TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN
PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF
COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON)
PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
Cahaya Bulan Syafitri Nasution NIM: 130600088
Pembimbing
Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D., Sp. Ort (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia Tahun 2017
Cahaya Bulan Syafitri Nasution
Tingkat Keparahan Maloklusi dan Kebutuhan Perawatan Ortodonti Berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) pada Murid SMA Negeri 18 Medan
x + 47 halaman
Maloklusi merupakan ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal yang mengakibatkan hambatan pada diri penderitanya. Masalah ini telah menjadi perhatian besar sehingga para ortodontis menciptakan skala penilaian maloklusi salah satunya adalah Index of Complexity, Outcome and Need (ICON). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti di SMAN 18 Medan berdasarkan ICON.
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Total sampel sebanyak 68 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Penelitian ini dilakukan dengan pencetakan gigi rahang atas dan rahang bawah serta dilakukan pengambilan foto intraoral pada subjek. Kemudian model gigi dan hasil foto dianalisis agar diperoleh hasil penilaian berdasarkan ICON.
Hasil penelitian diperoleh persentase tingkat keparahan maloklusi untuk kategori sangat ringan (50,0%), ringan (32,4%), sedang (2,9%), parah (11,8%), dan sangat parah (2,9%). Dimana tingkat keparahan pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki yaitu perempuan (20,6%) dan laki-laki (14,7%). Persentase tingkat kebutuhan perawatan diperoleh hasil untuk kategori tidak butuh perawatan sebesar (75,0%) dan butuh perawatan sebesar (25,0%) dimana tingkat kebutuhan pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki yaitu perempuan (29,4%) dan laki-laki (20,6%). Berdasarkan hasil uji chi-square Pearson diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan
ortodonti dengan nilai p = 0,000 < 0,05. Sehingga disimpulkan bahwa tingkat keparahan maloklusi mempengaruhi tingkat kebutuhan perawatan ortodonti.
TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN
PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF
COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON)
PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
Cahaya Bulan Syafitri Nasution NIM: 130600088
Pembimbing
Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D., Sp. Ort (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji
Medan, 14 November 2017
Pembimbing: Tanda tangan
Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D., Sp. Ort (K)
`TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji
Pada tanggal 14 November 2017
TIM PENGUJI
KETUA : Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D., Sp. Ort (K) ANGGOTA : 1. Siti Bahirrah, drg., Sp. Ort (K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tingkat Keparahan Maloklusi dan Kebutuhan Perawatan Ortodonti berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) pada Murid SMA Negeri 18 Medan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Tak lupa pula penulis hadiahkan shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Abdul Haris Nst dan ibunda Salbiah, kepada paman dan bibik Japar dan Efrida, kepada abang dan kakak Alamsyah, Maya, Riswandi, Linni, dan Amir, kepada adik Efrida, Wanda, Agung, dan Ulfa serta keponakan tercinta Baginda, Dini dan Alparid yang telah mendoakan serta memberikan cinta dan kasih sayang, kesabaran, perhatian, bantuan, motivasi, pengorbanan dan juga materil yang tak ternilai kepada penulis.
Pada proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Erna Sulistiyawati, drg., Sp.Ort (K) selaku Ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Aditya Rachmawati, drg., Sp.Ort sebagai koordinator skripsi di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D., Sp. Ort (K) sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort (K) dan Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulis.
6. Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc sebagai dosen pembimbing akademik atas motivasi dan bantuannya kepada penulis selama masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara terutama kakak Emy dan abang Tulus atas bantuan dan motivasinya.
8. Kepala sekolah, guru, pegawai dan murid SMA Negeri 18 Medan atas izin, waktu dan kesediannya yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9. Sahabat-sahabat penulis yaitu Masithoh, Ana, Intan, Dewi, Ulini, Ovila, Tika, Uswatun, Nofri, Miska, Larissa dan teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ortodonsia terutama Vanny serta yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan selama pengerjaan skripsi yang selalu ada membantu dan memberikan semangat. Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen Ortodonsia.
Medan, 14 November 2017 Penulis,
Cahaya Bulan Syafitri Nasution
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI…...
KATA PENGANTAR…... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Hipotesis Penelitian... 4 1.5 Manfaat Penelitian... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi…... 6 2.1.1 Oklusi Ideal... 6 2.1.2 Oklusi Normal... 7 2.2 Maloklusi... 9 2.2.1 Etiologi Maloklusi... 9 2.2.2 Klasifikasi Maloklusi... 10 2.3 Oklusal Indeks... 11
2.3.1 Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD)... 12
2.3.2 Swedish Medical Board Index (SMBI)... 13
2.3.3 Dental Aesthetic Index (DAI)... 13
2.3.4 Index of Orthodontic Treatment and Need (IOTN)... 15
2.3.4.1 Dental Health Component (DHC)... 15
2.3.5 Index of Complexity Outcome and Need (ICON)... 18
2.4 Kerangka Teori... 23
2.5 Kerangka Konsep... 24
BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Jenis Penelitian... 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 25
3.3 Populasi Penelitian... 25
3.4 Sampel Penelitian... 25
3.5 Variabel Penelitian…... 27
3.6 Definisi Operasional... 27
3.7 Alat dan Bahan Penelitian... 28
3.8 Prosedur Penelitian... 30
3.9 Pengolahan Data... 34
3.10 Analisis Data... 34
3.11 Etika Penelitian... 34
BAB 4 HASIL PENELITIAN…... 35
BAB 5 PEMBAHASAN…... 39
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN…... 42
DAFTAR PUSTAKA…... 44 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Komponen DAI, bobot hitung, dan bobot akhir ... 13
2 Kategori kebutuhan perawatan DAI... 14
3 Dental Health Component dari IOTN... 15
4 Metode penskoran ICON dan komponennya ... 21
5 Skor keparahan maloklusi dengan indeks ICON ... 21
6 Skor penilaian tingkat keberhasilan perawatan dengan indeks ICON.. 22
7 Defenisi operasional... 27
8 Jumlah dan persentase tingkat keparahan maloklusi berdasarkan ICON 35
9 Jumlah dan persentase tingkat keparahan maloklusi menurut jenis kelamin berdasarkan ICON... 36
10 Jumlah dan persentase tingkat kebutuhan berdasarkan ICON... 37
11 Jumlah dan persentase tingkat kebutuhan perawatan menurut jenis kelamin berdasarkan ICON... 37
12 Hubungan tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Skala Aesthetic Component (AC) dari IOTN... 17
2 A. Crowded, B. Diastema... 19
3 Crossbite. A. Crossbite anterior, B. Crossbite posterior... 20
4 Relasi Vertikal Anterior. A. Openbite, B. Deepbite, C. Overbite... 20
5 Alat yang dipakai dalam penelitian ... 29
6 Bahan yang dipakai dalam penelitian ... 30
7 Pengukuran panjang lengkung rahang menurut Lundstorm... 32
8 Metode pengukuran Lundstorm... 32
9 Pengukuran overbite... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 Kuesioner Penelitian
2 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian
3 Surat pernyataan persetujuan subjek penelitian (informed consent) 4 Data hasil perhitungan sampel penelitian
5 Data hasil (AC) dari sampel penelitian 6 Hasil statistik
7 Surat Ethical Clearence
8 Surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Medan 9 Surat izin penelitian dari SMA Negeri 18 Medan
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Maloklusi merupakan suatu bentuk ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau hubungan rahang yang menyimpang dari normal. Maloklusi telah terbukti mempengaruhi kesehatan mulut, meningkatkan prevalensi karies gigi, menyebabkan gangguan temporomandibular dan mempengaruhi estetik dan penampilan wajah seseorang.1 Masalah maloklusi dan pengaruhnya terhadap fungsi mulut dan estetika wajah telah menjadi perhatian besar di bidang kesehatan. Berdasarkan data World
Health Organization (WHO) maloklusi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut
dengan peringkat ketiga, setelah penyakit periodontal diperingkat kedua dan karies gigi diperingkat pertama.2
