• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Menghambat Peran Serta Bidan Praktik Mandiri dalam Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Bangli Tahun 2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Menghambat Peran Serta Bidan Praktik Mandiri dalam Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Bangli Tahun 2016."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT PERAN SERTA BIDAN PRAKTIK MANDIRI DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI

KABUPATEN BANGLI TAHUN 2016

IDA AYU PUTU ASRI SUHANDEWI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT PERAN SERTA BIDAN PRAKTIK MANDIRI DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI

KABUPATEN BANGLI TAHUN 2016

IDA AYU PUTU ASRI SUHANDEWI NIM. 1220025075

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

(3)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT PERAN SERTA BIDAN PRAKTIK MANDIRI DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI

KABUPATEN BANGLI TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

IDA AYU PUTU ASRI SUHANDEWI NIM. 1220025075

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, berkat rahmat Beliau penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul ”Faktor-Faktor Yang Menghambat Peran Serta Bidan Praktik Mandiri

Dalam Jaminan Kesehatan Nasional Di Kabupaten Bangli Tahun 2016” sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan, arahan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat berjalan dengan lancar. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH., Ph.D selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana beserta stafnya yang telah mendukung dan memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian ini.

2. Putu Ayu Indrayathi, SE., MPH selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus sebagai Ketua Bagian Administrasi Kebijakan Kesehatan yang senantiasa membimbing, memberikan pengarahan, dan memberikan nasihat dalam pelaksanaan penelitian, hingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

(7)

vi

4. Yuhanis, A.Md.Keb selaku Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Bangli yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk memperoleh data yang mendukung penelitian ini.

5. Seluruh BPM di Kabupaten Bangli, Dokter Praktik Pribadi, serta Kepala Seksi Penyelenggara Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli yang telah bersedia menjadi informan dan telah memberikan informasi yang mendukung penyusunan skripsi ini.

6. Teman-teman terkasih, Nur, Sazmita Cby, Della, Jodinita, Asriratih, Pisca, Prasta, dan Chaca yang telah sangat membantu, menemani, serta memberikan dukungan untuk penulis dari awal perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini. 7. Orang tua tercinta, Bapak Ida Bagus Made Suparsa, Ibu Ida Ayu Putu Sri Yasa,

adikku Ida Bagus Gd Arisa Wiprastanika dan keluarga besar penulis yang selalu memberikan doa, dukungan dan motivasi bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Sang Made Suryananda terkasih yang selalu mendampingi, memberikan dukungan, doa, serta sangat membantu dalam penyusunan skripsi dari awal sampai saat ini.

9. Teman-teman peminatan AKK, dan teman-teman IKM’12 yang telah memberikan bantuan serta berjuang bersama penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(8)

vii

Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 15 Juni 2016

(9)

viii

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

PEMINATAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN Skripsi, Juni 2016

IDA AYU PUTU ASRI SUHANDEWI

FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT PERAN SERTA BIDAN PRAKTIK MANDIRI DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI

KABUPATEN BANGLI TAHUN 2016

ABSTRAK

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program pemerintah yang dilaksanakan agar masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu serta komprehensif yang terdiri dari pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, pelayanan kesehatan darurat medis, dan pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan kefarmasian. Dalam prosedur kerja samanya, BPJS Kesehatan melibatkan Dokter Praktik Pribadi serta Bidan Praktik Mandiri sebagai jejaring untuk memberikan pelayanan kebidanan dan neonatal. Di Kabupaten Bangli, tingkat partisipasi BPM masih sangat rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat peran serta Bidan Praktik Mandiri dalam Jaminan Kesehatan Nasional.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dengan strategi pengumpulan data melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada 8 Bidan Praktik Mandiri, 3 Dokter Praktik Pribadi, dan 1 orang perwakilan Dinas Kesehatan sebagai responden, serta ketua pengurus IBI sebagai Triangulasi Data.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BPM, DPP, dan Dinas Kesehatan sebagai informan memiliki pemahaman yang cukup bagus terkait Jaminan Kesehatan Nasional secara umum. DPP menganggap sistem ini cukup efektif untuk dilaksanakan. Hanya saja pihak Bidan Praktik Mandiri dan masyarakat perlu diedukasi untuk memberikan pemahaman yang sama. Partisipasi BPM dipengaruhi oleh prosedur kerja sama yang harus melalui DPP serta jumlah klaim yang dirasa kurang sesuai dengan jasa yang diberikan. Dalam hal peran serta BPM dalam JKN, pihak Dinas Kesehatan tidak memiliki wewenang yang bersifat mengikat atau wajib. Dinas Kesehatan tidak memiliki laporan khusus terkait kerja sama antara BPM dengan JKN.

