UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK MELALUI ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS VII B SMPN 2 PATUK
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Anisa Cony Puspitasari NIM 11104244054
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.
Yogyakarta, 17 September 2015
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK SISWA MELALUI” yang disusun oleh Anisa Cony Puspitasari, NIM 11104244054 ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 22 Oktober 2015 dan dinyatakan lulus.
DEWAN PENGUJI
Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal
Isti Yuni Purwanti, M.Pd Ketua Penguji ……….. ………..
Sugiyanto, M.Pd Sekretaris Penguji ……….. ………..
Tin Suharmini, M.Si Penguji Utama ……….. ………..
Yogyakarta,
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Dekan,
Dr. Haryanto, M.Pd.
MOTTO
Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
1. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Orang tua saya yang selalu memberikan semangat, dukungan dalam berbagai
hal, serta doa yang tak pernah putus-putusnya.
UPAYA MEREDUKSI PERILAKU MENYONTEK SISWA MELALUI ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS VII B SMP N 2 PATUK
Oleh
Anisa Cony Puspitasari NIM 11104244054
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui reduksi perilaku menyontek siswa kelas VII B di SMP N 2 Patuk menggunakan assertive training.
Penelitian ini menggunakanjenis penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VII B SMPN 2 Patuk yang berjumlah 30 siswa. Setiap siklusnya mengacu pada perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Proses pengambilan data dalam penelitian ini melalui observasi,wawancara, dan skala perilaku menyontek. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan validitas constrak. Reliabilitas skala perilaku menyontek diuji menggunakan Alpha Crobach. Teknik analisis data menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa assertive training sebagai teknik bimbingan di SMP dapat mereduksi perilaku menyontek siswa. Teknik assertive training sendiri terdiri dari pemahaman mengenai peerilaku menyontek, dampak dari perilaku menyontek, teknik assertive training, mengidentifikasi perilaku menyontek yang pernah dilakukan siswa, bermain peran, serta diskusi. Keberhasilan reduksi perilaku menyontek ini dapat dilihat dari hasil skala perilaku menyontek siswa dimana pada paska nilai rata-rata siswa 78,25 yang termasuk dalam kategori sedang, setelah dilaksanakannya siklus I nilai rata-rata siswa mash sedang akan tetapi mengalami reduksi yaitu 66,56 dengan rata-rata prosentase 15,04%, dan siklus II rata-rata sebesar 50,20 yang termasuk kedalam kategori rendah, dengan prosentase reduksi sebesar 20,69%. Penelitian dihentikan sampai siklus II karena sudah mencapai batas indicator, dimana sudah 75% siswa yang mengalami reduksi kedalam kategori rendah, dimana skor berada dibawh 60.
Kata kunci: perilaku menyontek, assertive training, siswa SMP
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“ Upaya Mereduksi Perilaku Menyontek Siswa Melalui Assertive Training Pada
Siswa Kelas VII B SMP N 2 Patuk.” Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Dekan FIP Universitas Negeri Yogyakarta yang telah berkenan mengesahkan
skripsi ini.
2. Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan kesempatan
dan dukungan penuh kepada penulis.
3. Ibu Isti Yuni Purwanti. M.Pd, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, dan semangat kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat terwujud dengan baik.
4. Kepala SMPN 2 Patuk, yang telah memberikan izin dan dukungan pada
penelitian ini.
5. Ibu Siti Nurjanah S.Pd, selaku guru Bimbingan dan Konseling SMP N 2
Patuk yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis.
6. Kedua orang tua saya bapak Joko Santoso, dan Ibu Rochani yang telah
memberikan dukungan, dan semangat dalam berbagai bentuk, serta doa yang
7. Sahabat-sahabat saya, yang telah memberikan semangat dan dukungan serta
bantuan dalam berbagai hal, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tanpa kehadirat Allah SWT, penulisan skripsi ini
tidak akan terwujud, begitupun atas bantuan berbagai pihak, baik moral, maupun
spiritual. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja sama dari
berbagai pihak.
Yogyakarta 17 September 2015 Penulis
DAFTAR ISI Hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv A. Kajian Tentang Perilaku Menyontek ... 12
1. Pengertian Perilaku Menyontek ...11
2. Bentuk Perilaku Menyontek ……….... 12
3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menyontek...15
B. Kajian Tentang Remaja ... 1. Pengertian Remaja ... 21
2. Tugas Perkembangan Remaja ... 22
3. Ciri-ciri Remaja ... 24
C. Kajian Tentang Assertive Training ... 29
1. Hakikat Perilaku Assertif ... 29
2. Tujuan Assertive Training... 31
3. Prosedur Assertive Training ... 31
D. Bimbingan Pribadi Sosial ... 36
E. Assertive Trainin Untuk Mereduksi Perilaku Menyontek ... 36
F. Hipotesis Tindakan ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 38
B. Subjek Penelitian ... 39
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
D. Desain Penelitian ... 40
E. Rancangan Tindakan ... 41
F. Teknik Pengumpulan Data ... 46
G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 50
H. Karakteristik Keberhasilan ... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Loksi Penelitian ... 56
B. Data Awal dan Subjek Penelitian ... 56
C. Diskripsi Pelaksanaan dan Hasil Tindakan ... 59
D. Pembahasan... 84
E. Keterbatasan Penelitian ... 87
BABA V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 88
B. Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 91
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Kisi-kisi Skala Perilaku Menyontek ... 48
Tabel 2. Skor Skala Perilaku Menyontek ... 49
Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Observas ... 49
Table 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancar ... 50
Table 5. Rumus Kategori Skala ... 54
Table 6. Kategori Skala Perilaku Menyontek ... 54
Table 7. Jadwal Kelas ... 57
Table 8. Hasil Pra Tindakan ... 58
Table 9. Daftar Siswa yang diberi Tindakan ... 59
Table 10. Rangkuman Item Gugur ... 60
Table 11. Hasil Pasca Tindakan ... 68
Table 12. Skor Perbandingan Pra Tindakan dan Pasca Tindakan I ... 69
Table 13. Hasil Pasca Tindakan II ... 80
DAFTAR GAMBAR
Hal
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Hasil observasi ... 94
Lampiran 2. Hasil wawancara ... 97
Lampiran 3. Skenario ... 104
Lampiran 4. Uji validitas dan reliabilitas ... 112
Lampiran 5. Skala Perilaku Menyontek ... 117
Lampiran 6. Hasil Skala Perilaku Menyontek ... 121
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sebuah elemen penting terhadap kelangsungan
hidup bangsa. Pendidikan memiliki peran penting yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa
generasi penerus bangsa dalam pemenuhan dalam kewajiban dan tanggung
jawab masyarakat. Pendidikan juga memiliki peran penting dalam kehidupan
yang serba maju, serta serba canggih seperti sekarang ini. Pendidikan
dikatakan penting untuk menjamin kehidupan karena pendidikan merupakan
wadah untuk meningkatkan, mengembangkan kualitas sumberdaya manusia
(Ichda Satria Figraha Arozy, 2010:1).
Perwujudan masyarakat yang berkualitas menjadi tanggung jawab
pendidikan dengan mempersiapkan peserta didik menjadi semakin berperan
untuk menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan
profesional pada bidangnya masing-masing. Kualitas keberhasilan
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh keterampilan dan kemampuan guru
dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran (Etin Solihatin &
Raharjo, 2007: 1).
Menurut UU No 20 Pasal 1 ayat 1: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pendidikan merupakan
Pendidikan juga memiliki tujuan untuk memberikan pengendalian diri,
mewujudkan kepribadian yang bermartabat guna menjadikan generasi penerus
bangsa sebagai generasi penerus yang berguna bagi bangsa dan negara.
Sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan pengajaran pada
peserta didik. Sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan
pendidikan secara formal, berbeda dengan keluarga dan masyarakat yang
memberikan pendidikan secara informal. Hamalik (Khoridatul Afroh, 2014:
1). Program pendidikan ada disetiap sekolah, meski dengan kurikulum yang
telah ditetapkan tentu memiliki aturan dan tata tertib masing-masing. Aturan
tersebut digunakan supaya proses belajar mengajar dapat berjalan dengan
lancar dan sesuai dengan perencanaan KBM. Aturan dan tata tertib yang
berlaku pada setiap sekolah pasti tidak lepas dari ketentuan bahwa setiap
siswa dilarang menyontek(Khoridatul Afroh, 2014:2).