Prevalensi maloklusi di seluruh dunia dilaporkan jumlahnya bervariasi yaitu berkisar antara 11% sampai 93% yang terdiri dari maloklusi ringan sampai berat.1 Persentase paling tinggi adalah sebesar 93%, yang dilakukan oleh Silva pada tahun 2001 di Amerika Latin yang dikutip dari penelitian Herwanda dkk di Banda Aceh.3 Persentase paling rendah adalah 8,8% yang diteliti oleh Sridharan di India tahun 2011.3,4 Prevalensi maloklusi di Indonesia masih sangat tinggi sekitar 80% dari jumlah penduduk, dan merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup besar.5 Berdasarkan laporan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013, sebanyak 14 provinsi mengalami masalah gigi dan mulut sebesar 25,9%.5,6
Berdasarkan hal tersebut para ortodontis telah menciptakan skala penilaian maloklusi untuk menilai derajat keparahan dan kebutuhan perawatan dengan lebih tepat.7 Berdasarkan metode untuk mengukur dan menentukan keparahan maloklusi dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif dapat menggambarkan ciri oklusal dan mengklasifikasikan gambaran pada gigi, namun tidak memberikan informasi tentang kebutuhan dan hasil perawatan sedangkan metode kuantitatif dapat mengukur tingkat keparahan maloklusi yang
dinilai dalam skala atau proporsi.7,8 Metode ini memprioritaskan kebutuhan akan perawatan dan penggunaannya meminimalkan subjektivitas yang terkait dengan penilaian diagnosis, hasil dan kompleksitas perawatan ortodontik.8 Contoh penilaian maloklusi secara kualitatif adalah Angle, Stallard, Mc Call, Sclare, dan WHO/FDI sedangkan contoh penilaian maloklusi secara kuantitatif adalah Handicapping
Labio-lingual Deviation Index (HLDI), Swedish Medical Board Index (SMBI), Dental Aesthetic Index (DAI), Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON).7,8,9
Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) dikembangkan oleh Charles
Daniels dan Stephen Richmond dari Universitas Cardiff merupakan indeks multifungsional yang menyediakan metode penilaian tunggal untuk menilai keparahan maloklusi, kebutuhan dan keberhasilan perawatan ortodonti.10,11 ICON merupakan suatu indeks yang unik di mana skor estetik merupakan bagian integral dari evaluasi kebutuhan perawatan.11 Tingginya validitas ICON telah dilaporkan dan beberapa penelitian telah mendokumentasikan reliabilitasnya baik. ICON lebih mudah dan lebih efisien untuk digunakan daripada indeks yang penilaiannya terpisah dalam penilaian aspek perawatan ortodontik.10 Oleh karena itu, ICON memberikan suatu nilai yang lebih dibandingkan dengan indeks kebutuhan perawatan yang lain.11
Tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti dengan menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) menurut penelitian yang dilakukan oleh Elfleda Angelina Aikins dkk pada remaja berusia 12-18 tahun di Rivers State, Nigeria tahun 2011 didapatkan sekitar 38,1% membutuhkan perawatan ortodontik dengan nilai ICON rata-rata (39,7 ± 25.3). Kebutuhan perawatan ortodontik lebih tinggi pada laki-laki (43,5%) dibandingkan perempuan (32,9%). Untuk tingkat keparahan maloklusi pada kategori sangat ringan/ tidak ada sebesar 42,6%, kategori ringan sebesar 28,3%, kategori sedang sebesar 7,5%, kategori parah sebesar 10,3% dan kategori sangat parah sebesar 11,3%. Tingkat keparahan pada laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan perempuan, dimana laki-laki (15,1%) dan perempuan (7,7%).12 Penelitian lain yang dilakukan oleh Asef Karim dkk, pada remaja di pulau Haida Gwaii, Kanada tahun 2015 didapatkan sebesar 43,7%
membutuhkan perawatan ortodontik, 31% memiliki keparahan maloklusi yang perlu pengobatan (16% kategori sangat parah, 8% kategori parah, dan 7% sedang). Laki-laki memiliki nilai ICON yang lebih tinggi dari perempuan, dimana Laki-laki-Laki-laki (46,1 ± 26,6) dan perempuan (41,5 ± 25,9). Laki-laki juga memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan yaitu laki-laki 19% dan perempuan 13%.13
Antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan berhubungan satu sama lain dimana ketika tingkat keparahan maloklusi tinggi maka kebutuhan akan perawatan juga tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elfleda Angelina Aikins dkk tahun 2011. Mereka memperoleh hasil yang signifikan antara tingkat keparahan dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti.12
Penelitian mengenai tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di Indonesia masih tergolong sedikit sehingga membuat peneliti tertarik untuk mengevaluasi tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat keparahan maloklusi berdasarkan Index of Complexity,
Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan?
2. Bagaimana tingkat keparahan maloklusi berdasarkan Index of Complexity,
Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan menurut jenis kelamin?
3. Bagaimana tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of
Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan?
4. Bagaimana tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of
Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan menurut jenis
5. Apakah terdapat hubungan tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum tujuan melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON).
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi berdasarkan Index of
Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan.
2. Untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi berdasarkan Index of
Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan menurut jenis
kelamin.
3. Untuk mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan
Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan.
4. Untuk mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan
Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan menurut
jenis kelamin..
5. Untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome, and
Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan.
1.4 Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti.
1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) sehingga dapat menjadi salah satu sumber penelitian epidemiologis.
2. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan atau kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya di bidang ilmu ortodonsia bahwa tingkat keparahan maloklusi berhubungan dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti.
3. Data dari hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dasar untuk penelitian dan dapat meningkatkan kinerja perawatan ortodonti yang lebih optimal di kemudian hari untuk para ortodontis.
4. Dapat menambah wawasan dan keilmuan peneliti.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi instansi pendidikan khususnya Departemen Ortodonsia bahwa maloklusi dapat dinilai kebutuhan perawatannya dengan indeks ICON, sehingga alternatif perawatan yang diberikan para ortodontis lebih optimal.
2. Memberikan kontribusi kepada masyarakat tentang pentingnya memperbaiki maloklusi, karena maloklusi yang tidak dirawat dapat mengakibatkan beberapa gangguan atau hambatan terhadap fungsi rongga mulut.
3. Memberikan informasi kepada siswa serta pihak sekolah mengenai hubungan keparahan maloklusi dengan kebutuhan perawatan ortodontik. Sehingga bagi beberapa siswa yang tergolong maloklusi parah dapat memilih perawatan ortodontik untuk alternatif perawatannya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oklusi
Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas dan rahang bawah dalam segala posisi dan pergerakan mandibula. Oklusi dikontrol oleh komponen neuromuskular dan sistem mastikasi, yaitu gigi, struktur periodontal, rahang atas dan rahang bawah, sendi temporomandibular, otot dan ligamen. Dalam studi epidemiologi, terminologi dari oklusi mencakup semua variasi oklusal diantaranya oklusi ideal, oklusi normal dan maloklusi.14
2.1.1 Oklusi Ideal
Konsep ini dimulai dari hasil penelitian Angle (1899). Angle mengadakan penelitian mengenai oklusi statis pada posisi interkuspal, dia mendefinisikan hubungan ideal dari gigi-gigi molar pertama atas dan bawah tetap pada bidang sagital.15 Oklusi ideal merupakan sebuah konsep hipotesis atau teoritis berdasarkan anatomi gigi dan jarang ditemukan di alam. Konsep ini diterapkan pada kondisi ketika basis skeletal rahang atas dan rahang bawah memiliki ukuran yang relatif sesuai terhadap satu sama lain dan gigi harus dalam hubungan yang benar pada posisi istirahat. Houston dkk, menyebutkan beberapa konsep oklusi ideal pada gigi permanen, yaitu sebagai berikut:14
1. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal dan bukolingual yang ideal dan hubungan aproksimal gigi yang benar pada setiap area kontak interdental.
