• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK MELALUI ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS VII B SMPN 2 PATUK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK MELALUI ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS VII B SMPN 2 PATUK."

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK MELALUI ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS VII B SMPN 2 PATUK

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Anisa Cony Puspitasari NIM 11104244054

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 17 September 2015

(4)

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK SISWA MELALUI” yang disusun oleh Anisa Cony Puspitasari, NIM 11104244054 ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 22 Oktober 2015 dan dinyatakan lulus.

DEWAN PENGUJI

Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Isti Yuni Purwanti, M.Pd Ketua Penguji ……….. ………..

Sugiyanto, M.Pd Sekretaris Penguji ……….. ………..

Tin Suharmini, M.Si Penguji Utama ……….. ………..

Yogyakarta,

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Dekan,

Dr. Haryanto, M.Pd.

(5)

MOTTO

Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Orang tua saya yang selalu memberikan semangat, dukungan dalam berbagai

hal, serta doa yang tak pernah putus-putusnya.

(7)

UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK SISWA MELALUI ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS VII B SMP N 2 PATUK

Oleh

Anisa Cony Puspitasari NIM 11104244054

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui reduksi perilaku menyontek siswa kelas VII B di SMP N 2 Patuk menggunakan assertive training.

Penelitian ini menggunakanjenis penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VII B SMPN 2 Patuk yang berjumlah 30 siswa. Setiap siklusnya mengacu pada perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Proses pengambilan data dalam penelitian ini melalui observasi,wawancara, dan skala perilaku menyontek. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan validitas constrak. Reliabilitas skala perilaku menyontek diuji menggunakan Alpha Crobach. Teknik analisis data menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa assertive training sebagai teknik bimbingan di SMP dapat mereduksi perilaku menyontek siswa. Teknik assertive training sendiri terdiri dari pemahaman mengenai peerilaku menyontek, dampak dari perilaku menyontek, teknik assertive training, mengidentifikasi perilaku menyontek yang pernah dilakukan siswa, bermain peran, serta diskusi. Keberhasilan reduksi perilaku menyontek ini dapat dilihat dari hasil skala perilaku menyontek siswa dimana pada paska nilai rata-rata siswa 78,25 yang termasuk dalam kategori sedang, setelah dilaksanakannya siklus I nilai rata-rata siswa mash sedang akan tetapi mengalami reduksi yaitu 66,56 dengan rata-rata prosentase 15,04%, dan siklus II rata-rata sebesar 50,20 yang termasuk kedalam kategori rendah, dengan prosentase reduksi sebesar 20,69%. Penelitian dihentikan sampai siklus II karena sudah mencapai batas indicator, dimana sudah 75% siswa yang mengalami reduksi kedalam kategori rendah, dimana skor berada dibawh 60.

Kata kunci: perilaku menyontek, assertive training, siswa SMP

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan

karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

“ Upaya Mereduksi Perilaku Menyontek Siswa Melalui Assertive Training Pada

Siswa Kelas VII B SMP N 2 Patuk.” Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Dekan FIP Universitas Negeri Yogyakarta yang telah berkenan mengesahkan

skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan kesempatan

dan dukungan penuh kepada penulis.

3. Ibu Isti Yuni Purwanti. M.Pd, selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, dukungan, dan semangat kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat terwujud dengan baik.

4. Kepala SMPN 2 Patuk, yang telah memberikan izin dan dukungan pada

penelitian ini.

5. Ibu Siti Nurjanah S.Pd, selaku guru Bimbingan dan Konseling SMP N 2

Patuk yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis.

6. Kedua orang tua saya bapak Joko Santoso, dan Ibu Rochani yang telah

memberikan dukungan, dan semangat dalam berbagai bentuk, serta doa yang

(9)

7. Sahabat-sahabat saya, yang telah memberikan semangat dan dukungan serta

bantuan dalam berbagai hal, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tanpa kehadirat Allah SWT, penulisan skripsi ini

tidak akan terwujud, begitupun atas bantuan berbagai pihak, baik moral, maupun

spiritual. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja sama dari

berbagai pihak.

Yogyakarta 17 September 2015 Penulis

(10)

DAFTAR ISI Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv A. Kajian Tentang Perilaku Menyontek ... 12

1. Pengertian Perilaku Menyontek ...11

2. Bentuk Perilaku Menyontek ……….... 12

3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menyontek...15

B. Kajian Tentang Remaja ... 1. Pengertian Remaja ... 21

2. Tugas Perkembangan Remaja ... 22

3. Ciri-ciri Remaja ... 24

(11)

C. Kajian Tentang Assertive Training ... 29

1. Hakikat Perilaku Assertif ... 29

2. Tujuan Assertive Training... 31

3. Prosedur Assertive Training ... 31

D. Bimbingan Pribadi Sosial ... 36

E. Assertive Trainin Untuk Mereduksi Perilaku Menyontek ... 36

F. Hipotesis Tindakan ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 38

B. Subjek Penelitian ... 39

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

D. Desain Penelitian ... 40

E. Rancangan Tindakan ... 41

F. Teknik Pengumpulan Data ... 46

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 50

H. Karakteristik Keberhasilan ... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Loksi Penelitian ... 56

B. Data Awal dan Subjek Penelitian ... 56

C. Diskripsi Pelaksanaan dan Hasil Tindakan ... 59

D. Pembahasan... 84

E. Keterbatasan Penelitian ... 87

BABA V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(12)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kisi-kisi Skala Perilaku Menyontek ... 48

Tabel 2. Skor Skala Perilaku Menyontek ... 49

Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Observas ... 49

Table 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancar ... 50

Table 5. Rumus Kategori Skala ... 54

Table 6. Kategori Skala Perilaku Menyontek ... 54

Table 7. Jadwal Kelas ... 57

Table 8. Hasil Pra Tindakan ... 58

Table 9. Daftar Siswa yang diberi Tindakan ... 59

Table 10. Rangkuman Item Gugur ... 60

Table 11. Hasil Pasca Tindakan ... 68

Table 12. Skor Perbandingan Pra Tindakan dan Pasca Tindakan I ... 69

Table 13. Hasil Pasca Tindakan II ... 80

(13)

DAFTAR GAMBAR

Hal

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Hasil observasi ... 94

Lampiran 2. Hasil wawancara ... 97

Lampiran 3. Skenario ... 104

Lampiran 4. Uji validitas dan reliabilitas ... 112

Lampiran 5. Skala Perilaku Menyontek ... 117

Lampiran 6. Hasil Skala Perilaku Menyontek ... 121

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sebuah elemen penting terhadap kelangsungan

hidup bangsa. Pendidikan memiliki peran penting yang berkaitan dengan

pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa

generasi penerus bangsa dalam pemenuhan dalam kewajiban dan tanggung

jawab masyarakat. Pendidikan juga memiliki peran penting dalam kehidupan

yang serba maju, serta serba canggih seperti sekarang ini. Pendidikan

dikatakan penting untuk menjamin kehidupan karena pendidikan merupakan

wadah untuk meningkatkan, mengembangkan kualitas sumberdaya manusia

(Ichda Satria Figraha Arozy, 2010:1).

Perwujudan masyarakat yang berkualitas menjadi tanggung jawab

pendidikan dengan mempersiapkan peserta didik menjadi semakin berperan

untuk menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan

profesional pada bidangnya masing-masing. Kualitas keberhasilan

pembelajaran sangat dipengaruhi oleh keterampilan dan kemampuan guru

dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran (Etin Solihatin &

Raharjo, 2007: 1).

Menurut UU No 20 Pasal 1 ayat 1: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pendidikan merupakan

(16)

Pendidikan juga memiliki tujuan untuk memberikan pengendalian diri,

mewujudkan kepribadian yang bermartabat guna menjadikan generasi penerus

bangsa sebagai generasi penerus yang berguna bagi bangsa dan negara.

Sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan pengajaran pada

peserta didik. Sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan

pendidikan secara formal, berbeda dengan keluarga dan masyarakat yang

memberikan pendidikan secara informal. Hamalik (Khoridatul Afroh, 2014:

1). Program pendidikan ada disetiap sekolah, meski dengan kurikulum yang

telah ditetapkan tentu memiliki aturan dan tata tertib masing-masing. Aturan

tersebut digunakan supaya proses belajar mengajar dapat berjalan dengan

lancar dan sesuai dengan perencanaan KBM. Aturan dan tata tertib yang

berlaku pada setiap sekolah pasti tidak lepas dari ketentuan bahwa setiap

siswa dilarang menyontek(Khoridatul Afroh, 2014:2).

