• Tidak ada hasil yang ditemukan

α 0, j = 1,2,,m (1) dengan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "α 0, j = 1,2,,m (1) dengan,"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI TUBERKULOSIS PARU (TB PARU) DI KABUPATEN SORONG SELATAN (PROVINSI PAPUA BARAT)

DENGAN PENDEKATAN MULTIVARIATE ADAPTIVE REGRESSION SPLINE (MARS)

Nama : Maylita Hasyim

NRP : 1306 100 028

Dosen Pembimbing : Ir. Sri Pingit Wulandari, M.Si

Abstrak

Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan Mycobacterium Tubercolosis yang menyerang organ paru-paru. Sampai saat ini TB Paru masih termasuk kategori sepuluh besar penyakit penyebab kematian di Indonesia, sehingga perlu mendapat penanganan khusus guna mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkannya. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskes- das) tahun 2007 menunjukkan Provinsi Papua Barat sebagai provinsi penyumbang terbanyak angka kejadian TB Paru di Indonesia dan Kabupaten Sorong Selatan sebagai daerah dengan kasus TB Paru tertinggi di Provinsi Papua Barat. Faktor penyebabnya tidak lain adalah faktor lingkungan diantaranya lingkungan fisik, karakteristik individu, dan lingkungan sosial. Merunut hal tersebut, maka perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi status terinfeksi/tidaknya anggota rumah tangga (ART) terhadap TB Paru di Kabupaten Sorong Selatan yaitu dengan analisis deskriptif dan MARS. Analisis deskriptif bertujuan mengkaji karakteristik ART berdasarkan faktor lingkungan, sedangkan analisis MARS untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap TB Paru dan ketepatan klasifikasi ART berdasarkan status terinfeksi/tidaknya terhadap TB Paru. Data menunjukkan dari 410 ART, tercatat 17 ART terinfeksi TB Paru. Faktor-faktor yang berpengaruh yaitu jenis pekerjaan, umur, kebiasaan merokok, status sosial ekonomi, konsumsi alkohol, dan tingkat pendidikan. Ketepatan klasifikasi sebesar 85,4% dan kesalahan klasifikasi sebesar 14,6%.

Kata kunci : ART, TB Paru, MARS 1. Pendahuluan

Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan penyebab kematian nomor satu dari golongan infeksi (Depkes, 2003). WHO Global Surveillance memperkirakan setiap tahunnya Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TB Paru dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TB Paru. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TB Paru di dunia (Sugiarto, 2004). Kasus TB Paru terutama terjadi pada usia produktif kerja yang berdampak pada SDM sehingga bisa mengganggu perekonomian keluarga, masyarakat, dan negara (Syafei, 2002).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan Provinsi Papua Barat sebagai provinsi penyumbang terbanyak angka kejadian TB Paru di Indonesia dan Kabupaten Sorong Selatan sebagai daerah dengan kasus TB Paru tertinggi di Provinsi Papua Barat. Secara umum, beberapa penelitian tentang TB Paru yang telah dilakukan oleh Sugiarto (2004), Prabu (2008), Siswanto (2008), dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar (2009) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjangkitnya TB Paru adalah faktor lingkungan diantaranya lingkungan fisik, karakteristik individu, dan lingkungan sosial.

Penelitian ini mengkaji karakteristik anggota rumah tangga (ART) yang terinfeksi TB Paru dan menentukan variabel-variabel yang diduga berpengaruh secara signifikan terhadap angka kejadian penya- kit TB Paru serta ketepatan klasifikasi ART berdasarkan terinfeksi/tidaknya terhadap penyakit TB Paru di Kabupaten Sorong Selatan (Provinsi Papua Barat). Metode yang digunakan adalah statistik deskriptif dan Multivariate Adaptive Regression Spline (MARS) sebagai pendekatan regresi nonparametrik multivariat.

Hidayat (2003) menyatakan bahwa MARS merupakan salah satu metode alternatif untuk pemodelan bagi data berdimensi tinggi, memiliki variabel banyak, serta ukuran sampel yang besar. MARS juga meru- pakan metode klasifikasi statistik modern yang sudah memanfaatkan fleksibilitas model dan menduga suatu distribusi di dalam masing-masing kelas yang pada akhirnya menyediakan suatu aturan penge- lompokan (Dillon, 1978 dan Sharma, 1996). Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan keilmuan dalam pengembangan metode pendekatan MARS khususnya dalam bidang kesehatan dan mampu menjadi bahan masukan Depkes RI dalam menyusun langkah yang lebih efektif guna me- nurunkan angka kejadian TB Paru.

(2)

2. Tinjauan Pustaka Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data sehingga menghasilkan informasi yang berguna. Bentuk penyajian statistik deskriptif dapat berupa tabel, grafik, diagram, histogram, dan lainnya (Walpole, 1993).

