• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI, ASUPAN LEMAK DAN NATRIUM DENGAN STATUS GIZI DI POSYANDU LANSIA, GONILAN, Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi, Asupan Lemak Dan Natrium Dengan Status Gizi Di Posyandu Lansia, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI, ASUPAN LEMAK DAN NATRIUM DENGAN STATUS GIZI DI POSYANDU LANSIA, GONILAN, Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi, Asupan Lemak Dan Natrium Dengan Status Gizi Di Posyandu Lansia, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI, ASUPAN LEMAK DAN NATRIUM DENGAN STATUS GIZI DI POSYANDU LANSIA, GONILAN,

KARTASURA, SUKOHARJO

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh :

HEMA NUR ALIFAH SEPTIANA J 300 120 019

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)
(3)

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI, ASUPAN LEMAK DAN NATRIUM DENGAN STATUS GIZI DI POSYANDU LANSIA, GONILAN,

KARTASURA, SUKOHARJO

Oleh:

Hema Nur Alifah Septiana*, Mutalazimah**, Luluk Ria Rakhma*** *Mahasiswa DIII Prodi Ilmu Gizi FIK UMS, **Dosen Prodi Ilmu Gizi FIK UMS,

***Dosen Prodi Ilmu Gizi FIK UMS *Email: hemanur51@gmail.com

ABSTRACT

RELATED KNOWLEDGE OF HYPERTENSION, FAT AND SODIUM INTAKE WITH NUTRITIONAL STATUS IN ELDERLY INTEGRATED

SERVICE POST, GONILAN, KARTOSURO

Introduction: The elderly is very important and needs serious attention. If at this age the nutritional status of the elderly are not considered properly, then the future may lead to a disruption of nutritional status. Factors that affect the nutritional status there are two factors of indirect and direct factors. Indirect factors including poverty, education, and knowledge which affect the availability of food and health services. Direct factors include infection and food intake. Objective: To determine the relationship of knowledge about hypertension, fat and sodium intake and nutritional status in elderly integrated service post, gonilan, Kartosuro.

Method: The study was descriptive observational cross-sectional method. Hypertension knowledge of the data obtained from interviews using questionnaires. Weight data obtained by measuring the weight using scales stampede to the nearest 0.1 kg. Height data obtained directly by measuring the height using microtoise to the nearest 0.1 cm. Data intake levels of fat and sodium intake obtained directly via the form recall 24 hours ago. Data obtained through the formula nutritional status body mass index (BMI). To examine the relationship between variables used Spearman Rank test and Pearson Product Moment, the hypothesis was accepted if p <0.05.

Results: The statistical test of Rank Spearman correlation between knowledge about hypertension and nutritional status showed ap value of 0.259 (p> 0.05). Statistical test Pearson product moment correlation between fat intake and nutritional status showed ap value of 0755 (p> 0.05). Rank Spearman statistical test of the relationship between sodium intake and nutritional status showed ap value of 0.399 (p> 0.05).

Conclusion: There is no correlation between knowledge of hypertension, fat and sodium intake and nutritional status of elderly village diposyandu Gonilan, Kartosuro

Keywords: Knowledge of hypertension, fat intake, sodium intake, nutritional status.

(4)

PENDAHULUAN

Lansia adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 55 tahun keatas. Pada lansia akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah satu contoh kemunduran fisik pada lansia adalah rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif yang umumnya di derita lansia salah satunya adalah hipertensi (Nugroho, 2008).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga dengan hipertensi arteri, adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolic, tergantung apakah otot jantung berkontraksi (systole) atau berelaksasi di antara denyut (diastole). Tekanan darah normal pada saat istirahat adalah kisaran sistolik 100-140 mmHg dan diastolik 60-90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih (Bustan, 2000).

Tekanan darah tinggi dianggap sebagai faktor resiko utama bagi berkembangnya penyakit Jantung dan berbagai penyakit vaskuler pada orang yang telah lanjut usia, hal ini disebabkan ketegangan yang lebih tinggi dalam arteri sehingga menyebabkan hipertensi.

Faktor penyebab terjadinya hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu hipertensi esensial/primer: hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik dan

hipertensi sekunder: hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain (Adib, 2009).

