• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI. seorang pemimpin tertinggi (pimpinan puncak) atau manejer tertinggi (top maneger)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI. seorang pemimpin tertinggi (pimpinan puncak) atau manejer tertinggi (top maneger)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI 2.1 Kepemimpinan

Setiap dan semua organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pemimpin tertinggi (pimpinan puncak) atau manejer tertinggi (top maneger) yang harus menjalankan kegiatan kepemimpinan (leadership) bagi keseluruhan organisasi sebagian atau kesatuan. Pemimpin tersebut merupakan orang pertama, ibarat nahkoda kapal yang harus mengarahkan jalannya kapal, dalam sebuah wadah yang disebut organisasi. Sedangkan sejumlah manusia lain didalam kapal adalah sumber daya penggerak kapal kearah yang diinginkan nahkoda tersebut. Dengan kata lain kearah mana kapal berlayar, ke pelabuhan mana akan dituju, tergantung sang nahkoda. Untuk menggerakkan kapal, nahkoda tak dapat bekerja sendiri, diperlukan bantuan dari dan kerja sama dengan sejumlah anak buah kapalnya (ABK) agar lancar perjalanan mencapai pelabuhan tujuan. Sejalan dengan kiasan tersebut James A.F. Stoner dan Charles Wankel (1986:445), mengutip pendapat Churchil mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan mengarahkan, merupakan faktor (aktivitas) penting dalam efektivitas manejer/pemimpin, (nevertheles, leadership abilities and skill indirecting are important faktors in

manegers effectiveness).

Berikutnya Harold Koontz, Cyril O‟Donnel dan Heinz Weihrich mengatakan bahwa kepemimpinan adalah seni atau proses mempengaruhi orang (anggota organisasi) sehingga akan berusaha mencapai tujuan organisasi dengan kemauan dan antusiasme yang tinggi. Pernyataan kepemimpinan sebagai seni pada dasarnya

(2)

bermakna kemampuan menciptakan hubungan manusiawi berupa pengaruh yang menyenangkan dan memuaskan bagi anggota organisasi/orang lain, sehingga bersedia melakukan suatu kegiatan/pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Tidak ada pola yang pasti dalam mewujudkan pengaruh tersebut sebagai seni, karena sangat tergantung pada potensi dan karakter pemimpin dalam menggunakan keterampilan sosialnya. Disamping itu usaha mempengaruhi tersebut harus dilakukan secara terus menerus sebagai suatu proses atau suatu rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, untuk menghasilkan kemauan dan antusiasme anggota organisasi dalam melakukan kegiatan masing-masing. Kegiatan mempengaruhi itu menurut Stephen P. Robbins, (1996:66) berarti pemimpin mempunyai kemauan, keterampilan dan seni untuk mengarahkan dan mengajak anggota organisasi/bawahannya. Dengan kata lain pemimpin harus mampu menggali dan merealisasikan potensi-potensi yang dimiliki anggota organisasi/bawahannya secara ikhlas untuk kepentingan organisasi. Ketarampilan itu mencakup :

1. Keterampilan menganalisis cara-cara mempengaruhi unjuk kerja/kinerja. 2. Keterampilan dan kemampuan untuk menciptakan kerja yang mendukung. 3. Keterampilan dan kemampuan untuk mengubah perilaku anggota

organisasi/bawahan.

Menurut Jacobs dan Jacques dalam buku Sofyandi dan Garniwa, (2007:174), kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.

(3)

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sebagai proses pengarahan dan mempengaruhi para karyawan/bawahannya dalam aktivitasnya yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Dan apabila kita berbicara mengenai kepemimpinan maka tidak akan terlepas dari siapa yang memimpin dan sering disebut dengan pemimpin.

2.2 Gaya Kepemimpinan

2.2.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan dapat diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih atau yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi/bawahannya.

Dibawah ini ada beberapa definisi dari gaya kepemimpinan menurut para ahli, diantaranya :

1. Menurut Dharma, Agus, (1984:37), sebagai berikut: Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan seseorang pada saat ia mencoba mempengaruhi orang lain.

2. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2007:170), yaitu: Gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya, agar mereka mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Menurut Rivai (2008:64), yaitu: Gaya kepemimpinan didefinisikan sebagai pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya.

(4)

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku para pemimpin dalam mengarahkan bawahannya untuk mengikuti kehendaknya dalam mencapai suatu tujuan.

2.2.2 Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan

Menurut Nawawi (2003:15), ada beberapa gaya kepemimpinan, yaitu : 1. Gaya Kepemimpinan Demokratis.

Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan terletak pada person atau individu pemimpin, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. 2. Gaya Kepemipinan Otoriter.

Gaya kepemimpinan otoriter ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu-satunya penentu, penguasa, dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

3. Gaya Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)

Pada gaya kepemimpinan bebas ini sang pemimpin praktis tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya, semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri.

(5)

Ada tiga tipe gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Malayu S.P Hasibuan (2007:170), yaitu :

1. Kepemimpinan Otoriter

Kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.

Karakteristik dari Kepemimpinan Otoriter, sebagai berikut :

1. Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pemimpin.

2. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap.

3. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi/ perintah, hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat.

2. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipatif para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan dan menjadi lebih loyal terhadap perusahaan.

(6)

1. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. 2. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran

atau ide yang diberikan bawahannya.

3. Pemimpin menganut sistem manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang.

3. Kepemimpinan Delegatif

Kepemimpinan delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaan. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan.

Karakteristik dari Gaya Kepemimpinan Delegatif, yaitu :

1. Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan.

2. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan - pekerjaan itu dan hanya sedikit melakukan kontak mata dengan bawahannya.

Menurut Siagian (2007:12) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya dibagi menjadi 5 (lima) tipe, yaitu :

(7)

Pengambilan keputusan seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri dan memberitahukan bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu hanya berperan sebagai pelaksana karena tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan. 2. Gaya Kepemimpinan Paternalistik

Pemimpin paternalistik menunjukkan kecenderungan - kecenderungan bertindak sebagai berikut : pengambilan keputusan, kecenderungnya menggunakan cara mengambil keputusan sendiri dan kemudian berusaha menjual keputusan itu kepada para bawahannya. Dengan menjual keputusan itu diharapkan bahwa para bawahan akan mau menjalankan meskipun tidak dilibatkan didalam proses pengambilan keputusan.

3. Gaya Kepemimpinan Kharismatik.

Teori kepemimpinan belum dapat menjelaskan mengapa seseorang dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik, sedangkan yang lain tidak. Artinya, belum dapat dijelaskan secara ilmiah faktor-faktor apa saja yang menjadi seseorang memiliki kharisma tertentu.

4. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire.

Karakteristik yang paling nampak dari seseorang pemimpin Laissez-faire terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal pengambilan keputusan, misalnya, seorang pemimpin Laissez-faire akan mendelegasikan tugas-tugasnya kepada bawahannya, dengan pengarahan yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa pengarahan sama sekali.

(8)

Pengambilan keputusan pemimpin demokratik pada tindakannya mengikut sertakan para bawahannya dalam seluruh pengambilan keputusan. Seorang pemimpin demokratik akan memilih model dan teknik pengambilan keputusan tertentu yang memungkinkan para bawahan ikut serta dalam pengambilan keputusan.

Menurut Wahjosumidjo (1993) ada beberapa gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut :

1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas :

a. Pemimpin selalu memberikan petunjuk-petunjuk kepada orang yang dipimpin.

b. Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap orang yang dipimpin.

c. Pemimpin meyakinkan kepada orang yang dipimpin bahwa tugas-tugas harus dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginan pemimpin.

2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada yang dipimpin :

a. Pemimpin lebih memberikan motivasi daripada mengadakan pengawasan terhadap yang dipimpin.

b. Pemimpin melibatkan orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan. c. Pemimpin lebih bersikap penuh kekeluargaan, percaya, hubungan

kerjasama yang saling menghormati diantara sesama anggota kelompok. Menurut Robbins (2006) terdapat empat macam gaya kepemimpinan yaitu sebagai berikut :

(9)

1. Gaya kepemimpinan kharismatik.

Adalah gaya kepemimpinan yang memicu para pengikutnya dengan memperlihatkan kemampuan heroik atau luar biasa ketika mereka mengamati perilaku tertentu pemimpin mereka.

2. Gaya kepemimpinan transaksional

Gaya kepemimpinan yang memadu atau memotivasi para pengikutnya menuju kesasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. 3. Gaya kepemimpinan transformasional.

Gaya kepemimpinan yang menginspirsi para pengikut untuk melampaui kepentingan pribadi mereka dan mampu membawa dampak yang mendalam dan luar biasa pada pribadi para pengikut.

4. Gaya kepemimpinan visioner

Gaya kepemimpinan yang mampu menciptakan dan mengartikulasi visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit orgnisasi yang tengah tumbuh dan membaik.