Multivariate Adaptive Regression Spline (MARS)

Pada tahun 1991, Jerome H. Friedman yang selanjutnya ditulis Friedman memperkenalkan metode MARS sebagai suatu metode baru yang mengotomatiskan pembangunan model-model prediktif akurat untuk variabel-variabel respon yang kontinu dan biner. Model MARS difokuskan untuk mengatasi permasalahan dimensi yang tinggi dan diskontiouitas pada data. Selain itu, MARS merupakan pengem- bangan dari pendekatan Recursive Partition Regression (RPR) yang masih memiliki kelemahan dimana model yang dihasilkan tidak kontinu pada knot.

Menurut Friedman (1991), model umum persamaan MARS sebagai berikut.

    ∏   . ,   (1) dengan,

a0 = fungsi basis induk

am = koefisien dari fungsi basis ke-m

M = maksimum fungsi basis (nonconstant basis fungsi) Km = derajat interaksi

skm = nilainya 1 atau -1 jika data berada di sebelah kanan titik knot atau kiri titik knot.

xv(k,m) = variabel prediktor

tkm = nilai knots dari variabel prediktor xv(k,m)

Penentuan knot pada MARS menggunakan algoritma forward stepwise dan backward stepwise.

Pemilihan model dengan menggunakan forward stepwise dilakukan untuk mendapatkan jumlah fungsi basis dengan kriteria pemilihan fungsi basis adalah meminimumkan Average Sum of Square Residual (ASR). Untuk memenuhi konsep parsimoni (model yang sederhana) dilakukan backward stepwise yaitu membuang fungsi basis yang memiliki kontribusi kecil terhadap respon dari forward stepwise dengan meminimumkan nilai Generalized Cross Validation (GCV) (Friedman dan Silverman, 1989). Pada MARS, pemilihan model terbaik berdasarkan nilai GCV yang paling rendah (minimum).

Fungsi GCV minimum didefinisikan sebagai,

  !"

#$%&(')*+(∑ #,(-0+ -./&1-)*

#$%&(')* (2)

dengan,

yi = variabel respon

3/456 = nilai taksiran variabel respon pada M fungsi basis

n = banyaknya pengamatan 7 =  8

 = Trace [B(BTB)-1BT]+1

8 = nilai ketika setiap fungsi basis mencapai optimasi 2 : 8 : 4

Uji Signifikansi Fungsi Basis Model MARS

Pada model MARS dilakukan uji signifikansi fungsi basis yang meliputi uji serentak dan uji individu. Uji signifikansi yang dilakukan secara bersamaan/serentak terhadap fungsi basis-fungsi basis yang terdapat dalam model MARS ini bertujuan untuk mengetahui apakah secara umum model MARS terpilih merupakan model yang sesuai dan menunjukkan hubungan yang tepat antara variabel prediktor dengan variabel respon. Hipotesis yang digunakan sebagai berikut.

H0 : α1=α2=...=αm =0

H1 : Paling tidak ada satu αj≠ 0, j = 1,2,…,m

(3)

Nilai Fhitung yang didapatkan dari tabel ordinary least squares results (output pengolahan MARS) diban- dingkan dengan Fα (V1,V2) dengan tingkat signifikansi α serta derajat bebas V1 dan V2 yang merupakan nilai MDF dan NDF yang juga berasal dari dari tabel ordinary least squares results. Daerah kritis yaitu Fhitung> Fα (V1,V2), maka H0 ditolak, artinya paling sedikit ada satu αjyang tidak sama dengan nol.

Selanjutnya, uji yang dilakukan secara parsial/individu bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi basis yang terbentuk mempunyai pengaruh signifikan terhadap model, selain itu ingin diketahui pula apakah model yang memuat parameter tersebut telah mampu meng- gambarkan keadaan data yang sebenarnya. Hipotesisnya adalah sebagai berikut.

H0 : αj =0

H1 : αj 0, j = 1,2,…m

Nilai thitung yang didapatkan dari output pengolahan MARS dibandingkan dengan nilai tabel distribusi t dengan derajat bebas (V2) dan tingkat signifikansi α. Daerah kritis yaitu thitung > t(α/2, V2), maka H0

ditolak, artinya ada pengaruh variabel prediktor dengan variabel respon pada fungi basis di dalam model.

Klasifikasi pada MARS

Pada model MARS, klasifikasi didasarkan pada pendekatan analisis regresi. Jika variabel respon terdiri dari dua nilai, maka dikatakan sebagai regresi dengan binary response (Cox dan Snell, 1989) sehingga dapat digunakan model probabilitas dengan persamaan sebagai berikut :

< 5 $@==>7?>7? dan A1 C <5D $@=$>7?

dengan 3/5  EFGHI <5.

JKFLM  1  < 5 dan JKFLM  2  1 C < 5

Karena Y merupakan variabel respon biner (1 dan 2) dengan m banyaknya variabel prediktor,

1 m

x x

=

x ( ,..., ), maka model MARS untuk klasifikasi dapat dinyatakan sebagai berikut (Otok, 2008):

EFGHI <5  EN O$P1P1 Q  RS4 RT

T$ ∏ #UXV$Y VT. 5WV,TC IVT) (3)

Pada prinsipnya, pengklasifikasian ini dilakukan untuk melihat seberapa besar ketepatan dalam mengelompokkan sekumpulan data untuk digolongkan dengan tepat pada kelompoknya. Menurut Agresti (1990), metode klasifikasi yang baik akan menghasilkan sedikit kesalahan klasifikasi atau akan menghasilkan peluang kesalahan klasifikasi (alokasi) yang kecil.

