)
(4)

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Zaim Dzaky Sanjaya

NIM : 170701087

Jurusan : Sastra Indonesia Fakultas : Ilmu Budaya USU

Judul : Analisis Semiotika Riffaterre dalam Kumpulan Puisi Sajak Ulat Bulu Karya Suyadi San

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar sarjana pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya penelitian ini tidak pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, 06 Agustus 2021 Peneliti,

Zaim Dzaky Sanjaya

(5)

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANALISIS SEMIOTIKA RIFFATERRE

DALAM KUMPULAN PUISI SAJAK ULAT BULU KARYA SUYADI SAN

Zaim Dzaky Sanjaya Fakultas Ilmu Budaya USU

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna melalui semiotika Riffaterre yang terdapat pada 10 puisi Sajak Ulat Bulu karya Suyadi San. Untuk menganalisis puisi, salah satu cara yang digunakan adalah metode kajian semiotika sastra. Semiotika sastra adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk tanda. Diantara para ahli semiotika, Michael Riffaterre mengutarakan upaya tindak penelitian dengan memperhatikan beberapa aspek yang menjadi acuan seperti pergantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti. Metode penelitian ini adalah metode kualitatif. Dalam puisi Sajak Ulat Bulu ini, tokoh bapak tidak peduli dengan dirinya yang diganggu oleh para ulat bulu. Ia hanya tertidur pulas, padahal para ulat bulu bertengger dan bermain dengan bulunya yang beracun. Peneliti memilih semiotika Riffaterre karena yakin bahwa semiotika Riffaterre dapat menjadi jawaban atau arti dari puisi-puisi Sajak Ulat Bulu dan alasan dipilihnya puisi tersebut karena peneliti ingin membahas karya orang Sumatra Utara untuk memajukan dan mengembangkan karya sastra khususnya di Kota Medan.

Sumber data penelitian merupakan sebuah buku kumpulan puisi yang berjudul Sajak Ulat Bulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam 10 puisi Sajak Ulat Bulu karya Suyadi San terdapat Semiotika Riffaterre yaitu berupa (1) pembacaan heuristik, (2) pembacaan hermeunitik, (3) ketidaklangsungan ekspresi yang berupa (a) pergantian arti, (b)penyimpangan arti, (c) penciptaan arti, (4)matriks, dan (5) hipogram.

Kata Kunci: puisi, semiotika, riffaterre

(6)

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah SWT atas berkah, rahmat, dan hidayah-Nya yang senantiasa kepada peneliti, sehingga bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Semiotika Riffaterre dalam Kumpulan Puisi Sajak Ulat Bulu Karya Suyadi San” sebagai syarat untuk menyelesaikan Progam Sarjana (S1) pada Progam Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, banyak hambatan serta rintangan yang peneliti hadapi.

Namun akhirnya peneliti dapat melaluinya berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual. Untuk itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Dra. T. Thyrhaya Zein, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah menyediakan fasilitas pendidikan bagi peneliti.

2. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., ketua progam studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah mengarahkan peneliti dalam menjalani perkuliahan di Progam Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sekretaris progam studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan informasi, arahan, dan bimbingan terkait dengan perkuliahan kepada peneliti.

4. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., dosen pebimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu untuk membimbing peneliti dengan penuh kesabaran, tanggung jawab, memberi nasihat, memberi motivasi, dan memberikan masukan kepada peneliti dalam proses penulisan skripsi.

5. Ibu Dra. Nurhayati, M.Hum., dan Bapak Dr. Drs. Hariadi Susilo, M.Si sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

6. Seluruh bapak dan ibu staf pengajar progam studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan ilmu yang

bermanfaat kepada peneliti.

(7)

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7. Bapak Joko Santoso, A.Md staf administrasi progam studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang membantu peneliti dalam hal administrasi.

8. Teristimewa peneliti sampaikan kepada kedua orang tua yang peneliti cintai dan yang telah menyemangati, mempercayai, dan mendukung peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Ayah peneliti, Suyadi dan Ibu peneliti, Asnidar yang selalu mendoakan dan bersabar kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini serta ucapan terima kasih peneliti karena selalu membiayai peneliti sampai saat ini.

9. Kedua adik peneliti, Azka dan Dzihni yang selalu menyemangati peneliti agar menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman peneliti Salim, Michael, Rifaldi, Pandu, Adit, Dwika, dan Maya Audina yang membantu dan menyemangati peneliti dalam penulisan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan Stambuk 2017 yang saling mendukung dan membantu.

12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebut satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Peneliti menyadari penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan hasil penelitian ini.

Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan para pembacanya.

Medan, 06 Agustus 2021

Zaim Dzaky Sanjaya

(8)

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Batasan Masalah ... 2

1.3 Rumusan Masalah ... 2

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 3

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Konsep ... 4

2.1.1 Puisi ... 4

2.1.2 Semiotika Secara Umum ... 4

2.2 Landasan Teori ... 6

2.2.1 Semiotika Sastra ... 6

2.2.2 Semiotika Riffaterre ... 6

2.3 Tinjauan Pustaka... 8

BAB III METODE PENELITIAN ...11

3.1 Metode Penelitian ...11

3.2 Sumber Data ...11

(9)

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.3 Teknik Pengumpulan Data ...11

3.4 Teknik Analisis Data ...12

BAB IV SEMIOTIKA RIFFATERRE DALAM KUMPULAN PUISI SAJAK ULAT BULU KARYA SUYADI SAN ...13

4.1 Puisi Sajak Ulat Bulu ...13

4.2 Pembacaan Heuristik 10 Puisi Sajak Ulat Bulu ...15

4.3 Pembacaan Hermeunitik 10 Puisi Sajak Ulat Bulu ...19

4.4 Ketidaklangsungan Ekspresi 10 Puisi Sajak Ulat Bulu ...24

4.4.1 Pergantian Arti ...24

4.4.1.1 Simile ...24

4.4.1.2 Metafora ...25

4.4.1.3 Personifikasi ...25

4.4.1.4 Alegori ...26

4.4.1.5 Metonimia ...26

4.4.1.6 Sinekdode ...26

4.4.1.7 Epos ...27

4.4.2 Penyimpangan Arti ...27

4.4.2.1 Ambiguitas ...27

4.4.2.2 Kontradiksi ...28

4.4.2.3 Nonsens ...28

4.4.3 Penciptaan Arti ...29

4.4.3.1 Rima ...29

4.4.3.2 Enjambement ...30

4.4.3.3 Tipografi ...31

(10)

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.4.4 Matriks ...32

4.4.5 Hipogram ...34

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...38

5.1 Simpulan ...38

5.1 Saran ...39

DAFTAR PUSTAKA ...40

LAMPIRAN I Biodata Penyair ...41

(11)

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Tipografi Sajak Ulat Bulu ...32

(12)

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karya sastra merupakan sebuah ungkapan isi hati dan pikiran pengarang yang dituangkan ke dalam bahasa lewat tulisan. Di dalam tulisan tentunya terdapat bahasa yang digunakan oleh si pengarang, karena bahasa merupakan media komunikasi antar manusia.

Dengan banyaknya bahasa yang ada di dunia, tentunya para pengarang menggunakan bahasa kesehariannya atau bahasa yang sangat dipahaminya. Tulisan memiliki peran penting dalam dunia kesastraan, karena dengan tulisan para pembaca akan mengetahui makna atau tujuan sebuah karya sastra. Pengarang pun membuat kreasi sastra yang konvensinya selalu berkembang dan berubah setiap zaman.

Sastra adalah ekspresi estetis-imajinatif dari seorang individu yang dimaksudkan untuk menyampaikan ide atau tanggapan terhadap lingkungannya (Muhri, 2014:3). Di dalam karya sastra, puisi termasuk karya yang sarat akan makna

Puisi merupakan suatu bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran serta perasaan dari pengarang secara imajinatif yang disusun dengan kekuatan bahasa yang jarang didengar khalayak luas. Puisi merupakan sebuah struktur yang kompleks, untuk memahaminya diperlukan analisis sehingga dapat diketahui bagian-bagiannya serta jalinannya secara nyata (Ahyar 2019:49). Dari pandangan kaum awam, biasanya cara dalam membedakan puisi dan karya sastra yang lain dari jumlah huruf serta kalimat saja.

Puisi umumnya lebih singkat dan padat, sedangkan pada karya sastra yang lain seperti prosa lebih mengalir seperti mengutarakan cerita.

Puisi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu puisi lama dan puisi baru. Puisi lama merupakan puisi yang masih terikat oleh aturan-aturan. Aturan puisi lama seperti jumlah kata yang terdapat dalam 1 baris, jumlah baris yang terdapat dalam 1 bait, persajakan atau rima, banyaknya suku kata pada tiap baris, dan rima (Ahyar 2019:35). Contoh puisi lama diantaranya, mantra, pantun, dan gurindam. Sedangkan puisi baru merupakan puisi yang sudah tidak terikat oleh aturan, berbeda dengan puisi lama. Puisi baru memiliki bentuk yang

(13)

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA lebih bebas dibandingkan puisi lama baik dalam jumlah baris, suku kata, ataupun rima.