2. Hubungan antar lengkung yang sedemikian rupa sehingga gigi geligi rahang bawah berkontak dengan gigi geligi rahang atas (kecuali gigi insisivus sentralis).
3. Ketika gigi geligi berada pada posisi interkuspal maksimum, mandibula harus berada pada posisi relasi sentrik, yaitu kedua kondilus mandibula berada pada
posisi yang simetris dan terletak paling retrusi/posterior dalam fossa glenoidalis.
4. Hubungan fungsional pada pergerakan mandibula harus ideal. Khususnya ketika pergerakan lateral, harus ada kontak oklusal pada sisi kerja dengan tidak ada kontak oklusal pada sisi kontralateral, serta pada oklusi protrusi, kontak terjadi pada gigi insisivus, tetapi tidak pada gigi molar.
Roth (1976) memperkenalkan kriteria oklusi fungsional yang ideal. Konsep ini ditujukan terutama untuk mendapatkan efisiensi pengunyahan maksimal yang konsisten dengan beban traumatik minimal yang mengenai gigi-gigi dan jaringan pendukung serta otot dan aparatus pengunyahan skeletal. Kriteria tersebut antara lain:15
1. Pada posisi interkuspal maksimal (oklusi sentrik), kondil mandibula harus berada pada posisi paling superior dan paling retrusi dalam fosa kondilar. Ini berdampak bahwa posisi interkuspal adalah sama dengan posisi kontak retrusi.
2. Pada saat menutup ke oklusi sentrik, stres yang mengenai gigi-gigi posterior harus diarahkan sepanjang sumbu panjang gigi.
3. Gigi-gigi posterior harus berkontak setara dan merata, tanpa kontak pada gigi-gigi anterior, pada oklusi sentrik.
4. Harus ada overjet dan overbite minimal, tetapi cukup besar untuk membuat gigi-gigi posterior saling tidak berkontak pada gerak lateral dari mandibula, keluar dari oklusi sentrik.
5. Harus ada halangan minimal dari gigi-gigi terhadap gerak mandibula seperti dibatasi oleh sendi temporomandibula.
2.1.2 Oklusi Normal
Angle (1899) merupakan orang pertama yang menjelaskan definisi oklusi normal. Oklusi normal menurut Angle adalah ketika gigi molar rahang atas dan rahang bawah berada dalam suatu hubungan di mana puncak cusp mesiobukal molar rahang atas berada pada groove bukal molar rahang bawah, serta gigi tersusun rapi
dan teratur mengikuti garis kurva oklusi. Sedangkan menurut Houston dkk, oklusi normal adalah oklusi ideal yang mengalami penyimpangan yang masih dapat diterima dan tidak menimbulkan masalah estetik dan fungsional.14
Andrews (1972) menyebutkan enam kunci oklusi normal yang berasal dari hasil penelitian yang dilakukannya terhadap 120 subjek model studi dari pasien tanpa perawatan ortodontik dengan oklusi normal. Dia memperkirakan bahwa jika satu atau beberapa ciri ini tidak tepat, hubungan oklusal dari gigi geligi tidaklah normal. Kunci Andrew ini berhubungan terutama dengan oklusi statik tetapi ciri-ciri yang didefenisikan tidak mencakup klasifikasi Angle. Ketetapan tersebut disebut sebagai "enam kunci oklusi normal" yaitu sebagai berikut:14,15
1. Hubungan yang tepat dari gigi-gigi molar pertama tetap pada bidang sagital. 2. Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal. 3. Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital. 4. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual.
5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing lengkung gigi, tanpa celah maupun berjejal-jejal.
6. Bidang oklusal yang datar.
Penelitian oleh Roth (1981) menambahkan beberapa kunci fungsional untuk kunci oklusi normal yang sebelumnya terdiri dari enam kunci oklusi normal oleh Andrew, yaitu sebagai berikut :14
1. Relasi sentrik dan oklusi sentrik harus bertepatan.
2. Pada protrusi, gigi insisivus tidak diikutsertakan dengan gigi posterior, pedoman menggunakan ujung gigi insisivus bawah melewati kontur palatal gigi insisivus atas.
3. Pada ekstrusi lateral mandibula, gigi kaninus menunjukkan sisi kerja sementara seluruh gigi lainnya pada sisi tersebut dan sisi berlawanan tidak diikutsertakan.
4. Ketika gigi dalam oklusi sentrik, harus terdapat kontak bilateral pada bagian bukal.
2.2 Maloklusi
WHO (1987), telah memasukkan maloklusi dibawah judul Handicapping
Dento Facial Anomali, didefinisikan sebagai sebuah anomali yang menyebabkan
cacat atau yang menghambat fungsi, dan memerlukan pengobatan "jika cacat atau cacat fungsional tersebut cenderung menjadi hambatan bagi pasien secara fisik ataupun emosional". Proffit (1986) menjelaskan bahwa maloklusi mungkin terkait dengan satu atau lebih hal berikut:14
1. Gigi berjejal pada lengkung rahang terlihat bahwa gigi menempati posisi yang menyimpang dari kurva lengkung rahang yang mungkin menyebabkan gigi bersinggungan, berpindah, berputar, infra-oklusi, supra oklusi dan berubah. 2. Malrelasi lengkung rahang dalam hubungan terhadap oklusi normal yang
dapat terjadi secara anteroposterior, vertikal atau transversal.
Maloklusi adalah penyimpangan dari oklusi ideal yang dianggap estetisnya tidak memuaskan sehingga menyiratkan ketidakseimbangan kondisi dalam ukuran relatif dan posisi gigi, tulang wajah dan jaringan lunak (bibir, pipi, dan lidah). Penting untuk tidak menyamakan kepemilikan maloklusi dengan kebutuhan untuk perawatan, melainkan harus dinilai menurut kesehatan gigi, estetika atau kriteria fungsional yaitu mengunyah, berbicara, bernapas dan menelan.14
2.2.1 Etiologi Maloklusi
Etiologi dari maloklusi bersifat multifaktorial. Menurut Proffit dkk, etiologi maloklusi meliputi:14
a) Faktor genetik
i) Pengurangan evolusi dari rahang dan ukuran gigi menyebabkan rahang dan ukuran gigi mengalami perbedaan.
ii) Sindrom genetik
iii) Perkembangan embriologik yang cacat iv) Campuran dan keturunan
b) Faktor lingkungan
i) Setiap tekanan yang sebentar atau kekuatan melebihi 4-6 jam / hari pada gigi-geligi misalnya tekanan dari sekitar jaringan lunak dan kebiasaan mengisap jempol. ii) Trauma
iii) Anomali perkembangan postnatal.
2.2.2 Klasifikasi Maloklusi
Klasifikasi ini berdasarkan pada klasifikasi Edward Angle (1988). Ini adalah klasifikasi dari hubungan anteroposterior lengkung gigi-gigi atas dan bawah, dan tidak melibatkan hubungan lateral serta vertikal, gigi berjejal, dan malposisi lokal dari gigi. Klasifikasi Angle tersebut antara lain:15
a. Klas I Angle
Merupakan hubungan ideal yang bisa ditolerir, dimana cusp mesiobukal dari molar pertama atas permanen beroklusi dengan groove mesiobukal dari molar pertama bawah permanen.7 Jika gigi insisivus berada pada inklinasi yang tepat,
overjet insisal adalah sebesar 3 mm.15
b. Klas II Angle
Pada hubungan Klas II, lengkung gigi bawah terletak lebih posterior daripada lengkung gigi atas dibandingkan dengan hubungan Klas I.15 Dilihat dari hubungan molar, cusp mesiobukal dari molar pertama bawah permanen beroklusi lebih ke distal dari molar pertama atas permanen.7 Karena itulah, keadaan ini kadang disebut sebagai “hubungan postnormal”.7,15
Ada dua tipe hubungan Klas II yang umum dijumpai, dan karena itu, Klas II umumnya dikelompokkan menjadi dua divisi, yaitu:15
1. Klas II Angle divisi 1
Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II dengan gigi-gigi insisivus sentralis atas proklinasi, dan overjet insisal lebih besar. Gigi-gigi insisivus lateralis atas juga proklinasi.