Kegagalan dianggap sebagai ancaman bagi siswa, karena kegagalan

merupakan stimulus yang tidak menyenangkan. Respon yang dilakukan siswa

dalam menghadapi ancaman kegagalan bermacam-macam,misalnya

mempelajari materi secara teratur atau mempelajari soal-soal latihan yang

diberikan guru. Siswa yang memberikan respon negatif untuk menghindari

ancaman kegagalan tersebut dengan cara menyontek, Gibson (Sujana dan

Wulan, 1994: 1).

Siswa tidak boleh menyontek dikarenakan sistem pendidikan

Indonesia menggunakan tes atau evaluasi belajar terhadap materi yang

(17)

anak didik menyebabkan masyarakat memandang prestasi belajar hanya dari

pencapaian nilai yang tinggi, bukan pada prosesnya. Pandangan tersebut

menimbulkan tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tekanan

yang dirasa oleh siswa akan membuat siswa lebih berorientasi pada nilai,

bukan pada ilmu. Siswa dapat mempersepsi ujian sebagai alat untuk

menyusun peringkat dan dapat menyebabkan dirinya mengalami kegagalan,

bukanlah sebagai instrumenyang dapat menunjukkan kemajuan dalam proses

belajar meraka (Sujana dan Wulan, 1994: 2-3).

Menyontek merupakan tindakan kecurangan dalam tes, melalui

pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah (Sujana dan

Wulan 1994: 2-3). Menyontek memang harus dihilangkan karena menyontek

dapat menyebakan hasil evaluasi belajar yang didapatkan siswa tidak sesuai

dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Siswa menyontek maka hasil

evaluasi yang diperoleh bukanlah hasil kemampuan siswa itu sendiri,

melainkan sumbangan dari kemampuan yang dimiliki temannya. Siswa ada

yang menyontek maka hasil evaluasi seluruh siswa pasti akan berubah.

Perilaku menyontek memang harus dihilangkan karena perilaku

menyontek merupakan salah satu tindakan merugikan, yatu menyalin

jawabanyang menjadi hak milik orang lain. Kenyataan yang ada berkata lain,

perilaku menyontek semakin mengalami peningkatan.

Perilaku menyontek seolah-olah menjadi hal yang sulit untuk

dihilangka. Muncul pandangan pada masyarakat bahwa perilaku menyontek

(18)

oleh anak yang bodoh, hal tersebut salah. Menyontek tidak hanya dilakukan

siswa yang berprestasi rendah saja, siswa dan mahasiswa yang berprestasi

tinggi pernah melakukannya (Dody Hartanto, 2012: 2-3)

Bukti bahwa menyontek sudah menjadi benalu dalam pendidikan

karakter dapat juga diliahat dari adanya berbagai pemberitaan di media masa

yang mengungkapkan terjadinya perilaku menyontek ketika dilaksanakannya

Ujian Ahir Nasional maupun ketika Ujian Ahir Sekolah. Kegiatan menyontek

ada yang dilakukan tersistem maupun secara individual. Terdapat beberapa

siswa yang sedang menyontek dan tertangkap kamera wartawan ( Dody

Hartanto, 2012: 3)

Hari terahir pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMP tanggal 8 Mei

2014. Siswa berinisial AN dari SMP Trisila, mengaku mendapatkan bocoran

jawaban dari temanya di SMP N 4 secara gratis, tidak hanya Trisila ada

beberapa temannya yang mengakui mendapatkan jawaban dari sekolah lain.

Pengawas Ujian Nasional (UN) tidak pernah menegur saat AN dan temannya

berbisik-bisik untuk menyontek. Seorang siswa yang berinisial MI dari SMP

Muhamadiah V juga mengakui melihat teman saturuangan ujian dengannya

mengeluarkan kertas yang berisi bocoran jawaban Ujian Nasional (UN). MI

langsung berinisiatif untuk melaporkannya kepada pengawas ujian, namun MI

tidak mendapat respon dari pengawas ujian

Mei 2014 terjadi pula menyontek masal mengunakan alat komunikasi telepon

gengam atau handphone (HP) di SMP N 67 selama ujian nasional

(19)

jika penyelidikan menyontek masal terbukti kebenarannya. Kepala Pusat

Perlindngan dan Pendidikan Kemendikbud, mengatakan bahwa peristiwa

menyontek di SMP N 67 akibat pembiaran dari pengawas ujian

Menyontek tidak hanya dilakukan siswa pada saat ujian. Menyontek

ini juga terjadi saat siswa diberikan tugas oleh guru. Siswa yang enggan

mengerjakan tugas dirumah akan menyotek temannya di sekolah. Menyontek

ini dilakukan dengan cara menyalin tugas rumah teman yang sudah selesai.

Siswa melakukan hal ini karena siswa ingin memperoleh nilai yang maksimal

sekalipun siswa tidak mengerjakan tugas rumah secara maksimal, Dody

Hartanto(Budi Astuti, 2012:3). .

Pendapat ini diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan

kepada salah satu siswa SMPN 2 Patuk yang dilaksanakan pada tanggal 25

Januari 2015. MY salah satu siswa kelas VII B mengatakan bahwa perilaku

menyontek ini dilakukan saat ada ulangan harian maupun di pagi hari sebelum

bel masuk sekolah berbunyi. Menyontek di pagi hari ini dilakukan karena

para siswa tidak mengerjakan tugas rumah dan mereka menyontek pekerjaan

rumah milik temannya. Siswa melakukan hal ini karena sudah biasa menyalin

jawaban temannya (bergantung pada teman yang biasanya memberi jawaban).

MY juga mengatakan teman yang dianggap pintar dan memiliki jawaban

ujian, selalau mengerjakan PR di rumah tidak pernah menolak jika

teman-temannya meminta dan menyontek jawabannya. MY menjelaskan bahwa

(20)

jawaban, kalaupun ada siswa yang menyontek dengan melihat catatan itu

sangatlah sedikit. Siswa sering menyontek ketika pagi hari, siswa meminjam

PR teman yang belum selesai mengerjakan, dan itu dilakuka oleh sebagian

besar siswa.

Wawancara yang dilakukan tanggal 8 April 2015 pada salah satu guru

mata pelajaran diperoleh data bahwa siswa kelas VII B memang sering

menyontek. Siswa biasanya menyontek teman ketika ujian, mengerjakan tugas

rumah, maupun saat ulangan harian. Siswa menyontek karena siswa takut

dihukum jika tidak mengerjakan PR, selain itu siswa juga takut nilainya akan

dikurangi jika ia tidak mengerjakan PR. Guru mata pelajaran tersebut

menjelaskan bahwa siswa yang memiliki jawaban tidak pernah menolak jika

temannya menyontek jawaban miliknya. Siswa tertentu yang sering dimintai

jawaban saat ulangan terlihat kesal jika temannya terus menerus bertanya,

namun siswa masih memberikan jawaban pada teman yang menyontek.

Berdasarkan wawancara pada tanggal 25 Januari 2015 yang dilakukan

terhadap guru BK SMP N 2 Patuk dapat diketahui, bahwa siswa kelas VII B

memang sering melakukan perilaku menyontek siswa kelas VII B menyontek

saat ulangan dengan cara melihat jawaban teman dan menyalinnya,

memberikan kode untuk meminta ataupun memberi jawaban. Selain itu

menyontek juga dilakukan dengan cara pergi ke kamar mandi secara

bergantian dan meletakan kunci jawaban disalah satu bagian kamar mandi.

