• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Geolistrik (D. Arnata, et.al.) 1

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

Dewa Putu Budi Arnata1*, Moh. Dahlan Th. Musa1, Sabhan1

1Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tadulako

ABSTRACT

Geoelectric resistance method of Wenner configuration has been used to identify the type and distribution of geothermal systems located in the village of Masaingi. Measurements were taken around the hot springs in the village of Masaingi, at Sindue District, the Regency of Donggala. The Processing and modeling data using EarthImager 2D software in the form of 2D cross-section. Based on the 2D modeling, it is obtained the resistance type values of hot water layer, ranging from 2-25 Ωmeter.

Kata Kunci : Geoelectric resistance, EarthImager2D, Geothermal.

ABSTRAK

Telah digunakan metode geolistrik hambatan jenis Konfigurafi Wenner untuk mengidentifi- kasi sistem dan sebaran panas bumi yang terdapat di Desa Masaingi. Pengukuran dilakukan disekitar kawasan mata air panas Desa Masaingi Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala.

Pemrosesan dan pemodelan data dengan menggunakan perangkat lunak Earth Imager 2D dalam bentuk penampang 2D. Berdasarkan hasil pemodelan 2D diperoleh nilai hambatan jenis lapisan air panas yang berkisar antara 2-25 Ωmeter.

Kata Kunci : Geolistrik hambatan jenis, EarthImager2D, Panas bumi.

PENDAHULUAN

Kebutuhan manusia akan energi tiap tahun semakin meningkat sedangkan cadangan sumber energi semakin berkurang, hal ini membuat manusia berusaha untuk mencari sumber alterna- tif baru yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Panas bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki potensi sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi alternatif. Fakta menunjukkan bahwa Indonesia merupakan daerah yang berpotensi akan sumber daya alam, termasuk sumber daya panas bumi (Minarto, 2007).

Salah satu wilayah yang memiliki indikasi adanya sumber energi panas bumi adalah di wilayah Desa Masaingi. Desa Masaingi secara administratif terletak di Kecamatan Sindue,

*Coresponding Author: dewagapi@gmail.com

(2)

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Geolistrik (D. Arnata, et.al.) 2 Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Bentuk topografi Desa Masaingi cenderung melandai ke arah pantai yang juga mencerminkan penekukan topografi akibat struktur ataupun tingkat erosi kuat. Daerah perbukitannya memiliki kondisi geologi yang tersusun oleh kerucut intrusi batuan granit dengan ketinggian antara 200-1500 m di atas permukaan laut (Bakrun, 2005). Keterdapatan sumber panas bumi di wilayah ini dapat dilihat dari adanya sumber mata air panas yang ditemui di sekitar lereng perbukitan dan pinggiran sungainya.

Identifikasi panas bumi di Desa Masaingi sangat penting dilakukan untuk mengetahui sistem panas bumi di Desa Masaigi dan sekitarnya. Untuk mengidentifikasi sistem panas bumi di wilayah ini, dapat dilakukan dengan menggunakan metode geofisika diantaranya metode geolistrik. Metode ini mempelajari sifat aliran listrik pada batuan di bawah permukaan bumi.

Prinsip dasarnya yaitu dengan menginjeksikan arus ke bawah permukaan melalui 2 elektroda arus, dan mengukur besar tegangan di antara 2 elektroda potensial (Haerudin, 2008).

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi sistem dan sebaran panas bumi (geothermal) di Desa Masaingi.

TINJAUAN DAERAH PENELITIAN

Sumber panasbumi (geothermal) Masaingi mempunyai posisi geografis pada 0o35’00” – 0o35’15” LS dan 119o48’29” – 119o48’47” BT. Terletak disebelah Timur Desa Marana Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Daerah panasbumi Masaingi mempunyai kondisi geologi yang cukup ideal dan memenuhi persyaratan daerah panasbumi yang cukup potensial untuk dapat menghasilkan uap panas. Hal ini didukung selain dengan adanya sumber panas (heat source), adanya batuan reservoir dengan porositas dan permeabilitas cukup tinggi, serta adanya batuan penutup (cap rock) yang dapat menahan pelepasan panas, juga didukung adanya beberapa sesar yang berfungsi pada pengisian kembali air sebagai reservoir.