2. Klas II Angle divisi 2
Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II, dengan gigi-gigi insisivus sentralis atas yang proklinasi dan memiliki overbite insisal yang besar. Gigi-gigi insisivus lateralis atas bisa proklinasi atau retroklinasi.
c. Klas III Angle
Pada hubungan Klas III, lengkung gigi bawah terletak lebih anterior terhadap lengkung gigi atas. Dilihat dari hubungan molar, cusp mesiobukal dari molar pertama bawah permanen beroklusi lebih ke mesial dari molar pertama atas permanen.7 Hubungan ini disebut juga sebagai “hubungan prenormal”. 7,15
2.3 Oklusal Indeks
Oklusal Indeks awalnya digunakan sebagai alat epidemiologi untuk menentukan peringkat atau mengklasifikasikan oklusi. Sejumlah besar oklusal indeks mulai muncul pada tahun 1950-an dan 1960-an untuk membantu studi epidemiologi.9,11 Keparahan atau penyimpangan yang luas dari oklusi normal atau ideal dapat di ukur dengan menggunakan oklusal indeks.10
Oklusal indeks harus dapat dipercaya dan valid.9,11 Validitas berarti indeks tersebut mampu mengukur tuntutan pasien untuk dilakukan penilaian. Indeks tersebut harus dapat mengidentifikasi orang-orang yang tidak membutuhkan perawatan (spesifisitas) dan mereka yang membutuhkan perawatan (sensitivitas). Sebuah indeks harus cepat dan mudah digunakan, dapat diterima dengan norma-norma budaya, dan dapat disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia.11 Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah mengusulkan persyaratan untuk indeks yang ideal diantaranya: 9,16
- Klasifikasi dinyatakan dengan skala terbatas dengan batas atas dan bawah yang pasti
- Memiliki sensitivitas yang tinggi
- Skor harus sesuai dengan tahapan klinis penyakit - Dapat diandalkan
- Indeks harus sederhana untuk memungkinkan mempelajari populasi yang banyak dengan biaya, waktu, dan tenaga yang semestinya
- Pemeriksaan yang dilakukan harus dapat dilakukan dengan cepat - Syarat yang dipakai minimal untuk menilai keberhasilannya - Terpercaya
- Valid
- Diterima oleh para profesional dan masyarakat
Oklusal indeks berguna untuk penelitian, pemeriksaan, manajemen praktik, dan menjamin kualitas dalam ortodontik.17 Dr William Shaw dan rekan kerja membagi indeks oklusal dalam lima kategori yang berbeda. Antara lain indeks diagnostik, indeks epidemiologi, indeks kebutuhan perawatan ortodontik, indeks hasil perawatan, dan indeks kompleksitas perawatan ortodontik. 9,11
Indeks kebutuhan perawatan ortodontik adalah salah satu bentuk oklusal indeks yang digunakan untuk memprioritaskan kebutuhan untuk perawatan. Penggunaannya meminimalkan subjektivitas yang berhubungan dengan diagnosis, hasil dan kompleksitas penilaian perawatan ortodontik. Indeks kebutuhan perawatan ortodontik mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perawatan ortodontik dan mereka yang memprioritaskan kebutuhan perawatan.11 Beberapa indeks kebutuhan perawatan ortodontik telah diperkenalkan untuk mengukur maloklusi tersebut, diantaranya Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD), Swedish Medical
Board Index (SMBI), Dental Aesthetic index (DAI), Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON). 9,11
2.3.1 Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD)
Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD) merupakan salah satu
indeks yang pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk mengidentifikasi mereka dengan rintangan maloklusi yang dikembangkan oleh Dr Harry L. Draker. Indeks HLD menyeleksi penyimpangan oklusi ideal dan kemudian diberi skor dan bobot. Bentuk asli dari indeks HLD ini bukan merupakan indeks yang dapat diandalkan untuk menilai kebutuhan perawatan ortodontik. Hal ini karena tidak
mencatat hilangnya gigi, gigi impaksi, jarak antara gigi, dan diskrepansi transversal seperti penyimpangan midline dan crossbite.11
2.3.2 Swedish Medical Board Index (SMBI)
Bentuk asli dari indeks ini dikembangkan memiliki 4 kategori kebutuhan (kelas 1 sampai 4). Kemudian, Linder-Aronson dan rekan kerja merevisi indeks ini dan menambahkan kategori kelima yaitu kelas 0 yang menggambarkan subjek yang tidak perlu perawatan. Revisi indeks ini sangat mirip dengan DHC dari IOTN. Namun, DHC pada IOTN dinilai dari 1 sampai 5. SMBI ini menjadi pertimbangan, berdasarkan pandangan subjektif dan keinginan pasien ketika memutuskan kebutuhan perawatan. SMBI menunjukkan rendahnya tingkat reproduksi, terutama ketika indeks ini digunakan oleh non-profesional.11
2.3.3 Dental Aesthetic Index (DAI)
Dental Aesthetic Index (DAI) diperkenalkan oleh Cons pada tahun 1987. DAI
adalah salah satu indeks yang dapat digunakan oleh ahli ortodontik untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan ortodontik.8 WHO telah mengelompokkan DAI sebagai indeks internasional, yang mengidentifikasi sifat oklusal dan secara matematis memperoleh satu skor tunggal yang menggabungkan aspek fisik dan estetika oklusi, termasuk persepsi pasien.8,10 Skor ini mencerminkan tingkat keparahan maloklusi yang dibagi dalam empat kategori yang kemudian digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan ortodontik.8
Tabel 1. Komponen DAI, bobot hitung, dan bobot akhir11
DAI Komponen Bobot
Hitung
Bobot (dibulatkan) 1 Gigi hilang yang terlihat: insisivus, kaninus, dan
premolar pada lengkung maksila dan mandibula 5.76 6 2
Penilaian crowding pada segment insisivus (0,1 atau 2): 0 = tidak ada crowding, 1 = crowding pada 1segmen, 2 = crowding pada 2 segmen
1.15 1
3
Penilaian spacing pada segment insisivus (0,1 atau 2): 0 = tidak ada spacing, 1 = spacing pada 1 segmen, 2 = spacing pada 2 segmen
