• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integritas Sektor Publik Indonesia 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Integritas Sektor Publik Indonesia 2007"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Integritas

Sektor Publik

2007

(2)
(3)

Pengukuran tingkat integritas dilakukan untuk mengubah perspektif layanan dari orientasi

pada lembaga penyedia layanan publik atau petugas penyedia layanan publik (supply) ke

perspektif kustomer (demand).

Survei Integritas

Sektor Publik Indonesia 2007

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

Jl. H.R. Rasuna Said Kav. C-1 Jakarta Selatan-Indonesia Telp. (021) 255 783 00

Fax. (021) 528 924 48 www.kpk.go.id

(4)

Kata Pengantar

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa survei “Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2007, Tentang fakta Korupsi dalam Pelayanan Publik” telah berhasil diselesaikan dengan baik oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Deputi Bidang Pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi.

Survei dilakukan terhadap 30 instansi pusat yang memberikan layanan kepada publik (masyarakat, perusahaan maupun layanan antar lembaga). Responden dalam survei ini adalah pengguna layanan langsung (bukan calo atau biro jasa) dari layanan yang disediakan oleh instansi tersebut. Survei dilaksanakan dalam waktu 3 bulan pada Agustus - Oktober 2007. Seluruh data yang diperoleh dalam laporan survei ini adalah data primer yang bersumber dari hasil wawancara secara langsung dengan responden dilapangan.

Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan maupun kontribusi dalam penyusunan hasil studi ini. Kami menyadari bahwa hasil survei ini masih jauh dari sempurna oleh karenanya saran dan kritik sangat diharapkan, guna perbaikan survei lanjutan dengan topik yang sama dimasa mendatang.

Jakarta, April 2008

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

(5)
(6)

tar isi

Daftar Isi

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Pendahuluan Latar Belakang ... 2

Rumusan Permasalahan ... 3

Tujuan ... 3

Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 Fakta Korupsi Dalam Layanan Publik Skor Integritas Publik ... 6

I. Pengalaman Integritas ... 12

I.1. Cara Pandang Masyarakat terhadap korupsi di pelayanan Publik .... 14

I.2. Pengalaman Masyarakat terhadap korupsi di pelayanan Publik ... 18

II. Potensi Integritas ... 28

II.1. Sistem Administrasi ... 30

II.2. Lingkungan Kerja ... 34

II.3. Prilaku Petugas Layanan ... 40

III. Kesimpulan ... 52

Lampiran ... 56

Metodologi Penelitian ... 62

Ruang Lingkup ... 62

Metodologi Pengumpulan Data ... 65

Metodologi Pengolahan Data ... 67

(7)
(8)
(9)

Latar Belakang

Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, terutama yang dilakukan oleh aparatur pemerintah sudah mulai dilakukan secara sistematis baik oleh perorangan maupun berkelompok (berjamaah), serta semakin meluas dan semakin canggih dalam proses pelaksanaannya. Korupsi ini semakin memprihatinkan bila terjadi dalam aspek pelayanan yang berkaitan dengan sektor publik, mengingat tugas dan kewajiban utama dari aparat pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada publik/masyarakat.

Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara. Untuk mencabut akar permasalahan sumber terjadinya korupsi di sektor publik, perlu didefinisikan sifat dari korupsi dan dilakukan pengukuran secara komprehensif dan berkesinambungan. Untuk dapat mendefinisikan sifat korupsi, dimulai dengan melakukan pengukuran secara obyektif dan komprehensif dalam mengidentifikasi jenis korupsi, tingkat korupsi dan perkembangan korupsi dan menganalisa bagaimana korupsi bisa terjadi dan bagaimana kondisi korupsi saat ini.

Untuk dapat mencegah secara efektif terjadinya korupsi, hendaknya dihindari pengukuran korupsi yang semata-mata bertujuan untuk mendeteksi pelaku korupsi dan menghukumnya. Penting untuk mulai menempatkan strategi pencegahan korupsi dengan tujuan untuk mengeliminasi faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi sejak dini. Dalam menetapkan strategi pencegahan korupsi, perlu diidentifikasi dan dianalisa faktor-faktor yang menjadi akar penyebab yang berkontribusi menimbulkan korupsi pada lembaga publik dan layanan publiknya.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka penting untuk menilai tingkat integritas lembaga publik yang secara sistematis dapat menggambarkan sifat- sifat korupsi di lembaga publik tersebut. Pengukuran tingkat integritas dilakukan untuk mengubah perspektif layanan dari orientasi

pada lembaga penyedia layanan publik atau petugas penyedia layanan publik (supply) ke

perspektif kustomer (demand). Diukur pula tingkat korupsi yang dialami dan dipersepsikan

oleh kustomer langsung pengguna layanan publik dan faktor-faktor penyebab timbulnya korupsi.

Melalui diseminasi secara aktif hasil penilaian survei integritas kepada publik dan media, diharapkan akan mendorong lembaga publik secara volunter melakukan upaya-upaya pencegahan korupsi, terutama di unit layanan publiknya. Upaya tersebut bila dilakukan secara komprehensif pada akhirnya akan menaikkan integritas lembaga publik yang bersangkutan. Hal ini merupakan peluang untuk menciptakan dan menyebarkan konsensus akan pentingnya pemberantasan korupsi terutama pada lembaga pelayanan publik.

(10)

Rumusan Permasalahan

Produk akhir kinerja instansi publik pada dasarnya berupa pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak. Oleh karena itu, secara ideal berbagai bentuk penilaian instansi publik seharusnya dilihat dari perspektif penerima layanan (masyarakat). Namun demikian, selama ini yang lebih menonjol penilaian terhadap instansi publik dilakukan oleh penyedia layanan sendiri, baik secara internal organisasional melalui berbagai bentuk pengawasan manajerial, maupun secara eksternal sesuai dengan hierarki kewenangan yang ada. Model penilaian seperti ini cenderung mendorong terjadinya self services serta berbagai ekses birokratisasi termasuk korupsi dan berbagai bentuk gratifikasi di dalamnya. Padahal, seharusnya berbagai bentuk layanan dari instansi tersebut bersifat public services yang mengutamakan hak-hak penerima layanan. Dalam konteks ini, survei integritas menjadi salah satu instrumen penting di dalam menilai pelayanan publik dilihat dari penilaian penerima layanan (masyarakat)

Tujuan

1. Menetapkan tingkat integritas sektor publik melalui kegiatan survei.

2. Memberikan peringkat integritas sektor pelayanan publik pada lembaga publik di Indonesia. 3. Memberikan informasi tingkat pelaksanaan unsur-unsur integritas di sektor pelayanan

publik .

4. Memberikan informasi mengenai kinerja sektor publik di Indonesia.

(11)
(12)

Integritas Sektor

Publik Indonesia

Fakta Korupsi dalam

(13)

Integritas Sektor P

ublik Indonesia

F

akta K

orupsi Dalam Layanan P

ublik

Skor Integritas Publik

Skor Integritas Publik merupakan skor yang didapat berdasarkan nilai rata-rata dari dua unsur

yakni nilai Pengalaman Integritas (Experienced Integrity) dan nilai Potensi Integritas (Potential

Integrity) dengan bobot yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil kompilasi pendapat dari

21 pakar, diperoleh angka 0,705 untuk Bobot Pengalaman Integritas dan 0,295 untuk Bobot Potensi Integritas.

Untuk skala 1-10, skor rata-rata Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2007 adalah 5,53. Skor rata-rata tersebut dianggap masih cukup rendah. Sebagai acuan, rata-rata nilai integritas di Korea untuk tahun 2006 adalah 8,77. Rincian Skor integritas sektor publik per instansi dan per unit layanan adalah sebagai berikut :

Nilai 5,53 tersebut diperoleh dari hasil survei yang dilakukan di 30 instansi publik dengan sampel 65 unit layanan. Skor integritas dari suatu instansi, merupakan hasil dari kompilasi skor integritas dari setiap unit layanan yang disurvei di instansi tersebut. Rincian peringkat Unit

Departemen/instansi

Badan Kepegawaian Negara

Departemen Dalam Negeri

PT. PERTANI

Departemen Perdagangan TASPEN

Departemen Koperasi UKM Badan Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Pendidikan Nasional PT. ASKES

Jasa Raharja

Badan Kordinasi Penanaman Modal Departemen Sosial

Departemen Perindustrian TELKOM

Departemen Keuangan PERTAMINA

Bank Rakyat Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

PT.JAMSOSTEK

Departemen Kelautan dan Perikanan

Mahkamah Agung

Departemen Kesehatan

PT. Perusahaan Listrik Negara

Departemen Agama Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kepolisian Republik Indonesia PT. Pelabuhan Indonesia II Departemen Perhubungan

Badan Pertanahan Nasional Departemen Hukum dan HAM

Unit layanan di Departemen/Instansi Bersangkutan

Pengangkatan PNS Kenaikan Pangkat Mutasi Pensiun

Pengurusan DAU, DAK dan Dana Perimbangan Daerah Persetujuan Eselon I dan II

Pengurusan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kota Program PPMK Pengurusan Program Sarana Prasarana Daerah

Distribusi dan Produksi pupuk, beras, benih padi dan palawija, pestisida dan bahan kimia, alat mesin pertanian

Jasa perdangangan hasil bumi

Pelayanan Perdagangan Dalam Negeri Pendaftaran keagenan/Distributor Pelayanan Perdagangan Luar Negeri : Layanan Perizinan Ekspor Tabungan Pensiun

Penjamin Modal

Pengawasan Trapetik ,Napza ,Tradisional

Izin/Akre ditasi TK, SD, SLTP, SLTA, Umum dan Khusus, PTS /Sertifikasi Guru Izin Pendidikan Luar Sekolah