Dengan melihat uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa, perubahan-perubahan yang terjadi dalam gaya kepemimpinan biasanya berlangsung mengikuti situasi dan kondisi yang sesuai dengan tujuan dari perusahaan. Apabila situasi dan kondisinya memerlukan pemikiran bersama antara pemimpin dan pelaksana, maka gaya kepemimpinan akan menuju kepada demokrasi. Sebaliknya bila situasi dan kondisinya memerlukan langkah-langkah darurat yang cepat maka gaya kepemimpinan akan mengarah pada gaya otokratis. Jadi, gaya kepemimpinan yang

(10)

dilakukan pada suatu perusahaan tidak dapat berupa satu gaya saja tetapi dapat dilakukan dengan penggabungan dari gaya-gaya kepemimpinan yang ada. Oleh karena itu, tidak ada gaya kepemimpinan yang lebih baik semua tergantung pada situasi, kondisi atau lingkungannya.

2.3 Motivasi Kerja

2.3.1 Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi berasal dari bahasa latin, movere yang berarti dorongan, daya penggerak atau kekuatan yang menyebabkan suatu tindakan atau perbuatan. Dalam bahasa inggris disebut dengan motivation yang berarti pemberian motif, hal yang menimbulkan dorongan.

Daya dorong yang ada dalam diri seseorang sering disebut motif. Daya dorong diluar diri seseorang, harus ditimbulkan oleh pimpinan agar hal-hal diluar diri seseorang itu turut mempengaruhinya, pemimpin harus memiliki barbagai sarana atau alat yang sesuai dengan orang lain. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditentukan.

Pimpinan atau manajer adalah orang-orang yang mencapai hasil-hasil melalui orang lain, yaitu para bawahan. Berhubung dengan hal itu, menjadi kewajiban dari setiap pemimpin agar para bawahannya berprestasi. Prestasi bawahan, terutama disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu: kemampuan dan daya dorong. Kemampuan seseorang ditentukan oleh kualifikasi yang dimilikinya antara lain oleh pendidikan,

(11)

pengalaman, dan sifat-sifat pribadi. Sedangkan daya dorong dipengaruhi oleh sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan hal-hal lain diluar dirinya.

Motivasi kerja adalah melakukan pekerjaan secara giat, sehingga pekerjaan diharapkan lebih cepat selesai dan lebih baik hasilnya. Karyawan dengan motivasi kerja tinggi akan bekerja penuh gairah, disiplin, inisiatif dan dengan kesadaran akan kewajibannya untuk bekerja lebih efektif dan efisien. Rasa tidak puas akibat rendahnya motivasi kerja bisa menyebabkan kemangkiran, absensi menurun, keterlambatan, mengeluh dalam bekerja, kurang penghargaan terhadap perusahaan dan sebagainya. Hal ini menggambarkan bahwa ketidakpuasan akan kebutuhan yang tidak terpenuhi dapat berpengaruh terhadap motivasi kerja seseorang.

Berikut ini ada beberapa pengertian tentang motivasi menurut para ahli, yaitu sebagai berikut :

1. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001:42), sebagi berikut: Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan.

2. Menurut Robbins dalam buku Sofyandi dan Gunawan (2007:99), yaitu : Motivasi adalah sebagai proses mengarahkan dan ketekunan setiap individu dengan tingkat intensitas yang tinggi untuk meningkatkan suatu usaha dalam mencapai tujuan.

3. Menurut William Mc Dougall, dalam buku Miftah Thoha (2012:205) yaitu : Suatu tindakan yang dibawa dari lahir yang menentukan organism untuk mengetahui atau memperhatikan setiap objek, dan bertindak atau

(12)

mempunyai suatu impulsa bertindak yang menentukan ekspresi dalam suatu cara berperilaku.

4. Menurut Manullang (2001:146), yaitu: Pemberian tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak.

Dari beberapa defenisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa, motivasi kerja adalah dorongan serta arahan kepada individu untuk melakukan suatu kegiatan ataupun bertindak lebih untuk meningkatkan hal yang dilakukan oleh individu tersebut.

2.3.2 Metode Motivasi dan Tujuan Motivasi 2.3.2.1 Metode Motivasi

Ada dua metode motivasi yang dikemukakan oleh Malayu S.P Hasibuan (2001:165), yaitu sebagai berikut :

1) Motivasi Langsung (Direct Motivation)

Motivasi langsung adalah motivasi yang diberikan secara langsungpada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya.