APER (Apparent Error Rate) adalah suatu prosedur evaluasi yang digunakan untuk melihat peluang kesalahan klasifikasi yang dilakukan oleh suatu fungsi klasifikasi. Nilai APER ini menyatakan nilai proporsi sampel yang salah diklasifikasikan oleh fungsi klasifikasi. Sedangkan Press’s Q adalah statistik uji yang digunakan untuk mengetahui kestabilan dalam ketepatan pengelompokkan (sampai sejauh mana kelompok-kelompok tersebut dapat dipisahkan dengan menggunakan variabel-variabel yang ada). Uji statistik Press’s Q diformulasikan sebagai berikut.

[

( )

]

2

Pr '

( 1)

N nK ess s Q

N K

=

(4) dimana :

N = jumlah total sampel

n = jumlah individu yang tepat diklasifikasikan K = jumlah kelompok

Nilai dari Press’s Q ini membandingkan antara jumlah ketepatan klasifikasi dengan total sampel dan jumlah kelompok. Jika nilai dari Press’s Q > Z$;S.S\, maka klasifikasi dapat dianggap sudah stabil dan konsisten secara statistik (Hair, 2006).

Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan Mycobacterium Tubercolosis yang menyerang organ paru-paru. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat

(4)

sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya (Indriani et al., 2005). Penyakit TB Paru biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita tuberkulosis paru dewasa. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit TB Paru kepada manusia melalui kotorannya. Kotoran satwa yang terinfeksi itu terhirup oleh manusia maka membuka peluang manusia akan terinfeksi juga penyakit TB Paru. Satwa yang mempunyai potensi besar dalam menularkan penyakit TB Paru kepada manusia adalah sapi perah, kerbau, dan primata, misalnya orang utan, owa, dan siamang (Wiwid, 2005).

3. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, yang bersumber dari Departemen Kesehatan RI. Populasi penelitian ini adalah seluruh ART yang berada di Kabupaten Sorong Selatan (Provinsi Papua Barat) pada tahun 2007, sedangkan sampel penelitiannya adalah ART yang terambil sampel dalam Riskesdas 2007 sebanyak 410 ART, baik yang terinfeksi TB Paru ataupun tidak.

Variabel respon (Y) menunjukkan status infeksi ART terhadap TB Paru dengan ketentuan kode 1 bagi ART terinfeksi TB Paru dan 2 bagi ART tidak terinfeksi TB Paru. Variabel prediktor (X) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB Paru dan dipilih berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Sugiarto (2004), Prabu (2008), Siswanto (2008), dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar (2009) serta berdasarkan beberapa literatur tentang TB Paru.

Variabel prediktor yang terpilih dan diperkirakan dapat menerangkan variabel respon (Y) adalah.

a) Umur (X1) yang berskala kontinyu

b) Jenis kelamin (X2) yang berskala nominal dengan dua kategori (kode 1 jika jenis kelamin laki-laki, dan kode 2 jika jenis kelamin perempuan)

c) Pendidikan (X3) berskala ordinal dengan enam kategori (kode 1 jika tidak pernah bersekolah, kode 2 jika tidak tamat SD, kode 3 jika tamat SD, kode 4 untuk pendidikan SLTP, kode 5 untuk pendidikan SLTA, dan kode 6 untuk perguruan tinggi)

d) Pekerjaan (X4) memiliki skala nominal dengan delapan kategori (kode 1 jika tidak bekerja, kode 2 untuk buruh, kode 3 untuk nelayan, kode 4 untuk petani, kode 5 untuk wiraswasta, kode 6 untuk pegawai swasta, kode 7 untuk PNS, dan kode 8 untuk lainnya)

e) Status sosial ekonomi (X5) berskala nominal dengan dua kategori (kode 1 yang menunjukkan status miskin dan kode 2 untuk status tidak miskin)

f) Kebiasaan merokok dalam rentang waktu satu bulan terakhir (X6) berskala ordinal dengan empat kategori (kode 1 jika merokok dengan frekuensi setiap hari, kode 2 jika merokok dengan frekuensi kadang-kadang, kode 3 jika dalam rentang satu bulan terakhir tidak pernah merokok tetapi sebelumnya pernah merokok, dan kode 4 jika tidak pernah merokok sama sekali)

g) Konsumsi alkohol dalam rentang waktu 12 bulan terakhir (X7) memiliki skala nominal dengan dua kategori (kode 1 jika mengkonsumsi alkohol, dan kode 2 jika tidak mengkonsumsi alkohol)

h) Pemeliharaan ternak (X8) berskala nominal dengan dua kategori (kode 1 jika memelihara ternak/hewan peliharaan, dan kode 2 jika tidak memelihara ternak/hewan peliharaan).