Berdasarkan prevalensi kasus hipertensi di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan pada tahun 2011 dari 6,3 % menjadi 5,4 % pada tahun 2012. Prevalensi tertinggi adalah di Kabupaten Sukoharjo sebesar 15%. Sedangkan kasus hipertensi lain di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 0,70%, mengalami penurunan bila dibandingkan prevalensi tahun 2011 sebesar 0,80% (Dinkes, 2012).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2012, kasus hipertensi di seluruh Kabupaten Sukoharjo ditemukan sebanyak 17.920 penderita, dan pada tahun 2013 data Dinas Kesehatan Sukoharjo ,menunjukkan 19.920 penderita hipertensi di seluruh Kabupaten Sukoharjo, kemudian berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Sukoharjo bahwa angka hipertensi di Puskesmas Kartasura pada tahun 2013 menduduki peringkat ke-2 dari 12 Puskesmas se-Kabupaten Sukoharjo yaitu sebesar 6619 kasus setelah Puskesmas Sukoharjo sebanyak 6771 kasus (Dinkes Sukoharjo, 2013).

Faktor-faktor yang merupakan risiko hipertensi adalah

umur semakin tua, riwayat keluarga dengan hipertensi, kebiasaan mengkonsumsi makanan asin, tidak biasa olahraga, obesitas, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kebiasaan minum minuman beralkohol dan stress kejiwaan (Elsanti, 2009).

(5)

lansia dalam pola makannya masih salah karena masih banyak lansia yang suka mengkonsumsi makanan yang asin terutama makanan yang mengandung lemak jenuh serta garam kadar tinggi. Kandungan natrium dalam garam yang berlebihan dapat menahan air retensi sehingga meningkatnya jumlah volume darah yang dapat menyebabkan hipertensi (Yekti, 2011).

TINJAUAN PUSTAKA

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2010).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2007), ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah,

akan menghambat perkembangan sikap seseorang

terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis beras ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

d. Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan

yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadi seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam. e. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman

(6)

sehingga menimbulkan sikap positif.

f. Kebudayaan

Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan. g. Informasi

Kemudahan

memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu penyakit degenerative yang banyak terjadi dan yang mempunyai tingkat mortalitas yang cukup tinggi serta mempengaruhi kualitas hidup dan produktifitas seseorang. Hipertensi sering diberi gelar the silent killer karena penyakit ini merupakan pembunuh tersembunyi. Tekanan darah sistolik (TDS) > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg (Kuswardani, 2006).

Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia

Faktor yang mempengaruhi hipertensi pada usia lanjut menurut Darmojo (2006), adalah :

a. Penurunannya kadar rennin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi

glomerelo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus-menerus.

b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium.

Dengan bertambahnya usia semakin sensitive terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.

c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik.

d. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.

Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain:

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:

1) Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama. Namun wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak terjadi pada wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering

dikaitkan dengan perubahan hormon setelah

menopause (Marliani, 2007).

(7)

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang umurnya lebih

tua kemungkinan mempunyai resiko tekanan

darah tinggi daripada orang yang berusia lebih muda. Hal ini disebabkan karena pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun., karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat.

3) Keturunan (Genetik) Faktor genetik dapat menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium individu dengan orang tua. Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya

adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007).

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol

1) Obesitas

Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti arthritis, jantung dan pembuluh darah, dan hipertensi (Rohendi, 2008).

Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Penderita obesitas memiliki resiko lebih terkena hipertensi dibandingkan dengan

seorang yang berat badannya normal. Penderita hipertensi yang

memiliki berat badan lebih sekitar 20-30%.

2) Kurang olahraga

Kurangnya aktivitas fisik dapat menaikan resiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya resiko untuk menjadi gemuk. Orang yang kurang melakukan aktivitas cenderung mempunyai detak jantung

lebih cepat dan otot jantung harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pila kelakuan yang mendesak arteri (Rohaendi, 2008). 3) Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus teliti dan dalam median waktu 9,8 tahun (Rahyani, 2007).

4) Mengkonsumsi garam berlebih

(8)

dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar

sodium yang direkomendasiakn adalah

tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih dapat memberikan pengaruh buruk pada tubuh yaitu dapat menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler

tersebut dapat menyebabkan

meningkatnya volume darah, sehingga dapat berdampak kepada timbulnya penyakit hipertensi (Hans Petter,

2008).