Contoh : Penghargaan, pujian, tunjangan hari raya, bonus dan lain-lain. 2) Motivasi Tidak Langsung

Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas, sehingga para karyawan merasa betah dan bersemangat melakukan pekerjaan. Motivasi tidak langsung sangat besar pengaruhnya

(13)

untuk merangsang semangat bekerja karyawan sehingga produktivitasnya meningkat.

2.3.2.2 Tujuan Motivasi

Berikut ini ada beberapa tujuan motivasi menurut Malayu S.P Hasibuan (2001:161), yaitu:

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. 3. Meningkatkan kedisiplinan karyawan. 4. Mempertahankan kestabilan karyawan. 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi karyawan. 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya. 10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.3.3 Teori Motivasi Kerja

Berikut ada beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Teori ERG

Teori ini dikembangkan oleh Clayton Alderfer dari Universitas Yale mengatakan Existensi, Relatedness, dan Growth dimana sebenarnya jika didalami ketiga kata tersebut memiliki maksud yang sama dengan teori motivasi yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Existence sama dengan hierarki kebutuhan

(14)

pertama dan kedua pada teori motivasi Maslow, relatedness sama dengan hierarki ketiga dan keempat pada teori motivasi kerja Abraham Maslow, dan Growth mengandung arti yang sama dengan kebutuhan dalam aktualisasi diri.

Teori motivasi ERG menghasilkan fakta bahwa :

a. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, maka semakin besar pula keinginan untuk memuaskannya.

b. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang „lebih tinggi‟ semakin besar apabila kebutuhan yang „lebih rendah‟ telah terpuaskan.

c. Semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang mendasar. 2. Teori Abraham H.Maslow

Teori Abraham H.Maslow menyebutkan bahwa motivasi terbentuk karena 5 hierarki kebutuhan, yaitu :

a. Kebutuhan fisiologi, seperti: sandang, pangan, dan papan.

b. Kebutuhan keamanan, keamanan yang dimaksud bukan hanya keamanan fisik, tetapi juga secara fisikologi dan intelektual.

c. Kebutuhan sosial, pengakuan akan keberadaan dan pemberian penghargaan atas harkat dan martabatnya.

d. Kebutuhan prestise, bahwa semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh semua orang.

e. Kebutuhan untuk aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

(15)

Gambar 2.1

Hierarki Kebutuhan Maslow

Sumber : Suwanto dan Donni Juni Priansa (2001)

3. Teori Herzberg

Menurut Herzberg dalam Sondang (2002:107), melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu: oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik (hygine). Faktor intrinsik berasal dari dalam diri masing-masing individual, dan faktor ekstrinsik berasal dari luar, seperti lingkungan organisasi yang dapat membentuk pribadi tersebut dalam proses pencapaian tujuannya.

Adapun usaha pemimpin terhadap motivasi kerja dapat berjalan dengan baik maka pemimpin harus memperhatikan faktor-faktor motivator, yaitu sebagai berikut :

1. Keberhasilan pelaksanaan (archievement)

Kebutuhan Keamanan Kebutuhan Prestise

Kebutuhan Fisiologikal Kebutuhan Sosial Kebutuhan Aktualisasi diri

(16)

Agar seorang bawahan dapat berhasil dalam pelaksanaan pekerjaannya, maka pemimpin harus mempelajari bawahannya dan pekerjanya dengan memberikan kesempatan kepadanya agar bawahan dapat berusaha mencapai hasil. Kesempatan tersebut harus sedemikian rupa sehingga orang-orang berkembang sendiri. Selanjutnya agar pemimpin memberi semangat pada para bawahannya sehingga bawahan mau berusaha mengerjakan sesuatu dirasa bawahan tidak dapat dikuasai. Bila bawahan telah berhasil mengerjakan pekerjaannya pemimpin harus menyatakan keberhasilan.

2. Pengakuan (Recognition)

Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan pemimpin harus memberi pernyataan pengakuan akan keberhasilan tersebut. Pengakuan terhadap keberhasilan tersebut yaitu, dengan cara :

a. Langsung menyatakan keberhasilan ditempat pekerjaanya, lebih baik dilakukan sewaktu ada orang lain.

b. Memberi surat penghargaan. c. Memberi hadiah berupa uang tunai. d. Memberi medali.

e. Memberi kenaikan gaji dan promosi. 3. Pekerjaan itu sendiri (The work it self)

Pemimpin membuat usaha-usaha yang rill dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan berusaha menghindarkan kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaanya.