Contoh puisi baru yaitu, balada, himne, ode, dan epigram.

Semua yang diungkapkan pengarang dalam puisi berdasarkan pengalaman atau masalah yang pernah dialaminya atau yang dialami orang lain. Sesuatu yang telah menjadi pengalaman, baik yang secara langsung maupun tidak langsung akan diresapi oleh pengarang sehingga menimbulkan empati yang kemudian mencobanya mengekspresikan dalam bentuk rangkaian kata yang indah dan kias serta memiliki gaya bahasa yang komunikatif dan lazim.

Untuk menganalisis puisi, salah satu cara yang digunakan adalah metode kajian semiotika sastra. Semiotika sastra adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk tanda.

Diantara para ahli semiotika, Michael Riffaterre mengutarakan upaya tindak penelitian dengan memperhatikan beberapa aspek yang menjadi acuan seperti pergantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti.

Dalam puisi Sajak Ulat Bulu ini, tokoh bapak tidak peduli dengan dirinya yang diganggu oleh para ulat bulu. Ia hanya tertidur pulas, padahal para ulat bulu bertengger dan bermain dengan bulunya yang beracun.

Peneliti memilih semiotika Riffaterre karena yakin bahwa semiotika Riffaterre dapat menjadi jawaban atau arti dari puisi-puisi Sajak Ulat Bulu dan alasan dipilihnya puisi tersebut karena peneliti ingin membahas karya orang Sumatra Utara untuk memajukan dan mengembangkan karya sastra khususnya di Kota Medan.

Hal itulah yang menjadi latar belakang peneliti memilih melakukan penelitian dengan judul “Analisis Semiotika Riffaterre dalam Puisi Sajak Ulat Bulu Karya Suyadi San” untuk penelitian pada skripsi ini.

1.2. Batasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan agar peneliti dapat fokus untuk menganalisis sesuai tujuan penelitian ini.

Dalam hal ini, peneliti hanya membahas semiotika Riffaterre dalam puisi Sajak Ulat Bulu yang berjumlah 10 puisi dalam kumpulan puisi Sajak Ulat Bulu karya Suyadi San.

(14)

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah semiotika Riffaterre yang terdapat pada 10 puisi Sajak Ulat Bulu karya Suyadi San?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menemukan dan mendiskripsikan makna melalui semiotika Riffaterre yang terdapat pada 10 puisi “Sajak Ulat Bulu” dalam kumpulan puisi Sajak Ulat Bulu karya Suyadi San. Sajak Ulat Bulu tersebut adalah (1) “Sajak Ulat Bulu”, (2) “Sajak Ulat Bulu” II, (3) “Sajak Ulat Bulu” III, (4) “Sajak Ulat Bulu” VI, (5) “Sajak Ulat Bulu” V, (6) “Sajak Ulat Bulu” VI, (7) “Sajak Ulat Bulu” VII, (8) “Sajak Ulat Bulu”

VIII, (9) “Sajak Ulat Bulu” IX, (10) “Sajak Ulat Bulu” X.

1.4.2 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis

1) Menambah wawasan di bidang semiotika sastra untuk mengkaji puisi agar dapat mengapresiasi dan mengkritik khususnya bagi mahasiswa sastra Indonesia dan masyarakat umum.

2) Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pembelajaran sastra, khususnya Sastra Indonesia.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang semiotika Riffaterre.

2) Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk meneliti dan memperluas wawasan dalam bidang semiotika sastra.

3) Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memahami isi dari 10 puisi “Sajak Ulat Bulu”.

(15)

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep 2.1.1 Puisi

Puisi merupakan interpetasi penyair terhadap kehidupan. Interpetasi tersebut merefleksikan pandangan penyair terhadap realitas di sekitarnya. Untuk itu, puisi merupakan bentuk curahan pikiran dan perasaan penyairnya terhadap realitas kehidupan (Hikmat, Puspitasari & Hidayatullah, 2017:11).

Puisi menurut segi etimologi berasal dari kata Greek yang berarti membuat, mencipta (to make, to creative). Di Inggris, kata poety ini lama sekali disebut maker. Dalam bahasa Greek sendiri poety itu berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya atau orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.

Menurut Umry (2016:3) menjelaskan bahwa puisi adalah dunia ciptaan dan dunia rekaan penyair untuk menggambar kehidupan manusia melalui peralatan puitik (irama, sajak, emosi, metafora, imajinasi) sehingga pembaca dapat berpikir dan memikir sekaligus menghayatinya.

Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan.

Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo, 1993:7).

2.1.2 Semiotika Secara Umum

Menurut AS & Umaya (2012:27) semiotika dapat dipahami melalui pengertian semiotika yang berasal dari kata semeion, bahasa asal Yunani yang berarti tanda. Semiotika ditentukan sebagai cabang ilmu yang berurusan dengan tanda, mulai dari sistem tanda, dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda pada akhir abad ke-18. Lambert, seorang filsuf

(16)

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Jerman yang sempat dilupakan, menggunakan kata semiotika sebagai sebutan untuk tanda.

Untuk beberapa masa, perbincangan mengenai semiotika sempat tenggelam dan tidak menarik perhatian para filsuf atau pemerhati ilmu bahasa dan kesusastraan lainnya.

Tokoh penting dalam semiotika sastra adalah Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Pierce. Saussure dan Pierce merupakan dua orang ahli yang saling tidak mengenal tetapi memiliki konsep dan paradigma yang hampir sama. Saussure menggunakan istilah semiologi, sedangkan Pierce menggunakan istilah semiotika. Istilah semiotika lebih populer digunakan.

Saussure menggambarkan bahwa model tanda itu terdiri dari dua aspek, yaitu penanda (signifant) dan petanda (signifer). Penanda merupakan bentuk formal atau citraan visual, sedangkan petanda merupakan konsep. Penanda dan petanda memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Contohnya, ketika mendekar kata ‘kursi’, maka yang tergambar pada pemikiran kita adalah sebuah mebel, yang digunakan untuk duduk, memiliki sandaran dan memiliki empat kaki. Secara otomatis hal tersebut akan tergambar dalam pikiran.

Model Saussure hanya menghubungkan suatu tanda kebahsaan terhadap konsep suatu benda. Karakteristik tanda dari Saussure ini bersifat statis, karena hanya memiliki dua sisi saja.

Berbeda dengan konsep Saussure yang berisi dua atau diadik (penanda dan petanda), konsep Pierce berisi tiga atau triadik. Menurut Pierce (dalam Ratna, 2015:101) ada beberapa faktor yang menentukan adanya tanda dilihat dari faktor yang menentukan.

Faktor-faktor tersebut sebagai berikut.

1. Representamen, ground, tanda itu sendiri sebagai perwujudan gejala umum:

a. Qualisigns, terbentuk oleh kualitas: warna hijau.

b. Sinsigns, terbentuk melalui ralitas fisik: rambu lalu lintas.

c. Legisigns, types, berupa hukum: suara wasit dalam pelanggaran.

2. Object (Designatum, denotatum, referent), yaitu apa yang diacu:

a. Ikon, hubungan tanda dan objek karena serupa, misalnya foto.

b. Indeks, hubungan tanda dan objek karena sebab akibat, seperti: asap dengan api.

c. Simbol, hubungan tanda dan objek karena kesepakatan, seperti bendera.

3. Interpretant, tanda-tanda baru yang terjadi dalam batin penerima:

a. Rheme, tanda sebagai kemungkinan: konsep.

(17)

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Dicisigns, dicent signs, tanda sebagai fakta: pernyataan deskriptif.

c. Argument, tanda tampak sebagai nalar: proposisi.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Semiotika Sastra

Pada dasarnya, karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan karena karya sastra lahir dari cerminan budaya masyarakat. Dengan kata lain, budayalah yang menjadikan karya sastra itu ada. Kebudayaan bisa dipahami dengan cermat jika dilihat dari sudut semiotik. Menganalisis karya sastra dengan semiotik merupakan suatu usaha untuk memaknai karya sastra dengan mencari tanda-tanda penting yang memungkinkan timbulnya makna.

Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra yang paling tua. Sejak berabad-abad lalu di seluruh dunia, puisi ditulis dan dibaca atau didengarkan oleh semua golongan masyarakat. Puisi merupakan bentuk kata-kata yang ritmis, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyairnya. Penyair menggunakan kata - kata yang sedemikian rupa untuk menimbulkan pengalaman yang kurang lebih sama pada pembaca dan pendengan.