Langkah-langkah analisis yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu mengkaji karakteristik ART yang terinfeksi TB Paru di Kabupaten Sorong Selatan (Provinsi Papua Barat) maka dilakukan analisis statistik deskriptif.

2. Untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga yaitu menganalisis variabel-variabel yang diduga berpengaruh secara signifikan terhadap angka kejadian penyakit TB Paru serta menentukan ketepatan klasifikasi ART berdasarkan terinfeksi atau tidaknya terhadap penyakit TB Paru maka dilakukan analisis MARS. Berikut langkah-langkah analisisnya, yaitu :

a. Membagi data sebanyak 410 menjadi dua yaitu data training dan data testing masing-masing sebanyak 90% dan 10% dari keseluruhan data secara random.

b. Mengkombinasikan besarnya Basis Function (BF), Maximum Interaction (MI) dan Minimum Observation (MO) pada data training yang digunakan dengan cara:

1) Menentukan maksimum fungsi basis (Max-BF), yaitu 2-4 kali jumlah prediktor yang akan digunakan.

2) Menentukan jumlah maksimum interaksi (Max-I), yaitu 1,2 dan 3, dengan asumsi bahwa jika MI

> 3 akan menghasilkan model yang semakin kompleks.

3) Menentukan minimal jumlah pengamatan setiap knots (Min-O), yaitu 0, 1,2 dan 3.

(5)

c. Menetapkan model terbaik dengan didasarkan pada nilai GCV minimum yang diperoleh dengan mengkombinasikan BF, MI, dan MO.

d. Menduga koefisien model.

e. Melakukan uji signifikansi fungsi basis model MARS.

f. Mengelompokkan fungsi basis berdasarkan variabel prediktor yang masuk dalam model.

g. Menginterpretasikan tingkat kontribusi dan pengurangan GCV variabel yang mempunyai kepentingan dalam pengelompokan variabel respon.

h. Menguji keakurasian prediksi model MARS (ketepatan klasifikasi) yang terbentuk dari data training dengan memasukkan data testing sehingga mendapatkan angka ketepatan klasifikasi.

i. Menghitung nilai kesalahan klasifikasi dengan menggunakan APER serta menghitung kestabilan klasifikasi dengan statistik uji Press’s Q.

4. Analisis dan Pembahasan Analisis Deskriptif

Hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan dari data sampel ART di Kabupaten Sorong Selatan (Provinsi Papua Barat) sebanyak 410 ART terdiri atas 4,1% (17 ART) yang terinfeksi TB Paru dan 95,9%

(393 ART) yang tidak terinfeksi TB Paru.

Tabel 1 Karakteristik Infeksi ART Terhadap TB Paru

No Variabel Status Terinfeksi/Tidaknya Rumah Tangga

Ya Tidak

1 Umur (X1) Rata-rata Median

49,59 31,47

53 31

2 Jenis Kelamin (X2) Laki-laki

Perempuan

3,17% 46,59%

0,98% 49,27%

3 Pendidikan (X3)

Tidak pernah bersekolah 0,24% 7,07%

Tidak tamat SD 0,49% 22,93%

Tamat SD 2,93% 30,73%

SLTP 0,24% 14,15%

SLTA 0,24% 15,85%

Perguruan tinggi 0,00% 5,12%

4 Pekerjaan (X4)

Tidak bekerja 0,00% 5,37%

Buruh 0,00% 0,24%

Nelayan 0,49% 3,90%

Petani 2,68% 27,80%

Wiraswasta (pedagang) 0,49% 9,27%

Pegawai swasta 0,00% 0,73%

PNS 0,24% 8,05%

Lainnya 0,24% 40,49%

5 Status Sosial Ekonomi (X5)

Miskin 3,17 % 50,37%

Tidak Miskin 0,98% 45,12%

6 Kebiasaan Merokok (X6)

Setiap hari 2,20% 20,00%

Kadang-kadang 0,24% 4,15%

Pernah 0,00% 0,98%

Tidak pernah sama sekali 1,71% 70,73%

7 Konsumsi Alkohol (X7)

Ya 0,24% 7,32%

Tidak 3,90% 88,54%

8 Pemeliharaan Ternak (X8)

Ya 0,00% 4,88%

Tidak 4,15% 90,98%

(6)

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa kategori pada masing-masing variabel prediktor yang memiliki skala tertinggi terhadap status terinfeksinya ART terhadap TB Paru adalah kelompok jenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir tamat SD, bekerja sebagai petani, golongan ekonomi miskin, kebiasaan merokok setiap hari (dalam rentang waktu satu bulan terakhir), tidak mengkonsumsi alkohol (dalam rentang waktu 12 bulan terakhir), tidak memelihara ternak, dan memiliki umur rata-rata 49,59.

Model MARS

Penentuan model terbaik didasarkan pada nilai GCV paling minimum yang diperoleh dengan cara trial dan error dalam mengkombinasikan nilai BF, MI, dan MO sampai mendapatkan model terbaik. Dari keseluruhan model yang telah diperoleh dengan berdasarkan pada nilai GCV paling minimum maka model MARS terbaik yang dipilih yaitu model dengan nilai BF=32, MI=3, dan MO=1 serta nilai GCV sebesar 0,0178 dan R2 sebesar 39,8%.