(17)

4. Tanggung jawab (Responsibilities)

Pemimpin harus menghindari supervise yang ketat dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi. Diterapkannya prinsip partisipasi membuat bawahan sepenuhnya merencanakan dan melaksanakan pekerjaanya.

5. Pengembangan (advacement)

Agar faktor pengembangan benar-benar berfungsi sebagai motivator maka pemimpin dapat memulainya dengan melatih bawahannya untuk pekerjaan yang lebih bertanggung jawab. Selanjutnya pemimpin memberi rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikkan pangkatnya atau dikirim mengikuti pendidikan atau latihan lanjutan.

Menurut hasil penelitian hezberg tersebut ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan ,Malayu S.P Hasibuan (1990:176), yaitu:

a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang

bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain sejenisnya.

c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitive pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

(18)

Teori ini dikemukakan oleh David Mc Cleland dalam Robbins (2003:216), ia berpendapat bahwa seseorang akan memiliki motivasi tinggi jika didasari oleh :

a. Kebutuhan akan prestasi (Need for achievement= nAch)

Need for Achievment berarti bahwa seseorang selalu ingin dipandang

berhasil dalam hidupnya, dengan keberhasilan yang dimiliknya secara pasti bahwa segala kebutuhannya akan bisa dipenuhi. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk diberi kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang tinggi.

b. Kebutuhan akan kekuasaan (Need for Power = n.Pow)

Need for Fower memiliki arti bahwa seseorang memiliki kebutuhan untuk

mempengaruhi orang lain, dan berusaha untuk menguasai orang lain. Orang dengan n.Pow yang tinggi akan cenderung tidak terlalu peduli dengan pekerjaan yang tidak dapat memperbesar kemungkinan untuk memperluas kekuasaan, dan kemungkinan untuk dapat mempengaruhi orang lain n.Pow akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengarahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik.

c. Kebutuhan akan afiliasi (Need for Affilliation = n.Af)

Need for Affilliation memiliki arti bahwa setiap orang memiliki kebutuhan

(19)

berorganisasi. Kebutuhan berafiliasi akan membuat seseorang cenderung menghilangkan suasana yang berpotensi menyebabkan persaingan, hal ini tentunya tidak akan menghambat keberhasilan seseorang dalam bekerja karena tentunya keterampilan bekerja sama yang baik menjadi salah satu faktor seseorang dapat bekerja dengan baik.

2.4 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan oleh MK Maisardana (2006) dengan judul penelitian Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Pada PT. Bank SUMUT Cabang Stabat. Jumlah sampel yang diambil 33 responden, dengan metode stratifed random sampling. Hasil penelitian ini, adalah menunjukkan secara serempak disimpulkan bahwa variabel gaya kepemimpinan Demokratis (X1) dan gaya Otoriter (X2) berpengaruh positif

dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan pada PT. Bank SUMUT Cabang Stabat, sedangkan variabel gaya kepemimpinan Laissez Faire (X3)

tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja. Secara parsial diantara variabel bebas yang telah diteliti ternyata variabel gaya kepemimpinan otoriter (X2) merupakan paling dominan. Hal itu dapat dilihat dari nilai thitung pada

variabel X2 lebih besar dari nilai thitung X2 dan X3.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Alvi Anbari (2010) dengan judul penelitian Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank Bank Central Asia Tbk, KCP Pulo Brayan Medan. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 32 responden, dengan menggunakan metode sensus. Hasil penelitiannya adalah variabel gaya

(20)

kepemimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh secara serempak terhadap kinerja karyawan. Hal tersebut diketahui dari hasil uji simultan (Uji-t), dimana nilai thitung sebesar 22,985 lebih besar dari ttabel sebesar 3,31 pada tingkat

signifikan 5 %. Gaya kepemimpinan merupakan variabel yang paling dominan yakni sebesar 6,007 jika dibandingkan dengan lingkungan kerja sebesar 2,162 dengan tingkat signifikan dibawah 0,05.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Haryani Tri Puteri Hasman (2011) dengan judul penelitian “Pengaruh Kepemimpinan Situasiona Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank SUMUT Kantor Pusat Medan”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja, dan gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Nur (2010) dengan judul Pengaruh Prilaku Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank Syariah Bukopin Cabang Medan, terdapat hubungan sebesar 0,830 atau sangat kuat antara prilaku kepemimpinan sitasional terhadap kinerja. Dari hasil uji determinan maka pengaruh perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan sebesar 68,89 %, sehingga ada pengaruh antara perilaku kepemimpinan sitasional terhadap kinerja karyawan dengan hipotesis (Ha) positif dapat diterima.