Agar dapat memaknai puisi dengan baik, maka puisi harus dianalisis dalam tatanan semiotik, sebab pada dasarnya puisi merupakan sistem tanda-tanda yang memiliki makna.

Salah satu tokoh yang terkenal dengan teori semiotika puisi yaitu Michael Riffaterre.

2.2.2 Semiotika Riffaterre

Semiotika Riffaterre mengemukakan empat hal pokok untuk memproduksi makna, yaitu pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, ketidaklansungan ekspresi, matriks &

hipogram. (AS & Umaya, 2012:59-72).

1) Pembacaan Heuristik

Pembacaan heuristik adalah pembacaan menurut sistem bahasa normatif, pembacaan pada tingkat pertama. Dalam hal ini, karya sastra puisi dinaturalisasikan, kata-kata yang kehilangan imbuhan diberi imbuhan kembali (AS

& Umaya, 2012:51).

(18)

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2) Pembacaan Hermeneutik

Pembacaan hermeneutik dapat juga dianggap sebagai pembacaan ulang guna memberikan penafsiran dengan berdasarkan konvensi sastra, yaitu puisi sebagai bentuk ekspresi tidak langsung (AS & Umaya, 2012:53). Sehingga dapat dimengerti, bahwasanya pembacaan hermeneutik merupakan pembacaan menurut sistem semiotik tingkat kedua.

Secara etimologi, kata “hermeneutik” berasal dari bahasa Yunani “hermeneuein”

yang berarti menafsir. Kata benda “hermeneia” memiliki arti tafsiran. Secara leksikal, kata “hermeneutik” dala bahasa Yunani adalah (1) mengungkapkan dengan keras melalui kata-kata, (2) menjelaskan sesuatu, dan (3) menerjemahkan.

Nasution (2008:112) mengemukakan bahwa kode hermeneutik merupakan kode yang berhubungan dengan teks-teks yang timbul ketika teks mulai dibaca. Siapakah tokoh ini? Bagaimanakah peristiwa itu berlanjut? Jadi, didaftarkan beragam istilah, teka-teki yang dapat dibedakan, diduga, diformulasikan, dipertahankan, dan akhirnya disingkap.

3) Ketidaklangsungan Ekspresi

Ketidak langsungan ekspresi disebabkan oleh pergantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti. Ciri penting puisi menurut Michael Riffaterre adalah puisi mengekspresikan konsep-konsep dan benda-benda secara tidak langsung.

Sederhananya, puisi mengatakan satu hal engan maksud hal lain. Hal inilah yang membedakan puisi dari bahasa pada umumnya. Bahasa puisi bersifat semiotik, sedangkan bahasa sehari-hari bersifat minetik.

a. Menurut Riffaterre, pergantian arti disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimia dalam karya sastra yang dalam arti luasnya bertujuan menyebut bahasa kiasan secara umum dengan ragam bahasa kiasan lainnya seperti, simile, personifikasi, sinekdoke, epos, dan alegori.

b. Riffaterre mengemukakan bahwasanya penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yaitu, ambiguitas, kontradiksi, dan non-sens. Ambiguitas dapat terjadi pada kata, frasa, kalimat, maupun wacana yang disebabkan oleh munculnya penafsiran yang berbeda-beda menurut konteksnya. Kontradiksi muncul karena adanya penggunaan ironi, paradoks, dan antitesis. Non-sense adalah kata-kata yang tidak mempunyai arti tetapi mempunyai makna “gaib” sesuai dengan konteks.

(19)

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Penciptaan arti akan berkaitan erat dengan konvensi berupa bentuk visual secara linguistik yang tidak memiliki arti, tetapi dapat menimbulkan makna, juga sebagai organisasi teks diluar linguistik. Penciptaan arti berupa pemaknaan terhadap segala sesuatu dalam bahasa umum dianggap tidak bermakna, misalnya “simetri, rima, atau ekuivalensi sematik anatara homolog-homolog dalam suatu stanza” (Riffaterre dalam faruk, 2012:141). Penciptaan arti terjadi karena pengorganisasian ruang teks, diantaranya enjambement, tipografi, dan rima.

Enjambement adalah peloncatan baris dalam sajak yang menyebabkan terjadinya peralihan perhatian pada kata akhir atau kata yang “diloncatkan” ke baris berikutnya. Peloncatan itu menimbulkan intensitas arti atau makna liris.

Tipografi adalah tata huruf. Tata huruf dalam teks biasa tidak mengandung arti tetapi dalam sajak akan menimbulkan arti. Sedangkan homolog adalah persejajaran bentuk atau baris. Bentuk yang sejajar itu akan menimbulkan makna yang sama.

4) Matriks

Matriks merupakan sumber seluruh makna yang ada dalam puisi. Menurut Pradopo (2007:299) matriks adalah kata kunci untuk menafsirkan puisi yang dikonkretisasikan. Matriks bersifat hipotesis dan di dalam struktur teks hanya terlihat sebagai aktualisasi kata-kata. Matriks bisa saja berupa sebuah kata dan dalam hal ini tidak pernah muncul di teks. Matriks selalu diaktualisasikan dalam model dan varian-varian.

5) Hipogram

Hipogram adalah latar penciptaan suatu karya sastra yang dapat meliputi keadaan masyarakat, peristiwa dalam sejarah, atau alam dan kehidupan yang dialami oleh penyair. Hipogram terbagi menjadi dua jenis, yaitu hipogram potensial dan hipogram aktual. Hipogram potensial adalah hipogram yang tampak dalam karya sastra, segala bentuk implikasi dari makna kebahasaan yang telah dipahami dari suatu karya sastra. Hipogram ini dapat berupa presuposisi, sistem deskripsi, dan makna konotasi yang terdapat dalam karya sastra. Bentuk implikasi tersebut tidak terdapat dalam kaus namun sudah ada dalam pikiran. Hipogram aktual merupakan keterkaitan teks dengan teks yang sudah ada sebelumnya.

(20)

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.3 Tinjauan Pustaka

Semiotika Riffaterre pernah dibahas oleh Ghaluh Syafethi, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul Semiotika Rifftaterre: Kasih Sayang Pada Puisi An Die Freude Karya Johann Christoph Friedrich Von Schiller dengan hasil penelitian pembacaan heuristik puisi An Die Freude Karya Johann Christoph Friedrich Von Schiller menunjukkan bahwa puisi ini menggambarkan tentang berapa indahnya kebahagiaan itu. Kebahagiaan digambarkan seperti percikan cahaya Tuhan yang indah dan berasal dari surga serta dapat meyatukan semua manusia. Tuhan memberikan kebahagiaan pada semua mahkluk hidup tanpa terkecuali. Oleh karena itu, sudah seharusnya manusia berlutut dan selalu mengingat Tuhan. Dalam puisi ini juga terdapat ajakan untuk menyayangi sesama dengan tulus tanpa membeda-bedakan. Pada bait terakhir puisi terdapat ajakan untuk bersumpah menjunjung tinggi keadilan di hadapan Tuhan.

Penelitian semiotika Riffaterre juga sudah dikaji oleh Magrifah Sry Wahyuni, mahasiswa Universistas Muhammadiyah Makassar dengan judul Analisis Semiotika Riffaterre dalam Buku Puisi Baru Karya Sultan Takdir Alisjahbana yang mempunyai kesimpulan yaitu, banyak hal yang kemudian ditarik ke masa lamau agar dapat mengartikan apa yang dituliskan dalam puisi, namun hal tidak bisa didapatkan oleh pengarang adalah bagaimana kondisi ataupun latar belakang dari penciptaan puisi tersebut.

Semiotika juga pernah diteliti oleh Khusnul Arfan, Mahasiswa Universitar Negeri Yogyakarta dengan judul Analisis Semiotika Riffaterre Dalam Puisi Das Theater, Statte Der Traume Karya Bertolt Brecht yang mendapatkawan salah satu kesimpulannya bahwa hipogram dari puisi Das Theater, Statte Der Traume adalah hipogram potensial yang erupakan kritik Brecht terhadap teater Aristotelian dan hipogram aktualnya adalah teater Aristotelian. Bertolt Brecht mengemukakan komentarnya tentang teater Aristotelian setelah menyaksikan pementasan opera Aufstieg und Fall der Stadt Mahagonny, yang kemudian dituangkan ke dalam sebuah tabel perbandingan antara teater Aristotelian dan teater epik.

Selain puisi, analisis semiotika Riffaterre juga pernah dilakukan terhadap lirik lagu.

Sepeti yang dianalisis Ayas Abidun Bachtiar, mahasiswa Unibversitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul penelitian Lirik Lagu Payung Teduh: Kajian Semiotika Riffaterre.