Kurangnya sosialisasi, prosedur kerjasama yang rumit, pembayaran klaim yang belum sesuai, serta masyarakat yang masih banyak menggunakan JKBM merupakan faktor penghambat peran serta BPM dalam JKN sehingga BPJS Kesehatan sebagai mediator perlu melakukan sosialisasi khususnya kepada DPP dan BPM sehingga dapat menciptakan kejelasan informasi dan kesamaan persepsi antara BPM dan DPP sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang akan bekerja sama dalam memberikan pelayanan kesehatan.

(10)

ix PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

FACULTY OF MEDICAL UDAYANA UNIVERSITY ADMINISTRATION AND HEALTH POLICY

Skripsi , June 2016

IDA AYU PUTU ASRI SUHANDEWI

FACTORS THAT INHIBIT THE ROLE OF THE INDEPENDENT MIDWIFE PRACTICE IN THE NATIONAL HEALTH INSURANCE BANGLI

REGENCY YEAR 2016

ABSTRACT

The National Health Insurance (NHI) is one government program that is carried out so that the public can access quality health services as well as comprehensive. Consisting of promotive, preventive, curative, rehabilitative, obstetric care, medical emergency health care, and support services that include a simple laboratory examination and pharmacy. In the procedure of cooperation, Health BPJS involving the Physicians Private Practice and Independent Midwives Practice as a network to provide obstetric care and neonatal. In Bangli regency, the participation rate is still very low Independent Midwives Practice. This study aims to determine the factors that hinder the participation of Independent Midwives Practice In National Health Insurance.

This study is a qualitative research with phenomenological approach to data collection strategies through in-depth interviews were conducted to 8 Independent Midwives Practice, 3 Physician Private Practice, and 1 representative of the Health Service as a respondent, and also chairman of the board of IBI as Triangulation Data.

The results of these studies show that Independent Midwives Practice, Physicians Private Practice, and the Health Service as an informant to have a pretty good understanding associated National Health Insurance. Physicians Private Practice considers this system is effective enough to be implemented. Only the Independent Midwives Practice and society needs to be educated to provide the same understanding. Participation Independent Midwives Practice affected by the cooperation procedure should be through the Physicians Private Practice and the amount of the claim that it is less appropriate for the services given. In terms of the role of Independent Midwives Practice in National Health Insurance, the Health Department has no authority binding or mandatory. Health Department does not have a special report related to the cooperation between Independent Midwives Practice with National Health Insurance.

Lack of socialization, cooperation complicated procedures, the payment of claims that have not been appropriate, and people who still use Bali Mandara Health Insurance an inhibiting factor is the role of Independent Midwives Practice in National Health Insurance. So BPJS as mediator needs to socialize, especially to the Physicians Private Practice and Independent Midwives Practice so as to create a clear and common perception of information between Independent Midwives Practice and the Physicians Private Practice as health care providers who will cooperate in providing health care.

(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

(12)

xi

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Bidan Praktik Mandiri (BPM) ... 7