METODE PENELITIAN

Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian adalah Satu set alat alat ukur geolistrik SuperSting R8IP. Metode pengukuran yang digunakan adalah Metode Geolistrik Hambatan Jenis dengan Konfigurasi Elektroda Wenner (Gambar 1). Jarak Bentangan sebesar 330 meter dengan spasi elektroda 6 meter. Dengan jumlah lintasan pengukuran sebanyak 6 lintasan.

Berikut ditampilkan Peta lintasan pengukuran (Gambar 2). Harga hambatan jenis semu diperoleh dari persamaan:

𝜌 = 𝐾∆𝑉

𝐼 (1)

Dengan

(3)

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Geolistrik (D. Arnata, et.al.) 3 𝐾 = 2𝜋 1

𝑟1 1

𝑟21 𝑟3 1

𝑟4

−1

= 2𝜋𝑎

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam mengidentifikasi adanya sistem panas bumi dan bagaimana sebaran panas bumi pada daerah penelitian diperlukan data nilai hambatan jenis dari pengukuran di lapangan yakni dari perubahan nilai arus (I) dan diikuti oleh perubahan beda potensial (∆V) dan data lainnya yaitu berupa kondisi geologi dan nilai hambatan jenis dari beberapa tipe batuan yang telah diketahui, yang kemudian diolah dengan menggunakan Program EarthImager 2D. Hasil pengolahan tersebut (Gambar 3) menunjukkan nilai hambatan jenis () dan kedalaman tiap lapisan yang bervariasi. Berikut daitampilkan hasil pengolahan data dengan menggunakan Program EarthImager 2D.

Menurut peta geologi lembar Palu, Sulawesi (Sukamto, 1973) bahwa penyusun batuan di wilayah Masaingi terdiri atas beberapa formasi batuan. Berdasarkan umur batuan, formasi ini terbagi atas Formasi Tinombo Ahlburg, Formasi Molasa Celebes dan Sarasin serta Aluvium dan Endapan Pantai. Formasi Tinombo tersingkap luas di bagian timur wilayah Masaingi, dimana batuan penyusunnya terdiri dari serpih, batupasir, konglomerat, batuan vulkanik, batu gamping dan rijang termasuk filit, sabak dan kuarsit dekat pada intrusi-intrusi (terutama batuan vulkanik). Umur batuan ini adalah Eosen Tengah hingga Atas. Formasi Molasa Celebes terdapat di sebelah utara lokasi penelitian, yang terdiri atas konglomerat, batupasir, batulumpur, batugamping, koral dan napal yang semuanya hanya mengeras lemah, batuan ini diduga berumur Meosen. Pada aluvium dan endapan pantai, batuan penyusunnya terdiri dari pasir, kerikil, lumpur dan batu gamping koral. Selain formasi tersebut, juga terdapat satuan batuan granit dan granodiorit jenis batuan beku dalam (pluton) yang dominan mengandung kalium felspar tinggi, dan juga terdapat satuan batuan metamorf jenis sekis hijau yang merupakan jenis batuan tertua di daerah penelitian berumur pratersier.

Berdasarkan distribusi nilai hambatan jenis pada model 2D dan pengamatan kondisi geologi tempat penelitian, maka dapat dijelaskan bahwa: Nilai hambatan jenis yang berkisar antara

± 2 – 200 Ωm ditunjukan dengan warna biru tua sampai hijau diduga merupakan nilai risistivitas lempung pasiran dan pasir lempung yang berisi air, dimana lapisan dengan warna biru tua diduga sebagai lapisan lempung pasiran dan pasir lempung yang berisikan air panas (geothermal). Nilai hambatan jenis yang berkisar antara ±200-700 Ωm yang ditunjukan dengan warna kuning diduga merupakan lapisan batuan pasir, konglomerat, batu gamping.