Kegagalan dianggap sebagai ancaman bagi siswa, karena kegagalan
merupakan stimulus yang tidak menyenangkan. Respon yang dilakukan siswa
dalam menghadapi ancaman kegagalan bermacam-macam,misalnya
mempelajari materi secara teratur atau mempelajari soal-soal latihan yang
diberikan guru. Siswa yang memberikan respon negatif untuk menghindari
ancaman kegagalan tersebut dengan cara menyontek, Gibson (Sujana dan
Wulan, 1994: 1).
Siswa tidak boleh menyontek dikarenakan sistem pendidikan
Indonesia menggunakan tes atau evaluasi belajar terhadap materi yang
anak didik menyebabkan masyarakat memandang prestasi belajar hanya dari
pencapaian nilai yang tinggi, bukan pada prosesnya. Pandangan tersebut
menimbulkan tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tekanan
yang dirasa oleh siswa akan membuat siswa lebih berorientasi pada nilai,
bukan pada ilmu. Siswa dapat mempersepsi ujian sebagai alat untuk
menyusun peringkat dan dapat menyebabkan dirinya mengalami kegagalan,
bukanlah sebagai instrumenyang dapat menunjukkan kemajuan dalam proses
belajar meraka (Sujana dan Wulan, 1994: 2-3).
Menyontek merupakan tindakan kecurangan dalam tes, melalui
pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah (Sujana dan
Wulan 1994: 2-3). Menyontek memang harus dihilangkan karena menyontek
dapat menyebakan hasil evaluasi belajar yang didapatkan siswa tidak sesuai
dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Siswa menyontek maka hasil
evaluasi yang diperoleh bukanlah hasil kemampuan siswa itu sendiri,
melainkan sumbangan dari kemampuan yang dimiliki temannya. Siswa ada
yang menyontek maka hasil evaluasi seluruh siswa pasti akan berubah.
Perilaku menyontek memang harus dihilangkan karena perilaku
menyontek merupakan salah satu tindakan merugikan, yatu menyalin
jawabanyang menjadi hak milik orang lain. Kenyataan yang ada berkata lain,
perilaku menyontek semakin mengalami peningkatan.
Perilaku menyontek seolah-olah menjadi hal yang sulit untuk
dihilangka. Muncul pandangan pada masyarakat bahwa perilaku menyontek
oleh anak yang bodoh, hal tersebut salah. Menyontek tidak hanya dilakukan
siswa yang berprestasi rendah saja, siswa dan mahasiswa yang berprestasi
tinggi pernah melakukannya (Dody Hartanto, 2012: 2-3)
Bukti bahwa menyontek sudah menjadi benalu dalam pendidikan
karakter dapat juga diliahat dari adanya berbagai pemberitaan di media masa
yang mengungkapkan terjadinya perilaku menyontek ketika dilaksanakannya
Ujian Ahir Nasional maupun ketika Ujian Ahir Sekolah. Kegiatan menyontek
ada yang dilakukan tersistem maupun secara individual. Terdapat beberapa
siswa yang sedang menyontek dan tertangkap kamera wartawan ( Dody
Hartanto, 2012: 3)
Hari terahir pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMP tanggal 8 Mei
2014. Siswa berinisial AN dari SMP Trisila, mengaku mendapatkan bocoran
jawaban dari temanya di SMP N 4 secara gratis, tidak hanya Trisila ada
beberapa temannya yang mengakui mendapatkan jawaban dari sekolah lain.
Pengawas Ujian Nasional (UN) tidak pernah menegur saat AN dan temannya
berbisik-bisik untuk menyontek. Seorang siswa yang berinisial MI dari SMP
Muhamadiah V juga mengakui melihat teman saturuangan ujian dengannya
mengeluarkan kertas yang berisi bocoran jawaban Ujian Nasional (UN). MI
langsung berinisiatif untuk melaporkannya kepada pengawas ujian, namun MI
tidak mendapat respon dari pengawas ujian
Mei 2014 terjadi pula menyontek masal mengunakan alat komunikasi telepon
gengam atau handphone (HP) di SMP N 67 selama ujian nasional
jika penyelidikan menyontek masal terbukti kebenarannya. Kepala Pusat
Perlindngan dan Pendidikan Kemendikbud, mengatakan bahwa peristiwa
menyontek di SMP N 67 akibat pembiaran dari pengawas ujian
Menyontek tidak hanya dilakukan siswa pada saat ujian. Menyontek
ini juga terjadi saat siswa diberikan tugas oleh guru. Siswa yang enggan
mengerjakan tugas dirumah akan menyotek temannya di sekolah. Menyontek
ini dilakukan dengan cara menyalin tugas rumah teman yang sudah selesai.
Siswa melakukan hal ini karena siswa ingin memperoleh nilai yang maksimal
sekalipun siswa tidak mengerjakan tugas rumah secara maksimal, Dody
Hartanto(Budi Astuti, 2012:3). .
Pendapat ini diperkuat dengan hasil wawancara yang telah dilakukan
kepada salah satu siswa SMPN 2 Patuk yang dilaksanakan pada tanggal 25
Januari 2015. MY salah satu siswa kelas VII B mengatakan bahwa perilaku
menyontek ini dilakukan saat ada ulangan harian maupun di pagi hari sebelum
bel masuk sekolah berbunyi. Menyontek di pagi hari ini dilakukan karena
para siswa tidak mengerjakan tugas rumah dan mereka menyontek pekerjaan
rumah milik temannya. Siswa melakukan hal ini karena sudah biasa menyalin
jawaban temannya (bergantung pada teman yang biasanya memberi jawaban).
MY juga mengatakan teman yang dianggap pintar dan memiliki jawaban
ujian, selalau mengerjakan PR di rumah tidak pernah menolak jika
teman-temannya meminta dan menyontek jawabannya. MY menjelaskan bahwa
jawaban, kalaupun ada siswa yang menyontek dengan melihat catatan itu
sangatlah sedikit. Siswa sering menyontek ketika pagi hari, siswa meminjam
PR teman yang belum selesai mengerjakan, dan itu dilakuka oleh sebagian
besar siswa.
Wawancara yang dilakukan tanggal 8 April 2015 pada salah satu guru
mata pelajaran diperoleh data bahwa siswa kelas VII B memang sering
menyontek. Siswa biasanya menyontek teman ketika ujian, mengerjakan tugas
rumah, maupun saat ulangan harian. Siswa menyontek karena siswa takut
dihukum jika tidak mengerjakan PR, selain itu siswa juga takut nilainya akan
dikurangi jika ia tidak mengerjakan PR. Guru mata pelajaran tersebut
menjelaskan bahwa siswa yang memiliki jawaban tidak pernah menolak jika
temannya menyontek jawaban miliknya. Siswa tertentu yang sering dimintai
jawaban saat ulangan terlihat kesal jika temannya terus menerus bertanya,
namun siswa masih memberikan jawaban pada teman yang menyontek.
Berdasarkan wawancara pada tanggal 25 Januari 2015 yang dilakukan
terhadap guru BK SMP N 2 Patuk dapat diketahui, bahwa siswa kelas VII B
memang sering melakukan perilaku menyontek siswa kelas VII B menyontek
saat ulangan dengan cara melihat jawaban teman dan menyalinnya,
memberikan kode untuk meminta ataupun memberi jawaban. Selain itu
menyontek juga dilakukan dengan cara pergi ke kamar mandi secara
bergantian dan meletakan kunci jawaban disalah satu bagian kamar mandi.