Model MARS terbaik dari angka kejadian TB Paru di Kabupaten Sorong Selatan (Provinsi Papua Barat), sebagai berikut.

3/5  1,607 C 0,070`a\ 0,385`a$$ 0,016`a$eC 0,165`a$fC 0,155`a$gC 0,663`ahiC

0,099`ah\ 0,099`ahf 0,017`ahg 0,054`ai$ (5) dengan,

`a\  Xl 1`ae;

`ae  mn5 0, 22,000 C X$`a$; `a$  oe 3 FK oe 4 FK oe 5;

`a$$ Xe 1 or Xe 2 or Xe 4 or Xe 6 or Xe 7 or Xe 8;

`a$e mn5 0, 59,000 C X$`a$h; `a$h  oe 3 FK oe 5;

`a$f  oi 3 FK o\ 5`a$\;

`a$\ X\ 1`a$h;

`a$g Xl 4`a$\;

`ahi Xf 1`a$\;

`ah\ mn5 0, X$C 55,000`a$;

`ahf Xl 4`ah\;

`ahg mn5 0, X$C 37,000`a$h;

`ai$ Xf 1`aiS;

`aiS mn5 0, 37,000 C X$`a$h;

Uji Signifikansi Fungsi Basis Model MARS

Pada model MARS dilakukan uji signifikansi fungsi basis yang meliputi uji serentak dan uji individu. Uji signifikansi yang dilakukan secara bersamaan/serentak terhadap fungsi basis-fungsi basis yang terdapat dalam model MARS ini menggunakan hipotesis sebagai berikut.

H0 : α5=α11=α14=α17=α19=α23=α25=α27=α29=α31=0 H1 : Paling tidak ada satu αj≠ 0

dengan,

j = 5, 11, 14, 17, 19, 23, 25, 27, 29, dan 31

Berdasarkan hasil pengolahan MARS dapat diketahui bahwa nilai Fhitung sebesar 23,650. Dengan meng- gunakan α = 0,05 maka diperoleh F0,05(10,358) = 1,83 sehingga daerah kritis yaitu Fhitung> F0,05(10,358), maka keputusan yang diambil yaitu menolak H0, artinya paling sedikit ada satu αj yang tidak sama dengan nol yang dapat dinyatakan pula bahwa minimal terdapat satu fungsi basis α yang memuat variabel prediktor yang berpengaruh terhadap variabel respon.

(7)

Uji yang dilakukan secara parsial/individu menggunakan hipotesis sebagai berikut.

H0 : αj =0 H1 : αj 0 dengan,

j = 5, 11, 14, 17, 19, 23, 25, 27, 29, dan 31

Dengan menggunakan α = 0,05 maka didapatkan : ttabel = t(0,025; 358) = 1,96

Daerah kritis adalah jika thitung > t(0,025; 358) maka menolak H0.

Tabel 2 Uji Signifikansi Fungsi Basis pada Model yang Terpilih

Parameter Estimasi Standart Error t-hitung Keputusan

Constant 1,607 0,091 17,615 Tolak H0

Basis Function 5 -0,070 0,011 -6,220 Tolak H0 Basis Function 11 0,385 0,092 4,201 Tolak H0 Basis Function 14 0,016 0,003 5,111 Tolak H0 Basis Function 17 -0,165 0,040 -4,124 Tolak H0 Basis Function 19 -0,155 0,039 -3,942 Tolak H0 Basis Function 23 -0,663 0,132 -5,044 Tolak H0 Basis Function 25 -0,009 0,011 -8,659 Tolak H0 Basis Function 27 0,009 0,013 7,902 Tolak H0 Basis Function 29 0,017 0,005 3,523 Tolak H0 Basis Function 31 0,054 0,012 4,415 Tolak H0

Sumber : Output pengolahan MARS

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa semua parameter fungsi basis mempunyai nilai signifikan sehingga keputusan yang diambil adalah menolak H0 yang berarti semua parameter fungsi basis dalam model mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap model.

Berikut intepretasi model MARS pada Persamaan 5, yaitu.

Tabel 3 Interpretasi Model MARS

Fungsi Basis Interpretasi

`a\

Setiap kenaikan satu fungsi basis (`a\) dapat meningkatkan resiko terkena TB Paru sebesar 0,070 pada ART yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan, petani, dan wiraswasta; umur kurang dari 22 tahun; dan kebiasaan merokok setiap hari.

`a$$

Setiap kenaikan satu fungsi basis (`a$$) dapat mengurangi resiko terkena TB Paru sebesar 0,385 pada ART yang tidak bekerja, memiliki pekerjaan sebagai buruh, petani, pegawai swasta, PNS, dan lainnya.

`a$e

Setiap kenaikan satu fungsi basis (`a$e) dapat mengurangi resiko terkena TB Paru sebesar 0,016 pada ART yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan dan wiraswasta; dan umur kurang dari 59 tahun.