(4)

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Geolistrik (D. Arnata, et.al.) 4 Nilai hambatan jenis yang berkisar antara ±700-4900 Ωm yang ditunjukan dengan warna merah diduga merupakan lapisan batauan granit dan andesit.

1. Penampang 1

Berdasarkan hasil pengolahan tersebut, pada lintasan ini terlihat adanya panas bumi yang ditunjukan oleh warna biru pada penampang 2D. Sebaran air panas pada lintasan ini terdapat hingga kedalaman yang tak terdeteksi yang berada tepat di bawah manifestasi panas bumi.

Sebaran panas bumi juga terdeteksi pada kedalaman 7 m yang berada di bagian selatan manifestasi panas bumi. Hal ini dapat memperkuat dugaan nilai hambatan jenis yang berkisar antara 2-200 Ωmeter sebagai nilai hambatan jenis dari air panas (geothermal).

2. Penampang 2

Lintasan ini memotong Lintasan 1 pada elektroda antara 6 dan 7. Pada lintasan ini terdeteksi adanya air panas, hal ini dapat diketahui dengan nilai hambatan jenis yang berkisar antara 2- 20Ωm (warna biru tua). Air panas ini terdapat hingga kedalaman yang tidak terdeteksi.

3. Penampang 3

Lintasan ini terletak di sebelah selatan dari mata air panas dan memotong Lintasan 1 pada elektroda 8. Berdasarkan penampang 2D yang dihasilkan, dapat dilihat adanya air panas pada kedalaman tak berhingga yang ditunjukan oleh gambar berwarna biru tua yang hanya terdapat pada elektroda 2 sampai 19. Dari gambar juga terlihat adanya batuan keras yang ditandai oleh warna merah dimana pada batuan ini terdapat celah atau rekahan (bidang sesar) yang diduga sebagai jalur munculnya manifestasi panas bumi di permukaan berupa mata air panas.

4. Penampang 4

Lintasan ini memotong Lintasan 5 pada elektroda antara 18 dan 19. Berdasarkan penampang 2D yang dihasilkan, pada lintasan ini juga terdeteksi keberadaan air panas pada kedalaman 46 meter terdapat pada elektroda 10 sampai 15 dan pada kedalaman tak berhingga pada elektroda 25. Sebaran air panas pada lintasan ini tersebar secara merata untuk setiap elektroda dengan arah penyebaran Timur-Barat.

5. Penampang 5

Lintasan ini memotong Lintasan 4 pada elektroda 33 dan 34. Lintasan ini tepat melintasi titik lubang bor dengan elektroda yang berada pada titik bor adalah 28 dan 29. Pada penempang hasil pengolahan 2D terlihat bidang yang menggambarkan adanya air panas yang terdeteksi tepat ditengah-tengah lintasan yakni antara elektrda 28 dan 29. Hal ini dapat memperkuat

(5)

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Geolistrik (D. Arnata, et.al.) 5 dugaan mengenai penyebaran sistem panas bumi yang terdapat di daerah tersebut yakni ke arah Timur-Barat.

6. Penampang 6

Lintasan ini terletak di bagian selatan dari ujung Lintasan 1. Berdasakan penampang hasil pengolahan 2D terlihat bidang yang menandakan keberadaan mata air panas tersebut muncul kepermukaan yang ditandai dengan warna biru. Selain itu, juga terlihat adanya air panas pada hampir disepanjang lintasan yang berarah ke arah Barat.