Guru BK di SMP N 2 Patuk memaparkan bahwasanya di kelas VII B belum
BK merupakan salah satu sarana untuk memberikan layanan konseling bagi
warga sekolah, baik layanan bimbingan pribadi, dalam bentuk klasikal,
konseling individu maupun konseling kelompok. Guru BK SMP N 2 Patuk
sudah mengupayakan secara maksimal untuk memberikan layanan bimbingan
dan konseling, namun keterbatasan waktu menjadi salah satu kendala
pemberian layanan bimbingan dan konseling.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada salah satu
siswa kelas VIIB, guru mapel dan Guru BK di SMP N 2 Patuk, peliti tertarik
untuk melakukan penelitian tindakan kelas di SMP N 2 Patuk. Hal ini
didukung oleh observasi yang telah dilakukan peneliti. Berdasarkan observasi
yang dilakukan didapat hasil bahwa siswalebih banyak melakukan perilaku
menyontek secara sosial. Perilaku menyontek yang ditunjukkan dilakukan
dengan cara meminta jawaban pada teman, meminjam PR, sebagian besar
siswa yang dimintai jawaban menolak ketika ada teman yang meminta
jawaban. Pemanfaatan media BK di SMP N 2 Patuk dirasa masih kurang, di
depan ruang BK ada papan kosong untuk menempelkan mading atau poster
yang berkaitan dengan layanan BK di sekolah, akan tetapi papan tersebut
terlihat kosong. Mading atau poster yang berkaitan dengan BK yang mampu
dijadikan sebagai salah satu media untuk mereduksi perilaku menyontek siswa
tidak terlihat disana.
Berdasarkan Permendiknas No. 35 Tahun 2010, BK bertugas untuk
mengoptimalkan potensi siswa agar siswa mampu mandiri dan berkembang
secara optimal dalam bidang layanan bimbingan pribadi, sosial belajar dan
karir. Tugas ini dirasa peneliti belum sempurna jika guru BK masih
membiarkan perilaku menyontek terjadi. Upaya yang dilakukan untuk
mereduksi perilaku menyontek salah satunya menggunakan assertive training.
Corey (2009: 429) menyatakan bahwa asumsi dasar dari pelatihan
asertif adalah setiap orang memiliki hak untuk mengungkapkan perasaannya,
pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap
menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut
Berdasarkan permasalahan yang ada dan penjelasan mengenai
assertive training maka peneliti dalam membantu mereduksi perilaku
menyontek pada siswa adalah memberikan layanan konseling menggunakan
teknik assertive training, dalam menggunakan teknik asertif ini, peneliti
berusaha memberikan keberanian pada konseli dalam menghadapi kesulitan
terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik asertif ini adalah dengan role playing,
siswa nantinya akandilatih untuk menghadapi kondisi yang tidak
menyenangkan yang berasal dari lingkungannya.
Peneliti terdahulu juga sudah mengembangkan dan menerapkan
assertive training untuk siswa. Hasil penelitian dari Risma Fidiyanti (2009: 1)
menjelaskan bahwa assertive training cocok untuk mereduksi perilaku
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas
dapat diidentifikasi beberapa masalah yang dapat diteliti, yaitu :
1. Sebagian besar siswa tidak bisa menolak ketika ada teman yang
meminjam tugas rumah.
2. Kurangnya asertivitas siswa membuat perilaku menyontek marak terjadi
di kelas VII B.
3. Belum diterapkannya teknik assertive training untuk mereduksi perilaku
menyontek di kelas VII B
C. Batasan Masalah
Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, peneliti membatasi
masalah pada permasalahan belum diterapkannya teknik assertive training
untuk mereduksi perilaku menyontek di kelas VII B.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan
masalahnya sebagai berikut: Bagaimana mereduksi perilaku menyontek
menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas VII B SMP N 2
Patuk
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai peneliti mengetahui penggunaan assertive
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan mafaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Sumbangan pemikiran penelitian ini dapat digunakan untuk
menambah khasanah kepustakaan dalam bidang bimbingan dan konseling.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi guru Bk
Bagi guru BK diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai keefektifan assertive trainingdalam mereduksi perilaku
menyontek siswa
b. Bagi peserta didik.
Dapat mereduksi perilaku menyontek peserta didik sehingga
peserta didik mampu menjadi generasi penerus bangsa yang
berkarakter dan berkualitas.
c. Bagi peneliti selanjutnya.
Memberikan dasar pengembangan penelitian lebih lanjut
dalam memahami lebih mendalam mengenai assertive training serta
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Perilaku Menyontek
1. Pengertian Menyontek
Menyontek merupakan bentuk kecurangan akademik yang
membuat hasil evaluasi berubah, karena hasil evaluasi tidak dapat
menggambarkan ketercapaian kemampuan siswa yang sebenarnya.
Hasil evaluasi tersebut menjadi landasan untuk mengambil
keputusan salah satunya adalah untuk menentukan kelulusan siswa
selama mengikuti proses pembelajaran, sehingga siswa harus
menyiapkan diri dengan baik untuk menghadapi evaluasi (Warisyah,
2013:3)
Dody Hartanto (Budi Astuti, 2012: 3) yang menjelaskan bahwa
perilaku plagiat merupakan bagian dari perilaku menyontek yang
dimaknai sebagai mengambil kata atau ide dari pekerjaan orang lain.
Menyontek ini tidak hanya dilakukan ketika ujian. Menyontek ini juga
dilakukan ketika siswa menyalin tugas temannya, baik tugas rumah
maupun tugas disekolah.
Menyontek dapat diartikan dengan perbuatan penipuan atau
tindakan yang tidak jujur. Menyontek sebagai perbuatan curang, tidak
jujur dalam mendapatkan jawaban pada saat tes. Perilaku menyontek
dilarang karena perilaku menyontek merupakan perbuatan yang
Hartanto,2012: 10). Pendapat ini juga didukung oleh Kelly R.Taylor
(Dody Hartanto, 2012:11) yang menjelaska menyontek merupakan
mengikuti ujian melalui jalan yang tidak jujur. Melanggar aturan dalam
ujian dan kesepakatannya. Ketidak jujuran ini bisa dilakukan melalui
beberapa cara mulai dari melihat dan menyalin jawaban teman,
bertanya pada teman saat ujian, maupun dengan meminjam jawaban
teman saat ujian. Inilah yang menyebabkan perilaku menyontek harus
dihindari.
2. Bentuk Perilaku Menyontek
Individu memiliki bermacam-macam cara untuk melakukan
perilaku menyontek. Kalasumeir (Uni Setyani, 2007: 19) yang
mengemukakan bahwa menyontek dapat dilakukan dengan berbagai
bentuk, antara lain:
a. Menggunakan catatan jawaban sewaktu tes
Siswa mencatat materi yang akan diujikan ketika ujian
siswamembuat catatan dan menyalinnya untuk menjawab pertanyaan
yang ada, inilah yang disebut sebagai menggunakan jawaban ketika
tes.
b. Memberi jawaban yang telah selesai pada teman
Siswa yang sudah selesai mengerjakan tugas maupun dalam ujian
biasanya menjadi sasaran siswa lain untuk menyontek. Siswa yang
belum selesai mengerjakan tugas maupun ujian biasanya meminta
akan memberikan jawaban yang diminta oleh temannya. Pemberian
jawaban ini bisa dilakukan melalui isyarat, media informasi, ataupun
dengan memperlihatkan secara langsung jawaban yang dimiliki.
c. Mengelak dari peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
Guru maupun sekolah tentu memiliki peraturan untuk tidak
menyontek. Peraturan sekolah ada dengan tertulis, saat ulangan
biasanya guru menerangkan peraturan untuk tidak menyontek, siswa
mengelak dan melakukan perilaku menyontek tersebut. Mengelak
dari peraturan ini juga dilakukan pada saat mengerjakan tugas, siswa
mengelak dengan cara tetap mengerjakan tugas di sekolah dengan
cara menyontek
d. Mengelak dari peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pada saat
ujian, baik peraturan tertulis maupun peraturan yang ditetapkan oleh
guru. Siswa tidak menghiraukan peraturan yang sudah ada dan tetap
melakukan perilaku menyontek.
Bentuk-bentuk perilaku menyontek mengalami perkembangan, hal
ini dikemukakan oleh Alhadz (Uni Setyani, 2007: 19) yang menyebutkan
bentuk- bentuk menyontek sebagai berikut
a. Perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam ujian
Perjokian ini dilakukan dengan cara menyuruh orang lain untuk
menggantikan peserta ujian agar nilai dan hasil yang diperoleh
b. Memberi lilin/ pelumas atau menebarkan atom magnet pada lemba
jawab. Memberi lilin/ pelumas atau menebar atom magnet pada
lembar jawab komputer ini bertujuan untuk mengecoh mesin scanner
komputer, sehingga gagal mendeteksi jawaban dan menganggap
semua jawaban benar.