Pengurusan Penggunaan Askes Klaim Kecelakaan

Izin PMA /PMDN

Panti Rehabilitasi Sosial /Panti Asuhan dan Jompo/Penyantunan Veteran dan Cacat Pemberdayaan Masyarakat (KUBE)

SIUP dan TDP Metrologi/Tera Pemasangan Baru Pemutusan Penyambungan Kembali Pajak

Cukai/Bea masuk

Distribusi dan Jaringan dan Jaringan Pelayanan Domestik /Distribusi dan Pemasaran BBM

Distribusi dan Pemasaran Non BBM Peminjaman Modal

Pelayanan ASKESKIN Pelayanan Rawat Inap Pelayanan Rawat Jalan

Jaminan Hari Tua dan Tabungan Perumahan Asuransi Kecelakaan Kerja

Asuransi Kesehatan Tenaga Kerja Bongkar Muat ,Cold Storage,dll

Izin Pengembangan Usaha Perikanan/Izin Pelayanan usaha Penangkapan/ Izin Kapal Perikanan

Banding

Peninjauan Kembali PK (Putusan Pengandilan) Penetapan hukum Tetap

Kasasi

Izin Pendirian Rumah Sakit,Izin praktek Dokter/ Izin Penempatan Dokter

Industri farmasi/Izin Pendirian Apotik/Rumah Obat, Izin Penyarluran alat Kesehatan dan Obat/Izin Edar Alat Kesehatan dan Obat.

Izin Penyambungan Dan Pemasangan Listrik Pelayanan Gangguan

Penambahan Daya Pelayanan Haji Administrasi Pernikahan Pengurusan PJTKI Pelayanan TKI di Terminal 3

Tindak Pidana Umum, Tindak Pidana Khusus, Narkoba dan Lakalantas Retribusi STNK dan BPKB/SIM/STNK/BPKB

Jasa Kepelabuhan

Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan

Izin Usaha Angkutan Darat/Laut (Pelayaran), Udara (Penerbangan) Izin Trayek Angkutan Darat Antar Provinsi

Izin Pengujian Kelayakan Kendaraan Angkatan Umum Darat (KIR) Setifikat Tanah/Penggabungan Sertifikat

Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama Kali Kenotariatan

Keimigrasian/Paspor Lembaga Pemasyarakatan

Skor

Skor Integritas Unit Layanan

6,18

(14)

ublik Indonesia

orupsi Dalam Layanan P

ublik

Layanan berurut dari 65 unit layanan yang disurvei adalah sebagai berikut :

• Data menunjukkan bahwa dalam satu instansi, terdapat unit layanan yang berada pada

peringkat yang baik dan unit layanan yang berada di peringkat buruk (misalnya, Unit Layanan di Departemen Tenaga Kerja). Di samping itu ada instansi yang seluruh unit layanannya berada di peringkat baik (misalnya, Unit Layanan di Badan Kepegawaian Negara). Namun yang lebih memprihatinkan adalah apabila seluruh unit layanan yang menjadi sampel di suatu instansi berada pada peringkat yang buruk (misalnya Unit Layanan di Departemen Hukum dan HAM).

• Dari tabel terlihat bahwa Unit Pelayanan TKI di Terminal III (Skor Integritas: 3,46) oleh

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Unit Pelayanan Izin Pengujian Kelayakan Kendaraan Angkutan Umum Darat (KIR) (Skor Integritas: 3,99) oleh Departemen Perhubungan adalah Unit Layanan yang memiliki skor integritas paling rendah dengan nilai dibawah 4,00. Unit-Unit Layanan yang nilai skor integritasnya dibawah nilai rata-rata jumlahnya ternyata masih sangat banyak yaitu 26 Unit Layanan dari 65 unit layanan yang disurvei.

• Di samping nilai skor integritas yang rendah oleh sebagian unit layanan, sekitar 30,7% dari

unit layanan yang disurvei mampu mencapai nilai 6 (diatas nilai rata-rata 5,53). Namun demikian, nilai integritas tersebut belum cukup menunjukkan bahwa pelayanan publik di unit layanan tersebut telah berjalan dengan baik.

Beberapa catatan yang bisa dijadikan bahan pertimbangan mengapa skor integritas di unit layanan-unit layanan tertentu lebih tinggi, terutama untuk skor integritas yang nilainya lebih dari 6,00 adalah sebagai berikut:

1. Pengguna layanan pada Unit Layanan yang dinilai adalah sama-sama aparat pemerintah (PNS), dimana komunikasi lebih mudah, rutin dan telah dengan baik terjalin, sehingga pengguna lebih biasa mendapatkan pelayanan sesuai dengan prosedur;

2. Pengguna layanan yang berasal dari PNS memiliki “toleransi” dalam menjawab pertanyaan yang bertujuan menilai integritas suatu unit layanan dengan petugas yang berasal dari sesama PNS;

3. Pengguna layanan terbiasa mendapatkan pelayanan yang periodik (misal tiap tahun) dari unit layanan yang dinilai sehingga proses pelayanan berjalan sesuai dengan prosedur yang sama setiap tahunnya;

4. Pengguna layanan adalah sebuah lembaga/organisasi/unit kerja sehingga pelayanan yang diberikan oleh unit layanan akan sesuai dengan prosedur;

5. Pengguna layanan yang merupakan lembaga/organisasi/unit kerja memiliki orang-orang yang bertugas secara tetap/rutin berhubungan dengan unit layanan, sehingga network/ jaringan yang terjalin menjadi solid/kuat, akibatnya penerima layanan merasa tidak menemui kesulitan dalam pengurusan layanannya.

Dengan keterangan tersebut, ada kemungkinan bahwa apabila unit layanan melayani orang yang belum terbiasa mendapatkan pelayanan di sana, bukan mendapatkan layanan secara periodik, atau bukan melayani sesama organisasi/lembaga pemerintah, dimungkinkan terdapat “perbedaan” dalam perlakuan pemberian layanan.

(15)

sam-Integritas Sektor P

ublik Indonesia

F

akta K

orupsi Dalam Layanan P

ublik

pel nilainya di bawah rata-rata. Sedangkan instansi dengan unit layanan sampelnya yang memiliki skor integritas di atas rata-rata sebaiknya terus meningkatkan kualitas layanan yang diberikan, mengingat skor integritas maksimal adalah 10. Artinya skor integritas yang dimiliki saat ini walaupun nilainya di atas rata-rata sampel, namun dari sisi kualitas masih jauh dari sempurna.

Nilai integritas yang diperoleh di tiap departemen, merupakan akumulasi dari nilai Potensi integritas dan pengalaman integritas dari tiap-tiap unit layanan yang dijadikan sampel. Nilai rata-rata Integritas Sektor Publik Indonesia 2007 sebesar 5,53 tersebut diperoleh dengan memperhitungkan nilai rata pengalaman integritas yang berjumlah 5,34 dan nilai rata-rata potensi integritas yang berjumlah 6,00.

Terlihat bahwa nilai rata-rata potensi integritas lebih tinggi dari pengalaman integritas. Kondisi ini sedikit berbeda dengan yang dihasilkan oleh survei sejenis di Korea (sejak tahun 2002 hingga 2006,

Skor Integritas Total

Skor Intergritas Departemen/ Instansi di atas rata-rata

Skor Intergritas Departemen/ Instansi di bawah rata-rata

Skor Intergritas Unit Layanan Sampel yang berada di Departemen/Instansi bersangkutan seluruhnya di atas rata-rata

Skor Intergritas Unit Layanan Sampel yang berada di Departemen/Instansi

bersangkutan sebagian di atas rata-rata sebagian di bawah rata-rata-rata-rata

Skor Intergritas Unit Layanan Sampel yang berada di Departemen/Instansi

bersangkutan seluruhnya di bawah rata-rata

Jumlah Departemen/

Instansi

19

11

17

5

8

Nama Departemen/Instansi

Badan Kepegawaian Negara, Departemen Dalam Negeri, PT. PERTANI, Depatemen Perdagangan, TASPEN, Departemen Koperasi & UKM, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Pedidikan Nasional, PT. ASKES, JASA RAHARJA, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Departemen Sosial, Departemen Perindustrian, PT. TELKOM, Departemen Keuangan, PERTAMINA, Bank Rakyat

Indonesia, RSCM, PT. JAMSOSTEK.

Depatemen Kelautan dan Perikanan, Mahkamah Agung, Departemen Kesehatan, PT. PLN,

Departemen Agama, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, POLRI, PT. Pelabuhan Indonesia II, Departemen Perhubungan, Badan Pertanahan Nasional, Departemen Hukum dan HAM

Badan Kepegawaian Negara, Departemen Dalam Negeri, PT. PERTANI, Depatemen Perdagangan, TASPEN, Departemen Koperasi & UKM, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Pendidikan Nasional , PT. ASKES, JASA RAHARJA, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Departemen Sosial, Departemen Perindustrian, PT TELKOM, Bank Rakyat Indonesia, RSCM, PT. JAMSOSTEK.

Departemen Keuangan, PERTAMINA, Departemen Kelautan dan Perikanan, Mahkamah Agung, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi .

Departemen Kesehatan, PT. PLN, Departemen Agama, POLRI, PT. Pelabuhan Indonesia II,

(16)

ublik Indonesia

orupsi Dalam Layanan P

ublik

nilai rata-rata potensi integritas di Korea lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata pengalaman integritasnya). Hal ini dapat diartikan bahwa :

1. Meskipun nilai rata-rata potensi integritas Indonesia masih rendah yakni hanya 6,00 namun setidaknya menunjukkan bahwa secara umum telah tersedia sistem dan lingkungan yang berpotensi mendukung terselenggaranya transparansi dan profesionalitas petugas dalam melayani masyarakat. Namun demikian, tersedianya sistem ini belum cukup untuk membendung terjadinya suap dalam pemberian layanan (ditunjukkan dengan lebih rendahnya nilai Pengalaman Integritas dibandingkan dengan Nilai Potensi Integritas);

2. Masyarakat menilai bahwa meskipun sistem dan fasilitas telah telah tersedia namun tetap tidak memadai untuk mendukung terselenggaranya pelayanan yang diharapkan oleh pengguna;

3. Perlu adanya mekanisme yang benar-benar mendorong agar sistem yang sudah tersedia dapat bekerja sesuai peruntukannya, sehingga fasilitas dan atau standar baku operasional yang sudah disusun tidak menjadi hiasan belaka.

Instansi dengan nilai potensi integritas tertinggi adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN) dengan nilai 7,34. Sayangnya nilai potensi yang telah relatif baik ini tidak diikuti oleh nilai pengalaman integritas yang hanya berada di peringkat ke enam dengan nilai 5,89. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun responden menilai Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah memiliki sistem administrasi, lingkungan kerja dan berbagai perangkat yang berpotensi mendukung terciptanya integritas dalam layanan, namun ternyata seluruh kelengkapan tersebut diangap penggunanya kurang mampu menghasilkan pelayanan yang adil, transparan

dan terukur (accountable). Untuk nilai pengalaman integritas dan potensi integritas di

tiap-tiap instansi yang disurvey dapat terlihat dalam tabel berikut :

Dalam tabel tersebut juga terlihat bahwa Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memiliki skor integritas yang sama dengan Departemen Koperasi dan UKM. Nilai potensi integritas BPOM cukup baik 6,81 dan berada di peringkat dua namun karena karena nilai

Departemen/Lembaga

Badan Kepegawaian Negara Departemen Dalam Negeri PT. PERTANI

Departemen Perdagangan TASPEN

Departemen Koperasi & UKM Badan Pegawasan Obat dan Makanan Departemen Pendidikan Nasional PT. ASKES

Jasa Raharja

Badan Koordinasi Penanaman Modal Departemen Sosial

Departemen Perindustrian TELKOM

Departemen Keuangan PERTAMINA Bank Rakyat Indonesia

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo PT. JAMSOSTEK

Departemen Kelautan dan Perikanan Mahkamah Agung

Departemen Kesehatan PT. Perusahaan Listrik Negara Departemen Agama

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kepolisian Republik Indonesia PT. Pelabuhan Indonesia Departemen Perhubungan Badan Pertanahan Nasional Departemen Hukum dan HAM

Skor Experienced

Rank Potensial Integrity Departemen Experienced Integrity

(17)

Integritas Sektor P

ublik Indonesia

F

akta K

orupsi Dalam Layanan P

ublik

Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terlihat ketika membandingkan nilai pengalaman integritas dan potensi integritas di tiap unit layanan. Seperti yang terlihat dalam tabel pada halaman berikut.

Layanan-layanan seperti layanan pensiun dan layanan perijinan ekspor mempunyai nilai potensi yang lebih baik dibandingk an dengan nilai pengalamannya. Hal yang berbeda dialami oleh unit layanan di Mahkamah Agung (MA), 3 dari 4 unit layanan di Mahkamah Agung memiliki nilai potensi integritas yang lebih kecil dari nilai pengalaman. Secara substantif hal ini menjelaskan bahwa buruknya potensi integritas pada 3 unit layanan di MA tersebut dapat disebabkan karena lemahnya dukungan sistem dan lingkungan kerja yang tidak mendukung tercegahnya perilaku koruptif. Sebagaimana diketahui, sistem administrasi, lingkungan kerja, perilaku petugas dan adanya upaya pencegahan korupsi merupakan indikator-indikator yang menentukan nilai dari potensi integritas.

Unit Layanan di Departemen/Instansi bersangkutan

Pensiun

Pelayanan Perdagangan Luar Negeri : Layanan Perizinan Ekspor Kenaikan Pangkat

Persetujuan Eselon I dan II Metrologi/Tera

Distribusi dan Produksi pupuk, beras, benih padi dan palawija, pestisida dan bahan kimia, alat mesin pertanian Pengurus DAU, DAK dan Dana Perimbangan Daerah Pengurusan PJTKI

Mutasi

Izin Pendidikan Luar Sekolah

Pengurusan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kota Program PPMK

Pengangkatan PNS

Pengurusan Program Sarana Prasarana Daerah Penyambungan Kembali

Tabungan Pensiun Jasa Perdagangan Hasil Bumi Penjamin Modal

Pengawasan Trapetik, Napza, Tradisional

Pelayanan Perdagangan Dalam Negeri : Pendaftaran Keagenan/ Distributor

Pemutusan

Pengurusan Penggunaan Askes Pajak

Distribusi dan Pemasaran Non BBM Klaim Kecelakaan

Pemberdayaan Masyarakat (KUBE) Izin PMA/PMDN

Izin/Akreditas TK, SD, SLTP, SLTA Umum dan Khusus, PTS/ Sertifikat Guru

Panti Rehabilitasi Sosial/Panti Asuhan dan Jompo/Penyantunan Veteran dan Cacat

Pelayanan Rawat Jalan Asuransi Kecelakaan Kerja Penetapan Hukum Tetap Peminjaman Modal

Jaminan Hari Tua dan Tabungan Perumahan Pelayanan ASKESKIN

SIUP dan TDP Pemasangan Baru

Izin Pengembangan Usaha Perikanan/Izin Pelayanan Usaha Penangkapan/Izin Kapal Perikanan

Asuransi Kesehatan Tenaga Kerja Pelayanan Rawat Inap Cukai/Bea Masuk Pelayanan Haji Pelayanan Gangguan

Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/Distribusi dan Pemasaran BBM

Izin Pendirian Rumah Sakit, Izin Praktek Dokter/Izin Penempatan Dokter

Penambahan Daya Kasasi

Peninjauan Kembali PK (Putusan Pengadilan) Tindak Pidana Umum, Tindak Pidana Khusus, Narkoba dan Lakalantas

Industri Farmasi/Izin Pendirian Apotik/Rumah Obat, Izin Penyaluran Alat Kesehatan dan Obat/Izin Edar Alat Kesehatan dan Obat

Banding

Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi Bongkar Muat, Cold Storage, dll Jasa Kepelabuhan Administrasi Pernikahan Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan Retribusi STNK dan BPKB/SIM/STNK/BPKB Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik Lembaga Pemasyarakatan

Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama Kali Izin Usaha Angkutan Darat/Laut (Pelayaran)/Udara (Penerbangan) Keimigrasi/Paspor

Kenotariatan

Sertifikat Tanah/Penggabungan Sertifikat

Izin Pengujian Kelayakan Kendaraan Angkutan Umum Darat (KIR) Pelayanan TKI di Terminal 3

Departemen/Instansi

Badan Kepegawaian Negara Departemen Perdagangan Badan Kepegawaian Negara Departemen Dalam Negeri Departemen Perindustrian PT. PERTANI Departemen Dalam Negeri

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Badan Kepegawaian Negara Departemen Pendidikan Nasional Departemen Dalam Negeri Badan Kepegawaian Negara Departemen Dalam Negeri TELKOM

TASPEN PT. PERTANI

Departemen Koperasi & UKM Badan Pegawasan Obat dan Makanan Departemen Perdagangan TELKOM

PT. ASKES Departemen Keuangan PERTAMINA Jasa Raharja Departemen Sosial

Badan Koordinasi Penanaman Modal Departemen Pendidikan Nasional Departemen Sosial

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo PT. JAMSOSTEK

Mahkamah Agung Bank Rakyat Indonesia PT. JAMSOSTEK

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Departemen Perindustrian TELKOM

Departemen Kelautan dan Perikanan PT. JAMSOSTEK

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Departemen Keuangan Departemen Agama PT. Perusahaan Listrik Negara PERTAMINA

Departemen Kesehatan PT. Perusahaan Listrik Negara Mahkamah Agung Mahkamah Agung Kepolisian Republik Indonesia Departemen Kesehatan

Mahkamah Agung Departemen Perhubungan Departemen Kelautan dan Perikanan PT. Pelabuhan Indonesia II Departemen Agama PT. Pelabuhan Indonesia II Kepolisian Republik Indonesia PT. Perusahaan Listrik Negara Departemen Hukum dan HAM Badan Pertanahan Nasional Departemen Perhubungan Departemen Hukum dan HAM Departemen Hukum dan HAM Badan Pertanahan Nasional Departemen Perhubungan

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Skor Potential Integrity

7,40

(18)

Pengalaman Integritas

(19)

P

engalaman Integritas

(Experienced Integrity)

I. Pengalaman Integritas (Experienced Integrity)

Pengalaman Integritas (Experienced Integrity) merupakan salah satu unsur penyusun skor

integritas publik. Experienced Integrity disusun dari indikator Pengalaman Korupsi (Experienced

Corruption) dengan bobot 0,748 dan Cara Pandang terhadap Korupsi (Perceived Corruption)

dengan bobot 0,252.

Nilai rata-rata experienced integrity dari 65 unit layanan dan 30 instansi yang disurvei adalah 5,34. Nilai rata-rata tersebut masih sangat rendah, terutama bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga melakukan survei integritas sektor publik di negara-negaranya, misalnya Korea yang nilainya sudah hampir mendekati sempurna yakni 9,14.