4 Diastema (mm) 3.13 3 5 Penyimpangan yang parah pada anterior maksila, (mm) 1.34 1 6 Penyimpangan yang parah pada anterior mandibula,
(mm) 0.75 1
7 Overjet anterior maksila, (mm) 1.62 2
8 Overjet anterior mandibula, (mm) 3.68 4
9 Openbite anterior vertikal, (mm) 3.69 4
10
Hubungan anteroposterior molar, kedua sisi kiri dan kanan dinilai. (0 = normal, 1 = ½ cusp mesial atau distal, 2 = satu cusp penuh atau lebih dari mesial dan distal)
2.69 3
11 Konstan 13.36 13
Total Skor DAI
Skor DAI = (penilaian komponen x bobot) + konstan
Tabel 2. Kategori kebutuhan perawatan DAI8,11
Skor DAI Keparahan Maloklusi Kategori Kebutuhan Perawatan
=< 25 Ringan Tidak perlu perawatan/
kebutuhan perawatan sedikit
26-30 Sedang Pilihan perawatan
31-35 Parah Sangat diinginkan perawatan
>= 36 Sangat parah Harus dirawat/ perawatan wajib
Beberapa keuntungan yang diperoleh untuk penggunaan indeks ini antara lain, pasien memperoleh kepuasan dari perbaikan estetika dan fungsi karena DAI sangat memperhitungkan persepsi pasien, DAI efektif untuk penggunaan secara prospektif dalam mengidentifikasi kebutuhan akan perawatan ortodontik secara kuantitatif, bisa digunakan langsung di mulut pasien, dan dapat digunakan untuk menilai standar perawatan.8 Walaupun demikian ada kemungkinan keterbatasan dengan menggunakan DAI seperti, indeks ini tidak mengidentifikasi kasus dengan deep bite, bukal crossbite, open bite, dan mid line, DAI diperuntukkan untuk gigi permanen sehingga tidak bisa digunakan pada masa gigi bercampur, pengukuran DAI dilakukan dengan menggunakan alat pengukur milimeter sehingga kesalahan kecil dalam akurasi bisa dibesar-besarkan, DAI juga tidak memperhitungkan kehilangan molar.8,10,11
2.3.4 Index of Orthodontic Treatment and Need (IOTN)
Index of Orthodontic Treatment and Need (IOTN) pertama kali berkembang
di Inggris oleh Brook dan Shaw untuk menilai maloklusi.18 Tujuan dari indeks ini adalah untuk membantu menentukan kemungkinan dampak maloklusi pada kesehatan gigi individu dan kesejahteraan psikososial.7 IOTN terdiri dari dua komponen yaitu komponen kesehatan gigi (Dental Health Component/ DHC) yang memperlihatkan kebutuhan ortodontik secara objektif dan komponen estetis (Aesthetic Component/ AC) yang menunjukkan kebutuhan perawatan pasien secara subjektif.18
2.3.4.1 Dental Health Component (DHC)
Dental Health Component (DHC) sebagai indikator oklusal, yang
menunjukkan pandangan klinisi pada kebutuhan perawatan ortodontik. Pada indeks ini penilaian penyimpangan maloklusi dibagi menjadi 5 kelas mulai dari kelas 1 'tidak membutuhkan perawatan' dan kelas 5 'sangat membutuhkan perawatan'.8,18 Sebuah kelas dialokasikan sesuai dengan tingkat keparahan yang terburuk ciri oklusalnya dan menjelaskan prioritas untuk perawatan. Untuk membantu mengidentifikasi fitur oklusal terburuk, ada lima ciri oklusal yang digunakan yang disingkat dengan “MOCDO” yaitu sebagai berikut:7,19
1. Missing teeth/ Gigi yang hilang (termasuk kehilangan karena kongenital, erupsi secara ektopik dan gigi impaksi)
2. Overjet (termasuk overjet terbalik)
3. Crossbite
4. Displacement of contact points/ Pemindahan titik kontak. 5. Overbite (termasuk open bite)
Tabel 3. Dental Health Component dari IOTN7,8,19
Kelas 5 Sangat membutuhkan perawatan
5i
Gigi terpendam (kecuali molar tiga) yang disebabkan karena gigi berjejal,pergeseran titik kontak gigi, gigi supernumerary, gigi desidui yang persisten dan penyebab patologi lainnya.
5h
Daerah hipodontia yang luas dengan implikasi restorasi (lebih dari 1 gigi pada setiap kuadran) yang membutuhkan perawatan ortodonti pre-restorasi.
5a Overjet > 9 mm
5m Reverse overjet > 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan dan bicara. 5p Cacat akibat celah bibir dan palatum.
5s Gigi desidui yang terpendam.
Kelas 4 Membutuhkan perawatan
4h
Daerah hipodontia yang tidak begitu luas yang membutuhkan perawatan pre-restorasi ortodonti atau penutupan ruang untuk meniadakan kebutuhan perawatan prostetik.
4a Overjet > 6 mm tetapi ≤ 9 mm
4b Reverse overjet > 3,5 mm tanpa kesulitan pengunyahan atau bicara.
4m Reverse overjet > 1 mm tetapi ≤ 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan/ bicara.
4c Crossbite anterior atau posterior > 2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal.
4l Crossbite lingual posterior tanpa kontak fungsional oklusal pada salah satu atau kedua segmen bukal.
4d Pergeseran titik kontak gigi yang parah > 4 mm 4e Openbite anterior atau lateral yang ekstrim > 4 mm 4f Komplit overbite dengan trauma gingiva atau palatal.
4t Gigi erupsi sebagian, miring atau terpendam terhadap gigi yang berdekatan .
4x Gigi supernumerary.
Kelas 3 Kebutuhan perawatan sedang/ borderline
3a Overjet > 3,5 mm tetapi ≤ 6 mm disertai bibir yang tidak kompeten. 3b Reverse overjet > 1 mm tetapi ≤ 3,5 mm
3c Crossbite anterior atau posterior > 1 mm tetapi ≤ 2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal.
3d Pergeseran titik kontak gigi > 2 mm tetapi ≤ 4 mm 3e Openbite anterior atau lateral > 2 mm tetapi ≤ 4 mm 3f Komplit overbite tanpa trauma gingiva atau palatal.
Kelas 2 Kebutuhan perawatan ringan
2a Overjet > 3,5 mm tetapi ≤ 6 mm disertai bibir yang kompeten. 2b Reverse overjet > 0 mm tetapi ≤ 1 mm
2c Crossbite anterior atau posterior ≤ 1 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal.
2d Pergeseran titik kontak gigi > 1 mm, tetapi ≤ 2 mm 2e Openbite anterior atau posterior >1 mm, tetapi ≤ 2 mm 2f Overbite ≥ 3,5 mm tanpa kontak gingiva.
2g Pre-normal atau post-normal oklusi dengan atau tanpa anomali.