Individu yang menjalani tersebut melakukan perilaku
menyontek seperti ini biasanya dikarenakan bingung akan jawaban
yang benar, sehingga individu memilih untuk melakukan hal tersebut.
Hethrington and Feldman (Dody Hartanto, 2011 : 17)
mengelompokkan menyontek kedalam empat bentuk, yaitu:
a. Individual-oppor-tu-nistic.
Merupakan sebagai perilaku dimana siswa menganti suatu jawaban
ketika ujian atau tes sedang berlangsung dengan menggunakan
catatan ketika guru keluar dari kelas.
b. Independen planned
Penggunaan catatan ketika tes atau ujian berlangsung, dengan kata
lain membawa jawaban yeng telah lengkap atau dipersiapkan
dengan menulis terlebih dahulu sebelum ujian berlangsung.
c. Social-active.
Perilaku menyontek dilakukan dengan cara menjiplak, meminta
d. Social-pas-sive.
Perilaku menyontek dimana individu memperbolehkan teman atau
oranglain melihat dan mengkopi jawabannya.
Berdasarkan bentuk bentuk perilaku menyontek dapat diambil
kesimpulan bahwa bentuk-bentuk perilaku menyontek dilakukan
dengan cara: menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian/ tes,
mencontoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang telah
selesai kepada teman, dan mengelak dari aturan-aturan, maupun
kecurangan dengan menyewa joki dan memberi pelumas pada lembar
jawab komputer.
3. Faktor yang Mempengaruhi perilaku Menyontek
Individu yang melakukan perilaku menyontek tentunya
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Kalsumer (Uni Setyani
2007: 20) faktor yang mempengaruhi menyontek adalah:
a.Malas belajar
Siswa merasa malas untuk berusaha karena siswa merasa usaha
apapun yang dilakukan tidak akan berperan banyak dalam
keberhasilannya. Siswa yang memiliki konsep diri negatif akan
merasa tidak percaya diri dengan kemampuannya dan malas
berusaha karena merasa dirinya tidak kompeten dan tidak akan
b. Ketakutan mengalami kegagalan dalam meraih prestasi
Ketakutan akan suatu kegagalan dan mendapatkan nilai yang
tidak baik membuat individu/ siswa merasa khawatir. Ketakutan
akan kegagalan ini dihindarai dengan melakukan perilaku
menyontek.
c.Tuntutan dari orang tua untuk mendapatkan nilai yang baik
Harapan orang tua yang terlalu tinggi membuat anaknya takut
gagal dan mengecewakan orangtuanya. Ketakutan inilah yang
mendorong anak untuk menyontek
Dody Hartanto (2011: 40-42) mengungkap lebih dalam
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek
siswa, adapaun faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan
plagiarism
Siswa yang menyontek ini kurang memahami mengenai
menyontek dan dampak dari perilaku menyontek, baik bagi pelaku
maupun bagi pemberi contekan.
b.Keinginan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan cara
yang efisien
Siswa yang ingin memperoleh nilai yang baik sering tidak disertai
dengan kemampuan dan keinginan belajar yang lebih giat, itulah
yang menyebabkan keinginan untuk melakukan perilaku
c. Masalah mengenai pegaturan waktu
Siswa yang tidak dapat mengatur waktu belajar dengan baik tidak
akan mampu belajar secara maksimal, inilah yang menjadi salah
satu faktor munculnya keinginan untuk menyontek.
d. Permasalahan nilai yang dianut, anggapan wajar tentang
menyontek
Sebagian siswa menganggap menyontek adalah hal yang wajar,
siswa sering melihat teman-temannya menyontek dan tidak
mendapat teguran dari guru. Hal inilah yang menjadi salah satu
faktor pendorong siswa untuk menyontek.
e. Menentang atau kurang menghormati aturan yang sudah ada
Siswa yang menyontek tentunya sudah paham mengenai
peraturan untuk tidak menyontek, namun siswa tetap menyontek
tanpa menghiraukan peraturan yang ada.
f. Perilaku yang negatif guru dan kelas
Kelas biasanya membawa pengaruh, siswa yang teman sekelasnya
menyontek akan ikut terpengaruh menyontek, sedangkan guru
yang membiarkan siswa menyontek akan membuat siswa untuk
terus menyontek.
g. Kurangnya pencegahan
Guru yang melihat siswanya menyontek terkadang membiarkan
sebelum melakukan ujian guru membacakan mengenai peraturan
ujian dan salah satu isinya siswa dilarang menyontek, namun
siswa tetap menyontek dan guru membiarkan, hal ini yang
membuat siswa lebih leluasa untuk menyontek.
h.Tekanan dari teman sebaya
Teman sebaya tentu memiliki pengaruh yang luas terhadp
perilaku menyontek. Siswa yang tidak mau memberi contekan
biasanya akan diejek, dikucilkan dan dijauhi temannya. Keadaan
seperti ini yang menjadi salah satu faktor pemicu menyontek.
i. Pandangan bahwa menyontek tidak memberikan dampak pada
orang lain
Siswa yang menyontek biasanya hanya memikirkan
keberhasilannya sendiri. Siswa tidak memahami bahwa
meyontekitu dapat merugikan teman yang dimintai contekan.
j. Menyontek terjadi karena erosi perilaku
Menyontek dapat terjadi karena erosi perilaku, yakni siswa lebih
mementingkan membantu teman-teman untuk memenuhi
keberhasilan saat ujian. Siswa tidak menghiraukan mengenai
dampak negatif yang ditimbulkan dari menyontek.
k. Menyontek karena pembiaran oleh guru
Guru yang mengawasi ujian membiarkan saja siswanya
menyontek, selain itu guru juga mengawasi ujian dengan tidak
ditinggal keluar ruangan dengan kurun waktu yang lumayan lama,
dan lain-lain.
l. Menyontek karena tuntutan orang tua akan rangking
Tuntutan rangking maupun nilai yang tinggi dari orang tua,
maupun syarat yang diajukan orang tua jika anaknya
menginginkan hadiah membuat siswa untuk melakukan berbagai
cara agar mendapatkan nilai terbaik, siswa melakukan semua cara
untuk mendapatkan nilai terbaik, salah satunya dengan
menyontek.
m.Menyontek merupakan pertarungan dalam diri individu.
Menyontek merupakan pertarungan antara Dash Ich dan Das Uber
Ich, yaitu pertarungan antara dorongan-dorongan yang realistis
rasional dan logis melawan melawan prinsip-prinsip moralitas dan
pencarian kesempurnaan. Pertarungan ini terjadi karena ingin
menciptakan keinginan memperoleh nilai yang baik berdasarkan
lingkungan sekitarnya. Keinginan siswa untuk mendapatkan nilai
yang baik dengan menyontek.
n. Menyontek dikarenakan masalah prokrastinasi.
Siswa yang melakukan prokrastinasi (menunda-nunda pekerjaan)
akan mudah menjadi siswa penyontek dibandingkan dengan siswa
yang menepati waktu belajar. Siswa yang melakukan prokrastinasi
tidak akan memiliki kesiapan dalam menghadapi ujian maupun
mengakibatkan siswa mamilih cara negatif untuk menyelesaikan
tugas maupun ujiannya. Cara negatif yang dilakukannya adalah
dengan menyontek.
o. Menyontek dan tingkat kecerdasan.
Siswa yang memiliki kecerdasan yang baik akan lebih mudah
mengerjakan tugas maupun ujian yang diberikan, namun siswa
yang memiliki kecerdasan yang rendah merasa kesulitan dalam
mengerjakan ujian dan hasinya nilai tidak sesuai dengan yang
diharapkan, hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong
untuk menyontek.
p. Menyontek berdasarkan status sosial dan ekonomi.
Menyontek berdasarkan status sosial dan ekonomi ini terlihat
manakala siswa dari sekolah swasta lebih banya yang menyontek
dibandingkan dengan siswa yang bersekolah di sekolah negeri.
Siswa yang tinggal di kota lebih sering menyontek dibandingkan
dengan siswa yang sekolah di desa.
q. Menyontek berdasarkan jenis kelamin.
Laki-laki lebih sering menyontek, hal ini disebabkan karena
perempuan memiliki standar moralitas yang tinggi dibandingkan
laki-laki.