5) Minum alkohol

Alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Seeorang yang mempunyai kebiasaan minum alkohol berlebih merupakan salah satu faktor resiko penyakit hipertensi (Marliani, 2007). 6) Minum kopi

Seorang yang mempunyai kebiasaan minum kopi yang didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, dimana dalam satu cangkir kopi tersebut

berpotensi dapat meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg.

7) Stress

Menurut Anggraini (2009) mengatakan stress

akan meningkatkan resistensi pembuluh darah

perifer dan curah jantung

sehingga akan mensimulasi aktivitas saraf simpatis. Hubungan stress dengan hipertensi yaitu melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu).

Lemak

Lemak merupakan simpanan energi bagi manusia. Lemak dalam bahan makanan berfungsi sebagai sumber energi, menghambat protein dan thiamin, membuat rasa kenyang lebih lama (karena proses pencernaan lemak lebih lama), pemberi cita rasa dan keharuman yang lebih baik. Fungsi lemak dalam tubuh asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, K, sebagai prekusor dari prostaglandin yang berperan mengatur tekanan darah, denut jantung dan lipofisis (Yuniastuti, 2007).

Konsumsi tinggi lemak dapat menyebabkan tekanan darah meningkat. Konsumsi lemak yang berlebihan akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah terutama kolesterol LDL dan akan tertimbun dalam tubuh. Timbunan lemak yang disebabkan oleh kolesterol akan menempel pada pembuluh darah yang lama-kelamaan akan terbentuk plaque. Terbentuknya plaque dapat

menyebabkan penyumbatan pembuluh darah atau aterosklerosis.

(9)

Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang mempunyai fungsi menjaga keseimbangan cairan dan asam basa tubuh, serta berperan dalam transmisi syaraf dan kontraksi otot (Almatsier, 2004).

Pengaruh asupan garam (natrium) terdapat timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan

ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah. Di samping itu, konsumsi garam dalam jumlah yang tinggi dapat mengecilkan diameter arteri, sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang yang semakin sempit dan akibatnya adalah hipertensi (Anggraini, 2008). Status Gizi

Pengertian status gizi menurut (Almatsier, 2009) adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.

Menurut (Proverawati, 2010) Pengukuran status gizi seseorang dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan langsung antara lain: a. Antropometri : secara umum

antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan

dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. b. Klinis : pemeriksaan klinis adalah

metode yang sangat penting untuk menilaistatus gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini

dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosaoral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salahsatu atau lebih zat gizi. Disamping itu, digunakan untuk mengetahui tingkat gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. c. Biokimia : penilaian status gizi

dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

(10)

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dibagi

menjadi 2 yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung:

1. Faktor langsung a. Infeksi

Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya, yang paling penting adalah efek langsung dari infeksi sistemik pada katabolisme jaringan. Infeksi ringanpun

bisa menimbulkan hilangnya nitrogen (Suhardjo, 2003).

b. Asupan makan

Asupan makan merupakan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang. Asupan makan bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan individu (Khomson, 2004).

2. Faktor tidak langsung a. Tingkat pendidikan

Pandangan dan kepercayaan seseorang,

termasuk juga pengetahuan tentang gizi

harus dipertimbangkan sebagai bagian dari berbagai penyebab yang berpengaruh terhadap konsumsi. Dengan pendidikan dapat ditingkatkan konsumsi pangan dan keadaan gizi (Suhardjo, 2003).

b. Pengetahuan gizi

Pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu penyebab masalah kurang gizi (Suhardjo, 2003). e. Pendapatan Keluarga

Pendapatan

keluarga sangat

berpengaruh dalam menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan (Moehyi, 2002). f. Sosial budaya

Unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduknya yang kadang-kadang

bertentangan dengan prinsip ilmu gizi (Suhardjo, 2003).

Pengetahuan Tentang Hipertensi, Asupan Lemak dan Natrium terhadap Status Gizi

Status gizi dapat diketahui melalui beberbagai faktor yaitu:

1. Metabolisme tubuh 2. Asupan makanan 3. Tingkat

pendidikan/pengetahuan 4. Pendapatan keluarga

5. Sosial budaya (Suhardjo, 2003). Hipotesis 

1. Ada hubungan antara

pengetahuan tentang Hipertensi, asupan lemak dan

natrium dengan status gizi.