Guru BK di SMP N 2 Patuk memaparkan bahwasanya di kelas VII B belum

(21)

BK merupakan salah satu sarana untuk memberikan layanan konseling bagi

warga sekolah, baik layanan bimbingan pribadi, dalam bentuk klasikal,

konseling individu maupun konseling kelompok. Guru BK SMP N 2 Patuk

sudah mengupayakan secara maksimal untuk memberikan layanan bimbingan

dan konseling, namun keterbatasan waktu menjadi salah satu kendala

pemberian layanan bimbingan dan konseling.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada salah satu

siswa kelas VIIB, guru mapel dan Guru BK di SMP N 2 Patuk, peliti tertarik

untuk melakukan penelitian tindakan kelas di SMP N 2 Patuk. Hal ini

didukung oleh observasi yang telah dilakukan peneliti. Berdasarkan observasi

yang dilakukan didapat hasil bahwa siswalebih banyak melakukan perilaku

menyontek secara sosial. Perilaku menyontek yang ditunjukkan dilakukan

dengan cara meminta jawaban pada teman, meminjam PR, sebagian besar

siswa yang dimintai jawaban menolak ketika ada teman yang meminta

jawaban. Pemanfaatan media BK di SMP N 2 Patuk dirasa masih kurang, di

depan ruang BK ada papan kosong untuk menempelkan mading atau poster

yang berkaitan dengan layanan BK di sekolah, akan tetapi papan tersebut

terlihat kosong. Mading atau poster yang berkaitan dengan BK yang mampu

dijadikan sebagai salah satu media untuk mereduksi perilaku menyontek siswa

tidak terlihat disana.

(22)

Berdasarkan Permendiknas No. 35 Tahun 2010, BK bertugas untuk

mengoptimalkan potensi siswa agar siswa mampu mandiri dan berkembang

secara optimal dalam bidang layanan bimbingan pribadi, sosial belajar dan

karir. Tugas ini dirasa peneliti belum sempurna jika guru BK masih

membiarkan perilaku menyontek terjadi. Upaya yang dilakukan untuk

mereduksi perilaku menyontek salah satunya menggunakan assertive training.

Corey (2009: 429) menyatakan bahwa asumsi dasar dari pelatihan

asertif adalah setiap orang memiliki hak untuk mengungkapkan perasaannya,

pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap

menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut

Berdasarkan permasalahan yang ada dan penjelasan mengenai

assertive training maka peneliti dalam membantu mereduksi perilaku

menyontek pada siswa adalah memberikan layanan konseling menggunakan

teknik assertive training, dalam menggunakan teknik asertif ini, peneliti

berusaha memberikan keberanian pada konseli dalam menghadapi kesulitan

terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik asertif ini adalah dengan role playing,

siswa nantinya akandilatih untuk menghadapi kondisi yang tidak

menyenangkan yang berasal dari lingkungannya.

Peneliti terdahulu juga sudah mengembangkan dan menerapkan

assertive training untuk siswa. Hasil penelitian dari Risma Fidiyanti (2009: 1)

menjelaskan bahwa assertive training cocok untuk mereduksi perilaku

(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas

dapat diidentifikasi beberapa masalah yang dapat diteliti, yaitu :

1. Sebagian besar siswa tidak bisa menolak ketika ada teman yang

meminjam tugas rumah.

2. Kurangnya asertivitas siswa membuat perilaku menyontek marak terjadi

di kelas VII B.

3. Belum diterapkannya teknik assertive training untuk mereduksi perilaku

menyontek di kelas VII B

C. Batasan Masalah

Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, peneliti membatasi

masalah pada permasalahan belum diterapkannya teknik assertive training

untuk mereduksi perilaku menyontek di kelas VII B.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

masalahnya sebagai berikut: Bagaimana mereduksi perilaku menyontek

menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas VII B SMP N 2

Patuk

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai peneliti mengetahui penggunaan assertive

(24)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan mafaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Sumbangan pemikiran penelitian ini dapat digunakan untuk

menambah khasanah kepustakaan dalam bidang bimbingan dan konseling.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi guru Bk

Bagi guru BK diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai keefektifan assertive trainingdalam mereduksi perilaku

menyontek siswa

b. Bagi peserta didik.

Dapat mereduksi perilaku menyontek peserta didik sehingga

peserta didik mampu menjadi generasi penerus bangsa yang

berkarakter dan berkualitas.

c. Bagi peneliti selanjutnya.

Memberikan dasar pengembangan penelitian lebih lanjut

dalam memahami lebih mendalam mengenai assertive training serta

(25)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Perilaku Menyontek

1. Pengertian Menyontek

Menyontek merupakan bentuk kecurangan akademik yang

membuat hasil evaluasi berubah, karena hasil evaluasi tidak dapat

menggambarkan ketercapaian kemampuan siswa yang sebenarnya.

Hasil evaluasi tersebut menjadi landasan untuk mengambil

keputusan salah satunya adalah untuk menentukan kelulusan siswa

selama mengikuti proses pembelajaran, sehingga siswa harus

menyiapkan diri dengan baik untuk menghadapi evaluasi (Warisyah,

2013:3)

Dody Hartanto (Budi Astuti, 2012: 3) yang menjelaskan bahwa

perilaku plagiat merupakan bagian dari perilaku menyontek yang

dimaknai sebagai mengambil kata atau ide dari pekerjaan orang lain.

Menyontek ini tidak hanya dilakukan ketika ujian. Menyontek ini juga

dilakukan ketika siswa menyalin tugas temannya, baik tugas rumah

maupun tugas disekolah.

Menyontek dapat diartikan dengan perbuatan penipuan atau

tindakan yang tidak jujur. Menyontek sebagai perbuatan curang, tidak

jujur dalam mendapatkan jawaban pada saat tes. Perilaku menyontek

dilarang karena perilaku menyontek merupakan perbuatan yang

(26)

Hartanto,2012: 10). Pendapat ini juga didukung oleh Kelly R.Taylor

(Dody Hartanto, 2012:11) yang menjelaska menyontek merupakan

mengikuti ujian melalui jalan yang tidak jujur. Melanggar aturan dalam

ujian dan kesepakatannya. Ketidak jujuran ini bisa dilakukan melalui

beberapa cara mulai dari melihat dan menyalin jawaban teman,

bertanya pada teman saat ujian, maupun dengan meminjam jawaban

teman saat ujian. Inilah yang menyebabkan perilaku menyontek harus

dihindari.

2. Bentuk Perilaku Menyontek

Individu memiliki bermacam-macam cara untuk melakukan

perilaku menyontek. Kalasumeir (Uni Setyani, 2007: 19) yang

mengemukakan bahwa menyontek dapat dilakukan dengan berbagai

bentuk, antara lain:

a. Menggunakan catatan jawaban sewaktu tes

Siswa mencatat materi yang akan diujikan ketika ujian

siswamembuat catatan dan menyalinnya untuk menjawab pertanyaan

yang ada, inilah yang disebut sebagai menggunakan jawaban ketika

tes.

b. Memberi jawaban yang telah selesai pada teman

Siswa yang sudah selesai mengerjakan tugas maupun dalam ujian

biasanya menjadi sasaran siswa lain untuk menyontek. Siswa yang

belum selesai mengerjakan tugas maupun ujian biasanya meminta

(27)

akan memberikan jawaban yang diminta oleh temannya. Pemberian

jawaban ini bisa dilakukan melalui isyarat, media informasi, ataupun

dengan memperlihatkan secara langsung jawaban yang dimiliki.

c. Mengelak dari peraturan-peraturan yang telah ditetapkan

Guru maupun sekolah tentu memiliki peraturan untuk tidak

menyontek. Peraturan sekolah ada dengan tertulis, saat ulangan

biasanya guru menerangkan peraturan untuk tidak menyontek, siswa

mengelak dan melakukan perilaku menyontek tersebut. Mengelak

dari peraturan ini juga dilakukan pada saat mengerjakan tugas, siswa

mengelak dengan cara tetap mengerjakan tugas di sekolah dengan

cara menyontek

d. Mengelak dari peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pada saat

ujian, baik peraturan tertulis maupun peraturan yang ditetapkan oleh

guru. Siswa tidak menghiraukan peraturan yang sudah ada dan tetap

melakukan perilaku menyontek.

Bentuk-bentuk perilaku menyontek mengalami perkembangan, hal

ini dikemukakan oleh Alhadz (Uni Setyani, 2007: 19) yang menyebutkan

bentuk- bentuk menyontek sebagai berikut

a. Perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam ujian

Perjokian ini dilakukan dengan cara menyuruh orang lain untuk

menggantikan peserta ujian agar nilai dan hasil yang diperoleh

(28)

b. Memberi lilin/ pelumas atau menebarkan atom magnet pada lemba

jawab. Memberi lilin/ pelumas atau menebar atom magnet pada

lembar jawab komputer ini bertujuan untuk mengecoh mesin scanner

komputer, sehingga gagal mendeteksi jawaban dan menganggap

semua jawaban benar.

Individu yang menjalani tersebut melakukan perilaku

menyontek seperti ini biasanya dikarenakan bingung akan jawaban

yang benar, sehingga individu memilih untuk melakukan hal tersebut.