Berdasarkan paparan diatas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku
merupakan faktor yang berasal dari dalam diri indvidu dan faktor
eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor
internal dari perilaku menyontek adalah malas belajar, kurag
pemahaman mengenai menyontek, ketakutan akan kegagalan,
rendahnya efikasi diri, status ekonomi dan sosial, keinginan untuk
mendapatkan nilai yang tinggi, siswa menganggap menyontek
merupakan suatu hal yang biasa.
B. RemajaKajian Tentang Remaja 1. Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata latin yaitu adolescence yang
menggambarkan seluruh perkembangan remaja, baik
perkembangan fisik, intelektual, emosi dan sosial. Masa remaja
ditinjau dari rentang kehidupan manusia merupakan masa
peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Sifat
remaja sebagian sudah tidak menunjukkan sifat masa
kanak-kanaknya, tetapi juga belum bisa menunjukkan sifat-sifat sebagai
orang dewasa (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008:124).
Individu dikatakan remaja dari segi fisik apabila organ
tubuh pada remaja tersebut sudah mulai masak. Remaja dari segi
emosional telah mampu mengungkapkan perasaanya, sudah
memiliki empati, serta memahami gejolak emosi diri sendiri.
Remaja akan mulai tertarik dengan hubungan sosial, mengenal
mencari jati diri, serta mampu memahami perasaan orang lain.
Remaja juga harus mampu menggunakan pikirannya secara logis.
Remaja dapat memahami baik dan buruk, serta mampu bertindak
sesuai dengan peraturan yang ada.
Hurlock (1997: 206) menyatakan awal masa remaja
berlangsung dari 13 tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun, dan
akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 sampai 18 tahun,
yaitu matang secara hukum. Remaja dikatakan matang secara
hukum karena remaja dinilai mampu untuk membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk. Remaja juga diharapkan mampu
untuk berperilaku dengan baik, sesuai dengan norma yang ada dan
tidak melanggar hokum. Remaja diharapkan mamapu untuk
memahami perilaku yang dilakukannya melanggar hukum yang
berlaku atau tidak. Kemampuan remaja untu berperilaku sesuai
hukum yang ada diharapkan mampu menjadi acuhan agar remaja
berperilaku tanpa melanggar hukum dan selalau mengingat akan
hukum yang ada dan memahami resiko pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh remaja, apabila remaja melakukan suatu tindakan.
2. Tugas Perkembangan Remaja
Remaja yang berhasil mencapai tugas perkembangannya
akan membawa kebahagiaan yang diharapkan dan dapat
membawa keberhasilan pula pada tugas perkembangan
perkembangannya akan menimbulkan ketidakbahgiaan pada
dirinya sendiri, tidak diterima lingkungan sekitar dan merasa
kesulitan untuk mencapai tugas perkembangan selanjutnya.
Tugas perkembangan remaja menurut Renita
Mulyaningtyas (2006:87) adalah sebagai berikut:
a.Menerima keadaan fisik dan menjalankan perannya
masing-masing.
b.Menjalani persahabatannya terutama dengan lawan jenis. c.Memperoleh kebijakan secaraemosional dari orang dewasa. d.Mengembangkan kemampuan intelektual menjadi warga yang
baik.
e.Melakukan tingkah laku yang dapat diterima lingkungan sekitar. f.Menentukan dengan penuh kesabaran nilai-nilai yang benar dan
salah.
Tugas perkembangan remaja meliputi mencapai hubungan
baru yang lebih matang dengan teman sebayanya baik sama jenis
maupun dengan lawan jenis, menerima keadaan fisik dan perannya
sebagai seorang laki-laki dan perempuan, mulai berusaha untuk
mandiri, berusaha mencapai perilaku sosial yang bertanggung
jawab dan mulai mempersiapkan masa depannya.
Remaja awal diharapkan mampu memberi penilaian
terhadap keadaan dirinya secara apa adanya, seperti dapat menilai
atau mengukur hal-hal dalam dirinya, yang disenangi maupun
yang tidak disenangi oleh teman-teman sepergaulannya, serta
memiliki gambaran diri yang realistis. Tugas perkembangan masa
remaja menuntut perubahan besar dari sikap dan perilaku,
tugas-tugas perkembangan remaja awal. Tugas perkembangan
remaja tidak universal namun sangat tergantung oleh lingkungan
sekitar, sehingga ada kemungkinan tugas perkembangan tersebut
tidak dicapai oleh remaja.
Tugas perkembangan remaja meliputi mencapai hubungan
baru dengan lebih matang baik dengan sesama jenis maupun
dengan lawan jenis, menerima keadaan fisik dan perannya sebagai
laki-laki dan perempuan,mulai berusaha untuk mandiri, berusaha
untuk mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab dan mulai
mempersiapkan masa depannya. Remaja belum bisa bertanggung
jawab dan mulai mempersiapkan masadepannya akan kesulitan
jika dihadapkan dengan permasalahan dan akan mencari jalan
pintas untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, seperti
melakukan kecurangan ketika latihan atau tes, dan mengelak dari
tanggungjawab dengan melihat dan menyalin tugas rumah milik
teman.
3. Cirri- ciri Remaja
Seperti halnya dengan masa yang lain, remaja juga
memiliki ciri-ciri, Hurlock (Rita Eka Izzaty, 2008: 124-126)
mengemukakan ciri-ciri masa remaja yang berumur 12-18 tahun
a. Masa remaja sebagai periode penting
Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan
cepatnyaperkembangan mental yang cepat menimbulkan
penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai maupun minat
baru. Perkembangan fisik dan mental pada remaja, berbeda-beda
dan dipengaruhi oleh berbagai hal.
b. Masa remaja merupakan periode peralihan
Masa remaja disebut masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa, sehingga remaja harus meninggalkan sesuatu
yang bersifat kanak-kanak ke masa dewasa serta mempelajari
sikap yang baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang
sudah ditinggalkan. Pada masa ini remaja bukan anak-anak dan
remaja juga bukan orang dewasa, melainkan perubahan dari
anak-anak menjadi dewsa.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Masa remaja merupakan masa dimana individu mengalami
perubahan, baik secara fisik, sikap maupun perilaku. Remaja
yang mengalami perubahan fisik cepat maka perubahan sikap
dan perilaku remaja juga akan berlangsung cepat, sebaliknya
jika perubahan fisik remaja lambat maka perubahan sikap dan
yaitu perubahan tubuh, meningkatnya emosi, minat dan peran
yang diharapkan, berubahnya minat dan pola perilaku serta
adanya sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Perubahan
itu pasti dialami oleh setiap remaja, namun cepat atau lambatnya
perubahan setiap individu berbeda-beda.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Remaja berusaha untuk menunjukan siapa dirinya dan perannya
dalam kehidupan masyarakat. Cara yang digunakana oleh
remaja untuk mencari identitas dapat berupacara positif maupun
cara yang negatf.
e. Usia bermasalah
Masa remaja disebut sebagai usia bermasalah karena pada masa
ini tidak seperti pada masa sebelumnya yang selalu dibantu oleh
orangtua dan guru dalam menyelesaikan masalah. Remaja akan
menyelesaikan semua permasalahannya sendiri. Remaja
menolak bantuan penyelesaian masalah dari orang tua maupun
guru. Remaja merasa bahwa ia mampu menyelesaikan masalah
f. Masa remaja merupakan usia yang menimbulkan ketakutan,
kesulitan
Masa remaja disebut usia bermasalah karena pada masa remaja
sering timbul pandangan yang kurang baik atau bersifat negatif.
Remaja yang dipandang negatif akan sulit untuk melakukan
peraihan dari masa rmaja menuju masa dewasa. Pandangan yang
bersifat negatif inilah yang menimbulkan pertentangan antara
orang dewasa dengan remaja.
g. Masa remaja masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang dirinya dan orang lain
sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana adanya,
terutama pada cita-citanya. Pengalaman pribadi remaja semakin
bertambah dan sosialnya serta kemampuan berfikir rasional
remaja memandang diri dan orang lain semakin realistik. Masa
remaja sudah mamapu untuk memikirkan masa depannya secara
realistik.
h. Masa remaja ambang masa dewasa
Masa remaja merupakan masa peralihan atara masa anak-anak
dan masa dewasa. Menginjak masa dewasa remaja merasa
gelisah untuk meningalkan masa belasan tahun. Remaja belum
membuat remaja mulai menunjukan perilaku sebagaimana orang
dewasa, hal inidilakukan agar remaja mendapat pencitraan
seperti orang dewasa.