Sebagai gambaran, akan ditunjukkan 5 instansi dan 5 unit layanan yang memiliki skor

experienced integrity terbaik dan terburuk dalam pelayanan publik tahun 2007. Nilai yang

cukup tinggi dengan skor experienced integrity di atas 6,00 (rata-rata 5.34) hanya dapat dicapai

oleh 3 instansi, dan nilai yang buruk dengan skor experienced integrity di bawah 4,00 masih

diduduki oleh 2 instansi.

DEPDAGRI (dengan 4 unit layanan sampel), PT. PERTANI (dengan 2 unit layanan sampel) dan

PT. TASPEN (dengan 1 unit layanan sampel) adalah instansi dengan skor experienced integrity

di atas 6,00. Sedangkan Badan Pertanahan Nasional (dengan 2 unit layanan sampel) dan Departemen Hukum dan HAM (dengan 3 unit layanan sampel) merupakan instansi dengan

nilai skor experienced integrity terendah yaitu di bawah 4,00.

(20)

Dalam rangka memperdalam analisa, 5 unit layanan dengan skor experienced integrity tertinggi dan terendah akan ditunjukkan dalam gambar berikut.

Gambar ini menjelaskan bahwa terdapat 2 unit layanan DEPKUMHAM (dari 3 unit layanan

sampel) yang berada pada peringkat experienced integrity lima terendah. Kondisi ini harus

mendapat perhatian serius dari DEPKUMHAM dan segera diupayakan untuk dilakukan perbaikan-perbaikan.

Kondisi sebaliknya terjadi di seluruh unit layanan sampel DEPDAGRI (4 unit layanan) yang

mendapatkan skor experience integrity tertinggi. Kondisi ini seharusnya tidak membuat

DEPDAGRI menjadi cepat berpuas diri, akan lebih baik jika DEPDAGRI melakukan evaluasi terhadap penilaian ini untuk kemudian mengidentifikasi aspek mana yang menyebabkan penilaian menjadi lebih tinggi, dan adakah hal lain yang jika dibiarkan akan mengurangi

penilaian skor experience integrity ini di masa yang akan datang. Evaluasi tersebut tentunya

juga menilai apakah memang pelayanan yang diberikan sudah cukup baik, ataukah pengguna layanan memiliki “hubungan yang baik dan menguntungkan” dengan unit-unit layanan yang diberikan oleh DEPDAGRI sehingga berpengaruh terhadap penilaian mereka terhadap layanan yang diberikan oleh DEPDAGRI.

Bagian selanjutnya akan membahas 2 indikator experienced integrity yang terdiri dari cara

pandang masyarakat terhadap korupsi dan pengalaman masyarakat terhadap korupsi dengan lebih detail.

Experienced Integrity berdasarkan Unit Layanan (5 tertinggi dan 5 terendah)

Angkutan

(21)

P

engalaman Integritas

(Experienced Integrity)

I. 1. Cara Pandang Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik

Yang dimaksud dalam cara pandang disini adalah bagaimana masyarakat memandang korupsi di lembaga pelayanan publik, termasuk tingkat toleransinya dan menilai pemahaman masyarakat mengenai apakah imbalan yang mereka berikan diluar tarif resmi kepada petugas layanan mereka anggap suap atau bukan.

Masyarakat Indonesia ternyata memiliki toleransi yang cukup tinggi dalam memandang korupsi di lembaga pelayanan publik. Penilaian dilakukan berdasarkan bagaimana masyarakat memandang pemberian imbalan dalam pengurusan layanan, maksud pemberian imbalan, dan mengenai tingkat keseriusan korupsi di unit layanan yang mereka datangi.

Sebanyak 45 persen masyarakat pengguna layanan publik memandang bahwa pemberian imbalan atau lainnya pada suatu instansi merupakan hal yang wajar dalam proses pengurusan pelayanan. Artinya, pemberian imbalan dalam pengurusan layanan

dianggap oleh 45 persen pengguna layanan sebagai hal yang biasa dilakukan dan

bisa diterima apabila yang bersangkutan sedang mengurus layanan. Pendapat

tersebut tentunya dipengaruhi oleh kondisi dan pengalaman selama bertahun-tahun yang terjadi dalam pelayanan publik di Indonesia. Secara lebih spesifik, tingginya toleransi masyarakat dalam memandang korupsi di pelayanan publik berbeda terhadap setiap unit layanan. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa unit layanan tertentu memang sudah sangat terbiasa dan wajar menerima imbalan dari pengguna layanan publik. Lihat gambar berikut.

Apakah pemberian imbalan atau lainnya pada unit layanan merupakan hal yang wajar dalam proses pengurusan layanan ?

Ya

Bongkar Muat, Cold Storage, dll (Dept. Kelautan & Perikanan) Izin usaha angkutan darat/pelayaran/ penerbangan (Dept. Perhubungan) Jasa Kepelabuhan (PT. Pelindo II)

Pemberdayaan Masyarakat/Kube (Dept. Sosial) Izin pengembangan usaha perikanan/ Pelayanan usaha penangkapan /Kapal

Jasa gudang/ Usaha penumpukan (PT. Pelindo II) Pemasangan baru telpon (TELKOM) Dist. & Jaringan layanan domestik/Dist. & Pemasaran BBM (Pertamina) Peminjaman modal (BRI)

0% Tidak

100% 50%

100 97 97

3 3

88 12

94 6

80 20

79 21

75 25

(22)

Ternyata unit layanan Bongkar muat, cold storage, dll yang berada di Departemen Kelautan merupakan unit layanan di mana masyarakat pengguna layanannya merasa sangat wajar memberikan imbalan dalam proses pengurusan layanan. Bahkan di unit layanan ini seluruh responden (100 persen) selalu memberi imbalan atau lainnya di luar biaya resmi yang harus mereka bayarkan. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga dirasakan oleh pengguna layanan di Izin usaha angkutan darat / pelayaran / penerbangan (Dephub), Jasa Kepelabuhanan (dari PT. Pelindo II), dan Pemberdayaan Masyarakat/Kube (Depsos) di mana hampir seluruh (lebih dari 90 persen) masyarakat pengguna layanannya menganggap memberikan imbalan adalah suatu yang wajar mereka lakukan jika mengurus layanan di unit-unit layanan tersebut. Lima jenis layanan lain dalam gambar merupakan layanan-layanan di mana lebih dari 75 persen masyarakat pengguna layanannya merasa biasa memberikan imbalan atau lainnya pada saat melakukan pengurusan layanan di unit-unit layanan tersebut. Pada unit-unit layanan sampel yang lain (56 unit layanan) jawaban dari masyarakat yang menyatakan bahwa pemberian imbalan dalam proses pengurusan layanan adalah wajar berkisar antara 3 s/d71 persen.

Di luar jawaban wajar dari pengguna layanan, mayoritas pengguna layanan (97%) di

Unit layanan perdagangan dalam negeri merasa bahwa pemberian imbalan merupakan hal yang tidak wajar. Artinya, masyarakat pengguna layanan di unit ini sudah memberikan sinyal yang nyata bahwa unit layanan yang mereka manfaatkan harus transparan dalam mengenakan tarif.

Bila unit layanan yang dimaksud telah terbiasa dalam sistem pemberian imbalan ini, maka keberatan pengguna layanan dalam memberikan imbalan terhadap proses pengurusan layanan sejatinya dapat langsung ditindaklanjuti dengan melakukan berbagai perubahan dan segera melakukan survei kepuasan pelanggan untuk mengevaluasi sejauh mana kelemahan unit layanan tersebut. Namun bila unit layanan ini tidak juga mencanangkan perubahan, akan sangat jelas bahwa tidak ada komitmen dari pimpinan unit layanan tersebut untuk berubah dan membenahi diri, dan sudah selayaknya bagi KPK untuk mencermati fenomena tersebut.

Apakah pemberian imbalan atau lainnya pada instansi merupakan hal yang wajar dalam proses pengurusan layanan ?

Dept. Kelautan dan Perikanan

PT. Pelindo II

Departemen Sosial BRI

Departemen Perhubungan

0% 50% 100%

91 9

84 16

82 18

71 29

75 25

(23)

P

engalaman Integritas

(Experienced Integrity)

Lembaga Pemasyarakatan (Dept. Hukum & HAM)

Peninjauan Kembali PK (MA)

Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI)

Tindak pidana umum, khusus, narkoba, lakalantas (POLRI)

KIR (Dept. Perhubungan)

Izin usaha angkutan darat/pelayanan/penerbangan (Dept. Perhubungan)

0% 50% 100%

56 44

58 77

42 23

55 45

53 47

55 45

Bila dilihat berdasarkan instansi, terlihat bahwa masyarakat pengguna layanan memandang sangat wajar pemberian imbalan dalam proses pengurusan layanan terutama untuk unit-unit layanan yang berada di Departemen Kelautan dan Perikanan, PT. Pelindo II, Departemen Sosial, BRI dan Departemen Perhubungan. Kondisi ini hanya menggambarkan bahwa lebih dari 70 persen masyarakat pengguna layanan di instansi-instansi tersebut merasa wajar memberikan imbalan dalam proses pengurusan layanan di luar biaya resmi yang mereka bayarkan. Untuk 25 instansi sampel yang lain, persentase masyarakat pengguna layanan yang menganggap bahwa pemberian imbalan pada suatu instansi merupakan hal wajar dalam pengurusan layanan berada pada tingkat 13-70 persen.