2. Tidak ada hubungan antara

pengetahuan tentang Hipertensi, asupan lemak dan

natrium dengan status gizi

METODE PENELETIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian observasional pendekatan cross sectional, dalam penelitian ini dilakukan survei terhadap pengetahuan tentang hipertensi, asupan lemak dan natrium yang dikonsumsi pada lansia, dimana pengambilan datanya di lakukan dalam satu lokasi dan waktu yang sama.

Tempat penelitian

(11)

karena banyak dikalangan lansia yang menderita hipertensi.

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang ada di Posyandu Lansia, Gonilan, Kartasura yang berjumlah 60 orang.

Dalam penelitian ini untuk mengetahui sampel yang akan digunakan menggunakan rumus menurut Notoatmodjo (2002), sebagai berikut:

Keterangan: n : besar sampel

d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang digunakan yaitu 10%

N : Jumlah populasi lansia Sehingga didapatkan jumlah sampel sebagai berikut:

6

6 ,

6

6 ,

6,6

= 37,5 dibulatkan menjadi 38

ditambahkan 10% = 38 + (10% x 38) = 38 + 3,8

= 38 + 4 = 42

Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan tehnik simple random sampling atau pengambilan sampel secara acak. Dikatakan simple atau sederhana dikarenakan pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada pada populasi tersebut. Pengumpulan Data

a. Data primer

1) Data pengetahuan lansia tentang Hipertensi yang diperoleh langsung dengan

cara wawancara menggunakan kuesioner.

2) Data berat badan yang diperoleh langsung dengan cara mengukur berat badan menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg.

3) Data tinggi badan yang diperoleh langsung dengan cara megukur tinggi badan lansia menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.

4) Data tingkat asupan lemak dan asupan natrium diperoleh langsung melalui form recall 24 jam yang lalu. b. Data sekunder

Data sekunder adalah data identitas lansia yang meliputi nama lansia, alamat, umur, jenis kelamin, tanggal lahir.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(12)

menghadiri kegiatan posyandu lansia. 1. Distribusi Subjek Berdasarkan Umur

Berdasarkan tabel 4 diatas, usia lansia terbanyak dalam penelitian ini yaitu kategori usia pralansia (middle age) sebesar 83,3%.

Rata-rata umur pralansia pada penelitian ini yaitu 57,98 tahun, sedangkan umur minimal subyek penelitian adalah 50 tahun dan umur maksimal 73 tahun

2. Distribusi Jenis Kelamin

Berdasarkan Tabel 5 diatas, dari 42 responden sebagian besar subjek berjenis kelamin perempuan yaitu 32 responden sebesar 76,2%.

Sedangkan sisanya berjenis kelamin laki-laki yaitu 10 responden sebesar 23,8%.

3. Distribusi Berat Badan

Tabel 6

Distribusi Berat Badan Lansia

Variabel Minimum Maksimum Rerata Berat Badan (Kg) 39 73 55,6

Data berat badan diperoleh dengan cara mengukur berat badan responden menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg. Cara pengukuran berat badan responden tidak boleh menggunakan atribut lain, alas kaki yang dapat mempengaruhi penimbangan.

Berdasarkan data pada tabel 6 diatas, berat badan minimal 39 Kg dan berat badan maksimal 73 kg. Sedangkan rata-rata berat badan subyek penelitian adalah 55,6 kg

4. Distribusi Tinggi Badan

Tabel 7

Distribusi Tinggi Badan Lansia

Variabel Minimum Maksimum Rerata Tinggi Badan (cm) 140 167 158

Tabel 4 Distribusi Umur Lansia No Kategori Umur Frekuensi

(n)

Persentase (%)

1 50-64 35 83.3

2 >65 7 16.7

Jumlah 42 100

Tabel 5

Distribusi Jenis Kelamin Lansia

No Kategori Jenis Kelamin Frekuensi (n)

Persentase (%) 1 Laki-Laki 10 23.8

2 Perempuan 32 76.2

(13)

Data berat badan diperoleh dengan cara mengukur tinggi badan responden menggunakan microtoic dengan ketelitian 0,1 cm. Cara pengukuran tinggi badan: microtoise ditempel di dinding dengan ketinggian 2 meter dari permukaan tanah. Kemudian, responden berdiri tepat di bawah microtoic dengan posisi badan tegap dan tumit

menempel dinding. Lalu microtoic ditarik sampai menyentuh kepala. kemudian dibaca hasilnya.