4. Hubungan Sosial Remaja
Syamsu Yusuf (2007:122) menyatakan bahwa
perkembangan sosial remaja merupakan pencapaian kematangan
dalam hubungan sosial, dengan kata lain proses pembelajaran
dalakm penyesuaian diri terhadap norma-norma kelompok, moral
dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan bekerjasama. Lingkungan sosial sangat
berpengaruh pada remaja, baik orang tua, keluarga, orang dewasa
lainnya maupun teman sebaya.
Perkembangan sosial remaja membutuhkan kelompok
sosial yang mampu menerima remaja apaadanya. Endang
Poerwanti (2002:117) menyatakan bahwa kelompok remaja yang
sehat akan memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Kelompok sosial merupakan wahana yang tepat bagi remaja
untuk membentuk sikap sosial yang positif. Pembentukan sikap
sosial remaja tidak cukup dengan materi yang diceramahkan
b. Keberhasilan remaja untuk mencapai kebebasan emosional dari
orang tua juga akan tercapai dengan bantuan kelompok
sosialnya, dalam kelompok ini remaja akan belajar untuk dapat
memenuhi kewajiban sebagai makhluk sosial dan berusaha
memenuhi hak-hak dari anggota kelompok yang lain;
c. Perilaku heteroseksual yang sehat juga akan dapat
dikembangkan dalam kelompok-kelompok sosialnya, remaja
laki-laki akan cenderung berusaha melindungiremaja
perempuan, sesuai dengan peran gender yang diperankannya.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
remaja sangat bergantung padakelompok-kelompok sosialnya
untuk mencapai kematangan emosional. Tercapainya suatu
hubungan sosial yang baik didukung dengan kemampuan remaja
dalam berinteraksi dan membuka diri untuk mengutarakan
permasalahan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain.
C. Kajian Tentang Assertive Training
1. Hakikat Perilaku Asertif
Towned Anni (1991:4) individu yang bersikap asertif dapat
disebutkan sebagai orang yanag mempunyai kepercayaan diri,karena orang
yang percaya diri selalu berikap positif pada dirinya sendiri dan orang lain.
Sikap ini akan menjadikan seseorang menjadikan seseorang tegas, jujur
orang lain.Senada dengan Towned Anni(Corry,2009: 54) menjelaskan
bahwa sikap asertif adalah ekspresi langsung, jujur, dan pada tempatnya
dan pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa
kecemasan yang beralasa. Maksuddari kata langsung adalah tidak
berbelit-belit, sehingga individu mampu focus pada ada yang ingin diucapkan.
Jujur berarti pernyataan maupn gerak-gerik individu sesuai dengan apa
yang diinginkan.Galassi (Roaks 1991:9) menjelaskan bahwa perilaku
asertif merupakan situasi yang khusus, sehingga individu yang
berperilaku asertif pada suatu lingkungan tertentu belum pasti berperilaku
asertif dalam lingkungan yang berbeda.
Perilaku asertif umumnya berbeda dengan perilaku non asertif dan
perilaku agresif. Individu yang non assertifakan menyangkal perasaan
mereka yang sesungguhnya dan mencegah hal yang menggambarkan
perasaan mereka. Individu yang no assertif mengizinkan orang lain untuk
mengambil keputusan tentang mereka, mereka juga mencapai tujuan
mereka. Individu yang memiliki sikap agresif akanmenyelesaikan tujuan
mereka dengan mengorbankan orang lain. Individu yang agresif selalu
menyatakan perasaan dengan emosional, mendominasi oranglain dan tidak
menghargai orang lain. Asertif berbeda dengan perilaku agresif dan non
asertif, asertivitas meliputi pengambilan apa yang dibutuhkan dengan cara
yang tidak menyakiti orang lain dan tidak memaksa satu sistem nilai pada
2. Tujuan Assertive Training
Towned Anni (1991:9) yang memaparkan bahwa assertive training
memiliki tujuan untuk mengajarkan individu mengekspresikan diri mereka
dengan cara yang mencerminkan kepekaan terhadap perasaan dan hak
perasaan orang lain. Sikap asertif yang dimaksud bukanlah sikap agresi,
dengan demikian individu yang asertif dapat membela hak-hak mereka
tanpa mengabaikan perasaan orang lain. Assertive training juga bertujuan
agar seseorang mampu mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas
pilihannya.
3. Prosedur Assertive Training
Towned Anni (1991:15-101) mengembangkan assertive traning ke
dalam tiga tahap, yaittu:
a. Self awareness
Pada tahap ini peserta diberikan questioner untuk mengetahui tingkat
keasertifannya. Kemudian peserta dikenalkan dengan arti dan
karakteristik individu dari perilaku pasif, manipulatif, agresif, dan
asertif. Disamping itu diberikan pula tentang penyebab yang
mengakibatkan perilaku tersebut berkembang. Peserta diajak untuk
b. Mengembangkan asertifitas diri
Tahap ini memiliki beberapa program yang dikembangkan peserta
melalui self recognition. Metode yang dikembangkan pada tahap ini
adala dengan mengenali dan menganalisis pikiran negatif tentang
dirinya dan mengubah dengan pemikiran positif mengenai dirinya.
c. Megembangkan dan memelihara perilaku asertif pada orang lain.
Metode yang dapat dikembangkan pada tahap ini adalah dengan cara
memberi dan menerima umpan balik yang berkualitas baik,
mempengaruhi perilaku orang lain dan mengembangkan serta
menjamin perilaku assertif melalaui konseling. Namun dalam
pengaruh orang lain teteap dalam kerangka asertif I’m OK-You’re
OK.
Corey (2009: 214-215) mengembangkan pelatihan assertive lebih
berfokus pada pelaksanaan secara kelompok. Pembentukan kelomok
dibagi dengan membagi peserta dimana dalam suatu kelompok terdiri atas
delapan sampai sepuluh anggota yang memiliki latar belakang yang sama.
Terapis bertindak sebagai penyelengara dan pengarah permainan peran,
pelatih, pemberi perkuatan, dan sebagai model peran, dalam diskusi-
diskusi kelompok, terapis bertindak sebagai seorang ahli, memberi
bimbingan dalam situasi- situasi permainan peran, dalam memberikan
umpan balik kepada anggotanya. Sesi-sesi dalam assertive training
a. Sesi 1
Sesi pertama ini dimulai dengan pengenalan dedaktik tentang
kecemasan sosial yang tidak realistis, pemusatan pada belajar
menghapus respon-respon internal yang tidak efektif dan telah
mengakibatkan kekurangan pada belajar peran tingkah laku asertif.
b. Sesi 2
Sesi dua ini memperkenalkan sejumlah latihan relaksasi dan setiap
anggota menerangkan tingkah laku spesifik dalam komunikasi situasi
interpersonal yang menurutnya menjadi masalah. Anggota kemudian
membuat perjanjian untuk melanjutkan tingkah laku menegaskan diri
yang semula mereka hindari sebelum memasuki session berikutnya.
c. Sesi 3
Anggota menerangkan tentang tingkah laku menegaskan diri yang telah
dicoba dijalankan oleh mereka dalam situasi-situasi kehidupan nyata.
Mereka berusaha mengevaluasi dan jika belum sepenuhnya berhasil,
kelompok langsung berusaha menjalankan permainana peran.
d. Sesi 4
Selanjutnaya terdiri atas penambahan pelatihan relaksasi, pengulangan
perjanjian, untuk menjalankan tingkahlaku menegaskan diri yang
diikuti oleh evaluasi.
Pendapat yang telah diuraikan Corey di atas menjelaskan bahwa
permainan peran setelah pesertamencoba untuk mengimplementasikan.