Hethrington and Feldman (Dody Hartanto, 2011 : 17)

mengelompokkan menyontek kedalam empat bentuk, yaitu:

a. Individual-oppor-tu-nistic.

Merupakan sebagai perilaku dimana siswa menganti suatu jawaban

ketika ujian atau tes sedang berlangsung dengan menggunakan

catatan ketika guru keluar dari kelas.

b. Independen planned

Penggunaan catatan ketika tes atau ujian berlangsung, dengan kata

lain membawa jawaban yeng telah lengkap atau dipersiapkan

dengan menulis terlebih dahulu sebelum ujian berlangsung.

c. Social-active.

Perilaku menyontek dilakukan dengan cara menjiplak, meminta

(29)

d. Social-pas-sive.

Perilaku menyontek dimana individu memperbolehkan teman atau

oranglain melihat dan mengkopi jawabannya.

Berdasarkan bentuk bentuk perilaku menyontek dapat diambil

kesimpulan bahwa bentuk-bentuk perilaku menyontek dilakukan

dengan cara: menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian/ tes,

mencontoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang telah

selesai kepada teman, dan mengelak dari aturan-aturan, maupun

kecurangan dengan menyewa joki dan memberi pelumas pada lembar

jawab komputer.

3. Faktor yang Mempengaruhi perilaku Menyontek

Individu yang melakukan perilaku menyontek tentunya

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Kalsumer (Uni Setyani

2007: 20) faktor yang mempengaruhi menyontek adalah:

a.Malas belajar

Siswa merasa malas untuk berusaha karena siswa merasa usaha

apapun yang dilakukan tidak akan berperan banyak dalam

keberhasilannya. Siswa yang memiliki konsep diri negatif akan

merasa tidak percaya diri dengan kemampuannya dan malas

berusaha karena merasa dirinya tidak kompeten dan tidak akan

(30)

b. Ketakutan mengalami kegagalan dalam meraih prestasi

Ketakutan akan suatu kegagalan dan mendapatkan nilai yang

tidak baik membuat individu/ siswa merasa khawatir. Ketakutan

akan kegagalan ini dihindarai dengan melakukan perilaku

menyontek.

c.Tuntutan dari orang tua untuk mendapatkan nilai yang baik

Harapan orang tua yang terlalu tinggi membuat anaknya takut

gagal dan mengecewakan orangtuanya. Ketakutan inilah yang

mendorong anak untuk menyontek

Dody Hartanto (2011: 40-42) mengungkap lebih dalam

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek

siswa, adapaun faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut:

a. Kurangnya pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan

plagiarism

Siswa yang menyontek ini kurang memahami mengenai

menyontek dan dampak dari perilaku menyontek, baik bagi pelaku

maupun bagi pemberi contekan.

b.Keinginan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan cara

yang efisien

Siswa yang ingin memperoleh nilai yang baik sering tidak disertai

dengan kemampuan dan keinginan belajar yang lebih giat, itulah

yang menyebabkan keinginan untuk melakukan perilaku

(31)

c. Masalah mengenai pegaturan waktu

Siswa yang tidak dapat mengatur waktu belajar dengan baik tidak

akan mampu belajar secara maksimal, inilah yang menjadi salah

satu faktor munculnya keinginan untuk menyontek.

d. Permasalahan nilai yang dianut, anggapan wajar tentang

menyontek

Sebagian siswa menganggap menyontek adalah hal yang wajar,

siswa sering melihat teman-temannya menyontek dan tidak

mendapat teguran dari guru. Hal inilah yang menjadi salah satu

faktor pendorong siswa untuk menyontek.

e. Menentang atau kurang menghormati aturan yang sudah ada

Siswa yang menyontek tentunya sudah paham mengenai

peraturan untuk tidak menyontek, namun siswa tetap menyontek

tanpa menghiraukan peraturan yang ada.

f. Perilaku yang negatif guru dan kelas

Kelas biasanya membawa pengaruh, siswa yang teman sekelasnya

menyontek akan ikut terpengaruh menyontek, sedangkan guru

yang membiarkan siswa menyontek akan membuat siswa untuk

terus menyontek.

g. Kurangnya pencegahan

Guru yang melihat siswanya menyontek terkadang membiarkan

(32)

sebelum melakukan ujian guru membacakan mengenai peraturan

ujian dan salah satu isinya siswa dilarang menyontek, namun

siswa tetap menyontek dan guru membiarkan, hal ini yang

membuat siswa lebih leluasa untuk menyontek.

h.Tekanan dari teman sebaya

Teman sebaya tentu memiliki pengaruh yang luas terhadp

perilaku menyontek. Siswa yang tidak mau memberi contekan

biasanya akan diejek, dikucilkan dan dijauhi temannya. Keadaan

seperti ini yang menjadi salah satu faktor pemicu menyontek.

i. Pandangan bahwa menyontek tidak memberikan dampak pada

orang lain

Siswa yang menyontek biasanya hanya memikirkan

keberhasilannya sendiri. Siswa tidak memahami bahwa

meyontekitu dapat merugikan teman yang dimintai contekan.

j. Menyontek terjadi karena erosi perilaku

Menyontek dapat terjadi karena erosi perilaku, yakni siswa lebih

mementingkan membantu teman-teman untuk memenuhi

keberhasilan saat ujian. Siswa tidak menghiraukan mengenai

dampak negatif yang ditimbulkan dari menyontek.

k. Menyontek karena pembiaran oleh guru

Guru yang mengawasi ujian membiarkan saja siswanya

menyontek, selain itu guru juga mengawasi ujian dengan tidak

(33)

ditinggal keluar ruangan dengan kurun waktu yang lumayan lama,

dan lain-lain.

l. Menyontek karena tuntutan orang tua akan rangking

Tuntutan rangking maupun nilai yang tinggi dari orang tua,

maupun syarat yang diajukan orang tua jika anaknya

menginginkan hadiah membuat siswa untuk melakukan berbagai

cara agar mendapatkan nilai terbaik, siswa melakukan semua cara

untuk mendapatkan nilai terbaik, salah satunya dengan

menyontek.

m.Menyontek merupakan pertarungan dalam diri individu.

Menyontek merupakan pertarungan antara Dash Ich dan Das Uber

Ich, yaitu pertarungan antara dorongan-dorongan yang realistis

rasional dan logis melawan melawan prinsip-prinsip moralitas dan

pencarian kesempurnaan. Pertarungan ini terjadi karena ingin

menciptakan keinginan memperoleh nilai yang baik berdasarkan

lingkungan sekitarnya. Keinginan siswa untuk mendapatkan nilai

yang baik dengan menyontek.

n. Menyontek dikarenakan masalah prokrastinasi.

Siswa yang melakukan prokrastinasi (menunda-nunda pekerjaan)

akan mudah menjadi siswa penyontek dibandingkan dengan siswa

yang menepati waktu belajar. Siswa yang melakukan prokrastinasi

tidak akan memiliki kesiapan dalam menghadapi ujian maupun

(34)

mengakibatkan siswa mamilih cara negatif untuk menyelesaikan

tugas maupun ujiannya. Cara negatif yang dilakukannya adalah

dengan menyontek.

o. Menyontek dan tingkat kecerdasan.

Siswa yang memiliki kecerdasan yang baik akan lebih mudah

mengerjakan tugas maupun ujian yang diberikan, namun siswa

yang memiliki kecerdasan yang rendah merasa kesulitan dalam

mengerjakan ujian dan hasinya nilai tidak sesuai dengan yang

diharapkan, hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong

untuk menyontek.

p. Menyontek berdasarkan status sosial dan ekonomi.

Menyontek berdasarkan status sosial dan ekonomi ini terlihat

manakala siswa dari sekolah swasta lebih banya yang menyontek

dibandingkan dengan siswa yang bersekolah di sekolah negeri.

Siswa yang tinggal di kota lebih sering menyontek dibandingkan

dengan siswa yang sekolah di desa.

q. Menyontek berdasarkan jenis kelamin.

Laki-laki lebih sering menyontek, hal ini disebabkan karena

perempuan memiliki standar moralitas yang tinggi dibandingkan

laki-laki.