Berdasarkan tabel 7 diatas, tinggi badan minimal responden 140 cm dan tinggi badan maksimal 167 cm. Sedangkan rata – rata tinggi badan subyek penelitian adalah 158 cm.

5. Status Gizi Berdasarkan Indek Masa Tubuh (IMT)

Berdasarkan Tabel 8 diatas, klasifikasi status gizi berdasarkan IMT, subyek penelitian yang mengalami kegemukan dengan kelebihan berat badan tingkat berat

sebanyak 7%, kegemukan dengan kelebihan berat badan tingkat ringan sebanyak 10%, dan normal sebanyak 83%.

6. Disribusi Tingkat Asupan Lemak

Berdasarkan Tabel 9 diatas, asupan lemak subyek penelitian sebanyak 9,5% defisit, 38,1% normal, dan 52,4% kelebihan.

Asupan lemak responden tertinggi yaitu mengalami kelebihan sebanyak 52,4%.

Tabel 8

Distribusi Status Gizi Lansia No Kategori Status Gizi Frekuensi

(n)

Persentase (%) 1 kurus dengan kekurangan berat

badan tingkat berat - -

2 kurus dengan kekurangan berat

badan tingkat berat - -

3 Normal 35 83

4 Gemuk dengan kelebihan berat

badan tingkat ringan 4 10 5 Gemuk dengan kelebihan berat

badan tingkat berat 3 7

Jumlah 42 100

Tabel 9

Distribusi Asupan Lemak Lansia

No Kategori Asupan Lemak Frekuensi (n)

Persentase (%)

1 Defisit 4 9.5

2 Normal 16 38.1

3 Kelebihan 22 52.4

(14)

7. Distribusi Tingkat Asupan Natrium

Pada distribusi asupan natrium lansia diperoleh frekuensi bahwa kategori asupan natrium

mengalami defisit yaitu dengan persentase 100% dengan jumlah frekuensi 42.

8. Distribusi Pengetahuan tentang Hipertensi

Pada distribusi asupan natrium lansia diperoleh frekuensi bahwa kategori asupan natrium

mengalami defisit yaitu dengan persentase 100% dengan jumlah frekuensi 42.

9. Hubungan Pengetahuan tentang Hipertensi dengan Status Gizi

Tabel 12 

Hubungan Pengetahuan tentang Hipertensi dengan Status Gizi 

Kategori Tingkat  Pengetahuan 

Status Gizi 

Jumlah 

Kurang  Normal  Obesitas 

N

Kurang  0  0.0  6  75.0  2  25.0  8  100 

0.259* 

Cukup  0  0.0  15  83.3  3  16.7  18  100 

Baik  0  0.0  14  87.5  2  12.5  16  100 

*)Uji Korelasi Rank Spearman 

Pada tabel 12, berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari 42 responden, kategori tingkat pengetahuan tentang hipertensi

kurang yang status gizinya normal yaitu 6 responden (75,0%) dan kategori tingkat pengetahuan tentang hipertensi kurang yang Tabel 10

Distribusi Asupan Natrium Lansia

No Kategori Asupan Natrium Frekuensi (n)

Persentase (%)

1 Defisit 42 100.0

2 Normal 0 0.0

3 Kelebihan 0 0.0

Jumlah 42 100

Tabel 11

Distribusi Pengetahuan tentang Hipertensi

No Kategori Asupan Natrium Frekuensi (n)

Persentase (%)

1 Baik 10 23.8

2 Cukup 16 38.1

3 Kurang 16 38.1

(15)

status gizinya obesitas yaitu 2 responden (25,0%). Responden yang mempunyai pengetahuan gizi cukup yang status gizinya normal yaitu 15 responden (83,3%) dan responden yang mempunyai pengetahuan cukup yang status gizinya obesitas yaitu 3 responden (16,7%). Sedangkan responden yang mempunyai pengetahuan gizi baik yang status gizinya normal yaitu 14 responden (87,5%) dan responden yang mempunyai pengetahuan baik yang status gizinya obesitas yaitu 2 responden (12,5%). Hasil uji statistik Rank Spearman diperoleh nilai p sebesar 0.259 (p>0.05), maka H0 diterima dengan demikian tidak ada hubungan antara Pengetahuan tentang Hipertensi dengan Status Gizi.