2.1.1 Pengertian BPM ... 7

2.1.2 Peran Serta BPM dalam JKN ... 7

2.2 Jaminan Kesehatan Nasional ... 8

2.3 Faktor Penghambat ... 9

2.3.1 Pengetahuan BPM terkait JKN ... 9

2.3.2. Prosedur Kerja Sama ... 10

2.3.3 Prosedur Pembayaran Klaim ... 11

2.4 Teori Perubahan Perilaku Terkait Faktor Penghambat... 15

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 18

3.1 Kerangka Konsep ... 18

3.2 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ... 19

3.2.1 Variabel Penelitian ... 19

3.2.2 Definisi Operasional Penelitian... 19

BAB IV METODE PENELITIAN ... 20

4.1 Karakteristik Penelitian ... 20

4.1.1. Rancangan Penelitian ... 20

4.1.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

4.2 Peran Peneliti ... 21

4.3 Strategi Pengumpulan Data ... 21

4.4 Analisis Data ... 23

(13)

xii

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 25

5.2. Riwayat Penelitian ... 26

5.3. Karakteristik Informan ... 28

5.4. Faktor Penghambat Peran Serta BPM ... 29

5.4.1. Pengetahuan BPM terkait JKN ... 30

5.4.2. Prosedur Kerja sama BPM ... 35

5.4.3. Prosedur Pembayaran Klaim ... 41

5.5. Keterbatasan Penelitian ... 44

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 45

6.1. Simpulan ... 45

6.2. Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tarif Pelayanan Kebidanan dan Neonatal ... 16

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 21

Tabel 5.3 Karakteristik Informan berdasarkan umur, alamat, pendidikan, Lama Praktik/Jabatan dan Status Informan ... 24

Tabel 5.4 Hasil Koding Pengetahuan BPM terkait JKN ... 31

Tabel 5.5 Hasil Koding Prosedur Kerja Sama BPM ... 36

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

(16)

xv

DAFTAR SINGKATAN

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional

BPM : Bidan Praktik Mandiri

BPJS Kesehatan : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

IBI : Ikatan Bidan Indonesia

NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak

DPP : Dokter Praktik Pribadi

FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama FKTL : Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan

PONED : Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar SEP : Surat Eligibilitas Peserta

Menkes : Menteri Kesehatan Jampersal : Jaminan Persalinan

JKBM : Jaminan Kesehatan Bali Mandara Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat Polindes : Pondok Bersalin Desa

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian Lampiran 3. Surat Etika Penelitian

Lampiran 4. Surat Pernyataan Persetujuan Menjadi Informan

Lampiran 5. Lembar Informasi Penelitian

Lampiran 6. Pedoman Wawancara Bagi BPM Sebagai Informan

Lampiran 7. Pedoman Wawancara Bagi Dokter Keluarga Yang Bekerja Sama Dengan BPJS Kesehatan

Lampiran 8. Pedoman Wawancara Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli Lampiran 9. Pedoman Wawancara Bagi Ketua IBI Sebagai Triangulasi Data

(18)

xvii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program pemerintah yang dilaksanakan pada awal tahun 2014 dengan harapan agar masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu serta komprehensif yang terdiri dari pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, pelayanan kesehatan darurat medis, dan pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan kefarmasian (Kementerian Sekretariat Negara RI, 2015). Berdasarkan peraturan badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan nomor 1 tahun 2014 tentang penyelenggaraan jaminan kesehatan menyebutkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan merupakan suatu badan hukum yang berperan sebagai penyelenggara jaminan sosial kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014).

BPJS Kesehatan dalam penyelenggaraannya terdiri atas fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki perjanjian kerja sama dengan BPJS Kesehatan, baik dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL). Salah satu FKTP adalah Bidan Praktik Mandiri atau yang selanjutnya disebut BPM (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BPM merupakan praktik bidan secara mandiri yang memberikan pelayanan dalam lingkup kebidanan, dimana bidan praktik mandiri dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki, dapat memberikan pelayanan kebidanan kepada pasien.

(19)

Salah satu persyaratan untuk dapat menjalankan praktik secara mandiri, bidan harus memiliki Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu tolak ukur dalam menentukan kesehatan suatu bangsa. Dalam hal ini, diharapkan dengan bantuan bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan secara langsung kepada masyarakat khususnya dalam hal pelayanan kebidanan, dapat memberikan kontribusi terhadap penurunan AKI dan AKB (Helmizar, 2014).