2.5 Hubungan Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Karyawan

Kepemimpinan seorang pemimpin yang diperlihatkan dan diterapkan sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan karena dengan gaya kepemimpinan

(21)

pemimpin yang berkompeten akan mendorong, dan mempengaruhi semangat kerja yang baik kepada bawahan. Seorang pemimpin harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya Waridin dan Bambang Guritno (2005). Gaya kepemimpinan merupakan suatu tindakan dan strategi yang diterapkan oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. Pada umumnya setiap pemimpin selalu mengharapkan dan mengusahakan agar bawahannya mempunyai kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan serta menyelesaikan tugas yang diembannya dengan baik, agar sesuai dengan sasaran tertentu yang telah ditetapkan. Kinerja pegawai hanya dapat dicapai dengan menyesuaikan pemimpin dengan situasi atau dengan mengubah situasi agar sesuai dengan pemimpin, seperti kemampuan dan interaksi sesama pemimpin maupun bawahan dengan pemimpin.

Motivasi merupakan variabel penting, yang dimana motivasi perlu mendapat perhatian yang besar pula bagi organisasi dalam peningkatan kinerja pegawainya. Motivasi adalah suatu keahlian dalam mengarahkan karyawan dan organisasi agar mau bekerja secara efektif dan berhasil, sehingga keinginan para karyawan dan tujuan organisasi/ perusahaan sekaligus tercapai. Suharto dan Cahyono (2005), menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor motivasi, dimana motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan seseorang berusaha untuk mencapai tujuan atau mencapai hasil yang diinginkan. Rivai (2004), menunjukkan bahwa semakin kuat motivasi kerja, kinerja pegawai akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa setiap

(22)

peningkatan motivasi kerja pegawai akan memberikan peningkatan yang sangat berarti bagi peningkatan kinerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.

MK Maisardana (2006), Alvi Anbari (2010), para peneliti terdahulu telah melakukan penelitian terhadap gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. Berdasarkan dari uraian diatas serta peneliti terdahulu maka hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan adalah: Gaya kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.

2.6 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana landasan teori yang telah dijabarkan berhubungan secara logis dengan berbagai faktor yang diidentifikasi sebagai masalah yang penting dalam Sekaran (2006).

Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(23)

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Sumber : Koontz, O’Donnell dan Weihrich (Kardaman dan Udaya, 2001 : 144), Hezberg (Manullang, 2001 : 179) dan dimodifikasi peneliti.

2.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori dan peneliti terdahulu, serta merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti, dimana jawaban itu masih bersifat lemah dan perlu dilakukan pengujian secara empiris kebenarannya. Menurut Sugiyono (2012:93) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Gaya kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi

kerja pegawai di PT. Bank SUMUT Cabang Padangsidimpuan.

H0 : Gaya kepemimpinan tidak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap

motivasi kerja pegawai di PT. Bank SUMUT Cabang Padangsidimpuan.

Gaya Kepemimpinan Otoriter (X1)

Gaya Kepemimpinan Partisipatif (X2)

Motivasi kerja (Y) - Keberhasilan Pelaksanaan - Pengakuan

- Pekerjaan itu sendiri -tanggung jawab - pengembangan Gaya Kepemimpinan

Gambar

Gambar 2.2   Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Dalam setiap kemasan produk hasil produksi Auditee yang akan dipasarkan untuk ekspor telah dibubuhi Tand V Legal dengan

Jadi bila sebuah komponen yang memiliki fungsi densitas kegagalan yang mengikuti distribusi eksponensial bila dioperasikan dengan durasi sampai pada MTTF- nya, maka

Terdapat tujuh faktor psikologis yang mempengaruhi belajar seorang siswa. Faktor-faktor tersebut adalah: intelgensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.

Format acara seperti itu tidak sesuai dengan kebutuhan audiens pada sore hari, yang telah dibuktikan dengan survei pendahuluan yang dilakukan kepada 110 audiens

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Gardner (1986), dikutip dari swanburg (2001) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “suatu proses persuasi dn memberikan contoh sehingga individu (atau pimpinan kelompok)

Rataan ukuran lebar vili ilium usus halus ayam buras umur 7 hari yang berasal dari telur tetas diinjeksi asam amino dengan waktu yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.. Berdasarkan

Mahasiswa memahami proses pembuatan pseudocode sebagai lanjutan pembuatan algoritma untuk memudahkan pemecahan masalah, sehingga dengan dengan adanya pseudocode yang