Penyebab tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan status gizi adalah karena pengetahuan tentang hipertensi hanya memberi pengaruh secara tidak langsung terhadap status gizi, sedangkan pengetahuan gizi itulah yang menjadi pokok masalah dari permasalahan gizi. Di antara penyebab langsung dan pokok masalah ada penyebab tidak langsung yaitu persediaan makanan di rumah, perawatan anak dan ibu hamil dan pelayanan kesehatan. Pokok masalah selain dari pengetahuan juga terdiri dari pendidikan, kemiskinan dan keterampilan dimana akar masalahnya adalah krisis ekonomi langsung (Supariasa, 2012). Asupan makanan mempunyai hubungan langsung dengan status gizi. Hubungan asupan makanan dengan status gizi didukung oleh Simatupang (2008), bahwa besarnya asupan lemak, asupan energi dan asupan protein berpengaruh signifikan dengan kejadian obesitas.

(16)

rendah lebih pendek dan lebih kurus dari pada lansia yang mempunyai status soaial ekonomi sedang dan tinggi. Kelemahan penelitian ini ada dua hal yaitu, yang pertama adalah masih banyaknya faktor perancu yang belum dikendalikan di dalam penelitian ini. Yang kedua adalah faktor penelitian yaitu selama penelitian masih ada responden yang dalam mengerjakan kuesioner saling contekan, kemungkinan

terjadi human error saat melakukan penimbangan dan masih sangat kurangnya jumlah sampel yang dilakukan dalam penelitian serta pemilihan sampel yang kurang merata. Sehingga dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang gizi dengan status gizi di Posyandu Lansia, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

10. Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi

Tabel 13 

Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi 

Kategori Asupan  Lemak 

Status Gizi 

Jumlah 

Kurang  Normal  Obesitas 

N

Defisit  0  0.0  19  86.4  3  13.6  22  100 

0.775* 

Normal  0  0.0  12  75.0  4  25.0  16  100 

Kelebihan  0  0.0  4  100.0  0  0.0  4  100 

*)Uji Korelasi Pearson's R 

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari 42 responden, kategori asupan lemak defisit yang status gizinya normal yaitu 19 responden (86,4%) dan kategori asupan lemak defisit yang status gizinya obesitas yaitu 3 responden (13,6%). Responden yang mempunyai asupan lemak normal yang status gizinya normal yaitu 12 responden (75,0%) dan responden yang mempunyai asupan lemak normal yang status gizinya obesitas yaitu 4 responden (25,0%). Sedangkan responden yang mempunyai asupan lemak berlebihan yang status gizinya normal yaitu 4 responden (100%). Hasil uji statistik Pearson Product Moment diperoleh nilai p sebesar 0.775 (p>0.05), maka H0 diterima dengan demikian tidak ada

hubungan antara Asupan Lemak dengan Status Gizi.

(17)

kalori sehingga terjadi kelebihan berat badan.

Asupan lemak lebih banyak hubungannya dengan kejadian hipertensi. Konsumsi lemak yang berlebihan akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah terutama kolesterol LDL dan akan tertimbun dalam tubuh. Timbunan lemak yang disebabkan oleh kolesterol akan menempel pada pembuluh darah yang lama-kelaman akan terbentuk

plaque. Terbentuknya plaque dapat

menyebabkan penyumbatan pembuluh darah atau aterosklerosis.

Pembuluh darah yang terkena aterosklerosis akan berkurang elastisitasnya dan aliran darah ke seluruh tubuh akan terganggu serta dapat memicu meningkatnya volume darah dan tekanan darah. Meningkatnya tekanan darah tersebut dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi (Jansen, 2006).

11. Hubungan Asupan Natrium dengan Status Gizi

Tabel 14 

Hubungan Asupan Natrium dengan Status Gizi 

Kategori Asupan Lemak 

Status Gizi 

Jumlah 

Kurang  Normal  Obesitas 

N N

Defisit  0  0.0  35  83.3  7  16.7  42  100 

0.399* 

Normal  0  0.0  0  0.0  0  0.0  0  0 

Kelebihan  0  0.0  0  0.0  0  0.0  0  0 

*)Uji Korelasi Rank Spearman 

Pada tabel 14, berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari 42 responden, kategori asupan natrium defisit yang status gizinya normal yaitu 35 responden (83,3%), sedangkan kategori asupan natrium defisit yang status gizinya obesitas yaitu 7 responden (16,7%). Hasil uji statistik Rank Spearman diperoleh nilai p sebesar 0,399 (p>0,05), maka H0 diterima dengan demikian tidak ada hubungan antara Asupan Natrium dengan Status Gizi.