Dalam era JKN, sangat penting bagi bidan untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk memastikan bahwa seluruh masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan terutama pelayanan kebidanan. Namun BPM tidak dapat bekerjasama secara langsung dengan BPJS Kesehatan. Berdasarkan pasal 8 ayat 3c dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada JKN menyebutkan bahwa praktik bidan dan atau perawat, harus memiliki perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya. Jelas tercantum pada pasal 8 ayat 1 yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan dapat bekerjasama secara langsung dengan bidan dan atau perawat untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam undang-undang apabila di suatu kecamatan tidak terdapat praktik dokter sesuai dengan Ketetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

(20)

kehamilan atau Antenatal Care (ANC), Persalinan, Pemeriksaan bayi baru lahir, pemeriksaan pasca persalinan atau Postnatal Care (PNC), dan pelayanan KB (BPJS Kesehatan, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Niko dan Chalidyanto (2014) masih terdapat beberapa bidan yang merasa tidak ada kejelasan informasi mengenai JKN. Hal ini disebabkan karena tidak diperolehnya sosialisasi langsung dan belum adanya edaran/petunjuk teknis. Hal ini menyebabkan sebagian bidan merasa kurang jelas terhadap prosedur pelaksanaan kerjasama, penyelesaian kendala seperti ketertundaan pembayaran jasa, pembayaran penggantian pelayanan seperti adanya pemotongan tarif dan besar kompensasi pelayanan non kapitasi, sistem dan fasilitas perujukan, pelaksanaan pemantauan, serta pelaporan khusus peserta Jaminan Kesehatan. Perubahan yang dirasakan oleh bidan diantaranya adalah perubahan persyaratan klaim, informasi biaya dan sistem rujukan yang kurang jelas.

Ketentuan BPJS Kesehatan menyatakan bahwa prosedur klaim pelayanan kebidanan dan neonatal oleh bidan jejaring dokter keluarga yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, dilaksanakan melalui perantara dokter keluarga yang merupakan fasilitas pelayanan kesehatan induknya dimana, klaim akan masuk ke rekening dokter, setelah itu baru akan didistribusikan kepada BPM sesuai dengan pelayanan yang telah diberikan. Jasa klaim yang akan diterima oleh BPM akan dipotong maksimal 10% dari seluruh total pengklaiman oleh dokter keluarga sebagai jasa pembinaan dan pengurusan administrasi (BPJS Kesehatan, 2014).

(21)

kesehatan khususnya BPM yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan di masing-masing wilayah kerja BPJS Kesehatan cabang Klungkung, berjumlah kurang lebih 22 orang untuk wilayah Klungkung, 41 orang untuk wilayah Karangasem, dan 44 orang untuk wilayah Gianyar. Sedangkan jumlah tenaga kesehatan khususnya bidan, berdasarkan data IBI Kabupaten Bangli, menyatakan bahwa total keseluruhan jumlah bidan di Kabupaten Bangli yaitu 293 orang. Jumlah bidan yang memiliki praktik mandiri atau BPM yaitu 64 orang. Berdasarkan keterangan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli serta BPJS Kesehatan Cabang Klungkung, di Kabupaten Bangli belum terdapat bidan praktik mandiri yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa BPM di Kabupaten Bangli belum berpartisipasi dalam Jaminan Kesehatan Nasional. Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan kepada beberapa BPM diperoleh informasi bahwa prosedur kerjasama merepotkan BPM sehingga mereka enggan untuk berpartisipasi dalam JKN. Dengan demikian, peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik mandiri dalam Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Bangli.

1.2Rumusan Masalah

(22)

kendala bagi BPM untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya partisipasi BPM dalam JKN khususnya di Kabupaten Bangli. Sehingga dengan memperoleh gambaran peran serta BPM dalam JKN di Kabupaten Bangli pada penelitian ini, diharapkan adanya masukan-masukan yang dapat dimanfaatkan sebagai pedoman bagi pemegang kebijakan agar kedepannya dapat menyempurnakan kebijakan terkait peran serta BPM dalan JKN.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik mandiri dalam Jaminan Kesehatan Nasional ?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik mandiri dalam JKN.

1.4.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik mandiri dalam JKN dari perspektif BPM.

2) Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik mandiri dalam JKN dari perspektif dokter keluarga.

(23)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk memperkuat hasil studi yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menghambat peran serta bidan praktik mandiri dalam JKN.