Sebagian besar (66%) pengguna layanan menganggap berbagai bentuk imbalan yang

diberikan dalam proses pengurusan layanan sebagai tanda terimakasih atas pelayanan yang diberikan. Sisanya menganggap sebagai tambahan upah kerja, pelicin proses pelayanan atau sebagai kompensasi kekurangan persyaratan administratif. Kondisi semacam ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah sangat terbiasa memberikan imbalan sebagai kompensasi dari layanan yang mereka terima. Artinya, mereka kurang memahami bahwa layanan yang mereka terima tersebut merupakan hak yang memang seharusnya mereka terima. Sementara pihak pemberi layanan pun tidak memahami bahwa mereka memang memiliki kewajiban dan tugas untuk memberi layanan. Kekurangpahaman masyarakat terhadap tugas dan kewajiban pemberi layanan membuat mereka merasa berhutang budi sehinga mereka membalas layanan yang telah mereka terima dengan memberikan imbalan kepada pemberi layanan tersebut. Kebiasaan ini terjadi, kemungkinan disebabkan oleh paradigma lama di mana birokrat biasa dihormati masyarakat, sehingga cara pandang masyarakat mengenai peran birokrat yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat susah untuk diubah. Akan sangat memudahkan jika di dalam lingkungan birokrasi sendiri ditumbuhkan paradigma baru bahwa mereka adalah pengabdi dan pengayom masyarakat, dan tidak menganggap bahwa masyarakat yang datang untuk meminta layanan adalah beban yang

mengganggu atau dijadikan sebagai “sumber mata pencaharian” baru.

Berdasarkan data dari tiap unit layanan, 26 unit layanan menyatakan bahwa lebih dari 70 persen masyarakat pengguna layanannya memandang bahwa memberikan imbalan sebagai wujud ucapan terimakasih. Namun ternyata masyarakat ada yang memandang bahwa memberikan imbalan kepada petugas layanan merupakan tambahan upah kerja. Namun yang lebih memprihatinkan adalah masyarakat pengguna layanan di unit layanan tertentu memandang bahwa imbalan diberikan secara sengaja kepada petugas layanan adalah sebagai pelicin dari proses layanan.

Bentuk imbalan yang diberikan sebagai “Pelicin Proses Pelayanan”

(24)

Data menunjukkan bahwa unit layanan dimana lebih dari 50 persen penggunanya berpendapat bahwa pemberian imbalan ditujukan sebagai pelicin proses pelayanan, umumnya adalah unit layanan di bidang penegak hukum. Empat besar dari 6 unit layanan yang oleh sebagian besar penggunanya harus diberi imbalan lebih supaya proses pelayanan lancar adalah Lembaga Pemasyarakatan (DepkumHam); Peninjauan Kembali PK (MA); Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI); dan Layanan Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba dan Lakalantas (POLRI). Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan mengingat harusnya lembaga penegak hukum adalah yang memimpin di depan upaya-upaya penindakan dan pencegahan korupsi.

Untuk memperkuat data mengenai besarnya toleransi masyarakat terhadap korupsi di pelayanan publik Indonesia, masyarakat pengguna layanan diminta berpendapat mengenai tingkat keseriusan korupsi dalam pelayanan publik yang mereka terima. Ternyata memang terbukti bahwa 77 persen pengguna layanan publik menganggap bahwa tingkat korupsi di pelayanan publik belum serius dan hanya 27 persen yang menganggap tingkat korupsi di layanan publik mencapai tahap serius.

Pandangan masyarakat terhadap serius tidaknya korupsi di pelayanan publik secara lebih detail berbeda untuk setiap unit layanan. Dari 65 unit layanan yang disurvei, 80 persen (52) unit layanan publik oleh masyarakat penggunanya dinilai tidak memiliki tingkat korupsi yang serius. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, dengan rata-rata integritas yang rendah yakni 5,53, ternyata mayoritas masyarakat pengguna layanan tidak menganggap serius korupsi yang terjadi di tempat mereka mendapatkan layanan.

Hanya 20 persen (13) unit layanan yang mereka anggap memiliki tingkat korupsi yang serius. Dari 13 unit layanan tersebut, 5 unit layanan dinilai masyarakat penggunanya berada pada tingkat korupsi yang paling serius, karena lebih dari 70 persen masyarakat penggunanya menilai bahwa unit layanan yang bersangkutan memiliki tingkat korupsi yang serius. Lima unit layanan tersebut adalah Layanan TKI di Terminal III oleh Depnakertrans

(93%), Lembaga Pemasyarakatan oleh Depkumham (82%), Retribusi STNK/BPKB/ SIM oleh POLRI (79%), Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran pertama kali oleh BPN (72%), serta Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi oleh Dephub (72%).

Bagaimana Tingkat Korupsi pada Unit Layanan ini ?

TKI di Terminal III (Dept. Tenaga kerja & Transmigrasi)

Lembaga Pemasyarakatan (Dept. Hukum & HAM)

Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI)

Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama kali (BPN)

Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dept. Perhubungan)

0% 50% 100%

79 21

82 18

93 7

72 28

72 28

Tidak Serius

(25)

P

engalaman Integritas

(Experienced Integrity)

I. 2. Pengalaman Masyarakat terhadap Korupsi di Pelayanan Publik

Pengalaman korupsi yang langsung dirasakan masyarakat dalam mengurus layanan bisa ditunjukkan dalam bentuk biaya-biaya lebih yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna layanan di luar biaya resmi yang ditetapkan. Dari 3611 masyarakat yang mengurus layanan, 33 persen pernah mengeluarkan biaya/imbalan tambahan di luar biaya yang berlaku. Bila diperhatikan, unit layanan yang paling sering memungut biaya lebih menurut penilaian pengguna layanan adalah Unit Layanan Lembaga Pemasyarakatan

(Depkumham); Bongkar Muat, Cold Storage, dll (DKP); TKI di Terminal III (Depnakertrans);

serta Sertifikasi Tanah/ Penggabungan Sertifikat (BPN).

Empat belas unit layanan berikut adalah unit layanan yang lebih dari 60 persen pengguna layanannya merasakan secara langsung harus mengeluarkan biaya/ imbalan tambahan di luar biaya resmi yang harus dikeluarkan.

Lembaga Pemasyarakatan di bawah tanggung jawab Departemen Hukum dan HAM merupakan unit layanan di mana hampir seluruh pengguna layanannya harus mengeluarkan biaya/ imbalan tambahan pada saat menerima layanan. Kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat pengguna layanan dari Lembaga Pemasyarakatan adalah para narapidana yang dalam jangka waktu yang relatif panjang ‘diharuskan menikmati’ layanan yang diberikan oleh Unit Layanan ini. Pengeluaran biaya/imbalan tambahan yang ‘harus’ mereka rasakan tentu saja sangat memberatkan dan membebani pengguna layanan ini. Pengeluaran biaya/imbalan tambahan juga hampir dirasakan

oleh seluruh pengguna layanan bongkar muat dan cold storage dari Departemen

Kelautan dan Perikanan, TKI di Terminal III dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Sertifikasi Tanah dan Penggabungan Sertifikat dari BPN.

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)

Bongkar Muat, Cold Storage (DKP)

TKI di Terminal III (Depnakertrans)

Sertifikat Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN)

Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub)

Izin KIR (Dephub)

Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)

Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (Pelindo II)

Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama (BPN)

Banding (MA)

Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/Distribusi dan Pemasaran BBM (Pertamina)

Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI)

Pelayanan Gangguan (PLN)

Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN)

Selama menerima pelayanan di Unit Layanan ini, selain mengeluarkan biaya resmi, apakah Anda mengeluarkan biaya/imbalan tambahan ?

Tidak Pernah Pernah

0% 50% 100%

95 5

88 12

87 13

87 13

84 16

83 17

81 19

76 24

72 28

67 33

66 34

63 37

62 38

(26)

5.8

Departemen Perhubungan PELINDO II Departemen Hukum dan HAM

Badan Pertanahan Nasional POLRI Perusahaan Listrik Negara

Mahkamah Agung Departemen Agama Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi

76.9 5 4.15.8 76.7

2.5

2.53.2 3.8

69.2 15.8

1 79.2 50.4 5.4 3.75.8

59.5 .5 2.48

50.4

45.9 3.3.8

Bila diperhatikan, Departemen Perhubungan, Badan Pertanahan Nasional, PELINDO II, Departemen Hukum dan HAM dan PLN memiliki unit layanan-unit layanan sampel yang pengguna layanannya paling sering harus mengeluarkan biaya/ imbalan tambahan di luar biaya resmi yang wajib mereka bayarkan dalam memperoleh layanan. Fakta ini diharapkan menjadikan instansi-instansi yang bersangkutan tergerak untuk segera mengkoreksi dan memperbaiki kualitas layanan yang mereka berikan kepada masyarakat.

Dari masyarakat yang pernah mengeluarkan biaya di luar biaya resmi yang ditentukan, umumnya berdasarkan pengalaman bentuk imbalan yang diberikan kepada petugas layanan adalah dalam bentuk uang tunai atau cek. Dari 1327 orang yang mengaku

mengeluarkan biaya di luar biaya resmi, 87,9% menyatakan bahwa mereka memberikan

imbalan kepada petugas layanan dalam bentuk uang tunai/cek, dan hanya sebagian kecil yang berbentuk barang/souvenir (5,0 persen atau 62 orang), entertaint (3,5 persen atau 46 orang) atau fasilitas dan berbagai kemudahan tertentu lainnya (3,9 persen atau 52 orang).

Selama menerima layanan dari instansi ini, Selain mengeluarkan biaya resmi apakah Anda mengeluarkan biaya/imbalan tambahan ?

Menurut pengalaman Anda, imbalan dalam bentuk apakah yang diberikan kepada petugas layanan pada instansi ini ?

Departemen Perhubungan

Badan Pertanahan Nasional

PELINDO II

Departemen Hukum dan HAM

Perusahaan Listrik Negara

0% 50% 100%

78 22

79 21

80 20

60 40

69 31

Tidak Pernah Pernah

Uang tunai/ cek Barang/ souvenir Entertaintment

(27)

P

engalaman Integritas

(Experienced Integrity)

Berdasarkan data menurut instansi, terlihat bahwa Departemen Perhubungan merupakan instansi yang pengguna layanannya paling banyak mengeluarkan biaya/ imbalan tambahan di luar biaya resmi baik dari sisi jenis dan jumlah.