Tidak adanya hubungan antara Asupan Natrium dengan Status Gizi di Posyandu Lansia, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo, mengingat bahwa asupan natrium tidak begitu mempengaruhi atau berhubungan dengan status gizi karena pokok masalah dari permasalahan gizi itu sendiri adalah

pengetahuan, gaya hidup, pola makan dan pemenuhan gizi setiap harinya, bukan mutlak disebabkan oleh asupan natrium. Asupan makanan mempunyai hubungan langsung dengan status gizi. Hubungan asupan makanan dengan status gizi didukung oleh Simatupang (2008).

(18)

diuretik yang meningkatkan pengeluaran natrium dan cairan dari dalam tubuh.

Asupan natrium lebih erat hubungannya dengan kejadian hipertensi yang banyak ditemukan pada masyarakat yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah besar. Tekanan darah tinggi terjadi bukan hanya karena asupan natrium yang tinggi pada saat ini melainkan manifestasi dari asupan natrium dalam jangka waktu yang lama. Hipertensi pada lansia mungkin terjadi akibat kebiasaan yang sudah lama dilakukan oleh subjek untuk mengkonsumsi makanan tinggi natrium dan didukung oleh faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi tekanan darah (Krummel, 2004).

Mekanisme yang mendasari sensitivitas natrium pada penderita hipertensi mungkin disebabkan karena ketidakmampuan ginjal untuk

mengekskresikan natrium, pengaturan sirkulasi ginjal dan

sekresi aldosteron yang abnormal. Konsumsi natrium akan mengatur reaksi adrenal dan renal vascular terhadap angiotensin II. Reaksi adrenal akan mengalami peningkatan dan reaksi renal vascular akan mengalami penurunan dengan adanya pembatasan konsumsi natrium (Krummel, 2004). Subjek yang memilki asupan natrium yang tinggi mempunyai risiko lebih besar menderita hipertensi dibandingkan subjek yang memiliki asupan natrium cukup. Pengaruh asupan tinggi natrium terhadap timbulnya hipertensi juga terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Kelebihan asupan natrium akan meningkatkan cairan dari sel, dimana air akan bergerak ke arah larutan elektrolit yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Hal ini

mengakibatkan peningkatan volume plasma darah dan akan meningkatkan curah jantung, sehingga tekanan darah meningkat. Selain itu asupan tinggi natrium dapat mengecilkan diameter arteri, sehingga jantung memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang sempit (Wilson, 2005).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pengetahuan subyek tentang hipertensi sebanyak 23,8% baik, 38,1% normal, dan 38,1% kurang.

2. Asupan lemak subyek penelitian sebanyak 9,5% defisit, 38,1% normal, dan 52,4% kelebihan. 3. Asupan natrium seluruh subyek

penelitian mengalami defisit yaitu dengan persentase 100% dengan jumlah frekuensi 42.

4. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT, subyek penelitian yang mengalami kegemukan dengan kelebihan berat badan tingkat berat sebanyak 7%, kegemukan dengan kelebihan berat badan tingkat ringan sebanyak 10%, dan normal sebanyak 83%. 5. Hasil uji statistik Rank

(19)

sebesar 0.399 (p>0.05), maka H0 diterima dengan demikian tidak ada hubungan antara asupan natrium dengan status gizi.

Saran

1. Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai status gizi dengan metode penelitian lain seperti case-control untuk memperoleh proporsi subjek yang sama antara yang status gizi baik dengan yang buruk dan diharapkan ada penelitian lain yang lebih komprehensif untuk mendalami berbagai faktor yang mempengaruhi status gizi antara lain aktivitas fisik, gaya hidup dan status sosial ekonomi. Selain itu, perlu diadakan penyuluhan terhadap masyarakat khususnya di posyandu lansia desa Gonilan, Kartasura, Sukoharjo mengenai pentingnya pola makan yang sehat dan aktifitas fisik secara teratur terkait dengan status gizi.

2. Sebaiknya dilakukan monitoring status gizi yang telah ada secara teratur.

3. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan gizi dengan status

gizi dengan lebih mempertimbangan faktor-faktor perancu.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier, Sunita. 2009. Penuntun Gizi Diet Edisi Baru: PT. Ikrar Mandiri Abadi.