1.5.2 Manfaat Praktis 1) Bagi Bidan

Dapat menjadi informasi tambahan dalam upaya mengoptimalkan pelayanan yang akan diberikan kepada pasien serta sebagai acuan peran serta bidan dalam JKN.

2) Bagi Masyarakat

Dapat mengetahui lebih banyak mengenai peran serta bidan dalam era JKN sehingga kedepannya masyarakat dapat memberikan dukungan bagi program yang berlangsung terkait pelayanan kebidanan.

3) Bagi Pemerintah

Dapat memberikan informasi kepada pemerintah terkait peran serta bidan pada era JKN sehingga nantinya dapat mempertimbangkan kesejahteraan bidan.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

(24)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bidan Praktik Mandiri (BPM)

2.1.1 Pengertian BPM

BPM merupakan salah satu pemberi pelayanan kesehatan yang melakukan praktik secara mandiri. Pelayanan yang diberikan yaitu pelayanan kebidanan kepada pasien baik secara individu maupun keluarga, dimana pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan yang sesuai dengan kewenangan serta kompetensinya sebagai bidan. Bidan memiliki peran utama bagi masyarakat khususnya dalam hal kesejahteraan ibu dan anak. Dengan demikian, pelayanan yang diberikan juga harus bermutu sehingga diperlukan adanya kejelasan mengenai praktik bidan tersebut seperti perijinan, tempat praktik yang memadai, peralatan, kelengkapan administrasi serta yang terpenting adalah kepemilikan SIPB (Kemenkes, 2010).

2.1.2 Peran Serta BPM dalam JKN

(25)

Kesehatan. JKN secara resmi dilaksanakan sebagai salah satu upaya penurunan AKI dan AKB di Indonesia sejak 1 Januari 2014 (Women Research Institute, 2015).

Dalam pelaksanaan JKN, fasilitas pelayanan kesehatan merupakan faktor utama, karena fasilitas pelayanan kesehatan akan memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada masyarakat dan merupakan perantara untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satunya adalah bidan. Bidan merupakan perantara penting demi tercapainya penurunan AKI dan AKB. Bidan sebagai pelaksana pelayanan yang akan secara langsung memberikan pelayanan terkait kebidanan bagi individu maupun keluarga. Dalam hal ini, pelayanan yang diberikan oleh bidan berupa pelayanan yang komprehensif, berguna untuk memberikan pendidikan terkait pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan pelayanan kebidanan (Women Research Institute, 2015). 2.2 Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program pemerintah yang dimunculkan pada awal tahun 2014 dengan harapan agar masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu serta komprehensif yang terdiri dari pelayanan promotif, peventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, pelayanan kesehatan darurat medis, dan pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan kefarmasian (Kementerian Kesekretariat Negara RI, 2015).

(26)

pasca persalinan atau Postnatal Care (PNC), dan pelayanan KB (BPJS Kesehatan, 2014).

2.3 Faktor Penghambat

2.3.1 Pengetahuan BPM terkait JKN

Pengetahuan merupakan suatu peristiwa mendasar yang tidak dapat dijelaskan. Pengetahuan berhubungan dengan hal yang mendasar dan sederhana dimana setiap individu dapat mengalaminya. Pengetahuan dapat dikembangkan karena adanya adaptasi antara pikiran manusia dengan lingkungan tempat manusia itu berada. Lingkungan dalam hal ini dapat diartikan objek nyata, persoalan, dan sebagainya (Hadi, 1994).

Pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, pengetahuan juga sebagai bentuk konstruksi dari kenyataan, proses unik dari manusia yang melibatkan perasaan dan sistem kepercayaan (belief systems) dimana perasaan atau sistem kepercayaan itu terjadi tanpa disadari (Setiarso, 2006).

Pengetahuan merupakan suatu gejala yang diperoleh manusia melalui pengamatan oleh pengindraan. Ketika manusia menggunakan indranya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah terjadi sebelumnya, pengetahuan akan muncul tanpa disadari. Pengetahuan memiliki dua fungsi utama, sebagai latar belakang dalam menganalisa hingga memutuskan tindakan yang dibutuhkan dan sebagai latar belakang dalam mengartikan sampai menerapkan suatu tindakan (Pribadi, 2009).