Dari seluruh pengguna layanan di Departemen Perhubungan, 77 persen reponden mengaku memberikan imbalan atau tambahan biaya dalam bentuk uang tunai/cek, 5 persen dalam bentuk barang/souvenir, 4 persen dalam bentuk entertaint dan 6 persen dalam bentuk fasilitas dan kemudahan lainnya. Selain pengguna layanan di Departemen Perhubungan, pengguna layanan di instansi lain yang juga mengalami memberikan biaya/imbalan tambahan di luar biaya resmi dalam bentuk uang tunai/cek, barang/ souvenir, entertaintment serta fasilitas dan kemudahan lain adalah PELINDO II, Departemen Hukum dan HAM, POLRI dan Mahkamah Agung. Pengguna layanan di unit layanan PLN umumnya mengeluarkan biaya tambahan atau imbalan dalam bentuk uang tunai/cek,

barang/souvenir dan entertaintment. Sedangkan di Departemen Agama dalam bentuk

uang tunai/cek, barang/souvenir dan entertaintment, di Departemen Tenagakerja dan

Transmigrasi dalam bentuk uang tunai/cek dan entertaintment. Sedangkan pengguna

layanan di unit-unit layanan pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) 79 persen berdasarkan pengalaman mengeluarkan biaya tambahan/imbalan hanya dalam bentuk uang tunai/ cek.

Menurut pengalaman Anda, apakah anda memberikan imbalan dalam bentuk uang tunai/cek kepada petugas layanan pada

unit layanan ini ? (jawaban ‘Ya’)

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)

Bongkar Muat, Cold Storage (DKP)

TKI di Terminal III (Depnakertrans)

Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN)

Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub)

Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)

Kenotariatan (Depkumham)

Izin KIR (Dephub)

Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (Pelindo II)

Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)

Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama (BPN)

Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dephub)

Banding (MA) Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/ Distribusi dan Pemasaran BBM (Pertamina) Pelayanan Gangguan (PLN)

Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN)

Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI)

Penambahan Daya (PLN)

Peninjauan Kembali PK (MA)

Administrasi Pernikahan (Depag) Industri Farmasi/Izin Pendirian Apotik (Rumah Obat) / Penyaluran Alat Kesehatan dan Obat (Depkes)

0% 50% 100%

95

88

87

87

84

81

80

77

76

75

72

68

67

66

62

61

59

57

55

53

(28)

Biaya/imbalan yang paling sering diberikan oleh pengguna layanan adalah dalam bentuk uang tunai/ cek. Bila dilihat distribusinya berdasarkan unit layanan terlihat bahwa pengguna

layanan di unit layanan Lembaga Pemasyarakatan dari Depkumham; Bongkar muat, cold

storage dari DKP; TKI di Terminal III dari Depnakertrans; Sertifikasi tanah, penggabungan

sertifikat dari BPN; Izin usaha angkutan darat/Pelayaran/Penerbangan dari Dephub; Jasa kepelabuhanan dari PELINDO II; serta Kenotariatan dari Depkumham merupakan unit-unit layanan yang lebih dari 80 persen pengguna layanannya mengaku pernah mengeluarkan biaya/imbalan tambahan dalam bentuk uang tunai/cek di luar biaya resmi yang harus mereka bayarkan. Empat belas unit layanan lain merupakan unit layanan yang 50 persen ke atas pengguna layananannya mengaku pernah mengeluarkan uang tunai/cek sebagai biaya/imbalan tambahan di luar biaya resmi. Bila diperhatikan terlihat bahwa seluruh unit-unit layanan sampel yang berada di PLN, Departemen Perhubungan dan PELINDO II merupakan unit layanan yang terdaftar sebagai unit layanan di mana pengguna layananannya pernah mengeluarkan uang tunai/cek sebagai biaya/imbalan tambahan di luar biaya resmi yang mereka bayarkan.

Bila dianalisa berdasarkan instansi, pemberian imbalan/biaya tambahan dalam bentuk uang tunai/cek paling banyak dirasakan oleh pengguna layanan di Badan Pertanahan Nasional (BPN), disusul kemudian oleh Departemen Perhubungan dan PELINDO II. Di unit-unit layanan sampel pada tiga instansi tersebut, lebih dari 70 persen pengguna layanannya mengaku pernah mengeluarkan uang tunai/cek sebagai biaya tambahan diluar biaya resmi yang mereka keluarkan.

Bila mengeluarkan biaya tambahan dalam bentuk uang tunai/cek pada unit layanan tempat mereka mengurus layanan, uang tunai umumnya dikeluarkan dan diberikan kepada petugas pelayanan langsung. Namun ada juga masyarakat yang membayar biaya tambahan di setiap jenjang pengurusan atau setiap pengambil keputusan.

Data yang diperoleh dari pengguna layanan yang menjawab secara multiple di setiap

unit layanan menggambarkan, bahwa paling tidak pada 7 unit layanan (7 teratas dalam gambar) pengguna layanannya harus mengeluarkan biaya/imbalan tambahan di luar biaya resmi yang dibayarkan lebih dari satu kali (tingkat). Pengguna layanan yang

Menurut pengalaman Anda, apakah Anda memberikan imbalan dalam bentuk uang tunai/cek kepada layanan pada instansi ini ? (Jawaban ‘Ya’)

Badan Pertanahan Nasional

Departemen Perhubungan

PELINDO II

Departemen Hukum dan HAM

Perusahaan Listrik Negara

Mahkamah Agung

POLRI 50

0% 50% 100%

(29)

P

engalaman Integritas

(Experienced Integrity)

Setiap pengambil keputusan

layanan secara langsung juga membayar di setiap jenjang pengurusan atau di setiap pengambil keputusan. Bahkan ada kemungkinan pengguna layanan membayar biaya/ imbalan tambahan di tiga tingkat, yaitu petugas langsung, setiap jenjang pengurusan dan setiap pengambil keputusan.

Pada gambar terlihat bahwa unit layanan Lembaga Pemasyarakatan dari Depkumham berdasarkan pengalaman responden merupakan unit layanan di mana pengguna layanan harus mengeluarkan biaya/imbalan tambahan lebih dari satu kali (tingkat). Di Lembaga Pemasyarakatan, 72 persen pengguna layanannya mengaku harus mengeluarkan biaya tambahan di setiap pengambil keputusan. Selain itu 46 persennya mengaku mengeluarkan biaya tambahan yang diberikan kepada petugas secara langsung dan 23 persen menyatakan bahwa mereka juga harus mengeluarkan biaya tambahan di setiap jenjang pengurusan.

Unit-unit layanan lain, terutama Unit Layanan Tindak pidana umum, khusus, narkoba, lakalantas dari POLRI; Banding dan Peninjauan Kembali dari MA; Izin KIR dan Izin Usaha Angkutan Darat, Pelayaran dan Penerbangan dari Dephub; serta Jasa Kepelabuhan dari PELINDO II, kondisinya tidak jauh berbeda dengan Lembaga Pemasyarakatan.

Di tingkat mana Anda mengeluarkan biaya/imbalan tambahan ?

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI) Banding (MA)

Peninjauan Kembali PK (MA)

Izin KIR (Dephub)

Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)

Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/Penerbangan (Dephub)

Kenotariatan (Depkumham)

TKI di Terminal III (Depnakertrans)

Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN)

Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (Pelindo II)

Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama (BPN)

Penambahan Daya (PLN)

Retribusi STNK/ BPKB/ SIM (POLRI)

Izin Trayek Angkutan Darat antar Provinsi (Dephub)

Penetapan Hukum Tetap (MA)

Pelayanan Gangguan (PLN)

Bongkar Muat, Cold Storage (DKP)

Administrasi Pernikahan (Depag)

Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN) Industri Farmasi/Izin Pendirian Apotik (Rumah Obat) / Penyaluran Alat Kesehatan dan Obat (Depkes) Kasasi (MA) Distribusi dan Jaringan Pelayanan Domestik/ Distribusi dan Pemasaran BBM (Pertamina)

Setiap jenjang pengurusan Petugas langsung

(30)

Setiap pengambil keputusan

Bila diintisarikan berdasarkan instansi diperoleh data bahwa Departemen Perhubungan dan PELINDO II merupak an instansi di mana pengguna layanannya lebih banyak membayar biaya tambahan langsung kepada petugas layanan. Pemberian biaya tambahan yang dilakukan di setiap jenjang pengurusan paling banyak dilakukan oleh Mahkamah Agung, sementara pembayaran biaya tambahan di setiap pengambil keputusan banyak terjadi di Departemen Hukum dan HAM. Secara umum pembayaran biaya tambahan yang paling merata diberikan di semua (tiga) tingkat yaitu kepada petugas langsung, setiap jenjang pengurusan dan setiap pengambil keputusan berada di Mahkamah Agung dan Departemen Hukum dan HAM.

Berdasarkan pengalaman responden dalam survei ini terlihat bahwa pertemuan antara petugas layanan dan pengguna layanan, merupakan titik rawan terjadinya perilaku koruptif. Terutama bagi instansi yang unit layanannya memerlukan proses dimana terjadi banyak pertemuan langsung antara petugas dan pengguna, perlu ditingkatkan pengawasan, transparansi dan perbaikan mekanisme kerja.