Berdasarkan paparan diatas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku

(35)

merupakan faktor yang berasal dari dalam diri indvidu dan faktor

eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor

internal dari perilaku menyontek adalah malas belajar, kurag

pemahaman mengenai menyontek, ketakutan akan kegagalan,

rendahnya efikasi diri, status ekonomi dan sosial, keinginan untuk

mendapatkan nilai yang tinggi, siswa menganggap menyontek

merupakan suatu hal yang biasa.

B. RemajaKajian Tentang Remaja 1. Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata latin yaitu adolescence yang

menggambarkan seluruh perkembangan remaja, baik

perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial. Masa remaja

ditinjau dari rentang kehidupan manusia merupakan masa

peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Sifat

remaja sebagian sudah tidak menunjukkan sifat masa

kanak-kanaknya, tetapi juga belum bisa menunjukkan sifat-sifat sebagai

orang dewasa (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008:124).

Individu dikatakan remaja dari segi fisik apabila organ

tubuh pada remaja tersebut sudah mulai masak. Remaja dari segi

emosional telah mampu mengungkapkan perasaanya, sudah

memiliki empati, serta memahami gejolak emosi diri sendiri.

Remaja akan mulai tertarik dengan hubungan sosial, mengenal

(36)

mencari jati diri, serta mampu memahami perasaan orang lain.

Remaja juga harus mampu menggunakan pikirannya secara logis.

Remaja dapat memahami baik dan buruk, serta mampu bertindak

sesuai dengan peraturan yang ada.

Hurlock (1997: 206) menyatakan awal masa remaja

berlangsung dari 13 tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun, dan

akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 sampai 18 tahun,

yaitu matang secara hukum. Remaja dikatakan matang secara

hukum karena remaja dinilai mampu untuk membedakan mana

yang baik dan mana yang buruk. Remaja juga diharapkan mampu

untuk berperilaku dengan baik, sesuai dengan norma yang ada dan

tidak melanggar hokum. Remaja diharapkan mamapu untuk

memahami perilaku yang dilakukannya melanggar hukum yang

berlaku atau tidak. Kemampuan remaja untu berperilaku sesuai

hukum yang ada diharapkan mampu menjadi acuhan agar remaja

berperilaku tanpa melanggar hukum dan selalau mengingat akan

hukum yang ada dan memahami resiko pelanggaran hukum yang

dilakukan oleh remaja, apabila remaja melakukan suatu tindakan.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Remaja yang berhasil mencapai tugas perkembangannya

akan membawa kebahagiaan yang diharapkan dan dapat

membawa keberhasilan pula pada tugas perkembangan

(37)

perkembangannya akan menimbulkan ketidakbahgiaan pada

dirinya sendiri, tidak diterima lingkungan sekitar dan merasa

kesulitan untuk mencapai tugas perkembangan selanjutnya.

Tugas perkembangan remaja menurut Renita

Mulyaningtyas (2006:87) adalah sebagai berikut:

a.Menerima keadaan fisik dan menjalankan perannya

masing-masing.

b.Menjalani persahabatannya terutama dengan lawan jenis. c.Memperoleh kebijakan secaraemosional dari orang dewasa. d.Mengembangkan kemampuan intelektual menjadi warga yang

baik.

e.Melakukan tingkah laku yang dapat diterima lingkungan sekitar. f.Menentukan dengan penuh kesabaran nilai-nilai yang benar dan

salah.

Tugas perkembangan remaja meliputi mencapai hubungan

baru yang lebih matang dengan teman sebayanya baik sama jenis

maupun dengan lawan jenis, menerima keadaan fisik dan perannya

sebagai seorang laki-laki dan perempuan, mulai berusaha untuk

mandiri, berusaha mencapai perilaku sosial yang bertanggung

jawab dan mulai mempersiapkan masa depannya.

Remaja awal diharapkan mampu memberi penilaian

terhadap keadaan dirinya secara apa adanya, seperti dapat menilai

atau mengukur hal-hal dalam dirinya, yang disenangi maupun

yang tidak disenangi oleh teman-teman sepergaulannya, serta

memiliki gambaran diri yang realistis. Tugas perkembangan masa

remaja menuntut perubahan besar dari sikap dan perilaku,

(38)

tugas-tugas perkembangan remaja awal. Tugas perkembangan

remaja tidak universal namun sangat tergantung oleh lingkungan

sekitar, sehingga ada kemungkinan tugas perkembangan tersebut

tidak dicapai oleh remaja.

Tugas perkembangan remaja meliputi mencapai hubungan

baru dengan lebih matang baik dengan sesama jenis maupun

dengan lawan jenis, menerima keadaan fisik dan perannya sebagai

laki-laki dan perempuan,mulai berusaha untuk mandiri, berusaha

untuk mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab dan mulai

mempersiapkan masa depannya. Remaja belum bisa bertanggung

jawab dan mulai mempersiapkan masadepannya akan kesulitan

jika dihadapkan dengan permasalahan dan akan mencari jalan

pintas untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, seperti

melakukan kecurangan ketika latihan atau tes, dan mengelak dari

tanggungjawab dengan melihat dan menyalin tugas rumah milik

teman.

3. Cirri- ciri Remaja

Seperti halnya dengan masa yang lain, remaja juga

memiliki ciri-ciri, Hurlock (Rita Eka Izzaty, 2008: 124-126)

mengemukakan ciri-ciri masa remaja yang berumur 12-18 tahun

(39)

a. Masa remaja sebagai periode penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan

cepatnyaperkembangan mental yang cepat menimbulkan

penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai maupun minat

baru. Perkembangan fisik dan mental pada remaja, berbeda-beda

dan dipengaruhi oleh berbagai hal.

b. Masa remaja merupakan periode peralihan

Masa remaja disebut masa peralihan dari masa kanak-kanak ke

masa dewasa, sehingga remaja harus meninggalkan sesuatu

yang bersifat kanak-kanak ke masa dewasa serta mempelajari

sikap yang baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang

sudah ditinggalkan. Pada masa ini remaja bukan anak-anak dan

remaja juga bukan orang dewasa, melainkan perubahan dari

anak-anak menjadi dewsa.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Masa remaja merupakan masa dimana individu mengalami

perubahan, baik secara fisik, sikap maupun perilaku. Remaja

yang mengalami perubahan fisik cepat maka perubahan sikap

dan perilaku remaja juga akan berlangsung cepat, sebaliknya

jika perubahan fisik remaja lambat maka perubahan sikap dan

(40)

yaitu perubahan tubuh, meningkatnya emosi, minat dan peran

yang diharapkan, berubahnya minat dan pola perilaku serta

adanya sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Perubahan

itu pasti dialami oleh setiap remaja, namun cepat atau lambatnya

perubahan setiap individu berbeda-beda.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Remaja berusaha untuk menunjukan siapa dirinya dan perannya

dalam kehidupan masyarakat. Cara yang digunakana oleh

remaja untuk mencari identitas dapat berupacara positif maupun

cara yang negatf.

e. Usia bermasalah

Masa remaja disebut sebagai usia bermasalah karena pada masa

ini tidak seperti pada masa sebelumnya yang selalu dibantu oleh

orangtua dan guru dalam menyelesaikan masalah. Remaja akan

menyelesaikan semua permasalahannya sendiri. Remaja

menolak bantuan penyelesaian masalah dari orang tua maupun

guru. Remaja merasa bahwa ia mampu menyelesaikan masalah

(41)

f. Masa remaja merupakan usia yang menimbulkan ketakutan,

kesulitan

Masa remaja disebut usia bermasalah karena pada masa remaja

sering timbul pandangan yang kurang baik atau bersifat negatif.

Remaja yang dipandang negatif akan sulit untuk melakukan

peraihan dari masa rmaja menuju masa dewasa. Pandangan yang

bersifat negatif inilah yang menimbulkan pertentangan antara

orang dewasa dengan remaja.

g. Masa remaja masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang dirinya dan orang lain

sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana adanya,

terutama pada cita-citanya. Pengalaman pribadi remaja semakin

bertambah dan sosialnya serta kemampuan berfikir rasional

remaja memandang diri dan orang lain semakin realistik. Masa

remaja sudah mamapu untuk memikirkan masa depannya secara

realistik.

h. Masa remaja ambang masa dewasa

Masa remaja merupakan masa peralihan atara masa anak-anak

dan masa dewasa. Menginjak masa dewasa remaja merasa

gelisah untuk meningalkan masa belasan tahun. Remaja belum

(42)

membuat remaja mulai menunjukan perilaku sebagaimana orang

dewasa, hal inidilakukan agar remaja mendapat pencitraan

seperti orang dewasa.