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitiannya adalah ketidaklangsungan ekspresi paling

(21)

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA banyak ditemukan metafora, kontradiksi, ambiguitas, dan enhambermen karena penciptaannya spontan dalam enggambarkan kerinduan hati. Pada pembacaan heuristik, lirik lagu karya Payung Teduh cenderung bercerita pada satu permasalahan. Pembacaan hermeneutik ditemukan penggambaran suasana hati kerinduan dan keresahan. Tema pada lirik lagu Payung Teduh didominas oleh ekspresi perasaan rindu terhadap seseorang.

Hipogram dapat ditemukan, baik dalam Al-Qur’an, puisi, maupun lirik lagu.

(22)

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan, tetapi lebih memprioritaskan pada mutu, kualitas, isi, ataupun bobot data dan bukti penelitian (Santosa, 2015:19).

3.2 Sumber Data

Sumber data yang diteliti adalah:

Judul Buku Kumpulan Puisi : Sajak Ulat Bulu

Pengarang : Suyadi San

Penerbit : Kosa Kata Kita

Tahun Terbit : 2020

Cetakan : Pertama

Tebal Buku : 438 Halaman

Tebal Puisi yang Dikaji : 10 Halaman

Warna Sampul : Coklat dengan tulisan bewarna kuning dan gambar bewarna hijau

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan teknik hermeunitik. Menurut Hamidy (2003:24)

“Teknik hermeunitik merupakan tekni baca, tulis, catat, dan simpulkan”. Teknik hermeunitik ini biasanya dapakai untuk kajian sastra dalam menelaah puisi, novel, dan cerpen. Langkah-langkah yang peneliti lakukan sebagai berikut:

1. Teknik baca maksudnya penulis membaca 10 puisi berjudul “Sajak Ulat Bulu”

Suyadi San berulang-ulang kali. Sajak Ulat Bulu tersebut adalah (1) “Sajak Ulat

(23)

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bulu”, (2) “Sajak Ulat Bulu” II, (3) “Sajak Ulat Bulu” III, (4) “Sajak Ulat Bulu”

VI, (5) “Sajak Ulat Bulu” V, (6) “Sajak Ulat Bulu” VI, (7) “Sajak Ulat Bulu” VII, (8) “Sajak Ulat Bulu” VIII, (9) “Sajak Ulat Bulu” IX, (10) “Sajak Ulat Bulu” X.

2. Catat maksudnya peneliti mencatat hal-hal penting yang berkaitan dengan penelitian skripsi mengenai semiotika Riffaterre. Pada teknik catat, peneliti menandai kata dengan pena yang berkaitan dengan rumusan masalah.

3. Simpulkan adalah setelah membaca dan mencatat, peneliti membuat kesimpulan dari apa yang telah dibaca dan dicatat dalam puisi karya Suyadi San dengan masalah penelitian yang dilakukan.

3.4 Teknis Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis teks. Analisis teks merupakan rangkaian kata-kata atau yang tertulis dan memberikan pemahaman kepada para pembaca juga bisa memberikan pengaruh dari apa yang ditulis sehingga pembaca merasa perlu memahami dan mendalami makna teks tersebut (Ahyar, 2019:102).

1. Setelah melakukan pengumpulan data melalui teknik baca, maka data dari puisi karya Suyadi San ini diklarifikasikan kalimatnya sesuai dengan masalah penelitian, yakni semiotika Riffaterre yang terdapat dalam 10 puisi “Sajak Ulat Bulu” karya Suyadi San.

2. Setelah data diklarifikasikan, selanjutnya penulis melakukan analisis semiotik secara konten analisis yang sesuai dengan teori-teori agar relevan dengan masalah penelitian yakni : Semiotika Riffaterre yang terdapat pada 10 puisi “Sajak Ulat Bulu” karya Suyadi San.

3. Selanjutnya menginterpretasikan data yang telah dianalisis dari hasil analisis data dengan pendekatan semiotika Riffaterre yang terdiri dari pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, ketidaklangsungan ekspresi, matriks, dan hipogram yang terdapat pada 10 puisi “Sajak Ulat Bulu” karya Suyadi San.

4. Terakhir, peneliti menyimpulkan apa saja semiotika Riffaterre yang terdapat pada 10 puisi “Sajak Ulat Bulu” karya Suyadi San.

(24)

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

SEMIOTIKA RIFFATERRE

DALAM KUMPULAN PUISI SAJAK ULAT BULU KARYA SUYADI SAN

4.1 Puisi Sajak Ulat Bulu

Puisi Sajak Ulat Bulu I sampai X ditulis oleh Suyadi San pada agustus 2020 dan kemudian di masukkan dalam bentuk buku pada Oktober 2020 dan diterbitkan pada Desember 2020. Puisi tersebut banyak menarik perhatian sastrawan dan akademisi diantaranya seperti seperti Shafwan Hadi Umry yaitu seorang penyair, kritikus dan dosen di Kota Medan, Gufran A. Ibrahim yaitu seorang profesor Antropolinguistik di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Khairun, Isbedy Stiawan ZS yaitu seorang penyair dan jurnalis di Kota Lampung. Sebelum menganalisis puisi Sajak Ulat Bulu melalui semiotika Riffaterre, Berikut puisi-puisi Sajak Ulat Bulu Karya Suyadi San.

SAJAK ULAT BULU

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak Menari-nari dan berakrobat seperti badut

Bapak tertidur demikian lelapnya : kasihan bapak

SAJAK ULAT BULU (II)

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak Tanpa malu-malu mengutak-atik kulit bapak

Bapak masih terlelap dengan dengkurnya : bangun, pak

SAJAK ULAT BULU (III)

Sepasang ulat bulu bertenggger di tubuh bapak Seekor lain tak mau kalah, menempeli kulit bapak

Bapak bermimpi jumpa bidadari cantik bak atis : eling, pak, eling

SAJAK ULAT BULU (IV)

Sepasang ulat bulu, eh tiga ding, bertengger di tubuh bapak Melenggak-lenggok laksana main petak umpet

Bapak merasa nyaman pelesiran di negeri pIza dalam mimpinya

(25)

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA : weladalah, bapak

SAJAK ULAT BULU (V)

Sepasang setengah ulat bulu bertengger di tubuh bapak Tanpa malu-malu serudak-seruduk tak beraturan

Bapak sesekali menyibak-nyibakkan kakinya : duh, gusti

SAJAK ULAT BULU (VI)

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak Racunnya mulai menyebar ke beberapa penjuru Bapak pun mulai tenggen dengan sejumput mimpinya

: alahai, betapa SAJAK ULAT BULU (VII)

Sekian ekot ulat bulu bertengger di tubuh bapak Menggeliat-geliat dengan bulu-bulu racunnya Kantuk bapak masih bersimarajarela laksana tersirep

: duhai, bapak, meleklah SAJAK ULAT BULU (VIII)

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak Tubuhnya meliuk-liuk menyerupai tarian ular Bapak pun tersenyum-senyum di antara tidur dan jaganya

: bapak, bapak, bangun SAJAK ULAT BULU (IX)

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak Senyumnya sumringah mendapat medali pagi tadi

Bapak pun melena muncul di depan televisi : uhui, selamat ya, pak

SAJAK ULAT BULU (X)

Serangkaian ulat bulu bertengger di tubuh bapak Kasak-kusuk memesrai medali di singgasana Alahai, dengkur bapak tak berkesudahan tersiar di televisi

: mari berlena, bapak, berlena

Sebab kemerdekaan pun menjadi angan-angan Ternina bobo sejumput impian

Merdeka, bapak, merdeka Ayo teriakkan!

(26)

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2 Pembacaan Heuristik 10 Puisi Sajak Ulat Bulu

Langkah pertama yang dilakukan dalam menganalisis puisi Sajak Ulat Bulu dengan melakukan pembacaan heuristik. Artinya, pembacaan berdasarkan struktur kebahasaan.

Pembacaan ini dilakukan untuk menerjemahkan dan memperjelas arti kata-kata dan sinonim-sinonim dalam puisi. Bahasa sastra yang terdapat dalam puisi diubah dengan menggunakan bahasa biasa yang digunakan sehari-hari agar lebih mudah dipahami.

Berikut puisi-puisi Sajak Ulat Bulu karya Suyadi San dalam pembacaan heuristik.

Sajak Ulat Bulu

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak Menari-nari dan berakrobat seperti badut Bapak tertidur demikian lelapnya

: kasihan bapak

Agar mudah dipahami, puisi di atas dalam pembacaan heuristik menjadi sebagai berikut.

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Ulat bulu itu menari-nari dan berakrobat seperti badut. Sedangkan bapak masih tertidur sedemikian lelapnya. Kasian bapak.

Pada puisi Sajak Ulat Bulu ini menggambarkan bahwa ada sepasang ulat bulu yang bergerak-gerak di tubuh bapak yang sedang tertidur dengan lelap.