Arifin, Augusta. 2005. Obesitas Visceral dan Sindroma Metabolik. Dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Dietetik II. ASDI, Bandung.

Arisman, 2004. Gizi Dalam Daur Hidup. Edisi II. Jakarta: EGC.

Depkes RI, 2000. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta.

Depkes RI. 2003. Pedoman Tata Laksana Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga Kesehatan. Direktorat Gizi Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat: Jakarta.

Fatimah-Muis S, Puruhati N.Gizi Pada Lansia. Dalam: Matono H, Pranaka K. Buku

ajar Boedhi-Damojo: geriatric (ilmu kesehatan usia lanjut). Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2010.

Fatmah. Gizi usia lanjut. 2010. Penerbit Erlangga: Jakarta

Hasan, Mimunah. 2001. Al Qur‘an dan Ilmu Gizi. Madani Pustaka. Yogyakarta.

Hardinsyah, Briawan, Retnaningsih dan Herawati. 2004. Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Pusat

Studi Kebijakan Pangan dan Gizi. Lembaga

Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat.

IPB.

(20)

from the American Diabetes Association and The European for the Study Diabetes. Diabetes care 2005.

Khomsan A. 2004. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT. Raja Grafinda. Jakarta.

Lamarche B, Tchernof A, Mauriege P, Cantin B, Dagenais GR, Lupien PJ, et al. Fasting insulin and apolipoprotein B levels and low-density lipoprotein particle size at risk factors for ischemic heart disease. JAMA 1998;279:1955-61.

Martono H. Gangguan kesadaran dan kognitif pada usia lanjut (konfusio akut dan dementia). Dalam: Martono H, Pranaka K. Buku ajar Boedhi-Darmojo geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2010.

Moehyi, S. 2002. Pengaturan Makanan dan Diet Untuk Penyembuhan Penyakit. Gramedia. Jakarta.

National Institute of Health: Third Report of the National Cholesterol Education Program Expert on Detection, Evaluation, and Treatmen of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III).

Executive Summary. Bethesda, Md.: National Institutes of Health, National Heart Lung and Blood Institute, 2001 (NIH publication no. 01-3670). Accessed only May 20,

2006, at:

http://www.nhlbi.nih.gov/gui delines/cholesterol/index.ht m.

Notoatmodjo, 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta. Jakarta

Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nugroho HW. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC: 2012.

Suhardjo, 2003. Berbagai cara pendidikan gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi.

Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC.

Vega GL. Obesity, The Metabolic

Syndrome, and Cardiovascular Disease.

Am Heart J 2001: 142: 1108-6.

Wilkes M.G. 2000. Gizi Pada Kanker dan Infeksi HIV. EGC. Jakarta.

Wilson LM. Keseimbangan cairan dan elektrolit serta peniliannya. Dalam : Pendit BU, Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor bahasa Indonesia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2005; p. 308-18

Yuniastuti, A. 2007. Gizi dan

Gambar

 Tabel 4  Distribusi Umur Lansia
 Tabel 8  Distribusi Status Gizi Lansia
 Tabel 10  Distribusi Asupan Natrium Lansia
Tabel 13 
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari data tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan lemak, asupan natrium dan status gizi dengan tekanan

Hubungan Asupan Natrium, Kalium, dan Magnesium Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Rawat Jalan Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Surakarta.. Karya Tulis

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan status hipertensi dengan kejadian demensia pada lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton, Bandar

Tidak ada hubungan penggunaan bahan makanan sumber natrium terhadap terjadinya hipertensi pada lansia di Puskesmas Tawangsari kabupaten Sukoharjo.. Tidak ada hubungan aktivitas

Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara konsumsi makanan dan status gizi dengan kejadian hipertensi pada lansia di posyandu lansia wilayah

Skripsi dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Status Gizi Lansia Hipertensi Di Posyandu Lansia Sekar Arum RW VII Kelurahan Kertajaya Kecamatan

Perbedaan asupan karbohidrat diduga akibat subjek pada kelompok non anemia mengkonsumsi bahan makanan yang juga mengandung karbohidrat selain nasi lebih banyak

Mengurangi kejadian hipertensi dengan melakukan aktivitas sehat merupakan salah satu faktor penting untuk hidup sehat bagi wanita lansia sebagaimana dinyatakan oleh