4. Hubungan Sosial Remaja

Syamsu Yusuf (2007:122) menyatakan bahwa

perkembangan sosial remaja merupakan pencapaian kematangan

dalam hubungan sosial, dengan kata lain proses pembelajaran

dalakm penyesuaian diri terhadap norma-norma kelompok, moral

dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling

berkomunikasi dan bekerjasama. Lingkungan sosial sangat

berpengaruh pada remaja, baik orang tua, keluarga, orang dewasa

lainnya maupun teman sebaya.

Perkembangan sosial remaja membutuhkan kelompok

sosial yang mampu menerima remaja apaadanya. Endang

Poerwanti (2002:117) menyatakan bahwa kelompok remaja yang

sehat akan memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Kelompok sosial merupakan wahana yang tepat bagi remaja

untuk membentuk sikap sosial yang positif. Pembentukan sikap

sosial remaja tidak cukup dengan materi yang diceramahkan

(43)

b. Keberhasilan remaja untuk mencapai kebebasan emosional dari

orang tua juga akan tercapai dengan bantuan kelompok

sosialnya, dalam kelompok ini remaja akan belajar untuk dapat

memenuhi kewajiban sebagai makhluk sosial dan berusaha

memenuhi hak-hak dari anggota kelompok yang lain;

c. Perilaku heteroseksual yang sehat juga akan dapat

dikembangkan dalam kelompok-kelompok sosialnya, remaja

laki-laki akan cenderung berusaha melindungiremaja

perempuan, sesuai dengan peran gender yang diperankannya.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa

remaja sangat bergantung padakelompok-kelompok sosialnya

untuk mencapai kematangan emosional. Tercapainya suatu

hubungan sosial yang baik didukung dengan kemampuan remaja

dalam berinteraksi dan membuka diri untuk mengutarakan

permasalahan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain.

C. Kajian Tentang Assertive Training

1. Hakikat Perilaku Asertif

Towned Anni (1991:4) individu yang bersikap asertif dapat

disebutkan sebagai orang yanag mempunyai kepercayaan diri,karena orang

yang percaya diri selalu berikap positif pada dirinya sendiri dan orang lain.

Sikap ini akan menjadikan seseorang menjadikan seseorang tegas, jujur

(44)

orang lain.Senada dengan Towned Anni(Corry,2009: 54) menjelaskan

bahwa sikap asertif adalah ekspresi langsung, jujur, dan pada tempatnya

dan pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

kecemasan yang beralasa. Maksuddari kata langsung adalah tidak

berbelit-belit, sehingga individu mampu focus pada ada yang ingin diucapkan.

Jujur berarti pernyataan maupn gerak-gerik individu sesuai dengan apa

yang diinginkan.Galassi (Roaks 1991:9) menjelaskan bahwa perilaku

asertif merupakan situasi yang khusus, sehingga individu yang

berperilaku asertif pada suatu lingkungan tertentu belum pasti berperilaku

asertif dalam lingkungan yang berbeda.

Perilaku asertif umumnya berbeda dengan perilaku non asertif dan

perilaku agresif. Individu yang non assertifakan menyangkal perasaan

mereka yang sesungguhnya dan mencegah hal yang menggambarkan

perasaan mereka. Individu yang no assertif mengizinkan orang lain untuk

mengambil keputusan tentang mereka, mereka juga mencapai tujuan

mereka. Individu yang memiliki sikap agresif akanmenyelesaikan tujuan

mereka dengan mengorbankan orang lain. Individu yang agresif selalu

menyatakan perasaan dengan emosional, mendominasi oranglain dan tidak

menghargai orang lain. Asertif berbeda dengan perilaku agresif dan non

asertif, asertivitas meliputi pengambilan apa yang dibutuhkan dengan cara

yang tidak menyakiti orang lain dan tidak memaksa satu sistem nilai pada

(45)

2. Tujuan Assertive Training

Towned Anni (1991:9) yang memaparkan bahwa assertive training

memiliki tujuan untuk mengajarkan individu mengekspresikan diri mereka

dengan cara yang mencerminkan kepekaan terhadap perasaan dan hak

perasaan orang lain. Sikap asertif yang dimaksud bukanlah sikap agresi,

dengan demikian individu yang asertif dapat membela hak-hak mereka

tanpa mengabaikan perasaan orang lain. Assertive training juga bertujuan

agar seseorang mampu mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas

pilihannya.

3. Prosedur Assertive Training

Towned Anni (1991:15-101) mengembangkan assertive traning ke

dalam tiga tahap, yaittu:

a. Self awareness

Pada tahap ini peserta diberikan questioner untuk mengetahui tingkat

keasertifannya. Kemudian peserta dikenalkan dengan arti dan

karakteristik individu dari perilaku pasif, manipulatif, agresif, dan

asertif. Disamping itu diberikan pula tentang penyebab yang

mengakibatkan perilaku tersebut berkembang. Peserta diajak untuk

(46)

b. Mengembangkan asertifitas diri

Tahap ini memiliki beberapa program yang dikembangkan peserta

melalui self recognition. Metode yang dikembangkan pada tahap ini

adala dengan mengenali dan menganalisis pikiran negatif tentang

dirinya dan mengubah dengan pemikiran positif mengenai dirinya.

c. Megembangkan dan memelihara perilaku asertif pada orang lain.

Metode yang dapat dikembangkan pada tahap ini adalah dengan cara

memberi dan menerima umpan balik yang berkualitas baik,

mempengaruhi perilaku orang lain dan mengembangkan serta

menjamin perilaku assertif melalaui konseling. Namun dalam

pengaruh orang lain teteap dalam kerangka asertif I’m OK-You’re

OK.

Corey (2009: 214-215) mengembangkan pelatihan assertive lebih

berfokus pada pelaksanaan secara kelompok. Pembentukan kelomok

dibagi dengan membagi peserta dimana dalam suatu kelompok terdiri atas

delapan sampai sepuluh anggota yang memiliki latar belakang yang sama.

Terapis bertindak sebagai penyelengara dan pengarah permainan peran,

pelatih, pemberi perkuatan, dan sebagai model peran, dalam diskusi-

diskusi kelompok, terapis bertindak sebagai seorang ahli, memberi

bimbingan dalam situasi- situasi permainan peran, dalam memberikan

umpan balik kepada anggotanya. Sesi-sesi dalam assertive training

(47)

a. Sesi 1

Sesi pertama ini dimulai dengan pengenalan dedaktik tentang

kecemasan sosial yang tidak realistis, pemusatan pada belajar

menghapus respon-respon internal yang tidak efektif dan telah

mengakibatkan kekurangan pada belajar peran tingkah laku asertif.

b. Sesi 2

Sesi dua ini memperkenalkan sejumlah latihan relaksasi dan setiap

anggota menerangkan tingkah laku spesifik dalam komunikasi situasi

interpersonal yang menurutnya menjadi masalah. Anggota kemudian

membuat perjanjian untuk melanjutkan tingkah laku menegaskan diri

yang semula mereka hindari sebelum memasuki session berikutnya.

c. Sesi 3

Anggota menerangkan tentang tingkah laku menegaskan diri yang telah

dicoba dijalankan oleh mereka dalam situasi-situasi kehidupan nyata.

Mereka berusaha mengevaluasi dan jika belum sepenuhnya berhasil,

kelompok langsung berusaha menjalankan permainana peran.

d. Sesi 4

Selanjutnaya terdiri atas penambahan pelatihan relaksasi, pengulangan

perjanjian, untuk menjalankan tingkahlaku menegaskan diri yang

diikuti oleh evaluasi.

Pendapat yang telah diuraikan Corey di atas menjelaskan bahwa

(48)

permainan peran setelah pesertamencoba untuk mengimplementasikan.