`a$f

Setiap kenaikan satu fungsi basis (`a$f) dapat meningkatkan resiko terkena TB Paru sebesar 0,165 pada ART yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan dan wiraswasta; memiliki status miskin; dan pendidikan terakhir berupa tamat SD dan SLTA.

`a$g

Setiap kenaikan satu fungsi basis (`a$g) dapat meningkatkan resiko terkena TB Paru sebesar 0,155 pada ART yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan dan wiraswasta; tidak pernah merokok sama sekali; dan memiliki status miskin.

`ahi

Setiap kenaikan satu fungsi basis (`ahi) dapat meningkatkan resiko terkena TB Paru sebesar 0,663 pada ART yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan dan wiraswasta; memiliki status miskin; dan mengkonsumsi alkohol.

`ah\

Setiap kenaikan satu fungsi basis (`ah\) dapat meningkatkan resiko terkena TB Paru sebesar 0,099 pada ART yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan, petani, dan wiraswasta; dan memiliki umur lebih dari 55 tahun.

`ahf

Setiap kenaikan satu fungsi basis (`ahf) dapat mengurangi resiko terkena TB Paru sebesar 0,099 pada ART yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan, petani, dan wiraswasta; memiliki umur lebih dari 55 tahun; dan tidak pernah merokok sama sekali.

(8)

Fungsi Basis Interpretasi

`ahg

Setiap kenaikan satu fungsi basis (`ahg) dapat mengurangi resiko terkena TB Paru sebesar 0,017 pada ART yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan dan wiraswasta; dan memiliki umur lebih dari 37 tahun.

`ai$

Setiap kenaikan satu fungsi basis (`ai$) dapat mengurangi resiko terkena TB Paru sebesar 0,054 pada ART yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan dan wiraswasta; memiliki umur kurang dari 37 tahun; dan mengkonsumsi alkohol.

Tabel 4 menunjukkan tingkat kepentingan variabel prediktor pada fungsi pengelompokan, yang ditaksir oleh kenaikan nilai GCV karena berpindahnya variabel-variabel yang dipertimbangkan tersebut dari model. Dapat dilihat bahwa variabel jenis pekerjaan (oe) adalah variabel terpenting pada model dengan tingkat kepentingannya 100%, kemudian diikuti oleh variabel umur (o$) dengan tingkat kepentingan 91,987%. Urutan ketiga yaitu variabel kebiasaan merokok (ol) dengan tingkat kepentingan 78,834%, urutan keempat yaitu status sosial ekonomi (o\) dengan tingkat kepentingan 75,464%, dan urutan kelima yaitu variabel konsumsi alkohol (of) dengan tingkat kepentingan 27,013%, dan yang terakhir variabel tingkat pendidikan (oi) dengan tingkat kepentingan 26,713%. Tiga variabel lainnya tidak memiliki tingkat kepentingan (0%) karena sudah terwakili oleh lima variabel sebelumnya.

Tabel 4 Kepentingan Variabel Prediktor Variabel Tingkat Kepentingan -GCV

X4 X1 X6 X5 X7 X3

X2 X8

100,000%

91,987%

78,834%

75,464%

27,013%

26,713%

0,00 0,00

0,024 0,023 0,022 0,021 0,018 0,018 0,018 0,018

Ketepatan Klasifikasi dan Evaluasi Pengklasifikasian

Untuk melihat seberapa besar peluang kesalahan dalam pengklasifikasian angka kejadian TB Paru menurut terinfeksi atau tidaknya ART terhadap penyakit TB Paru maka dihitung dengan menggunakan nilai APER. Penelitian ini merupakan binary response yang dikelompokkan menjadi anggota rumah tangga (ART) terinfeksi (1) dan anggota rumah tangga (ART) tidak terinfeksi (2). Berdasarkan Tabel 5 kesalahan klasifikasi (nilai APER) data training dalam pengklasifikasian angka kejadian TB Paru adalah 1,6%. Karena terdapat kesalahan dalam pengklasifikasian 5 ART terinfeksi (1) masuk ke dalam kelompok ART tidak terinfeksi (2) dan kesalahan dalam pengklasifikasian 1 ART tidak terinfeksi (2) masuk ke dalam kelompok ART terinfeksi (1).

Tabel 5 Ketepatan dan Kesalahan Klasifikasi Data Training Angka Kejadian TB Paru

Kelas Aktual Prediksi Kelas Total

Aktual

1 2

1 4 (44,44%) 5 (55,56%) 9

2 1 (0,28%) 359 (99,72%) 360

Total Prediksi 5 364 369

Benar 44,44%% 99,72% APER

1,6%

Total Benar 98,4%

Untuk mengetahui kestabilan dalam ketepatan klasifikasi (sejauh mana kelompok-kelompok ini dapat dipisahkan dengan menggunakan variabel yang ada) maka digunakan uji statistik Press’s Q. Tabel 6 menunjukkan besarnya kestabilan dalam ketepatan klasifikasi angka kejadian TB Paru berdasarkan nilai dari Press’s Q adalah 345,39. Bila dibandingkan dengan Z21;0.05 = 3,841 maka nilai dari Press’s Q untuk model tersebut jauh lebih besar daripada nilai Z21;0.05 sehingga keakuratan pengklasifikasian angka

(9)

kejadian TB Paru menurut terinfeksi atau tidaknya ART terhadap penyakit TB Paru dengan pendekatan MARS sudah dikatakan konsisten secara statistik.