Sajak Ulat Bulu (II)

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak Tanpa malu-malu mengutak-atik kulit bapak Bapak masih terlelap dengan dengkurnya : bangun, pak

Puisi di atas dalam pembacaan heuristik menjadi sebagai berikut.

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Ulat bulu itu mengotak- atik membuat sesuatu di kulit bapak. Sedangkan bapak masih terlelap sambil berdengkur. Bangun, pak.

Pada puisi Sajak Ulat Bulu (II) ini menggambarkan bahwa sepasang ulat bulu sedang membuat sesuatu ke si bapak yang masih tertidur. Suyadi San mencoba menyuruh bapak bangun.

Sajak Ulat Bulu (III)

Sepasang ulat bulu bertenggger di tubuh bapak

(27)

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Seekor lain tak mau kalah, menempeli kulit bapak

Bapak bermimpi jumpa bidadari cantik bak atis : eling, pak, eling

Puisi Sajak Ulat Bulu (III) dalam pembacaan heuristik menjadi sebagai berikut.

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Seekor ulat bulu lainnya tak mau kalah, ia ikut menempeli kulit bapak. Sedangkan bapak sedang mimpi berjumpa dengan bidadari bak artis. Eling, pak, eling ingat akan Tuhan.

Pada puisi Sajak Ulat Bulu (III) ini Suyadi San menggambarkan bahwa bukan sepasang lagi ulat bulu yang hinggap di kulit bapak, sudah ada tiga dan si bapak masih tertidur bermimpi jumpa wanita cantik yang kemudian Suyadi San mengingati agar si bapak berpikiran sehat.

Sajak Ulat Bulu (IV)

Sepasang ulat bulu, eh tiga ding, bertengger di tubuh bapak Melenggak-lenggok laksana main petak umpet

Bapak merasa nyaman pelesiran di negeri piza dalam mimpinya : weladalah, bapak

Puisi Sajak Ulat Bulu (IV) dalam pembacaan heuristik menjadi sebagai berikut.

Tiga ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Melenggak-lenggok di tubuh bapak seperti bermain petak umpet. Bapak nyaman bersenang-senang di negeri piza dalam mimpinya.

Weladalah, bapak.

Pada puisi Sajak Ulat Bulu (IV) ini menggambarkan bahwa si bapak sedang mimpi bersenang-senang bepergian ke negeri piza sedangkan tiga ekor ulat bulu masih hinggap di tubuhnya. Suyadi San pun hanya pasrah melihat kelakuan si bapak yang sampai sekarang tidak kunjung bangun dari tidurnya.

Sajak Ulat Bulu (V)

Sepasang setengah ulat bulu bertengger di tubuh bapak Tanpa malu-malu serudak-seruduk tak beraturan Bapak sesekali menyibak-nyibakkan kakinya : duh, gusti

Pada puisi Sajak Ulat Bulu (V) di atas, pembacaan heuristiknya menjadi sebagai berikut.

Sepasang setengah ulat bulu hinggap di tubuh bapak. Tanpa malu-malu mereka menyeruduk dengan semangat tak beraturan di tubuh bapak. Bapak sesekali meyibak- nyibakkan kakinya.

(28)

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Puisi Sajak Ulat Bulu (V) ini menggambarkan bahwa ulat bulu yang hinggap di tubuh bapak tersebut jalan kesana-kemari di tubuh bapak, tetapi bapak hanya menyibakkan kakinya. “Duh, Gusti” ucap Suyadi San.

Sajak Ulat Bulu (VI)

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak Racunnya mulai menyebar ke beberapa penjuru Bapak pun mulai tenggen dengan sejumput mimpinya : alahai, betapa

Puisi di atas pembacaan heuristiknya menjadi sebagai berikut.

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Racunnya mulai menyebar ke beberapa bagian tubuh bapak. Bapak pun mulai mabuk di dalam mimpinya. Alahai, betapa.

Puisi Sajak Ulat Bulu (VI) ini Suyadi San menggambarkan bahwa ulat bulu yang hinggap di tubuh bapak sudah bertambah dan racun dari ulat bulu itu mulai menyebar ke beberapa bagian tubuh bapak yang mengakibatkan kulit kemerahan dan gatal, tapi bapak makin mabuk di dalam mimpinya.

Sajak Ulat Bulu (VII)

Sekian ekot ulat bulu bertengger di tubuh bapak Menggeliat-geliat dengan bulu-bulu racunnya

Kantuk bapak masih bersimarajarela laksana tersirep : duhai, bapak, meleklah

Puisi di atas pembacaan heuristiknya menjadi sebagai berikut.

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Menggeliat dengan bulu racunnya.

Kantuk bapak masih tak karuan. Duhai, bapak, meleklah.

Pada puisi Sajak Ulat Bulu (VII) tersebut menggambarkan bahwa ulat-ulat bulu yang di tubuh bapak semakin menggeliat dengan bulu yang beracunnya, tetapi bapak masih tertidur dikarenakan sangat ngantuk. Suyadi San kembali menyuruh bapak untuk bangun.

Sajak Ulat Bulu (VIII)

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak Tubuhnya meliuk-liuk menyerupai tarian ular

Bapak pun tersenyum-senyum di antara tidur dan jaganya : bapak, bapak, bangun

Pembacaan heuristik puisi di atas sebagai berikut.

(29)

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Tubuh ulat bulunya meliuk-liuk seperti tarian ular. Bapak pun tersenyum-senyum entah bermimpi apa. Bapak, bapak, bangun.

Pada puisi Sajak Ulat Bulu (VIII) tersebut Suyadi San menggambarkan bahwa ulat-ulat bulu itu sudah meliuk-liuk seperti ular sedangkan bapak masih tetap tertidur sambil tersenyum-senyum. Suyadi San mencoba membangunkan si bapak kembali.

Sajak Ulat Bulu (IX)

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak Senyumnya sumringah mendapat medali pagi tadi Bapak pun melena muncul di depan televisi : uhui, selamat ya, pak

Pembacaan heuristik pada puisi di atas sebagai berikut.

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Senyumnya sangat bahagia saat mendapat medali tadi pagi. Bapak pun muncul di depan televisi. Uhui, selamat ya, pak.

Pada puisi Sajak Ulat Bulu (IX), Suyadi San mengucapkan selamat kepada bapak karena bapak mendapatkan medali disaat pagi tadi. Bapak sangat bahagia apalagi di saat muncul di televisi.

Sajak Ulat Bulu (X)

Serangkaian ulat bulu bertengger di tubuh bapak Kasak-kusuk memesrai medali di singgasana

Alahai, dengkur bapak tak berkesudahan tersiar di televisi : mari berlena, bapak, berlena

Sebab kemerdekaan pun menjadi angan-angan Ternina bobo sejumput impian

Merdeka, bapak, merdeka Ayo teriakkan!

Puisi Sajak Ulat Bulu (X) pembacaan heuristiknya sebagai berikut.

Serangkaian ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Lalu kasak-kusuk dan mereka pun memesrai sebuah medali kemenangan di singgasana. Alahai, terdengar dengkur bapak yang tak berkesudahan tersiar terus-menerus di televisi. Mari berlena, bapak, berlena bicaranya. Sebab kemerdekaan pun hanya menjadi angan-angan saja. Ternina bobo walaupun sejumput impian. Hanya kau yang merdeka, bapak, merdeka. Ayo teriakkan!

Pada puisi Sajak Ulat Bulu (X) tersebut Suyadi San menggambarkan bahwa ulat bulu yang hinggap di tubuh bapak mendapatkan sebuah medali kemenangan di suatu singgasana. Dengkur bapak terus-menerus tanpa henti tampil di televisi. Bapak pun bersenang-senang dengan kemerdekaannya walaupun ada impian yang tidak terwujud.

(30)

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.3 Pembacaan Hermeneutik 10 Puisi Sajak Ulat Bulu

Setelah melakukan pembacaan heuristik, langkah selanjutnya adalah melakukan pembacaan hermeneutik. Pada tahap pembacaan ini, puisi dimaknai secara keseluruhan.

Tanda-tanda yang ditentukan dalam pembacaan heuristik ditemukan makna yang sebenarnya.

Sebelum melakukan pembahasan hemeneutik pada puisi-puisi Sajak Ulat Bulu, secara keseluruhan, berikut pembahasan pembacaan hemeneutik masing-masing puisi. Hal ini dilakukan untuk mempemudah pemahaman pembacaan hemeneutik secara utuh.

Puisi Sajak Ulat Bulu

Hasil pembacaan heuristik puisi Sajak Ulat Bulu sebagai berikut.

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Ulat bulu itu menari-nari dan berakrobat seperti badut. Sedangkan bapak masih tertidur sedemikian lelapnya. Kasian bapak.