Sundari (Dzakiyatus Sholicah Alchanifah, 2011: 34-36) menjelaskan

bahwa permainan peran dilaksanakan sebelum peserta mencoba untuk

mengimplementasikan perilaku assertif. Prosedur umum dalam pelatihan

asertif menurut Sundari adalah sebagai berikut :

a. Identifikasi masalah, yaitu dengan menganalisis permasalahan konseli

secara komperhensif.

b. Pilih salah satu situasi yang akan diatasi, dengan memilih terlebih

dahulu situasi yang menimbulkan kesulitan atau kecemasan paling

kecil.

c. Analisis situasi, yaitu dengan menunjukkan pada konseli bahwa

terdapat banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi

masalahnya tersebut. Identifikasi alternatif penyelesaian masalah.

d. Menetapkan alternatif penyelesaian masalah. Konselor dan konseli

bersama-sama berusaha menentukan tindakan yang paling sesuai,

mungkin, cocok, layak dengan keinginan dan kemampuan konseli, serta

memiliki kemungkinan peluang keberhasilan paling besar.

e. Mencoba alternatif yang dipilih, dengan bimbingan secara bertahap.

f. Konseli diajarkan untuk mengimplementasi pilihan tindakan yang telah

dipilihnya.

g. Dalam pelatihan harusnya diperhatikan hal-hal yang yang terkaitdalam

(49)

kalimat, tingkat kecemasan yang terjadi, serta kesungguhan dan

motivasinya.

h. Diskusi hasil, hambatan dan kemajuan-kemajuan yang terjadi, serta

tindak lanjut.

i. Konseli diberi tugas untuk mencoba melakukan hal-hal yang sudah

dibicarakan secara langsung dalam situasi yang nyata.

j. Evaluasi hasil dan tindak lanjut.

Assertive training dapat dilakukan secara individu maupun

kelompok. Pada pembentukan kelompok, peserta latihan terdiri dari

delapan sampai sepuluh anggota. Trainer bertindak sebagai pembimbing

dan pengarah selama latihan. Berdasarkan berbagai tahapan dalam

assertive training, maka peneliti menyusun tahapan assertive training

dalam rangka mereduksi perilaku menyontek siswa sebagai berikut:

a. Peserta diajak berdiskusi mengenai asertif, serta memahami perbedaan

agresif dan non asertif.

b. Masalah atau situasi dimana siswa mengalami ketidak asertifan serta

memahami penyebab ketidakasertifan siswa dalam situasi tersebut.

c. Memilih satu masalah yang akan digunakan untuk mengubah perilaku.

d. Peserta dengan bimbingan trainer memilih alternatif-alternatif

perilaku asertif sesuai dengan situasi yang ada.

e. Peserta mengimplementasikan alternatif perilaku asertif yang sudah

(50)

memperhatikan posisi tubuh, gaya bicara, kontak mata, pilihan

kalimat, dan tingkat kecemasan.

f. Peserta bersama trainer mendiskusikan hasil dari latihan yang telah

dilakukan dengan mengidentifikasi hambatan-hambatan dan kemajuan

peserta. Peserta diberikan tugas diluar pelatihan untuk

mengaplikasikan perilaku asertif kedalam kehidupan yang lebih nyata.

D. Bimbingan Pribadi Sosial

Penelitian ini merupakan penelitian yang tergolong dalambidang

layanan pribadi sosial. Layanan bidang bimbingan pribadi sosial

merupakan layanan yang diberikan untuk membantu siswa

dalammenghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatai berbagai

masalah batinnya sendiri.

Syamsu Yusuf (2007: 11) bimbingan pribadi sosial adalah

bimbingan untuk membentuk individu dalam memecahkan permasalahan

pribadi sosialnnya. Permasalahan pribadi sosial bermacam-macam,adapun

contoh permasalahan pribadi sosial yaitu permasalahan hubungan dengan

sesama teman, permasalahan dengan dosen, permasalahan sifat dan

kemamapuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan, penyesuaian diri

dan penyelesaian konflik.

E. Assertive TrainingUntuk Mereduksi Perilaku Menyotek.

Perilaku menyontek sering sering dijumpai pada saat pelaksanaan

(51)

Purwandari(dalam Dody Hartanto, 2011: 10) menjelaskan bahwa

menyontek adalah mencontoh, meniru, atau mengutip pekerjaan orang lain

sebagaimana aslinya. Menyontek merupakan tindak ketidak jujuran dalam

pendidikan berupa mencontoh, meniru, dan mengutip jawaban orang lain.

Sujana dan Wulan(1994: 2-3) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang

mempegaruhi perilaku menyontek adalah ketakutan akan kegagalan.

Dody Hartanto (2011: 41) mengatakan jika siswa yang memiliki jawaban

tidak memberikan contekan pada temannya maka siswa tersebut akan

dikucilkan, bahkan akan dijauhi oleh temannya.

Assertive training mengajarkan cara berkomunikasi seseorang

untuk mengekspresikan perasaan, pendapat, dan kebutuhan untuk

mendapatkan umpan balik yang efektif. Komunikasi yang asertif dapat

membantu seseorang untuk saling menghargai, sehingga seseorang mampu

berbicara (berkomunikasi) dengan percaya diri. Cara berkomunikasi

seperti ini akan mampu membantu individu dalam menyelesaikan konflik

dengan orang lain Besty(Agung Widianto, 2014:36).

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikirdapat diajukan

hipotesis tindakan, yaitu: Adanya reduksiperilaku menyontek melalui

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan

(actionresearch). Burns (Suwarsih Madya, 2007: 9) penelitian tindakan

merupakan penemuan fakta dan perencanaan masalah dalam situasi sosial

dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan

didalamnya yang melibatkan peneliti, praktis, maupun orang awam.

Suharsimi Arikunto (2010: 129) mendefinisikan pengertian tindakan kelas

dengan menggabungkan batasan pengertian dari tiga kata yaitu penelitian,

tindakan dan kelas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian

tindakan kelas adalah suatu perencanaan terhadap kegiatan yang

dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas. Penelitian tindakan ini

membutuhkan kerja sama antara peneliti maupun subjek yang diberi

tindakan didalam kelas

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa penelitian

tindakan kelas merupakan penemuan fakta dan pemecahan masalah dalam

situasi sosial yang bertujuan untuk meningkatkan atau mengurangi untuk

(53)

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh

peneliti (Suharsimi Arikunto, 2010:145). Subjek penelitian merupakan

sesuatu yang mempunyai peran sangat penting dalam sebuah penelitian,

karena data tentang variabel yang diteliti dan diamati oleh peneliti terdapat

pada subjek tersebut.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMP N 2 Patuk,

Kabupaten Gunungkidul. Subjek penelitian diambil melalui

purposivesampling yaitu pengambilan subjek bukan didasarkan atas strata,

random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Suharsimi

Arikunto, 2010:117).Kriteria yang akan dijadikan subjek dalam penelitian ini

adalah:

1. Sriswa yang sekolah di SMP N 2 Patuk.

2. Siswa masuk dalam kelas VII B.

3. Termasuk siswa yang di observasi dalam assessment awal.

C. Tempat dan Waktu Penelitian.

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP N 2 Patuk yang terletak di

Desa Putat Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah

(54)

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2015.

D. Desain Penelitian

Penelitian ini menunjukan pada proses pelatihan yang

dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart (Hamzah, dkk, 2011: 87) yang

terdiri dari rencana, tindakan, observasi, dan refleksi pada masing-masing

siklus. Visualisasi bagan model penelitian yang disusun oleh Kemmis dan

Taggart adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Visualisasi Siklus Penelitian.

Sumber: (Hamzah, dkk, 2011: 87)

Keterangan :

Penelitian ini terdiri dari siklus I dan siklus II yang didalamnya

memuat perencanaan, pelaku dan pengamatan yang dilakukan pada saat

(55)

hasil tndakan yang telah dilakukan. Peneliti ini dikatakan berhasil apabila

terdapat hasil yang segnifikan yang tercermin melalui perubahan perilaku

siswa yang diamati, yaitu perilaku menyontek siswa. Penelitian dengan

desain Kemmis & Mc Taggart ini dilaksanakan secara kolaborasi antara

peneliti dengan guru guru BK. Bentuk kerjasama dalam penelitian ini guru

BK secara bersama-sama dengan peneliti adalah sebagai pemberi tindakan.