Tabel 6 Ketepatan dan Kestabilan Klasifikasi Angka Kejadian TB Paru Ketepatan

Klasifikasi (%)

Ketepatan Klasifikasi

Press’s ART Q

Terinfeksi (1)

ART Tidak Terinfeksi (2)

98,4% 4

(44,44%)

359

(99,72%) 345,39

Prediksi model MARS yang telah terbentuk dari data training diuji keakurasiannya dengan memasukkan data testing pada model tersebut sehingga mendapatkan angka ketepatan klasifikasi data testing.

Tabel 7 Ketepatan dan Kesalahan Klasifikasi Data Testing Angka Kejadian TB Paru

Kelas Aktual Prediksi Kelas Total

Aktual

1 2

1 3 (37,5%) 5 (62,5%) 8

2 1 (3,03%) 32 (96,97%) 33

Total Prediksi 4 37 41

Benar 37,5% 96,97% APER

14,6%

Total Benar 85,4%

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa besarnya kesalahan klasifikasi (nilai APER) data testing dalam pengklasifikasian angka kejadian TB Paru menurut terinfeksi atau tidaknya ART terhadap penyakit TB Paru adalah 14,6%. Karena terdapat kesalahan dalam pengklasifikasian 5 ART terinfeksi (1) masuk ke dalam kelompok ART tidak terinfeksi (2) dan kesalahan dalam pengklasifikasian 1 ART tidak terinfeksi (2) masuk ke dalam kelompok ART terinfeksi (1).

5. Kesimpulan dan Saran

Data di Kabupaten Sorong Selatan (Provinsi Papua Barat) sebanyak 410 ART, terdiri atas 17 ART yang terinfeksi TB Paru dan 393 tidak terinfeksi TB Paru. Kategori masing-masing variabel prediktor yang memiliki skala tertinggi terhadap status terinfeksinya ART terhadap TB Paru adalah kelompok jenis kelamin laki-laki, tamat SD, bekerja sebagai petani, golongan ekonomi miskin, merokok setiap hari, tidak mengkonsumsi alkohol, tidak memelihara ternak, dan umur rata-rata 49,59.

Pada model MARS yang dihasilkan terdapat enam variabel prediktor yang memberikan kontribusi dalam pengklasifikasian meliputi variabel jenis pekerjaan (oe) adalah variabel terpenting pada model MARS dengan tingkat kepentingannya 100%, kemudian diikuti oleh variabel umur (o$) dengan tingkat kepentingan 91,987%. Pada urutan ketiga yaitu variabel kebiasaan merokok (ol dengan tingkat kepen- tingan 78,834, urutan keempat yaitu variabel status sosial ekonomi (o\) dengan tingkat kepentingan 75,464%, urutan kelima yaitu variabel konsumsi alkohol (of) dengan tingkat kepentingan 27,013%, dan urutan keenam yaitu variabel tingkat pendidikan (oi) dengan tingkat kepentingan 26,713%. Pada model MARS terbaik, terdapat interaksi dua variabel yaitu interaksi antara variabel jenis pekerjaan dengan variabel umur. Interaksi tiga variabel terdiri dari interaksi antara jenis pekerjaan, umur, dan kebiasaan merokok; interaksi antara jenis pekerjaan, status sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan; interaksi antara jenis pekerjaan, kebiasaan merokok, dan status sosial ekonomi; interaksi antara jenis pekerjaan, status sosial ekonomi, dan konsumsi alkohol; dan interaksi antara jenis pekerjaan, umur, dan konsumsi alkohol.

Berdasarkan evaluasi pengklasifikasian, diperoleh ketepatan klasifikasi ART di Kabupaten Sorong Selatan (Provinsi Papua Barat) berdasarkan status terinfeksi atau tidaknya terhadap penyakit TB Paru sebesar 85,4% dan kesalahan klasifikasi sebesar 14,6%. Keakuratan pengklasifikasian angka kejadian TB Paru di Kabupaten Sorong Selatan (Provinsi Papua Barat) dapat dikatakan sudah stabil dan konsisten secara statistik.

Untuk memperoleh hasil analisa yang lebih akurat maka sebaiknya pada penelitian selanjutnya menggunakan sampel yang lebih besar dan meminimalisasi data yang missing. Dalam pengembangan penelitian selanjutnya maka sebaiknya metode MARS dibandingkan dengan metode lain, sehingga dapat diketahui metode terbaik yang digunakan untuk memodelkan angka kejadian TB Paru di Kabupaten

(10)

Sorong Selatan (Provinsi Papua Barat). Upaya yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah resiko penyakit TB Paru yaitu adanya peningkatan upaya promotif dan preventif terhadap masyarakat dengan memperhatikan keenam faktor di atas.