Serangkaian ulat bulu bertengger di tubuh bapak mengartikan bahwa ada orang-orang yang melingdungi tokoh bapak. Karena ciri-ciri ulat bulu dapat bersiul menggunakan tubuhnya untuk melindungi diri dari pemangsa. Hal ini bermakna bahwa tokoh bapak sedang dilindungi oleh sepasang orang.

Lalu orang-orang yang melindungi bapak terlihat senang dan bahagia sehingga menari- nari dan berakrobat. Ini berarti mungkin mereka telah menguasai dan mengendalikan tokoh bapak sambil melindunginya.

Kemudian tokoh bapak hanya menerima dengan senang hati ketika ada orang-orang yang melindungi alih-alih mengendalikannya, ia tidak peduli. Suyadi San hanya mengucapkan kasihan kepada tokoh bapak.

Puisi Sajak Ulat Bulu (II)

Hasil pembacaan heuristik puisi Sajak Ulat Bulu (II) sebagai berikut.

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Ulat bulu itu mengotak- atik membuat sesuatu di kulit bapak. Sedangkan bapak masih terlelap sambil berdengkur. Bangun, pak.

Suyadi San menggambarkan orang-orang yang melindungi bapak sedang membuat sesuatu yang mereka kuasai atau apapun itu yang membuat mereka senang dan makin berkuasa atas diri tokoh bapak. Bapak terlihat tidak peduli dan menyetujuinya saja.

Disini pengarang, Suyadi san menyuruh bapak untuk segera sadar karena jika kita dikendalikan oleh seseorang maka tidak ada gunanya hidup di dunia dan hanya menjadi boneka mereka saja.

(31)

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Puisi Sajak Ulat Bulu (III)

Hasil pembacaan heuristik pusi Sajak Ulat Bulu (III) sebagai berikut.

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Seekor ulat bulu lainnya tak mau kalah, ia ikut menempeli kulit bapak. Sedangkan bapak sedang mimpi berjumpa dengan bidadari bak artis. Eling, pak, eling ingat akan Tuhan.

Di puisi Sajak Ulat Bulu (III) ini orang-orang yang melindungi dan mengendalikan bapak makin bertambah, kemungkinan agar mereka tambah kuat dan berkuasa. Sedangkan bapak seperti biasa hanya menerima apa yang dibuat oleh mereka. Bapak malah sibuk bermain dengan para wanita dengan bantuan orang-orang atau ulat bulu itu.

Suyadi San menuliskan tokoh bapak yang mempunyai nafsu tinggi terhadap wanita alih-alih dirinya dikendalikan oleh orang-orang yang menurut tokoh bapak dapat dipercayai karena bapak percaya mereka akan melindunginya.

Puisi Sajak Ulat Bulu (IV)

Hasil pembacaan heuristik puisi Sajak Ulat Bulu (IV) sebagai berikut.

Tiga ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Melenggak-lenggok di tubuh bapak seperti bermain petak umpet. Bapak nyaman bersenang-senang di negeri piza dalam mimpinya.

Weladalah, bapak.

Orang-orang yang melindungi bapak dengan berbagai cara itu bergaya-gaya sambil sembunyi-sembunyi dibalik tokoh bapak, sehingga mereka tidak ketahuan jika mengendalikan dan melindungi tokoh bapak. Sedangkan bapak bersenang-senang dan bepergian ke luar negeri salah satunya ke negara Italia karena Pizza berasal dari negara tersebut.

Suyadi San menggambarkan bahwa orang-orang yang melindungi bapak juga berlindung di tokoh bapak, mereka bekerja sama agar tidak bisa diungkap dan diserang oleh pihak (pemangsa) lain, bapak dan orang-orangnya sangat kuat.

Puisi Sajak Ulat Bulu (V)

Hasil pembacaan heuristik puisi Sajak Ulat Bulu (V) sebagai berikut.

Sepasang setengah ulat bulu hinggap di tubuh bapak. Tanpa malu-malu mereka menyeruduk dengan semangat tak beraturan di tubuh bapak. Bapak sesekali meyibak- nyibakkan kakinya.

(32)

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Orang-orang yang melindungi itu menyusun rencana dan dengan semangat penuh keyakinan untuk menyuruh tokok bapak agar melakukan apa yang mereka perintahkan demi tujuan yang mereka ingin capai (disini tujuan mereka belum dikatakan). Dan bapak seperti biasa, mengikuti apa yang mereka perintahkan.

Suyadi San menggambarkan bahwa tokoh bapak merupakan boneka bagi orang-orang yang mengendalikannya alih-alih melindunginya.

Puisi Sajak Ulat Bulu (VI)

Hasil pembacaan heuristik puisi Sajak Ulat Bulu (VI) sebagai berikut.

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Racunnya mulai menyebar ke beberapa bagian tubuh bapak. Bapak pun mulai mabuk di dalam mimpinya. Alahai, betapa.

Rencana yang dibuat oleh orang-orang tersebut telah berhasil dan kemungkinannya akan sukses. Bapak mulai terbayang-bayang jika ia juga berhasil berkat rencana yang dibangun oleh orang-orang tersebut.

Suyadi San menggambarkan orang-orang yang membuat rencana di balik tokoh bapak untuk menjadikan bapak sebagai boneka tanpa sepengetahuan dan ketidak pedulian tokoh bapak kemungkinan akan sukses nantinya.

Puisi Sajak Ulat Bulu (VII)

Hasil pembacaan heuristik puisi Sajak Ulat Bulu (VII) sebagai berikut.

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Menggeliat dengan bulu racunnya.

Kantuk bapak masih tak karuan. Duhai, bapak, meleklah.

Dengan rencana yang dibangun tersebut, orang-orang yang dibalik bapak sudah bertambah banyak jumlahnya. Mereka mulai malancarkan satu per satu rencana tersebut.

Sedangkan bapak masih menerima apa yang mereka lakukan.

Suyadi San di puisi Sajak Ulat Bulu (VII) ini menggambarkan bahwa orang-orang dibalik bapak sudah melancarkan rencana yang dibangun sebelumnya dan bapak juga turut membantu rencana tersebut dengan senang hati tanpa berpikir dengan panjang.

(33)

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Puisi Sajak Ulat Bulu (VIII)

Hasil pembacaan heuristik puisi Sajak Ulat Bulu (VIII) sebagai berikut.

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Tubuh ulat bulunya meliuk-liuk seperti tarian ular. Bapak pun tersenyum-senyum entah bermimpi apa. Bapak, bapak, bangun.

Orang-orang yang dibalik tokoh bapak sudah bertambah hebat, begitu pun si bapak karena keberhasilan rencana yang mereka bangun. Yang awalnya mereka hanya ulat bulu, sekarang sudah seperti ular yang berbisa dan tentu lebih hebat dibandingkan ulat bulu.

Suyadi San di sini menggambarkan bahwa tokoh bapak dan orang-orang tersebut telah berhasil dan sukses menjalankan rencana mereka. Kini mereka tampak semakin kuat di mata orang-orang lain maupun pihak (pemangsa ulat bulu) lainnya.

Puisi Sajak Ulat Bulu (IX)

Hasil pembacaan heuristik puisi Sajak Ulat Bulu (IX) sebagai berikut.

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Senyumnya sangat bahagia saat mendapat medali tadi pagi. Bapak pun muncul di depan televisi. Uhui, selamat ya, pak.

Orang-orang yang berada dibalik tokoh bapak mengantarkan bapak mendapatkan medali dengan rencana yang mereka bangun. Semua sangat bahagia karena kemenangan itu. Lalu bapak muncul di televisi untuk mengucapkan terima kasih atas kemenangannya tersebut.

Suyadi San menggambarkan bahwa orang-orang dibelakang bapak berhasil membuat bapak menang di kompetisi. Kemungkinan yang tokoh bapak menangkan adalah bangku di dalam politik.

Karena puisi-puisi Sajak Ulat Bulu diciptakan saat masa kampanye atau Pilkada pada Oktober Hingga September lalu.

Puisi Sajak Ulat Bulu (X)

Hasil pembacaan heuristik puisi Sajak Ulat Bulu (X) sebagai berikut.

Serangkaian ulat bulu bertengger di tubuh bapak. Lalu kasak-kusuk dan mereka pun memesrai sebuah medali kemenangan di singgasana. Alahai, terdengar den gkur bapak yang tak berkesudahan tersiar terus-menerus di televisi. Mari berlena, bapak, berlena bicaranya. Sebab kemerdekaan pun hanya menjadi angan-angan saja. Ternina bobo walaupun sejumput impian. Hanya kau yang merdeka, bapak, merdeka. Ayo teriakkan!

(34)

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tokoh bapak dan orang-orangnya pun mendapatkan tempat atau kemenangan di sebuah negeri berupa singgasana kekuasaan. Bapak terus-menerus memberikan omongan dan janji-jani manis untuk memperdaya orang-orang melalui tv. Tokoh bapak juga berlama- lama berbicara dan berpidato kepada khalayak ramai.