Kelas 1 Tidak perlu perawatan
Maloklusi yang sangat ringan, termasuk pergeseran kontak poin < 1mm
2.3.4.2 Aesthetic Component (AC)
Aesthetic Component (AC) dikembangkan dalam upaya untuk menilai cacat
estetika yang ditimbulkan oleh maloklusi yang mungkin berdampak pada psikososial pasien.7 Terdiri dari 10 skala foto warna untuk menilai cacat estetis yang ditimbulkan oleh maloklusi hingga dampak psikososial pada pasien yang dinilai dari skor 1 sampai 10. Penilaian dilihat dari aspek anterior dan skor yang sesuai ditentukan dengan memilih foto yang diduga menimbulkan cacat estetis yang setara. Foto pertama merupakan susunan gigi yang paling menarik dan foto ke 10 mewakili susunan gigi yang paling buruk. Skor tersebut mencerminkan penurunan estetika. Skor yang dikategorikan sesuai dengan kebutuhan untuk perawatan yaitu:20
Skor 1-4 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan
Skor 5-7 : perawatan sedang
Skor 8-10 : sangat memerlukan perawatan
2.3.5 Index of Complexity, Outcome and Need (ICON)
Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) merupakan indeks terpadu
yang dikembangkan oleh Charles Daniels dan Stephen Richmond dari Universitas Cardiff dengan menggunakan alat ukur yang sama untuk menilai keparahan, kebutuhan, dan keberhasilan perawatan.8,21 Indeks ini didasarkan oleh pendapat dari sekumpulan juri panel internasional yang terdiri dari 97 praktisi ortodontis spesialis dari delapan negara Eropa (Jerman, Yunani, Hungaria, Italia, Belanda, Norwegia, Spanyol, Inggris) dan Amerika Serikat.10,12 Dalam penelitian ini, dilakukan penilaian tingkat kebutuhan secara subjektif dari 240 model studi sebelum perawatan dan mencatat tingkat keberhasilan perawatan 98 model studi sebelum dan sesudah perawatan.8,10
ICON adalah indeks multifungsional yang menyediakan metode penilaian tunggal untuk menilai keparahan maloklusi, kebutuhan dan keberhasilan perawatan ortodonti.10,11 ICON telah terbukti menjadi indeks yang dapat dipercaya dan valid untuk menilai keparahan, kebutuhan dan keberhasilan perawatan ortodontik, memiliki sensitivitas yang relatif tinggi (mampu mendeteksi kebutuhan perawatan pada individu) dan spesifisitas (kemampuan untuk mengidentifikasi dengan benar orang-orang yang tidak membutuhkan perawatan).10,11,21
Indeks ini memiliki lima komponen yang kesemuanya dinilai sesuai metode penilaian ICON.18 Lima komponen tersebut yaitu: Aesthetic Component (AC) yang mirip dengan Aesthetic Component (AC) dari IOTN, berjejal/ diastema rahang atas, adanya crossbite, hubungan vertikal anterior (open bite dan overbite), dan susunan gigi di segmen bukal dalam hubungan antero-posterior.7,21
1. Aesthetic Component (AC)
Untuk menilai estetika gigi, digunakan Aesthetic Component (AC) dari IOTN. Kemudian dibandingkan dan dipilih yang paling mendekati dengan keadaan gigi-geligi yang ada pada 10 foto skala ilustrasi. Lalu diberi skor sesuai dengan skor yang ada pada foto tersebut. Skala tersebut antara 1, untuk estetik yang baik, sampai 10, untuk komponen estetik yang terburuk. Begitu skor itu diperoleh, kemudian dikalikan dengan bobot 7.19,22
2. Berjejal /Diastema Rahang Atas
Komponen ini didapat dari selisih lingkar lengkung/ panjang lengkung mesial gigi terakhir pada kedua sisi dikurangi dengan diskrepansi jumlah lebar mesiodistal gigi.19,22 Pada masa peralihan gigi, lebar rata-rata kaninus dan premolar dapat digunakan sebagai estimasi penilaian gigi berjejal yang potensial. Disarankan rata-rata 7 mm untuk premolar dan kaninus bawah, serta 8 mm untuk kaninus atas. Estimasi ini akurat untuk metode ini.19,23
Gigi yang tidak erupsi di defenisikan sebagai gigi impaksi dan dimasukkan kedalam skor maksimum untuk gigi berjejal. Sebuah gigi yang tidak erupsi dimasukkan kedalam impaksi gigi jika mengikuti kondisi berikut yaitu, jika kondisi gigi adalah erupsi ektopik atau impaksi melawan gigi yang berdekatan (tidak termasuk molar tiga tetapi termasuk gigi berlebih/ supernumerary teeth). Kondisi lain adalah ketika ruangan yang tersedia kurang dari 4 mm diantara kontak poin dari gigi permanen yang berdekatan.23 Setelah skor diperoleh kemudian dikalikan dengan bobot 5.19,23
A
B
Gambar 2. A. crowded 24; B. Diastema25
3. Crossbite
Gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah pada model dioklusikan, kemudian dilihat ada tidaknya crossbite. Skor yang diberikan bila dijumpai adanya crossbite adalah 1 dan 0 bila tidak.19,22 Pada segmen anterior, crossbite didefinisikan dengan gigi insisivus atau kaninus rahang atas pada saat oklusi dalam keadaan edge to edge atau linguoversi. Pada segmen posterior, relasi transversal menunjukkan adanya
gigitan tonjol pada segmen bukal atau gigitan terbalik.23 Pada kondisi keduanya skor yang diperoleh kemudian dikalikan dengan bobot 5.19
A
B
Gambar 3. Crossbite A. crossbite anterior26; B. crossbite posterior27
4. Relasi Vertikal Anterior
Disini yang dilihat adalah adanya gigitan terbuka (open bite) dan gigitan dalam (deep bite). Jika kedua sifat ini hadir hanya skor tertinggi yang dihitung.19,22
Overbite positif diukur pada bagian terdalam dari overbite pada gigi insisivus. Open bite dapat diukur dengan penggaris mm biasa mulai dari pertengahan tepi insisal yang
paling menyimpang dari gigi atas.23 Skor yang diperoleh kemudian dikalikan dengan bobot 4.19
A
B C
Gambar 4. Relasi Vertikal Anterior A. open bite28; B. deep bite29; C. overbite30
5. Relasi Anteroposterior Segmen Bukal
Penilaian termasuk pada gigi kaninus, premolar dan molar.19,23 Gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah pada model dioklusikan dan dilihat bagaimana relasi anteroposterior pada sisi kanan dan kiri, kemudian skor kedua sisi tersebut lalu dijumlahkan.22 Skor yang diperoleh kemudian dikalikan dengan bobot 3.19,23
Tabel 4. Metode penskoran ICON dan komponennya19,23 No Kompon en Skor 0 1 2 3 4 5 Bobot 1 Penilaian
estetis Skor 1 sampai 10 7
2 Berjejal rahang atas < 2 mm 2,1-5 mm 5,1-9 mm 9,1-13 mm 13,1 -17 mm > 17 mm atau gigi impa -ksi 5 Diastema rahang atas < 2 mm 2,1-5 mm 5,1-9 mm > 9 mm 5
3 Crossbite Tidak ada Crossbite
Ada
Crossbite 5
4
Open bite
insisivus Edge to edge < 1 mm 1,1-2 mm
2,1-4 mm > 4 mm 4 Overbite insisivus Menutupi < 1/3 gigi insisivus Menutupi 1/3 – 2/3 gigi insisivus Menutupi > 2/3 gigi insisivus Menutu-pi semua 4 5 Relasi antero-posterior segmen bukal Relasi cusp ke embrasur (Klas I,II dan
III) Relasi cusp yang lain kecuali cusp to cusp Relasi cusp to cusp 3
Kemudian setelah itu bobot skor tersebut dijumlahkan untuk menghasilkan skor akhir ICON. Pada model studi sebelum perawatan, skor yang didapatkan dari penjumlahan tersebut mencerminkan kebutuhan perawatan dan juga tingkat keparahan maloklusi.19 Skor ≥ 43 menunjukkan kebutuhan perawatan, dan skor < 43 menunjukkan tidak dibutuhkan perawatan.31 Untuk skor penilaian tingkat keparahan maloklusi adalah sebagai berikut:11,12
Tabel 5. Skor keparahan maloklusi dengan indeks ICON11,12
Tingkat kompleksitas Skor
Sangat Ringan/ Tidak Ada <29
Ringan 29-50
Sedang 51-63
Parah 64-77
Sedangkan untuk penilaian keberhasilan perawatan diperoleh dari model studi setelah perawatan.11,29 Angka yang didapatkan dari penjumlahan tersebut digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui tingkat keberhasilan. Caranya adalah dengan mengurangi skor yang diperoleh dari perhitungan pada model studi sebelum perawatan dengan empat kali skor yang didapatkan dari perhitungan pada model studi setelah perawatan.19,22 Atau dengan menggunakan rumus berikut:7, 11
Tabel 6. Skor penilaian tingkat keberhasilan perawatan dengan indeks ICON11,31
Tingkat keberhasilan Skor
Greatly improved >-1
Subtantially improved -25 sampai –1
Moderately improved -53 sampai -26
Minimally improved -85 sampai -54
Not improved or worse <-85
Secara keseluruhan ICON mudah digunakan, penilaian ciri-ciri yang relatif sedikit, dapat digunakan pada pasien atau model studi tanpa modifikasi protokol, indeks ini juga berkorelasi dengan pendapat pasien dari segi estetis, fungsi, cara bicara dan kebutuhan perawatan.11 Tetapi serupa dengan indeks kebutuhan perawatan ortodontik lainnya ada kemungkinan keterbatasan dengan menggunakan ICON seperti, indeks tersebut belum memperoleh penerimaan luas dan sangat berbobot untuk penilaian estetis yang bergantung pada opini subjektif dari dokter sehingga menyebabkan kurangnya penilaian secara objektif, ICON tidak memberikan pertimbangan apapun untuk temuan sefalometrik, penilaian hanya dilakukan pada gigi berjejal sementara rotasi tidak dipertimbangkan, analisis ruang total juga tidak dipertimbangkan.32,33
Ortodonti 2.4 KERANGKA TEORI Oklusi Ideal Oklusi Normal
Oklusi Malokusi (Angle)
Klas I Klas II Klas III
Klas II Divisi 1
Klas II Divisi 2
Acuan perawatan Maloklusi
Oklusal Indeks Indeks Diag-nostik Indeks Epidemi-ologi Indeks Kebutuhan Perawatan Ortodonti Indeks Keberhasilan Perawatan Ortodonti Indeks Keparahan Maloklusi
2.5 KERANGKA KONSEP
\\
Murid SMA Negeri 18 Medan
- Tingkat keparahan maloklusi
- Tingkat kebutuhan perawatan ortodonti
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan
cross-sectional untuk mengevaluasi tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan
perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) pada murid SMA Negeri 18 Medan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 18 Medan Jl. Wahidin No. 15 A, Pandau Hulu I, Medan Kota. Sekolah ini menjadi pilihan untuk penelitian karena merupakan salah satu lingkar dalam sekolah menengah atas kota Medan. Alasan lain adalah karena di sekolah ini belum pernah dilakukan penelitian sehingga hasil penelitian ini akan memberikan informasi baru bagi pihak sekolah. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September 2016 - Oktober 2017.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh murid SMA Negeri 18 Medan yang masih terdaftar saat penelitian berlangsung.