Daftar Pustaka

Agresti, A. (1990). Categorical Data Analysis. New York: John Willey and Sons.

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Tuberkulosis. Makasar: Pemerintah Provinsi Makassar.

Cox, D.R., Snell, E.J. (1989). Analysis of Binary Data. Second Edition. London: Chapman & Hall.

Departemen Kesehatan RI. (2003). Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun 1995 . Pusat Data dan Informasi, Health Statistic. Jakarta: Depkes RI.

Dillon, W. R. (1978). On The Performance of Some Multinomial Classification Rules. Journal Of American Statistical Association, 73, pp.305-313.

Friedman, J.H. (1991). Multivariate Adaptive Regression Splines. The Annals of Statistics, Vol. 19 No. 1.

Friedman, J.H., Silverman, B.W. (1989). Flexible Parsimony Smoothing and Additive Modelling.

Technometrics, 31.

Hair J.F, Rolph E. Anderson, Ronald L. Tatham, William C. Black. (2006). Multivariate Data Analysis.

Sixth Edition, Pearson Education Prentice Hall, Inc.

Hidayat, U. (2003). Analisis Pengelompokan dengan Metode MARS, Studi Kasus: Pengelompokan Desa/Kelurahan di Jatim. Tesis Master. (Tidak Dipubilkasikan), Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA ITS, Surabaya.

Indriani, D., Adiningsih, S., Mahmudiono, T. (2005). Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru Pada Anak Jalanan Dengan Studi Kasus Di Yayasan Insani Surabaya. Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya (On-line: September, 5th 2009).

Otok, B.W. (2008). Multivariate Adaptive Regression Spline. Pelatihan MARS. Surabaya.

Prabu, P. (2008). Faktor Resiko TBC. [http://putraprabu.com/2008/12/16/tuberkulosis-tbc/] (On-line:

September, 3th 2009).

Sharma, S. (1996). Applied Multivariate Techniques. Canada: John Wiley and Sons, inc.

Siswanto, A. B. (2008). Penyakit TBC. [http://lifestyle.oke-zone.com] (On-line: September, 5th 2009).

Sugiarto. (2004). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi TB Paru BTA (+) Pada Penghuni Rumah Kebun Di Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2004. [http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/- detail.jsp?id=77423] (On-line: Desember, 14th 2009).

Syafei. (2002). Pelaksanaan Penemuan Penderita Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Sleman.

Working Paper Series No.3 (On-line: September, 3th 2009).

Walpole, R.E. (1993). Pengantar Statistika-Edisi ke-3. Jakarta: PT. Garmedia Pustaka Utama.

Wiwid. (2005). Infeksi Tuberculosis. [http://www.pdpersi.co.id/pdpersi/news/artikel.php3] (On-line:

September, 3th 2009).

Gambar

Tabel 1 Karakteristik Infeksi ART Terhadap TB Paru
Tabel 2 Uji Signifikansi Fungsi Basis pada Model yang Terpilih
Tabel  4  menunjukkan  tingkat  kepentingan  variabel  prediktor  pada  fungsi  pengelompokan,  yang  ditaksir  oleh  kenaikan  nilai  GCV  karena  berpindahnya  variabel-variabel  yang  dipertimbangkan  tersebut  dari  model
Tabel 6 Ketepatan dan Kestabilan Klasifikasi  Angka Kejadian TB Paru   Ketepatan  Klasifikasi  (%)  Ketepatan Klasifikasi  Press’s ART Q  Terinfeksi (1)  ART Tidak  Terinfeksi (2)  98,4%  4   (44,44%)  359   (99,72%)  345,39

Referensi

Dokumen terkait

Kontribusi lain dari ahli filsafat Islam yang juga tidak dimanfaatkan oleh ahli hukum Islam adalah al-Farabi yang mengembangkan teori silogistik sebagai bantahan terhadap

Produk yang dihasilkan dalam MMAL biasanya memiliki perbedaan dalam jumlah produksi, isi kerja, dan waktu perakitan tergantung pada model.Tujuan dari model

Suatu himpunan tak kosong X dengan konstanta 0 yang dilengkapi dengan operasi biner ∗ disebut sebagai aljabar BCL (Binary and Constant’s Liu), apabila memenuhi aksioma-aksioma

Dari beberapa penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan Nina dkk (2014) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan terhadap

prijaviti i morao je odobriti službenik postavljen od vlade. Tako je prije početka predstave dolazila inspekcija i provjeravala da li sve što je prijavljeno odgovara,

ghair shahih. a) Pengertian jual beli shahih adalah jual beli yang tidak terjadi kerusakan. Baik rukun maupun syaratnya. b) Pengertian ghair shahih adalah jual beli

Remaja yang tidak memiliki teman akan merasa terisolasi dan menarik diri dari lingkungan sosial sehingga tidak mampu untuk mengintegrasikan diri serta sulit

1) Menilai peranan KUiTTHO dalam menentukan kesesuaian latihan industri terhadap para pelajar. 2) Mengukur tahap kesediaan pelajar KUiTTHO dalam menjalani latihan industri.