E. Rencana Tindakan

1. Pra Tindakan

Peneliti terlebih dahulu melakukan beberapa langkah pra tindakan

yang akan mendukung pelaksanaan tindakan agar dapat berjalan lancar

sesuai dengan tujuan yang diinginkan.Langkah-langkah dalam pra

tindakan adalah sebagai berikut:

a. Peneliti mewawancarai dan berdiskusi dengan guru BK terkait

denganpermasalahan yang berkaitan dengan perilaku menyontek siswa

SMP N 2 Patuk, seperti mengerjakan tugas rumah disekolah, melihat

jawaban teman saat ulangan maupun ujian,memberikan jawaban pada

siswa lain, siswa yang memiliki jawaban tidak bisa asertif untuk tidak

memberikan jawaban pada temannya, sehingga banyak siswa yang

menyontek.

b. Peneliti melakukan observasi awal terhadap siswa kelas VII B SMPN 2

(56)

c. Peneliti dan guru pembimbing berdiskusi mengenai tindakan yang akan

diberikan kepada siswa.

d. Peneliti berdiskusi dengan guru BK mengenai teknikassertivetraining,

cara melakukan tindakan, dan peran yang dilakukan oleh guru BK dalam

melakukan tindakan penelitian.

e. Peneliti menyusun skala perilaku menyontek berdasarkan aspek-aspek

perilaku menyontek untuk diuji validitasnya dan reabilitasnya.

f. Peneliti memberikan tes sebelum tindakan (pra tindakan), untuk

mengetahui tingkat keterbukaan diri siswa sebelum diberikan tindakan.

g. Peneliti mempersiapkan instrumen dan susunan teknik pelaksanaan

tindakan yang akan diberikan pada siswa untuk mendukung kelancaran

tindakan penelitian.

2. Pemberian tindakan (Siklus)

A. Perencanaan

Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti dan guru BK menyusun

rencana sebagai berikut:

1) Menyususn dan menyiapkan skala menyontek untuk mengetahui

gejala-gejala menyontek yang terjadi pada siswa untuk mengetahui

asertif pada siswa.

2) Penetapan fokus permasalahan yaitu indikator yang akan diberikan

perhatian dengan menetapkan jenis teknik assertive training yang

(57)

melakukan perlaku menyontek.Tahapan ini dilakukan pada

perencanaan setiap siklus sebelum melaksanakan tndakan.

3) Peneliti mngambil data pra tindakan untuk mengetahui tingkat

perilaku menyontek siswa sebelum tindakan.

4) Peneliti dan guru BK mendiskusikan rencana tindakan yang akan

dilakukan.

5) Peneliti dan guru BKmenyusun jadwal pelaksanaan assertive training

yang akan dilakukan. Pelaksanaan metode ini akan melibatkan guru

BK dan siswa kelas VII B SMP N 2 Patuk.

6) Peneliti dan guru BK menyiapkan sarana dan prasarana untuk

pemberian teknik assertive training.

7) Menentukan kriteria keberhasilan setelah melakukan tindakan pada

hasil penelitian.

B. Tindakan

Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini melalui tiga bagian

pertemuan dalam setiap siklusnya, dengan alokasi waktu 40 menit tiap

pertemuan. Apabila tindakan pada siklus I belum menunjukkan

keberhasilan maka tindakanakan dilaksanakan pada siklus ke-II dengan

mengacu pada kekuatan dan kelemahan pada siklus I. Peneliti

mengakhiri penelitian apabila dari data hasil penelitian didapat hasil

bahwa siswa sudah memenuhi target pada kategori keberhasilan.

1) Pertemuan pertama dibagi menjadi beberapa kegiatan. Kegiatan

(58)

dimaksud dengan kemamapuan asertif. Kegiatan pertama ini

dilakukan dengan memutar video tentang menyontek agar dapat

memberikan pengantar pada siswa sebelum menjalankan atau

melakukan proses pelatihan, setelah siswa memahami

langkah-langkan dalam berperilaku asertif dan memahami kemampuan aserif,

peneliti membagi kelas kedalam beberapa kelompok. Siswa disuruh

untuk memikirkan satu dampak negatif yang diakibatkan dari perilaku

menyontek, pemikiran itu dituangkan dalam format yang telah

diberikan.

2) Pertemuan kedua ini diawali dengan peneliti memberikan ice breaking

pada. Mengulas kembali materi pada pertemuan pertama. Membuat

perjanjian dengan siswa agar siswa mampu menerapkan sikap asertif

untuk tidak menyontek dan menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari. Membagi siswa kedalam dua kelompok dan membagikan naskah

scenario untuk dipahami dan nantinya akan di tampilkan siswa dalam

pertemuan berikutnya.

3) Pertemuan ketiga dilakukan dengan mempresentasikan skenario pada

teknik bermain peran yang mereka buat bersama kelompoknya, serta

mengevaluasi hasil secara keseluruhan dari pertemuan pertama.

Berdasarkan hasil evaluasi ini akan diktahui peningkatan kemampuan

asertif yang terjadi pada siswa. Peran guru BK sangatlah penting,

guru BK harus mampu mengkomunikasikan keinginana, perasaan, dan

(59)

oranglain, serta diharapkan dapat menolak keinginana temannya untuk

menyontek tanpa kecemasan dan rasa bersalah dari siswa tersebut.

Padapertemuan ini peneliti juga menyebarkan angket untuk mengukur

sejauh mana reduksi perilaku menyontek yang terjadi pada siswa.

C. Observasi/ pengamatan

Observasi atau pengumpulan data adalah kegiatan pemusatan

perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera,

Sugiyono (2008: 203). Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian

ini adalah observasi sistematis yang dilakkan dengan menggunakan

pedoman observasi sebagai instrument pengamatan untuk menggambarkan

proses tindakan, selama proses observasi peneliti dibantu oleh

observerpendamping yang membantu mengamati perilaku ataupun sikap

siswa selama proses pengisian skala pra tindakan, bermain peran,diskusi,

penulisan perilaku menyontek kedalam kertas yang telah dibagikan,

maupun saat pengisian skala menyontek pasca tindakan.

D. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana assertive

training dapat berasil dalam mereduksi perilaku menyontek siswa, serta

kendala yang terjadi selama proses tindakan berlangsung. Peneliti

menggunakan skala perilaku menyontek yang diberikan kepada siswa

pada akhir siklus (pascautindakan), yang bertujuan untuk mengetahui

(60)

tindakan, selain itu hasil wawancara dan observasi juga menjadi hal yang

penting dalam proses pelaporan.

Penelitian akan dihentikan jika pada siklus pertama sudah

mendapatkan hasil yang sesuai. Siklus kedua akan dilakukan jika pada

siklus pertama belum mendapatkan hasil yang sesuai. Refleksi dari

tindakan pertama akan digunakan sebagai evaluasi untuk melakukan revisi

pada tindakan kedua dengan berdisksi bersama guru BK dan tanggapan

dari siswa. Hasil dari siklus kedua telah sesuai denga tujuan penelitian

yang diharapkan, maka penelitian akan dihentikan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 192), teknik pengumpulan data

merupakan alat-alat yang digunakan oleh peneliti dalam suatu penelitian

untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Skala

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Pada

skala Likert, respnden diminta untuk menjawab suatu pertanyaan atas

pernyataan dengan alternatif pilihan jawaban yang sudah disediakan.

Skala disusun dengan model likret dimana skala tersebut digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau

(61)

2. Observasi

Observasi merupakan cara mengumpulkan data melalui penglihata

dan pengamatan, dan teknik observasi yang dilakukan adalah

observasi partisipan. Menurut Sugiyono, (2010: 310) observasi

merupakanpeneliti terlibat dengan kegiatan seharihari orang yang

diamati atau sumber penelitian, peneliti ikut melakukan apa yang

dikerjakan oleh sumber data.

3. Wawancara

Wawancara mendalam (Indepth Interview) dalam penelitian ini

termasuk dalam kategori wawancara semiterstruktur karena dalam

pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara

terstruktur (Sugiyono, 2009: 320). Wawancara yang digunakan pada

tahap ini adalah wawancara bebas terpimpin yang merupakan

kombinasi dari wawancara bebas dan terpimpin. Peneliti

mempersiapkan pedoman yang merupakan garis besar yang akan

ditanyakan. Wawancara dilakukan terhadap siswa sesudah tindakan,

hal ini dimaksud untuk mengetahui keberhasilan tindakan.

F. Instrumen Penelitian

Dalam suatu penelitian, peneliti mengumpulkan data dengan adanya acuan

atau alat ukur yaitu berupa instrumen-instrumen penelitan. Menuru

Sugiyono (2010: 305), instrumen dalam penelitian kuantitaif dapat berupa

Gambar

Gambar 1. Visualisasi Siklus Penelitian.
Table 1.Instrumen Kisi-Kisi Skala Perilaku Menyontek
Table 2. Skor Skala Perilaku Menyontek
Tabel 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancara
+7

Referensi

Dokumen terkait