3.4 Sampel Penelitian
Sampel diambil dengan menggunakan rumus besar sampel, yaitu uji hipotesis untuk proporsi tunggal pada satu sampel yaitu sebagai berikut:
Keterangan :
n : Besar sampel minimum
+ β 2 ( - Po)2
: Deviat baku normal untuk ⍺ = 5% Z⍺= 1,96 β : Deviat baku normal untuk β = 10% Zβ= 1,282
Po : Proporsi pada penelitian sebelumnya (hasil penelitian Karim A, dkk tahun 2015 sebesar 43,7 = 0,437)
P : Proporsi variabel yang diharapkan sebesar 23,7 = 0,237 P – Po : selisisih proporsi 20%
Sehingga:
Berdasarkan perhitungan jumlah sampel minimum untuk penelitian ini adalah 57,5 dan digenapkan menjadi 68 orang. Yaitu 34 orang laki-laki dan 34 orang perempuan.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria Inklusi :
1. Murid yang terdaftar dan masih aktif di SMA Negeri 18 Medan dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
2. Berusia ≥15 tahun
3. Gigi permanen telah erupsi seluruhnya kecuali M3
4. Tidak pernah atau tidak sedang melakukan perawatan ortodonti 5. Tidak pernah dan tidak sedang mengalami trauma di daerah wajah
Kriteria Eksklusi :
1. Sampel menolak berpartisipasi dalam penelitian 2. Murid yang tidak kooperatif
+ 1,282 2 ( )2
3.5 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel bebas: murid SMA Negeri 18 Medan.
b. Variabel terikat: tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan penilaian ICON (Aesthetic Component, berjejal/ diastema rahang atas, crossbite, openbite atau overbite anterior, relasi antero-posterior segmen bukal).
c. Variabel terkendali: usia, jenis kelamin, dan keterampilan operator.
3.6 Definisi operasional:
Tabel 7. Defenisi Operasional
No. Variabel Defenisi Operasional Alat
Ukur Skala Ukur 1 Murid SMA Negeri 18 Medan
Murid yang terdaftar dan masih aktif di sekolah SMA Negeri 18 Medan saat penelitian berlangsung.
Kuesioner Kategorik
2 Tingkat keparahan maloklusi
Penilaian secara objektif terhadap keadaan maloklusi berdasarkan derajat keparahan menurut ICON. Derajat keparahan maloklusi menurut ICON:
Sangat Ringan/ Tidak ada : <29 Ringan : 29-50 Sedang : 51-63 Parah : 64-77 Sangat Parah : >77 Kuesioner Kategorik 3 Tingkat kebutuhan perawatan ortodonti
Penilaian secara objektif terhadap keadaan maloklusi berdasarkan derajat kebutuhan menurut ICON. Derajat kebutuhan perawatan menurut ICON adalah skor sama dengan atau >43 menunjukkan kebutuhan akan perawatan dan skor <43 menunjukkan tidak dibutuhkan perawatan.
Kuesioner Kategorik
4 Penilaian ICON
Penilaian akan tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarka lima komponen berikut: Aesthetic Component, berjejal dan diastema
rahang atas, adanya crossbite, relasi vertikal anterior (openbite dan over
bite), dan relasi antero-posterior segment bukal.
5 Aesthetic Component
Salah satu komponen dari ICON yang terdiri dari 10 jenis foto berwarna yang disusun berdasarkan tingkat foto dengan susunan gigi yang paling baik sampai susunan gigi yang paling buruk. Skor 1 merupakan foto dengan susunan gigi yang paling baik dan skor 10 merupakan tingkat susunan gigi yang paling buruk.
Visual Kategorik
6 Berjejal rahang atas (crowded)
Maloklusi berupa ketidakteraturan susunan gigi geligi rahang atas yang disebabkan jumlah lebar mesiodistal gigi yang lebih besar dari panjang lengkung rahang.
Jangka Numerik
7 Diastema rahang atas
Maloklusi berupa adanya celah pada susunan gigi geligi rahang atas yang disebabkan jumlah lebar mesiodistal gigi yang lebih kecil dari panjang lengkung rahang.
Jangka Numerik
8 Crossbite Suatu keadaan oklusi di mana satu atau lebih gigi geligi anterior atau posterior rahang atas berada dalam keadaan tonjol lawan tonjol atau lebih ke lingual dari gigi geligi rahang bawah.
Visual Kategorik
9 Openbite
anterior
Suatu keadaan oklusi di mana gigi insisivus atas tidak beroklusi dengan gigi insisivus bawah (gigitan terbuka).
Jangka Numerik
10 Over bite
anterior
Jarak vertikal antara insisal gigi insisivus atas dengan gigi insisivus bawah.
Jangka Numerik
11 Relasi antero-posterior segmen bukal
Hubungan antero-posterior dari cusp gigi kaninus, premolar dan molar atas dengan gigi kaninus, premolar dan molar bawah.
Visual Kategorik
12 Usia Usia kronologis berdasarkan tanggal lahir
Kuesioner Kategorik 13 Jenis kelamin Mempunyai ciri fisik laki-laki dan
perempuan yang dilihat dari kartu siswa.
Kuesioner Kategorik
14 Keterampilan operator
Kemampuan operator dalam melaksanakan penelitian.
Visual Kategorik
3.7 Alat dan Bahan Penelitian
a. Sarung tangan b. Masker
c. Sendok cetak rahang atas dan rahang bawah d. Rubber bowl e. Rubber base f. Spatula g. Pulpen h. Pensil i. Penghapus
j. Penggaris besi dengan ketelitian 0,5 mm
k. Kalkulator
l. Jangka kedua ujung runcing m. Kamera digital
n. Cheek retractor
a b
c d
e
f
g
h i j
k
l
m
n
Gambar 5. Alat yang digunakan pada penelitian. a) Sarung tangan, b) Masker, c) Sendok cetak, d) Rubber bowl, e) Rubber base, f) Spatula, g) Pulpen, h) Pensil, i) Penghapus, j) Penggaris,
Bahan yang dingunakan pada penelitian ini adalah: a. Alginate b. Gyps Stone c. Plaster of Paris d. Air e. Dental wax f. Model studi
g. Lembaran penilaian ICON
a
b
c
d
e
f
g
Gambar 6. Bahan yang digunakan dalam penelitian. a) Alginate, b) Dental Stone, c) Plaster of paris, d) Air, e) Dental wax, f) Model studi, g) lembar penilaian ICON
3.8 Prosedur Penelitian
1. Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan.