Mengenai nilai biaya tambahan yang harus diberikan oleh pengguna layanan, jumlahnya cukup bervariasi, mulai kurang dari 2.5 persen sampai lebih dari 20 persen dari biaya resmi. Sayangnya tidak banyak responden yang terbuka untuk menyebutkan nominal imbalan yang telah mereka berikan di luar biaya resmi. Dari 1207 orang yang mengaku

memberikan tambahan imbalan di luar biaya resmi, hanya 691 orang (57,25%) yang

menyebutkan nominal imbalan yang diberikan. Dari responden yang terbuka tersebut,

ternyata 37% nya membayar imbalan/biaya tambahan lebih dari 20% dari biaya resmi. Secara Di tingkat mana Anda mengeluarkan

biaya/imbalan tambahan?

Setiap jenjang pengurusan Petugas langsung

Departemen Perhubungan Departemen Hukum dan HAM PELINDO II Mahkamah Agung Badan Pertanahan Nasional Perusahaan Listrik Negara Departemen Agama Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

POLRI

0% 50% 100%

41 43.3 32.8

70.3 45.8

63.3 34.7

55 53.7

15.7 36.7 16.7 29.8

9 4.2 7.5

10.7 12.5

8.3 19.8

12.5 3.3 4.9 11.7 12

14.2 9.1

Persen Biaya Tambahan Responden %

< 2,5% 2,5 % - 5 % 5 % - 10 % 10 % - 15 % 15 % - 20 % > 20%

(31)

P

engalaman Integritas

(Experienced Integrity)

Untuk gambaran lebih detail mengenai besaran relatif biaya tambahan terhadap biaya resmi untuk tiap unit layanan disajikan dalam gambar berikut.

Unit layanan Lembaga Pemasyarakatan dari Depkumham, TKI di Terminal III dari Depnakertrans, Izin KIR dari Dephub serta Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/ Pendaftaran pertamakali dari BPN merupakan unit-unit layanan di mana sebagian besar pengguna layanannya harus membayar biaya tambahan lebih dari 20 persen dari biaya resmi yang ditetapkan oleh unit layanan yang bersangkutan. Sementara untuk unit layanan Jasa Kepelabuhanan dan Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan dari PELINDO II sebagian besar pengguna layanannya membayar biaya tambahan di luar biaya resmi kurang dari 2,5 persen. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh nilai biaya resmi yang harus dibayarkan sudah cukup besar, sehingga walaupun secara nominal biaya tambahan yang harus dibayarkan besar, namun secara persentase terlihat kecil.

Berapa persen besarnya biaya tambahan dari biaya resmi yang Anda keluarkan di Unit Layanan ini ?

Berapa persen besarnya biaya tambahan dari biaya resmi yang Anda keluarkan di Unit Layanan ini ?

0% 50% 100%

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)

TKI di Terminal III (Depnakertrans)

Jasa Kepelabuhan (Pelindo II)

Jasa Gudang/Lapangan Penumpukan (Pelindo II)

Kenotariatan (Depkumham)

Sertifikasi Tanah, Penggabungan Sertifikat (BPN)

Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN)

Izin KIR (Dephub) Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/Pendaftaran Pertama (BPN) Industri Farmasi/Izin Pendirian Apotik (Rumah Obat) /

Penyaluran Alat Kesehatan dan Obat (Depkes)

Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI) Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkoba, Lakalantas (POLRI) Izin Pendirian Rumah Sakit, Izin Praktek Dokter/ Izin Penempatan Dokter (Depkes)

Administrasi Pernikahan (Depag)

Izin Usaha Angkutan Darat/Pelayaran/ Penerbangan (Dephub)

Departemen Hukum dan HAM

Badan Pertanahan Nasional

Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi

Departemen Perhubungan

Departemen Kesehatan

Perusahaan Listrik Negara

(32)

Berdasarkan instansi terlihat bahwa di PELINDO II sebagian besar pengguna layanannya harus membayar biaya tambahan di luar biaya resmi kurang dari 2,5 persen. Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya hal tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh nilai biaya resmi yang harus dibayarkan sudah cukup besar sehingga walaupun secara nominal nilai yang harus dibayarkan oleh pengguna layanan di PELINDO II besar, namun secara persentase nilainya bisa dianggap kecil, atau dapat juga disebabkan karena frekuensi layanan tinggi. Sementara 6 instansi lain rata-rata harus membayar biaya tambahan lebih dari 20 persen dari biaya resmi yang juga harus mereka bayarkan.

(33)
(34)

Potensi Integritas

(35)

P

otensi Integritas

(P

otential Integrity)

II. Potensi Integritas (Potential Integrity)

Potensi Integritas (Potential Integrity) merupakan salah satu unsur penyusun skor integritas

publik. Terdapat empat indikator yang digunakan untuk menyusun Potential Integrity yakni

indikator Sistem Administrasi (Administrative System) dengan bobot 0.265, Lingkungan Kerja

(Working Environment) dengan bobot 0.265, Perilaku Petugas Pelayanan (Personal Attitude)

dengan bobot 0,261 dan Pencegahan Korupsi (Corruption Control Measures) dengan bobot

0,171.

Nilai rata-rata potential integrity dari 65 unit layanan dan 30 instansi yang disurvei adalah

6,00. Nilai rata-rata tersebut bila dibandingkan dengan nilai rata-rata experienced integrity 5,34

memang lebih tinggi. Namun seperti halnya nilai rata-rata experience, nilai rata-rata potential

integrity ini masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain yang melakukan survei serupa

seperti Korea yang sudah mencapai nilai rata-rata potential integrity sebesar 8,42 (2006)

Sebagai gambaran, akan ditunjukkan 5 instansi dan 5 unit layanan yang memiliki skor potential

integrity terbaik dan terburuk dalam pelayanan publik tahun 2007. Sebagai gambaran,

berbeda dengan skor experiencedintegrity, perbedaan skor potential integrity antar satu

instansi dengan instansi lain tidak terlalu mencolok. Sebagian besar skor terdistribusi di dekat skor rata-rata (6,00).

Badan Kepegawaian Negara (dengan 4 unit layanan sampel) merupakan satu-satunya instansi

dengan skor potential integrity lebih dari 7. Sementara 5 instansi lain di bawahnya memiliki nilai

potential integrity yang tidak jauh berbeda. Sedangkan Departemen Perhubungan (dengan 3

unit layanan sampel), Departemen Hukum dan HAM (dengan 3 unit layanan sampel), Badan Pertanahan Nasional (dengan 2 unit layanan sampel) dan POLRI (dengan 2 unit layanan sampel)

merupakan instansi dengan nilai skor potential integrity terendah yaitu di bawah 5,00.

Dalam rangka mempertajam analisa, 5 unit layanan dengan skor potential integrity tertinggi

dan terendah akan ditunjukkan dalam gambar berikut.

Potential Integrity berdasarkan Departemen/Instansi (5 Tertinggi dan 5 Terendah)

Skor Potential Integrity

Badan Kepegawaian Negara (4 unit layanan) Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(1 unit layanan) Departemen Perdagangan (2 unit layanan) Departemen Perindustrian (2 unit layanan) Departemen Koperasi dan UKM

(1 unit layanan) PT. PERTANI

Departemen Perhubungan (3 unit layanan) Departemen Hukum dan HAM

(3 unit layanan) Badan Pertanahan Nasional

(2 unit layanan) Kepolisian Republik Indonesia

(2 unit layanan) Mahkamah Agung (4 unit layanan)

4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50

4.38

4.70

4.84

4.84

5.24

7.34

6.81

6.59

6.59

6.52

(36)

Skor Potential Integrity Pensiunan (BKN)

Kenaikan Pangkat (BKN)

Pelayanan Perdagangan Luar Negeri (Dept. Perdagangan)

Pengangkatan PNS (BKN)

Pengurusan PJTKI (DEPNAKER)

Lembaga Pemasyarakatan (DEPKUMHAM)

Izin Usaha Angkutan Darat/Laut/Udara (DEPHUB)

Izin pengujian kelayakan kendaraan angkutan umum darat (KIR)(DEPHUB)

Pelayanan TKI di Terminal III (DEPNAKER)

Retribusi STNK dan BPKB/SIM (POLRI)

3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50

3.66 3.97 4.41 4.56 4.62

7.40 7.38 7.35 7.30 7.29

Gambar menjelaskan bahwa terdapat 2 unit layanan Departemen Perhubungan (dari 3 unit

layanan sampel) yang berada pada peringkat potential integrity lima terendah. Kondisi ini

harus mendapat perhatian serius dari Departemen Perhubungan untuk segera dilakukan perbaikan-perbaikan.

Kondisi sebaliknya terjadi bahwa 3 unit layanan sampel di Badan Kepegawaian Negara (dari 4

unit layanan) mendapatkan skor potential integrity tertinggi.

Kondisi ini sebaiknya juga tidak membuat BKN mengurangi kualitas layanannya. Seperti halnya

pada experience integrity, selain dari itu BKN juga harus mengevaluasi mengenai pencapaian nilai

yang tinggi tersebut, apakah memang pelayanan yang diberikan sudah cukup baik, ataukah pengguna layanan memiliki “hubungan yang baik dan menguntungkan” dengan unit-unit layanan yang diberikan oleh BKN sehingga berpengaruh terhadap penilaian mereka terhadap layanan yang diberikan oleh BKN.

Bagian selanjutnya akan membahas 4 indikator potential integrity dengan lebih detail.

(37)

P

otensi Integritas

(P

otential Integrity)

II. 1. Sistem Administrasi

Berdasarkan survei, hampir seluruh masyarakat pengguna layanan tidak kesulitan mendapatkan informasi tentang layanan yang akan mereka urus. Data menunjukkan bahwa 96 persen masyarakat menyatakan bahwa unit layanan memiliki informasi terkait layanan yang mereka berikan, dan hanya 4 persen masyarakat yang menyatakan bahwa unit layanan yang mereka datangi tidak memiliki informasi layanan.