Kemerdekaan atau kebebasan yang diucapkan bapak untuk masyarakat Cuma omong kosong belaka.

Satu impian pun tidak ada yang berhasil menjadi nyata karena ulah si bapak dan orang- orang dibaliknya. Akhirnya tokoh bapak dan orang-orangnya yang merdeka dan bebas melakukan apa saja, karena ada orang-orang dibelakangnya yang melindungi satu sama lain. Tidak berhenti disitu, tokoh bapak terus-menerus dengan semangat mengutarakan omong kosong kepada masyarakat.

Suyadi San menggambarkan bahwa kemenangan bapak di kursi politik hanya demi kepentingan dirinya dan orang-orangnya. Mereka tidak mempedulikan kepentingan rakyat, tidak mempedulikan janji-janinya. Itu semua hanya rencana yang mereka bangun untuk duduk di kursi politik atau pemerintahan belaka.

Dari pembacaan hermeneutik pada masing-masing puisi, dapat diketahui makna puisi Sajak Ulat Bulu I sampai X secara keseluruhan sebagai berikut.

Dari judul puisi Sajak Ulat Bulu yang berarti orang-orang yang melindungi. Tokoh bapak dilindungi serta dikendalikan secara tidak langsung oleh para ulat bulu untuk mendapatkan kemenangan di politik atau pemerintahan.

Yang tadinya ulut bulu hanya sedikit dan lama-kelamaan menjadi banyak yang artinya orang-orang dibalik tokoh bapak menjadi banyak untuk membantunya meraih kemenangan.

Mereka melakukan segala cara untuk meraih singgasana tersebut. Seperti mengucapkan janji-janji, berkata akan kemerdekaan, dan lainnya. Walaupun tokoh si bapak sebenarnya hanya mengikuti rencana yang dibuat oleh para ulat bulu (orang yang melindungi dari belakangnya) itu.

Dengan rencana yang mereka bangun itu, mereka menjadi lebih kuat yang tadi sebelumnya hanya ibarat ulat bulu menjadi se-ekor ular yang menari-nari.

Si bapak hanya memikirkan dirinya saja. Bepergian ke luar negeri, memuaskan nafsu, dan bermalas-malasan. Tapi dengan dengkurannya (perkataan-perkataannya), ia berhasil meraih kursi singgasana di kursi pemerintahan.

(35)

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Suyadi San menuliskan pengalaman yang telah ia lalui dan sedang dilalui karena penulisan Sajak Ulat Bulu I hingga X ditulis dalam periode pilkada di suatu daerah tempat tinggalnya.

4.4 Ketidaklangsungan Ekspresi 10 Puisi Sajak Ulat Bulu 4.4.1 Pergantian Arti

Menurut Riffaterre pergantian arti disebabkan oleh penggunaan bahasa kiasan, seperti simile, metafora, personifikasi, alegori, metonimia, sinekdoke, dan epos. Penggunaan bahasa kias adalah alat untuk memperoleh efek puitis dalam puisi. Dalam pergantian arti ini suatu kata atau tanda memiliki arti lain (tidak menurut arti sesungguhnya). Pada puisi Sajak Ulat Bulu I-X ditemukan beberapa bahasa kiasan.

4.4.1.1 Simile

Simile adalah majas pertautan yang membandingkan dua hal secara hakiki berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang serupa. Pada puisi Sajak Ulat Bulu terdapat simile sebagai berikut.

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak Menari-nari dan berakrobat seperti badut

Kata pembanding yang digunakan adalah badut. Badut memiliki makna seseorang yang sedang melakukan pertunjukan yang menghibur seperti melawak, menari, dan sebagainya. Pada bait ini, Suyadi San menggambarkan ulat bulu itu seperti badut yang dapat menghibur. Mereka (orang-orang pelindung tokoh bapak) mampu menghibur dan memberi pertunjukan berupa rencana mereka ke orang-orang lain terutama kepada masyarakat.

Simile juga terdapat pada puisi Sajak Ulat Bulu (VIII) sebagai berikut.

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak Tubuhnya meliuk-liuk menyerupai tarian ular

Kata pembanding yang digunakan adalah ular. Ular lebih kuat dibandingkan dengan ulat bulu. Pada bait ini, Suyadi San menggambarkan bahwa jika ulat bulu (orang-orang

(36)

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pelindung tokoh bapak) itu bertambah banyak dalam melakukan rencananya, mereka akan menjadi seperti ular yang meliuk-liuk jauh lebih hebat dibandingkan dengan ulat bulu.

4.4.1.2 Metafora

Metafora ditemukan dalam semua tiap bait pertama Sajak Ulat Bulu I-X sebagai berikut.

Serangkaian ulat bulu bertengger di tubuh bapak

Ulat bulu merupkan metafora yang bermakna seseorang yang sedang melindungi. Bait diatas memiliki arti adanya serangkaian orang-orang di sekitar tokoh bapak yang sedang melindunginya dari bahaya ataupun ancaman.

Metofora juga ditemukan di bait kedua Sajak Ulat Bulu (VI) sebagai berikut.

Racunnya mulai menyebar ke beberapa penjuru

Racunnya itu bermakna sebuah rencana. Bait ini memiliki arti bahwa rencana yang disusun oleh para ulat bulu mulai menyebar ke beberapa penjuru negeri untuk memenangkan kursi politik dan pemerintahan.

Metafora ditemukan juga di bait kedua Sajak Ulat Bulu (VII) sebagai berikut.

Alahai, dengkur bapak tak berkesudahan tersiar di televisi

Dengkur mempunyai makna omongan dan janji. Bait ini mengartikan bahwa omongan dan janji-jani tokoh bapak tersiar di televisi secara terus-menerus.

Metafora juga ditemukan dalam puisi Sajak Ulat Bulu (II) sebagai berikut.

Tanpa malu-malu mengutak-atik kulit bapak

Mengutak-atik kulit bapak mengartikan bahwa sedang berbuat sesuatu seperti mengendalikan dan merencanakan seseuatu ke tokoh bapak. Bait ini bermakna jiga para ulat bulu tanpa malu-malu sedang mengendalikan dan menyusun rencana terhadap tokoh bapak.

4.4.1.3 Personifikasi

Personifikasi terdapat pada puisi Sajak Ulat Bulu (V) sebagai berikut.

Bapak sesekali menyibak-nyibakkan kakinya

(37)

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada bait tersebut, menyibak-nyibakkan kakinya mengibaratkan orang-orang yang berhubungan dengan tokoh bapak. Bait tersebut bermakna jika tokoh bapak sesekali menyuruh orang-orang yang melindunginya dari belakang tersebut demi melancarkan rencana yang dibangun tersebut.

4.4.1.4 Alegori

Alegori terdapat pada puisi Sajak Ulat Bulu (IV) sebagai berikut.

Bapak merasa nyaman pelisiran di negeri piza dalam mimpinya

Tokoh bapak melambangkan bahwa di negeri piza ia sangat nyaman. Itu karena di negeri piza mengisahkan tempat yang membuat pengunjung menjadi puas dan nyaman, salah satunya menikmati piza dan spagheti asli dari negara tersebut.

4.4.1.5 Metonimia

Metonimia terdapat di puisi Sajak Ulat Bulu (II) sebagai berikut.

Sepasang ulat bulu, eh tiga ding, bertengger di tubuh bapak Melenggok-lenggok laksana main petak umpet

Pada bait tersebut, terdapat kata melenggok-lenggok yang arinya berliuk ke kiri dan ke kanan juga ada kata petak umpet yang berarti permainan untuk bersembunyi. Ulat bulu yang merupakan orang-orang yang melindungi bapak terkadang juga bergerak kesana- kemari secara bersembunyi dari pihak (pemangsa) lain.

Metonimia juga terdapat pada puisi Sajak Ulat Bulu (IX) sebagai berikut.

Senyumnya sumringah mendapat medali pagi tadi

Kata medali tersebut merupakan sebuah kursi di politik atau kursi pemerintahan. Jadi makna dari bait tersebut adalah tokoh bapak dan orang-orangnya tersenyum bahagia karena mendapatkan kursi di pemerintahan.

4.4.1.6 Sinekdoke

Sinekdoke terdapat pada puisi Sajak Ulat Bulu (III) sebagai berikut.

Bapak bermimpi jumpa bidadari cantik bak artis

(38)

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bidadari cantik bak artis merupakan totem pro parte yang artinya wanita. Bait tersebut mengartikan bahwa bapak bermimpi dengan wanita.

4.4.1.7 Epos

Dalam puisi Sajak Ulat Bulu I-X tidak ditemukan epos yaitu cerita kepahlawanan atau syair panjang yang menceritakan riwayat perjuangan seseorang.