2. Peneliti datang ke SMA Negeri 18 Medan untuk meminta izin dan membuat jadwal penelitian kepada kepala sekolah agar dapat melakukan penelitian.
3. Peneliti menyebarkan kuisioner kepada responden untuk dilakukan pemilihan sampel penelitian yang diambil dengan teknik Purposive Sampling.
4. Lembar penjelasan dan lembar persetujuan diberikan kepada sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel yang dikerjakan dalam satu hari adalah minimal 10 orang.
5. Menginstruksikan subjek untuk melakukan gigitan wax mengikuti arahan peneliti untuk memperoleh oklusi sentrik subjek yang akan menjadi acuan bagi peneliti.
6. Melakukan pencetakan rahang atas dan rahang bawah pada subjek. 7. Mengisi hasil cetakan rahang atas dan rahang bawah dengan dental stone. 8. Model gigi yang telah mengeras ditanam dalam rubber base dengan plaster
of paris sampai mengeras.
9 . Pengambilan data AC
- Pemasangan cheek retractor pada mulut subjek dan kemudian dilakukan pengambilan foto intra oral dengan kamera digital untuk mendapatkan data AC.
10. Menganalisis hasil foto dan model gigi dari subjek sesuai dengan acuan penilaian dan pengukuran ICON. Tahap – tahap analisis adalah sebagai berikut:
a. Komponen estetik dinilai dengan menyesuaikan hasil foto dengan 10 derajat estetik foto ilustrasi AC dari IOTN.
b. Berjejal atau diastema rahang atas diukur dengan cara mengurangi panjang lengkung rahang atas dengan lebar mesiodistal gigi 16 sampai 26 dengan menggunakan jangka yang kedua ujungnya runcing dan penggaris besi dengan ketelitian 0,5 mm. Panjang lengkung rahang atas diukur dengan metode Lundstorm.
Metode Lundstorm yaitu pengukuran dibagi menjadi menjadi enam segmen, kemudian dijumlahkan (Gambar 7). Setelah mendapatkan ukuran panjang lengkung gigi dan panjang lengkung rahang, penilaian dilakukan dengan cara mengurangi ukuran panjang lengkung rahang dengan panjang lengkung gigi. Jika hasilnya negatif berarti kekurangan ruangan (crowded), dan jika hasilnya positif berarti kelebihan ruangan (diastema).34
Gambar 7. Pengukuran panjang lengkung rahang menururt Lundstrom: A..Rahang atas ,B. Rahang bawah.34
Gambar 8. Metode Pengukuran Lundstorm
c. Crossbite diamati dengan mengoklusikan model studi rahang atas dan bawah, dinilai apakah ada satu atau beberapa gigi anterior dan posterior rahang atas yang letaknya tonjol lawan tonjol atau lebih ke lingual.
d. Openbite anterior diukur secara vertikal pada insisal gigi insisivus atas dan bawah dengan menggunakan penggaris biasa.
e. Overbite anterior diukur dengan cara menilai penutupan gigi insisivus atas terhadap gigi insisivus bawah (< 1/3 menutupi gigi insisivus, 1/3-2/3 menutupi gigi insisivus, > 2/3 menutupi gigi insisivus, atau menutupi semua gigi insisivus sentralis).
Gambar 9. Pengukuran overbite
f. Relasi anteroposterior segmen bukal diukur dengan cara menilai hubungan anteroposterior gigi kaninus, premolar dan molar (relasi cusp ke embrasur, relasi cusp yang lain, atau relasi cusp to cusp).
a
b
Gambar 10. Penilaian relasi anteroposterior segmen bukal a) Relasi cusp to embrasur b) Relasi cusp to cusp
g. Mencatat dan memasukkan skor pada masing-masing komponen ICON ke lembar penilaian ICON.
h. Skor kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing komponen yang terdapat pada lembar penilaian ICON.
i. Menjumlahkan skor total dari kelima komponen ICON setelah dikalikan dengan bobot.
j. Mencatat skor total pada lembar penilaian ICON kemudian dilakukan klasifikasi tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti (dinilai skor total model studi sebelum perawatan).
3.9 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dan ditabulasi dengan bantuan program komputer.
3.10 Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti. Data yang diperoleh adalah data kategorik, dan kemudian disajikan dalam bentuk frekuensi dan persentase.
3.11 Etika Penelitian
Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup : 1. Lembar persetujuan (informed consent)
Peneliti memberikan lembar penjelasan yang berisi prosedur penelitian serta manfaatnya dan lembar persetujuan kepada responden.
2. Ethical Clearance
Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etik yang bersifat internasional dan nasional.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, serta ditampilkan dalam bentuk data kelompok, bukan data pribadi subjek.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 18 Medan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan. Pengambilan sampel diambil dengan mengunakan teknik Purposive
Sampling dan diperoleh 68 orang sampel, yang terdiri dari 34 orang laki-laki dan 34
orang perempuan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Pengukuran dilakukan pada model studi dengan mengacu pada penilaian dan pengukuran komponen ICON. Skor dari tiap komponen ICON kemudian dijumlahkan dan didapatkan skor akhir yang akan dikategorikan kedalam tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti.
Berdasarkan hasil pencatatan dan pengamatan pada subjek penelitian, dilakukan uji statistik chi square untuk mengetahui bagaimana tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan ICON di SMA Negeri 18 Medan serta untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan ICON di SMA Negeri 18 Medan dalam bentuk frekuensi dan persentase.
Tabel 8. Jumlah dan persentase tingkat keparahan maloklusi berdasarkan ICON Skor ICON Tingkat Keparahan Frekuensi (n) Persentase (%)
<29 Sangat ringan/ Tidak ada 34 50,0
29-50 Ringan 22 32,4
51-63 Sedang 2 2,9
64-77 Parah 8 11,8
>77 Sangat parah 2 2,9
Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat keparahan maloklusi pada kategori sangat ringan/ tidak ada adalah yang paling banyak pada keseluruhan kasus, yaitu sebanyak 34 murid (50,0%). Diikuti kategori ringan sebanyak 22 murid (32,4%), kategori sedang sebanyak 2 murid (2,9%), kategori parah sebanyak 8 murid (11,8%), dan kategori yang paling sedikit adalah kategori sangat parah sebanyak 2 murid (2,9%).
Tabel 9. Jumlah dan persentase tingkat keparahan maloklusi menurut jenis kelamin berdasarkan ICON Skor ICON Tingkat keparahan maloklusi Laki-laki Perempuan Frekuensi (n) Persentase (%) Frekuensi (n) Persentase (%) <29 Sangat ringan/ Tidak ada 19 55,9 15 44,1 29-50 Ringan 10 29,4 12 35,3 51-63 Sedang 0 ,0 2 5,9 64-77 Parah 4 11,8 4 11,8 >77 Sangat parah 1 2,9 1 2,9 Total 34 100 34 100
Pearson chi-square test p = 0,618 > 0,05
Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat keparahan maloklusi lebih tinggi pada perempuan (20,6%) dibandingkan laki-laki (14,7%) untuk kategori sedang, parah, dan sangat parah. Namun, baik perempuan maupun laki-laki, mayoritas dengan tingkat keparahan sangat ringan dimana perempuan (44,1%) dan laki-laki (55,9%). Hal ini diduga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat keparahan maloklusi. Untuk menguji apakah terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan tingkat keparahan maloklusi, maka digunakan uji
chi-square Pearson yang menunjukkan nilai p = 0,618 > 0,05, maka disimpulkan
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat keparahan maloklusi.