(27)

instansi pemerintah. Selain itu, jaminan kesehatan ini memberikan pelayanan mulai dari promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif, dimana pelayanan tersebut dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Namun, dalam penelitian ini menyebutkan bahwa, beberapa bidan masih kurang memahami program JKN yang terkait dengan pelayanan kebidanan dan neonatal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi khususnya kepada BPM.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Women Research Institute (2015) menyebutkan bahwa IBI telah memberikan kesempatan bagi BPM untuk memperoleh informasi langsung dari BPJS Kesehatan, namun BPM tidak memiliki pengetahuan yang sama terkait alur prosedur kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Para bidan beranggapan bahwa prosedur kerja sama masih memberatkan mereka. Hal ini dikarenakan adanya potongan administrasi sebanyak 10% dari fasilitas pelayanan kesehatan induknya, serta sulit menemukan klinik yang mau bekerjasama dengan mereka. Masyarakat tidak mengetahui bahwa BPM juga dapat menerima peserta JKN oleh karena sulitnya kerja sama antara BPM dengan BPJS Kesehatan, sehingga berdampak pada kurangnya pemanfaatan layanan kepesertaan JKN. Selain itu, masyarakat juga tidak dapat mengakses pelayanan sebagai peserta JKN pada BPM yang belum bekerja sama dengan BPJS.

2.3.2. Prosedur Kerja Sama

(28)

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan harus memberikan pelayanan yang komprehensif. Pelayanan komprehensif yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, pelayanan kesehatan darurat medis, termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian sesuai peraturan dan ketentuan. Dalam penyelenggaraannya, fasilitas kesehatan yang tidak memiliki sarana penunjang wajib membangun jejaring dengan sarana penunjang (Kemenkes, 2013).

Dalam upaya pemberian pelayanan kebidanan kepada peserta, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh praktik bidan dan atau perawat yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yaitu memiliki surat ijin praktik (SIP), memiliki NPWP, memiliki perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya, dan membuat surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan JKN (Kemenkes, 2013).

BPJS Kesehatan dalam hal pemberian pelayanan kesehatan oleh bidan dapat bekerja sama dengan praktik bidan, apabila di suatu kecamatan tidak terdapat praktik dokter berdasarkan penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Pelayanan tersebut merupakan pelayanan yang sesuai dengan kewenangan dan kompetensinya. Praktik bidan atau perawat hanya dapat memberikan rujukan kepada dokter atau dokter gigi kecuali dalam pertolongan persalinan, kondisi gawat darurat, dan pasien kondisi khusus (BPJS Kesehatan, 2014).

2.3.3 Prosedur Pembayaran Klaim

(29)

oleh pihak yang bertanggung jawab kepada pihak terkait. Seperti halnya yang terjadi pada BPJS Kesehatan, dimana BPJS Kesehatan harus membayarkan hak yang seharusnya diperoleh fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan karena telah melaksanakan tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta BPJS Kesehatan. Sama halnya yang terjadi pada BPM (BPJS Kesehatan, 2014).

BPJS Kesehatan (2014) menyebutkan prosedur pembayaran klaim untuk pelayanan kebidanan dan neonatal adalah sebagai berikut :

1) Pelayanan pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pemeriksaan pasca melahirkan (PNC).

a. Pelayanan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas, klinik pratama dan fasilitas pelayanan kesehatan yang setara, untuk pelayanan yang dilaksanakan oleh bidan di dalam gedung atau memanfaatkan sarana pada FKTP maka pembayaran yang dilakukan sudah termasuk kapitasi. Pelayanan ANC dan PNC yang dilaksanakan oleh bidan jejaring di luar gedung atau tidak menggunakan FKTP maka pembayarannya ditagihkan pertindakan (fee for service) dan penagihannya melalui FKTP dari bidan tersebut. Jumlah kunjungan yang bisa ditagihkan secara fee for service

adalah sebanyak 4 (empat) kali kunjungan. Jika lebih dari 4 (empat) kali kunjungan, maka akan dimasukan kedalam biaya kapitasi.