Sundari (Dzakiyatus Sholicah Alchanifah, 2011: 34-36) menjelaskan
bahwa permainan peran dilaksanakan sebelum peserta mencoba untuk
mengimplementasikan perilaku assertif. Prosedur umum dalam pelatihan
asertif menurut Sundari adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi masalah, yaitu dengan menganalisis permasalahan konseli
secara komperhensif.
b. Pilih salah satu situasi yang akan diatasi, dengan memilih terlebih
dahulu situasi yang menimbulkan kesulitan atau kecemasan paling
kecil.
c. Analisis situasi, yaitu dengan menunjukkan pada konseli bahwa
terdapat banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalahnya tersebut. Identifikasi alternatif penyelesaian masalah.
d. Menetapkan alternatif penyelesaian masalah. Konselor dan konseli
bersama-sama berusaha menentukan tindakan yang paling sesuai,
mungkin, cocok, layak dengan keinginan dan kemampuan konseli, serta
memiliki kemungkinan peluang keberhasilan paling besar.
e. Mencoba alternatif yang dipilih, dengan bimbingan secara bertahap.
f. Konseli diajarkan untuk mengimplementasi pilihan tindakan yang telah
dipilihnya.
g. Dalam pelatihan harusnya diperhatikan hal-hal yang yang terkaitdalam
kalimat, tingkat kecemasan yang terjadi, serta kesungguhan dan
motivasinya.
h. Diskusi hasil, hambatan dan kemajuan-kemajuan yang terjadi, serta
tindak lanjut.
i. Konseli diberi tugas untuk mencoba melakukan hal-hal yang sudah
dibicarakan secara langsung dalam situasi yang nyata.
j. Evaluasi hasil dan tindak lanjut.
Assertive training dapat dilakukan secara individu maupun
kelompok. Pada pembentukan kelompok, peserta latihan terdiri dari
delapan sampai sepuluh anggota. Trainer bertindak sebagai pembimbing
dan pengarah selama latihan. Berdasarkan berbagai tahapan dalam
assertive training, maka peneliti menyusun tahapan assertive training
dalam rangka mereduksi perilaku menyontek siswa sebagai berikut:
a. Peserta diajak berdiskusi mengenai asertif, serta memahami perbedaan
agresif dan non asertif.
b. Masalah atau situasi dimana siswa mengalami ketidak asertifan serta
memahami penyebab ketidakasertifan siswa dalam situasi tersebut.
c. Memilih satu masalah yang akan digunakan untuk mengubah perilaku.
d. Peserta dengan bimbingan trainer memilih alternatif-alternatif
perilaku asertif sesuai dengan situasi yang ada.
e. Peserta mengimplementasikan alternatif perilaku asertif yang sudah
memperhatikan posisi tubuh, gaya bicara, kontak mata, pilihan
kalimat, dan tingkat kecemasan.
f. Peserta bersama trainer mendiskusikan hasil dari latihan yang telah
dilakukan dengan mengidentifikasi hambatan-hambatan dan kemajuan
peserta. Peserta diberikan tugas diluar pelatihan untuk
mengaplikasikan perilaku asertif kedalam kehidupan yang lebih nyata.
D. Bimbingan Pribadi Sosial
Penelitian ini merupakan penelitian yang tergolong dalambidang
layanan pribadi sosial. Layanan bidang bimbingan pribadi sosial
merupakan layanan yang diberikan untuk membantu siswa
dalammenghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatai berbagai
masalah batinnya sendiri.
Syamsu Yusuf (2007: 11) bimbingan pribadi sosial adalah
bimbingan untuk membentuk individu dalam memecahkan permasalahan
pribadi sosialnnya. Permasalahan pribadi sosial bermacam-macam,adapun
contoh permasalahan pribadi sosial yaitu permasalahan hubungan dengan
sesama teman, permasalahan dengan dosen, permasalahan sifat dan
kemamapuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan, penyesuaian diri
dan penyelesaian konflik.
E. Assertive TrainingUntuk Mereduksi Perilaku Menyotek.
Perilaku menyontek sering sering dijumpai pada saat pelaksanaan
Purwandari(dalam Dody Hartanto, 2011: 10) menjelaskan bahwa
menyontek adalah mencontoh, meniru, atau mengutip pekerjaan orang lain
sebagaimana aslinya. Menyontek merupakan tindak ketidak jujuran dalam
pendidikan berupa mencontoh, meniru, dan mengutip jawaban orang lain.
Sujana dan Wulan(1994: 2-3) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang
mempegaruhi perilaku menyontek adalah ketakutan akan kegagalan.
Dody Hartanto (2011: 41) mengatakan jika siswa yang memiliki jawaban
tidak memberikan contekan pada temannya maka siswa tersebut akan
dikucilkan, bahkan akan dijauhi oleh temannya.
Assertive training mengajarkan cara berkomunikasi seseorang
untuk mengekspresikan perasaan, pendapat, dan kebutuhan untuk
mendapatkan umpan balik yang efektif. Komunikasi yang asertif dapat
membantu seseorang untuk saling menghargai, sehingga seseorang mampu
berbicara (berkomunikasi) dengan percaya diri. Cara berkomunikasi
seperti ini akan mampu membantu individu dalam menyelesaikan konflik
dengan orang lain Besty(Agung Widianto, 2014:36).
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikirdapat diajukan
hipotesis tindakan, yaitu: Adanya reduksiperilaku menyontek melalui
BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan
(actionresearch). Burns (Suwarsih Madya, 2007: 9) penelitian tindakan
merupakan penemuan fakta dan perencanaan masalah dalam situasi sosial
dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan
didalamnya yang melibatkan peneliti, praktis, maupun orang awam.
Suharsimi Arikunto (2010: 129) mendefinisikan pengertian tindakan kelas
dengan menggabungkan batasan pengertian dari tiga kata yaitu penelitian,
tindakan dan kelas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian
tindakan kelas adalah suatu perencanaan terhadap kegiatan yang
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas. Penelitian tindakan ini
membutuhkan kerja sama antara peneliti maupun subjek yang diberi
tindakan didalam kelas
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa penelitian
tindakan kelas merupakan penemuan fakta dan pemecahan masalah dalam
situasi sosial yang bertujuan untuk meningkatkan atau mengurangi untuk
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh
peneliti (Suharsimi Arikunto, 2010:145). Subjek penelitian merupakan
sesuatu yang mempunyai peran sangat penting dalam sebuah penelitian,
karena data tentang variabel yang diteliti dan diamati oleh peneliti terdapat
pada subjek tersebut.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMP N 2 Patuk,
Kabupaten Gunungkidul. Subjek penelitian diambil melalui
purposivesampling yaitu pengambilan subjek bukan didasarkan atas strata,
random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Suharsimi
Arikunto, 2010:117).Kriteria yang akan dijadikan subjek dalam penelitian ini
adalah:
1. Sriswa yang sekolah di SMP N 2 Patuk.
2. Siswa masuk dalam kelas VII B.
3. Termasuk siswa yang di observasi dalam assessment awal.
C. Tempat dan Waktu Penelitian.
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP N 2 Patuk yang terletak di
Desa Putat Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Propinsi Daerah
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2015.
D. Desain Penelitian
Penelitian ini menunjukan pada proses pelatihan yang
dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart (Hamzah, dkk, 2011: 87) yang
terdiri dari rencana, tindakan, observasi, dan refleksi pada masing-masing
siklus. Visualisasi bagan model penelitian yang disusun oleh Kemmis dan
Taggart adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Visualisasi Siklus Penelitian.
Sumber: (Hamzah, dkk, 2011: 87)
Keterangan :
Penelitian ini terdiri dari siklus I dan siklus II yang didalamnya
memuat perencanaan, pelaku dan pengamatan yang dilakukan pada saat
hasil tndakan yang telah dilakukan. Peneliti ini dikatakan berhasil apabila
terdapat hasil yang segnifikan yang tercermin melalui perubahan perilaku
siswa yang diamati, yaitu perilaku menyontek siswa. Penelitian dengan
desain Kemmis & Mc Taggart ini dilaksanakan secara kolaborasi antara
peneliti dengan guru guru BK. Bentuk kerjasama dalam penelitian ini guru
BK secara bersama-sama dengan peneliti adalah sebagai pemberi tindakan.