Secara umum masyarakat memang tidak kesulitan untuk mendapatkan informasi di unit layanan. Hal ini terbukti dari data bahwa masyarakat pengguna layanan yang menyatakan bahwa unit layanan yang bersangkutan tidak memiliki informasi maksimal hanya 29 persen dari pengguna layanan dan itu berada di unit layanan Peninjauan Kembali PK dari Mahkamah Agung. Detailnya, terdapat 8 unit layanan yang lebih dari 10 persen masyarakat pengguna layanannya menyatakan unit layanan yang bersangkutan tidak memiliki informasi layanan, seperti ditunjukkan dalam gambar.

Namun bila ditelusuri lebih lanjut, dari mana informasi layanan tersebut diperoleh

Unit Layanan yang menurut pengguna layanannya (persen) tidak memiliki informasi tentang layanan

Dari mana masyarakat

mendapatkan informasi layanan ? Peninjauan Kembali PK (MA)

Pelayanan Perdagangan Dalam Negeri (Dept. Perdagangan) Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)

Retribusi STNK/BPKB/SIM (POLRI) Administrasi Pernikahan (Depag) TPU, TPK, Narkoba, Lakalantas (POLRI) Pajak (Dept. Keuangan) Kasasi (MA)

0 10 20 30

11.1 10.6 10.2 10 10

29 24.4 17.5

Petugas layanan langsung

Papan pengumuman

Media elektronik

Costumer service

Brosur/pamflet/selebaran

0% 50% 100%

25 75

27 73

19 81

90 10

55 45

(38)

ternyata data menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat (90 persen) menyatakan bahwa mereka mendapatkan informasi dari petugas layanan secara langsung

(pertemuan face-to-face). Artinya, mereka secara manual harus bertanya kepada petugas

mengenai informasi layanan yang akan mereka urus. Cara ini tentu saja sangat konvensional dan kurang informatif, mengingat teknologi sudah berkembang dengan sangat pesat. Dari seluruh sumber informasi layanan hanya 25 persen masyarakat pengguna layanan yang menyatakan bahwa di unit layanan yang mereka datangi menyampaikan

informasi layanan melalui media elektronik (touch screen, layar TV, web/komputer).

Informasi yang diterima langsung dari petugas memang tidak selamanya merugikan karena masyarakat dapat bertanya sesuai dengan kebutuhannya secara langsung. Interaksi konvensional seperti ini memudahkan bagi pengguna layanan dari kalangan kebanyakan yang tidak peka teknologi. Namun disatu sisi, semakin sering kontak langsung antara petugas dengan pengguna, semakin memperbesar peluang terjadinya

perilaku korup. Proses “tawar-menawar” yang tidak prosedural antara petugas dan

penerima layanan dapat muncul pertama kali ketika masyarakat menanyakan prosedur layanan, yang seharusnya akan dapat dihindarkan jika masyarakat mengetahui informasi melalui media lain.

Secara lebih spesifik, umumnya unit layanan menyampaikan informasi mengenai

layanan melalui beberapa sumber. Selain dari petugas layanan langsung atau customer

service, biasanya untuk unit layanan yang telah memiliki SOP, juga akan menyediakan

informasi layanan melalui brosur/pamflet atau papan pengumuman bahkan melalui

media elektronik (touch screen, layar TV, dll).

Persyaratan dan prosedur yang ditetapkan oleh unit layanan secara umum cukup mudah diketahui oleh masyarakat pengguna layanan. Dari 3611 responden, 95 persen menyatakan bahwa mereka mengetahui persyaratan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk mendapatkan layanan di unit layanan yang akan mereka urus. Dan sebagian besar dari mereka (90 persen) juga menyatakan bahwa mereka tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh informasi mengenai syarat dan prosedur layanan di unit layanan tempat mereka mengurus layanan ini.

Secara lebih spesifik tabel berikut menunjukkan pengetahuan pengguna layanan mengenai persyaratan dan prosedur sekaligus kesulitan dalam memperoleh informasi mengenai persyaratan dan prosedur tersebut.

Memang secara umum masyarakat pengguna layanan umumnya mengetahui persyaratan dan prosedur dalam unit layanan tempat mereka mengurus layanan. Namun bila dilihat pada tabel terlihat bahwa kira-kira masih ada 7 unit layanan yang lebih dari 30 persen penggunanya menyatakan masih mendapatkan kesulitan dalam mendapatkan informasi persyaratan layanan yang dimaksud. Data tabel sekaligus juga

Unit Layanan

Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkotika, Lakalantas (POLRI) Bongkar Muat, Cold Storage, dll (DKP)

Banding (MA)

TKI di Terminal III (Depnakertrans) Kasasi (MA)

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham) Peninjauan Kembali PK (MA)

73,5 93,8 96,7 76,7 96,7 80,7 77,4

57,1 43,8 40,0 38,3 36,7 35,0 32,3

(39)

P

otensi Integritas

(P

otential Integrity)

menunjukkan bahwa unit-unit layanan dalam penegakan hukum justru merupakan unit layanan di mana masyarakat penggunanya paling kesulitan memperoleh informasi mengenai persyaratan dan prosedur layanan. Tercatat dari 7 unit layanan tersebut, 5 unit layanan adalah layanan di bidang penegak hukum yang berasal dari Mahkamah Agung, POLRI dan Dept. Hukum dan HAM.

Secara umum masyarakat pengguna layanan menyatakan bahwa menurut pandangan mereka prosedur pelayanan di unit layanan tempat mereka mengurus layanan adalah mudah (56 persen), biasa saja (36 persen) dan sulit (8 persen). Bila dikaji lebih lanjut dengan memperhatikan setiap unit layanan maka terlihat bahwa walaupun secara umum prosedur pelayanan di unit layanan adalah mudah, namun masih ada beberapa unit layanan yang menurut penilaian masyarakat penggunanya prosedur relatif lebih sulit.

Terlihat pada gambar bahwa di unit layanan Lembaga Pemasyarakatan dari Dep-kumham, pengguna layanan yang menyatakan prosedur pelayanannya sulit masih cukup dominan. Enam unit layanan lain adalah unit layanan yang dinilai lebih dari 20 persen pengguna layanannya memiliki prosedur pelayanan yang sulit. Secara kes-eluruhan, urutan instansi yang dianggap pengguna layanannya memiliki prosedur pe-layanan yang sulit adalah Dept. Hukum dan HAM, BPOM, POLRI, Mahkamah Agung, Badan Pertanahan Nasional dan PLN.

Mengenai waktu penyelesaian layanan, masih cukup besar masyarakat (42 persen) yang menilai bahwa layanan yang mereka terima tidak selalu selesai tepat waktu. Artinya, unit layanan masih harus terus memperbaiki diri dengan berusaha menepati batas waktu penyelesaian layanan seperti yang telah mereka tetapkan sendiri. Untuk lebih jelasnya, pada gambar berikut dijelaskan mengenai unit layanan apa saja yang kurang menepati waktu penyelesaian layanan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.

Bagaimana prosedur pelayanan di unit layanan ini ?

Lembaga Pemasyarakatan (Depkumham)

Penyidikan Obat dan Makanan (BPOM )

Tindak Pidana Umum, Khusus, Narkotika, Lakalantas (POLRI)

Peninjauan Kembali PK (MA)

Sertifikasi Tanah/Penggabungan Sertifikat (BPN)

Pengukuran dan Pemetaan Kadastral/ Pendaftaran Pertama (BPN)

Izin Penyambungan dan Pemasangan Listrik (PLN)

Kasasi (MA) Sulit

Biasa Saja Mudah

0% 50% 100%

21.7 21.1

20 42.1 31.7

30.1 29

38.3 21.7

15.8 25.8 32.7

51.6 34.2

40

42.1 42.5 36.7 42

26.7 44.7

Gambar

Gambar ini menjelaskan bahwa terdapat 2 unit layanan DEPKUMHAM (dari 3 unit layanan sampel) yang berada pada peringkat experienced integrity  lima terendah
gambar merupakan layanan-layanan di mana lebih dari 75 persen masyarakat
Gambar menjelaskan bahwa terdapat 2 unit layanan Departemen Perhubungan (dari 3 unit layanan sampel) yang berada pada peringkat potential integrity  lima terendah
gambar adalah unit layanan yang dinilai oleh lebih dari 60 persen pengguna layanannya
+2

Referensi

Dokumen terkait

4.1.1 Melakukan variasi dan kombinasi prinsip dasar aktivitas permainan mengumpan bola menggunakan kaki bagian dalam, luar, dan punggung kaki.. 4.1.2 Melakukan variasi

2) Daerah proyek adalah daerah dimana pelaksanaan pekerjaan dipertimbangkan dan/atau diusulkan dan daerah tersebut akan mengambil manfaat langsung dari proyek tersebut.

Ya, proses mendapatkan izin mendirikan bangunan berbeda saat ini dengan adanya prosedur yang disimplifikasi dan jumlah hari pengurusan yang lebih cepat Bandingkan dengan 5

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Efektifitas Latihan Range Of Motion Cylindrical Grip Terhadap

Gambar 12 sequence diagram jenazah laki-laki menjelaskan aktivitas mulai dari membuka aplikasi memilih menu home hingga menanpilkan video sholat jenazah laki-laki

Winataputra (2013) yang merupakan salah satu tokoh pendidikan nasional yang terlibat langsung dalam perumusan kurikulum 2013, dalam suatu pertemuan Rapat Perumusan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Adapun transparansi laporan keuangan masjid yang menjadi objek penelitian, berupa pemberian informasi melalui informasi ke jamaah pada saat seblum menjalankan shalat