(30)

pembayarannya melalui fee for service dan ditagihkan melalui FKTP bidan tersebut.

c. Pemeriksaan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL) hanya dapat dilakukan sesuai indikasi medis berdasarkan rujukan dari FKTP. Pemeriksaan ANC dan PNC dilakukan di tempat yang sama, hal ini bertujuan untuk keteraturan pencatatan partograf, monitoring perkembangan kehamilan dan memudahkan administrasi klaim kepada BPJS Kesehatan.

2) Pelayanan persalinan dan kebidanan lainnya di FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

a. Pelayanan persalinan dan kebidanan lainnya di FKTP, besaran tarif persalinan merupakan tarif paket termasuk akomodasi ibu/bayi dan perawatan bayi. Pasien tidak boleh ditarik iuran biaya. Tarif paket tersebut adalah persalinan per vaginam normal, dan persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar. Pengajuan klaim persalinan di FKTP dapat dilakukan oleh FKTP yang memberikan pelayanan (Puskesmas, Puskesmas PONED/Klinik/Dokter praktik perorangan dengan jejaring). FKTP berupa Polindes/Poskesdes dan bidan desa/praktik mandiri mangajukan tagihan melalui fasilitas kesehatan induknya, kecuali untuk daerah tanpa fasilitas kesehatan dapat menagihkan langsung kepada BPJS Kesehatan.

(31)

termasuk ke dalam paket persalinan ibu sehngga tidak perlu dibuatkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) tersendiri. Bagi pekerja penerima upah pada persalinan anak pertama sampai dengan anak ketiga, setelah kelahiran anaknya harus segera melapor ke kantor BPJS Kesehatan untuk mengurus kartu peserta BPJS Kesehatan. Proses pendaftaran mengikuti ketentuan penambahan anggota keluarga yang berlaku. Apabila dilakukan pada hari ke-8 dan seterusnya, maka biaya pelayanan kesehatan tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.

Adapun tarif pelayanan kebidanan dan neonatal menurut Permenkes RI Nomor 69 Tahun 2013 adalah :

Tabel 2.1. Tarif Pelayanan Kebidanan dan Neonatal

No Pelayanan Kesehatan Tarif

1 Pemeriksaan ANC 25.000

2 Persalinan Normal 600.000

3 Penanganan perdarahan pasca keguguran, persalinan per vaginam

dan emergency dasar 750.000

4 Pemeriksaan PNC/neonates 25.000

5 Pelayanan tindakan pasca persalinan (misalnya placenta manual) 175.000 6 Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal 125.000

7 Pelayanan KB pemasangan IUD/Implant 100.000

8 Pelayanan KB suntik 15.000

9 Penanganan Komplikasi KB pasca persalinan 125.000

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2013

(32)

2562/Menkes/Per/XII/2011 terkait pelaksanaan Jaminan Persalinan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama melalui BPM, menyebutkan bahwa sebagian bidan mengeluhkan proses klaim biaya Jampersal yang lama dan berbelit-belit. Biaya persalinan baru dapat diajukan setelah pelayanan KB bagi ibu melahirkan dengan menyertakan berkas klaim yang akan diverifikasi. Kurang lebih 2 bulan setelah proses persalinan, Dinas Kesehatan baru akan memberikan persetujuan pembayaran klaim jaminan persalinan kepada masing – masing fasilitas kesehatan. BPM merasa kesulitan pada proses pengajuan berkas klaim, hal itu dikarenakan oleh banyaknya berkas yang harus dilengkapi BPM setelah mengajukan berkas klaim. BPM swasta menilai tarif pelayanan jaminan persalinan memberatkan BPM, karena sebagai pihak kedua, tidak diperbolehkan menarik biaya tambahan kepada pengguna program Jampersal di luar tarif yang ditentukan dengan alasan apapun dalam perjanjian kerjasama. Beberapa BPM yang melakukan penarikan biaya persalinan hanya mengenakan biaya antara Rp. 100.000 – Rp. 140.000 untuk mengganti perlengkapan selama proses persalinan sampai dengan Nifas yang disediakan oleh bidan, seperti Gendok, Susu Ibu, Gurita, Baju bayi 1 set, Kasa, Betadin, Dinder pet, dan Pembalut. Akan tetapi ada juga BPM yang melakukan penarikan lebih dari itu antara Rp. 200.000 – Rp. 350.000.