E. Rencana Tindakan
1. Pra Tindakan
Peneliti terlebih dahulu melakukan beberapa langkah pra tindakan
yang akan mendukung pelaksanaan tindakan agar dapat berjalan lancar
sesuai dengan tujuan yang diinginkan.Langkah-langkah dalam pra
tindakan adalah sebagai berikut:
a. Peneliti mewawancarai dan berdiskusi dengan guru BK terkait
denganpermasalahan yang berkaitan dengan perilaku menyontek siswa
SMP N 2 Patuk, seperti mengerjakan tugas rumah disekolah, melihat
jawaban teman saat ulangan maupun ujian,memberikan jawaban pada
siswa lain, siswa yang memiliki jawaban tidak bisa asertif untuk tidak
memberikan jawaban pada temannya, sehingga banyak siswa yang
menyontek.
b. Peneliti melakukan observasi awal terhadap siswa kelas VII B SMPN 2
c. Peneliti dan guru pembimbing berdiskusi mengenai tindakan yang akan
diberikan kepada siswa.
d. Peneliti berdiskusi dengan guru BK mengenai teknikassertivetraining,
cara melakukan tindakan, dan peran yang dilakukan oleh guru BK dalam
melakukan tindakan penelitian.
e. Peneliti menyusun skala perilaku menyontek berdasarkan aspek-aspek
perilaku menyontek untuk diuji validitasnya dan reabilitasnya.
f. Peneliti memberikan tes sebelum tindakan (pra tindakan), untuk
mengetahui tingkat keterbukaan diri siswa sebelum diberikan tindakan.
g. Peneliti mempersiapkan instrumen dan susunan teknik pelaksanaan
tindakan yang akan diberikan pada siswa untuk mendukung kelancaran
tindakan penelitian.
2. Pemberian tindakan (Siklus)
A. Perencanaan
Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti dan guru BK menyusun
rencana sebagai berikut:
1) Menyususn dan menyiapkan skala menyontek untuk mengetahui
gejala-gejala menyontek yang terjadi pada siswa untuk mengetahui
asertif pada siswa.
2) Penetapan fokus permasalahan yaitu indikator yang akan diberikan
perhatian dengan menetapkan jenis teknik assertive training yang
melakukan perlaku menyontek.Tahapan ini dilakukan pada
perencanaan setiap siklus sebelum melaksanakan tndakan.
3) Peneliti mngambil data pra tindakan untuk mengetahui tingkat
perilaku menyontek siswa sebelum tindakan.
4) Peneliti dan guru BK mendiskusikan rencana tindakan yang akan
dilakukan.
5) Peneliti dan guru BKmenyusun jadwal pelaksanaan assertive training
yang akan dilakukan. Pelaksanaan metode ini akan melibatkan guru
BK dan siswa kelas VII B SMP N 2 Patuk.
6) Peneliti dan guru BK menyiapkan sarana dan prasarana untuk
pemberian teknik assertive training.
7) Menentukan kriteria keberhasilan setelah melakukan tindakan pada
hasil penelitian.
B. Tindakan
Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini melalui tiga bagian
pertemuan dalam setiap siklusnya, dengan alokasi waktu 40 menit tiap
pertemuan. Apabila tindakan pada siklus I belum menunjukkan
keberhasilan maka tindakanakan dilaksanakan pada siklus ke-II dengan
mengacu pada kekuatan dan kelemahan pada siklus I. Peneliti
mengakhiri penelitian apabila dari data hasil penelitian didapat hasil
bahwa siswa sudah memenuhi target pada kategori keberhasilan.
1) Pertemuan pertama dibagi menjadi beberapa kegiatan. Kegiatan
dimaksud dengan kemamapuan asertif. Kegiatan pertama ini
dilakukan dengan memutar video tentang menyontek agar dapat
memberikan pengantar pada siswa sebelum menjalankan atau
melakukan proses pelatihan, setelah siswa memahami
langkah-langkan dalam berperilaku asertif dan memahami kemampuan aserif,
peneliti membagi kelas kedalam beberapa kelompok. Siswa disuruh
untuk memikirkan satu dampak negatif yang diakibatkan dari perilaku
menyontek, pemikiran itu dituangkan dalam format yang telah
diberikan.
2) Pertemuan kedua ini diawali dengan peneliti memberikan ice breaking
pada. Mengulas kembali materi pada pertemuan pertama. Membuat
perjanjian dengan siswa agar siswa mampu menerapkan sikap asertif
untuk tidak menyontek dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Membagi siswa kedalam dua kelompok dan membagikan naskah
scenario untuk dipahami dan nantinya akan di tampilkan siswa dalam
pertemuan berikutnya.
3) Pertemuan ketiga dilakukan dengan mempresentasikan skenario pada
teknik bermain peran yang mereka buat bersama kelompoknya, serta
mengevaluasi hasil secara keseluruhan dari pertemuan pertama.
Berdasarkan hasil evaluasi ini akan diktahui peningkatan kemampuan
asertif yang terjadi pada siswa. Peran guru BK sangatlah penting,
guru BK harus mampu mengkomunikasikan keinginana, perasaan, dan
oranglain, serta diharapkan dapat menolak keinginana temannya untuk
menyontek tanpa kecemasan dan rasa bersalah dari siswa tersebut.
Padapertemuan ini peneliti juga menyebarkan angket untuk mengukur
sejauh mana reduksi perilaku menyontek yang terjadi pada siswa.
C. Observasi/ pengamatan
Observasi atau pengumpulan data adalah kegiatan pemusatan
perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera,
Sugiyono (2008: 203). Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian
ini adalah observasi sistematis yang dilakkan dengan menggunakan
pedoman observasi sebagai instrument pengamatan untuk menggambarkan
proses tindakan, selama proses observasi peneliti dibantu oleh
observerpendamping yang membantu mengamati perilaku ataupun sikap
siswa selama proses pengisian skala pra tindakan, bermain peran,diskusi,
penulisan perilaku menyontek kedalam kertas yang telah dibagikan,
maupun saat pengisian skala menyontek pasca tindakan.
D. Refleksi
Refleksi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana assertive
training dapat berasil dalam mereduksi perilaku menyontek siswa, serta
kendala yang terjadi selama proses tindakan berlangsung. Peneliti
menggunakan skala perilaku menyontek yang diberikan kepada siswa
pada akhir siklus (pascautindakan), yang bertujuan untuk mengetahui
tindakan, selain itu hasil wawancara dan observasi juga menjadi hal yang
penting dalam proses pelaporan.
Penelitian akan dihentikan jika pada siklus pertama sudah
mendapatkan hasil yang sesuai. Siklus kedua akan dilakukan jika pada
siklus pertama belum mendapatkan hasil yang sesuai. Refleksi dari
tindakan pertama akan digunakan sebagai evaluasi untuk melakukan revisi
pada tindakan kedua dengan berdisksi bersama guru BK dan tanggapan
dari siswa. Hasil dari siklus kedua telah sesuai denga tujuan penelitian
yang diharapkan, maka penelitian akan dihentikan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 192), teknik pengumpulan data
merupakan alat-alat yang digunakan oleh peneliti dalam suatu penelitian
untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Skala
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Pada
skala Likert, respnden diminta untuk menjawab suatu pertanyaan atas
pernyataan dengan alternatif pilihan jawaban yang sudah disediakan.
Skala disusun dengan model likret dimana skala tersebut digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
2. Observasi
Observasi merupakan cara mengumpulkan data melalui penglihata
dan pengamatan, dan teknik observasi yang dilakukan adalah
observasi partisipan. Menurut Sugiyono, (2010: 310) observasi
merupakanpeneliti terlibat dengan kegiatan seharihari orang yang
diamati atau sumber penelitian, peneliti ikut melakukan apa yang
dikerjakan oleh sumber data.
3. Wawancara
Wawancara mendalam (Indepth Interview) dalam penelitian ini
termasuk dalam kategori wawancara semiterstruktur karena dalam
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara
terstruktur (Sugiyono, 2009: 320). Wawancara yang digunakan pada
tahap ini adalah wawancara bebas terpimpin yang merupakan
kombinasi dari wawancara bebas dan terpimpin. Peneliti
mempersiapkan pedoman yang merupakan garis besar yang akan
ditanyakan. Wawancara dilakukan terhadap siswa sesudah tindakan,
hal ini dimaksud untuk mengetahui keberhasilan tindakan.
F. Instrumen Penelitian
Dalam suatu penelitian, peneliti mengumpulkan data dengan adanya acuan
atau alat ukur yaitu berupa instrumen-instrumen penelitan. Menuru
Sugiyono (2010: 305), instrumen dalam penelitian kuantitaif dapat berupa