Dari beberapa lintasan pengukuran geolistrik yeng telah dilakukan, seperti yang telah dijelaskan di atas untuk semua lintasan pengukuran terdeteksi adanya air panas. Hal ini menendakan bahwa di sekitar lokasi pengukuran terdapat adanya sistem panas bumi (sistem hidrothermal) sebagai pemicu munculnya manifestasi panas bumi berupa mata air panas yang tersingkap di permukaan. Selain itu juga karena adanya rekahan batuan (bidang sesar) sebagai celah munculnya manifestasi panas bumi ke permukaan. Sebaran panas bumi yang terdapat di Desa Masaingi tersebar secara merata di sekitar lokasi pengukuran dengan arah penyebaran menuju kearah Timur-Barat. Dugaan ini juga dikuatkan dengan adanya manifestasi panas bumi di Desa Marana yang terletak di sebelah Barat lokasi pengukuran.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengukuran geolistrik di Desa Masaingi Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala maka dapat disimpulkan bahwa: Sistem panas bumi yang terdapat di Desa Masaingi merupakan sistem hidrothermal. Penyebaran fluida geothermal (hidrothermal) pada daerah penelitian tersebar secara merata dengan arah penyebaran menuju arah Barat, dimana lapisan pasir tufan sebagai zona konduktif dan lempung sebagai lapisan penutupnya dengan nilai resistivitas antara 2-200 Ωmeter.

DAFTAR PUSTAKA

Bakrun, dkk, 2005, Penyelidikan Terpadu Daerah Panas Bumi Marana Kabupaten Donggala, Jurnal Geofisika, Bandung.

Haerudin, Nandi dkk, 2008, Metode Geolistrik Untuk Menentukan Pola Penyebaran Fluida Geothermal Di Daerah Potensi Panasbumi Gunung Rajabasa Kalianda Lampung Selatan, jurnal Fisika FMIPA Universitas Lampung, Lampung.

Minarto, Eko, 2007, Pemodelan Inversi Data Geolistrik Untuk Menentukan Struktur Perlapisan Bawah Permukaan Daerah Panasbumi Mataloko, jurnal geofisika, Surabaya.

Sukamto, 1973, Peta geologi Tinjau Lembar Palu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung

(6)

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Geolistrik (D. Arnata, et.al.) 6 Gambar konvigurasi, lokasi bentangan dan hasil interperetasi

Gambar 1. Konfigurasi Wenner dengan dua pasang elektroda arus dan potensial pada permukaan

Gambar 2. Peta Lintasan pengukuran geolistrik konfigurasi wenner

Gambar 3. Hasil Pengolahan Data dengan Menggunakan Program EarthImager2D

P1 C2

C1

n a a

n a

P2

n a a a

I

V

Gambar

Gambar 1. Konfigurasi Wenner dengan dua pasang elektroda arus dan potensial pada permukaan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan model sistem panas bumi bawah permukaan tersebut menunjukkan bahwa untuk daerah Karang Dapo kecenderungan nilai resistivitas sangat rendah yang berhubungan dengan

Selain itu, Wahid (2017) menggunakan metode ini beserta dengan metode geokimia untuk mengidentifikasi hubungan antara panas bumi di daerah Lemo Susu dan Sulili,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di daerah sumber air panas Kalompie desa Galung kecamatan Barru kabupaten Barru menggunakan metode Geolistrik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di daerah sumber air panas Kalompie Desa Galung Kecamatan Barru Kabupaten Barru menggunakan metode Geolistrik

Pengukuran geolistrik konfigurasi elektroda Schlumberger menampilkan akuifer bebas terdapat pada lapisan ketiga dengan nilai resistivitasnya 209 .0 Ωm sampai 284.9 Ωm lapisan

Hasil pemodelan menggunakan data tahanan jenis dari metode geolistrik dengan konfigurasi Schlumberger diperoleh struktur yang menyebabkan keluarnya manifestasi panasbumi di

Interpretasi dari hasil geolistrik adalah lapisan Pasir pantai Basah dengan nilai resistivitas 1.06 - 6.61 Ωm, lapisan Pasir Pantai Kering dengan nilai resistivitas 16.5 - 41.2

Berdasarkan hasil pengolahan dengan software EarthImager2D, pada lintasan ini terlihat adanya sebaran panasbumi dengan nilai resistivitas 1 Ωm - 10 Ωm sebagai