2.4 Teori Perubahan Perilaku Terkait Faktor Penghambat

Menurut pendapat Sarwono (2012), teori perubahan perilaku yang dikemukakan oleh Kurt Lewin kemudian dikenal dengan sebutan teori force field

analysis mengasumsikan bahwa di dalam diri individu terdapat dorongan yang saling

bertentangan. Di satu sisi terdapat dorongan dari individu untuk melakukan sesuatu

(33)

tersebut (restraining forces). Hal ini terkadang membuat individu gelisah dan harus menentukan salah satu dari kekuatan tersebut untuk mencapai ketenangan. Untuk mencapai hal tersebut, maka terdapat tiga hal yang harus ditempuh menurut Lewin. Ketiga hal tersebut yaitu :

a. Memperkuat driving force dengan upaya persuasi dan pemberian informasi

b. Mengurangi restraining forces dengan memperkecil hambatan yang ada dalam diri individu.

c. Memperkuat faktor pendukung sekaligus mengurangi hambatan yang ada. Kombinasi ini merupakan metode yang paling efektif dalam perubahan prilaku.

Perubahan perilaku, tidak terjadi begitu saja. Akan tetapi melalui suatu proses dimana menurut Lewin, proses perubahan perilaku dikatakan sebagai sebuah proses

unfreezing to refreezing. Hal ini dikarenakan suatu perubahan perilaku diumpamakan

sebagai air yang membeku. Proses ini terdiri dari lima tahap, yaitu :

1) Tahap pencairan (Unfreezing) proses ketika individu mulai mengidentifikasi semua kemungkinan terkait perilaku baru

2) Tahap diagnosa masalah (Problem diagnosis) ketika individu mulai menentukan keuntungan, risiko, dan hambatan jika perilaku itu diterima 3) Tahap penentuan tujuan (Goal setting) ketika individu mulai menentukan

tujuan perubahan perilaku tersebut

(34)

4) Tahap penerimaan perilaku baru (New behavior) ketika individu mulai menerapkan perilaku tersebut dan mengevaluasi dampak dari perubahan tersebut

Gambar

Tabel 2.1. Tarif Pelayanan Kebidanan dan Neonatal

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang terjadi adalah bagaimana merancang sebuah fasilitas yang dapat mewadahi kebutuhan akan pelabuhan wisata yang dapat memenuhi kebutuhan akan

Berdasarkan teori yang di kemukakan oleh Hadi, (2009:29) bahwa dampak sosial muncul ketika terdapat aktivitas proyek, program atau kebijaksanaan yang diterapkan

Orientasi performance goal menggambarkan sebuah fokus pada menunjukkan kompetensi atau kepandaian dan bagaimana kepandaian akan dinilai relatif terhadap orang lain;

Berdasarkan hasil observasi awal yang penulis lakukan di SD Negeri 18 Banda Aceh tepatnya di kelas VI, penulis melihat kurangnya respon siswa terhadap materi pelajaran yang

Berkaitan dengan permasalahan Surat Keputusan Menteri Pelaksana Tugas ESDM tentang Pembubaran Unit Organisasi Ad Hoc di Lingkungan Kementerian ESDM dapat diakui

Mata Kuliah Pengantar Bisnis merupakan mata kuliah wajib pada Fakultas Ekonomi UNITRI untuk mempelajari kegiatan dunia bisnis, bentuk usaha dan perkembangan badan usaha,

Kendala yang dihadapi oleh kantor-kantor pemerintah terutama sampai saat ini masih banyak kendala yang disebabkan oleh manajemen birokrasi di pemerintahan dalam hal biaya

tertentu khususnya yang berkaitan dengan anak jalanan pada masa yang akan datang, memberikan gambaran bagi Pemerintah Kota Surabaya tentang tingkat sinergisme yang