4.4.2 Penyimpangan Arti

Penyimpangan arti dalam puisi terjadi karena adanya ambiguitas, kontradiksi, dan nonsens.

4.4.2.1 Ambiguitas

Ambiguitas merupakan kata-kata, frase, atau kalimat dalam puisi yang mempunyai arti ganda atau multi tafsir. Ambiguitas terdapat pada puisi Sajak Ulat Bulu sebagai berikut.

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak

Kata bertengger memiliki arti hingap atau berdiam dan bertempat tinggal di sesuatu.

Makna ambiguitas pada bait tersebut adalah ulat bulu yang bertempat tinggal di tubuh manusia.

Ambiguitas juga terdapat pada puisi Sajak Ulat Bulu (II) sebagai berikut.

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak Tanpa malu-malu mengotak-atik kulit bapak

Ambiguitas terdapat pada kata mengotak-atik yang berarti mencoba-coba atau mereka- reka yang dapat dimaknai menjadi tanpa malu-malu ulat bulu itu mencoba-coba kulit bapak.

Ambiguitas terjadi karena ulat bulu mencoba tokoh bapak menjalankan rencana mereka.

Ambiguitas juga terdapat pada puisi Sajak Ulat Bulu (X) sebagai berikut.

Kasak-kusuk memesrai medali di singgasana

Ambiguitas terdapat pada kata memesrai yang memiliki arti erat, karib, dan mendalam.

Terjadinya ambiguitas karena mereka mengeratkan medali di singgasana ibarat mereka (ulat bulu dan tokoh bapak) sudah sangat lekat kepada medali singgasana tersebut.

(39)

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.4.2.2 Kontradiksi

Kontradiksi dapat terjadi karena ironi dan paradoks. Ironi merupakan kata kiasan yang digunakan untuk menyampaikan maksud secara berlawanan dari kenyataan. Ironi biasanya digunakan untuk mengejek atau sebagai sindiran. Paradoks merupakan majas yang membandingkan dua hal yang sangat bertolak belakang. Dalam puisi Sajak Ulat Bulu (X) dapat ditemmukan ironi dan juga paradoks.

Alahai, dengkur bapak tak berkesudahan tersiar di televisi

Kata dengkur juga merupakan kontradiksi karena mengartikan sindiran sebagai ucapan/pidato/berjanji yang bermakna sebagai memperdaya masyarakat untuk kepentingan tokoh bapak dan orang-orang dibaliknya.

Sebab kemerdekaan pun menjadi angan-angan Ternina bobo sejumput impian

Kontradiksi terdapat pada bait di atas karena kemerdekaan dan impian yang dikatakan tokoh bapak tidak benar-benar diwujudkannya. Itu semua hanya rencana agar bapak dan orang-orangnya sukses menjalankan rencana mereka. Sehingga mengakibatkan kemerdekaan dan impian itu menjadi angan-angan dan mati.

4.4.2.3 Nonsesns

Nonsens merupakan kata yang tidak mempunyai arti tetapi mempunyai makna “gaib”

sesuai dengan konteks. Nonsens terdapat di akhir bait semua puisi Sajak Ulat Bulu I-X sebagai berikut.

: kasihan bapak : bangun, pak : eling, pak, eling : weladalah, bapak : duh, gusti

: alahai, betapa

: duhai, bapak, meleklah

(40)

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA : bapak, bapak, bangun

: uhui, selamat ya, pak Ayo teriakkan!

Nonsens terdapat pada kalimat-kalimat di atas karena tidak memiliki arti yang signifikan. Namun kalimat di atas tersebut memiliki arti konteks, bahwasanya pengarang Suyadi San merasa peduli dan berkomentar ke tokoh bapak atas apa yang telah ia dan orang-orangnya lakukan di puisi Sajak Ulat Bulu I-X tersebut.

4.4.3 Penciptaan Arti

Penciptaan arti terjadi jika ruang teks berlaku sebagai prinsip pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda dari hal-hal ketatabahasaan yang secara linguistik tidak ada artinya.

Penciptaan arti ini secara lingual tidak memiliki makna yang jelas, namun ketika ditafsirkan secara keseluruhan ternyata memiliki makna yang dalam. Dengan kata lain, penciptaan arti disebabkan oleh rima, enjambement, dan tipografi.

4.4.3.1 Rima

Rima adalah perulangan bunyi yang sama pada puisi. Rima membuat puisi lebih indah didengar dan memberikan kesan tertentu, sehingga mengutatkan maksud penulis. Rima yang terkandung di dalam puisi Sajak Ulat Bulu I-X memliki rima yang tidak beraturan (sajak patah aa/bc) dan rima perulangan (sajak berpeluk (ab/ab). Seperti puisi Sajak Ulat Bulu dengan Sajak Ulat Bulu (IX) sebagai berikut.

SAJAK ULAT BULU

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak Menari-nari dan berakrobat seperti badut Bapak tertidur demikian lelapnya

: kasihan bapak

Terlihat di atas, rimanya memiliki bunyi yang tidak beraturan (ab/ca) sehingga disebut dengan sajak patah.

SAJAK ULAT BULU (IX)

Sekian ekor ulat bulu bertengger di tubuh bapak Senyumnya sumringah mendapat medali pagi tadi Bapak pun melena muncul di depan televisi : uhui, selamat ya, pak

(41)

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Puisi di atas, rimanya memiliki perulangan/persamaan bunyi akhir baris pertama dan akhir baris keempat dan akhir baris kedua dengan ketiga (ab/ab).

Walaupun tiap puisi Sajak Ulat Bulu memiliki rima yang berbeda, tetapi sikap, tema, nada, serta tujuan yang Suyadi San berikan sama, yaitu tentang ketidak peduliannya tokoh bapak terhadap orang-orang yang melindunginya dari belakangnya.

Rima yang bercampur dalam puisi Suyadi San ini mencerminkan suasana hati pengarangnya saat menciptakan karya ini. Orang yang sedang peduli terhadap situasi politik saat itu, maka ia menuliskan dan menata ucapannya, sehingga kata-kata yang ia tuliskan adalah kata-kata perasaan takut, kasihan, sindiran, serta keselamatan untuk tokoh bapak yang ada di dalam puisinya. Oleh karena itu, puisi ini memiliki rima yang bercampur dan mencerminkan suasa hati Suyadi San yang peduli terhadap situasi politik saat itu.

4.4.3.2 Enjambement

Enjambement merupakan peloncatan kesatuan sintaksis dari suatu baris ke baris berikutnya. Enjambement berfungsi untuk mengaitkan antara bagian baris sebelum dan sesudahnya. Selain itu, enjambement juga berfungsi untuk memberikan penekanan/penegasan pada baris. Enjambement ditemukan pada setiap puisi Sajak Ulat Bulu Suyadi San. Berikut Enjambementnya.

SAJAK ULAT BULU

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak Menari-nari dan berakrobat seperti badut SAJAK ULAT BULU (II)

Sepasang ulat bulu bertengger di tubuh bapak Tanpa malu-malu mengutak-atik kulit bapak SAJAK ULAT BULU (III)

Sepasang ulat bulu bertenggger di tubuh bapak Seekor lain tak mau kalah, menempeli kulit bapak SAJAK ULAT BULU (IV)

Sepasang ulat bulu, eh tiga ding, bertengger di tubuh bapak Melenggak-lenggok laksana main petak umpet

SAJAK ULAT BULU (V)

Sepasang setengah ulat bulu bertengger di tubuh bapak

Gambar

Gambar 4.1  Tipografi  Sajak Ulat Bulu

Referensi

Dokumen terkait

Tiap –tiap traktus terdapat satu pasang yang dapat mengalami kerusakan pada satu sisi atau kedua sisi medulla spinalis, traktus

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka pengakuan dan pengukuran pendapatan telah sesuai dengan PSAK No.23 yaitu menggunakan metode accrual basis untuk

Untuk kepentingan analisis, biasanya industri budaya didefinisikan sebagai “A Culture is one which has its function the production or distribution of art,

Praktek jual beli sayuran sistem golang yang dilakukan di Pasar Pratin merupakan salah satu proses jual beli sayuran yang sudah dikemas di dalam karung dengan ukuran 60

Model penelitian nilai R-Square yang dihasilkan adalah sebesar 0,496 artinya besarnya pengaruh spiritualitas islami di tempat kerja dan karakteristik individu terhadap

Negara hukum dalam formal (sempit/klasik) adalah negara yang kerjanya hanya menjaga agar jangan sampai ada pelanggaran terhadap ketentraman dan kepentingan umum, seperti

Tujuan penelitian ini adalah (1) menghasilkan model untuk meningkatkan kemampuan bangunan pengendali banjir melalui strategi pengendalian debit banjir yang mungkin terjadi

Namun berdasarkan uji parsial (T), semua variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan nasabah yaitu saluran pemasaran sebesar 1,104 cakupan