• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR KEPEMIMPINAN DALAM PEMBENTUKAN KA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR KEPEMIMPINAN DALAM PEMBENTUKAN KA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENTUKAN KARAKTER PROFESIONAL TENAGA KEPENDIDIKAN

TRIWAHYU BUDIUTOMO Dosen FKIP-UCY

[email protected]

Abstract

Professional attitude of education staff is constituted with wholehearted services to students. This paper aims to confirm it. As proofed, the concept of professional in general as well as in education demands the realization of in-full internal human potential in achieving work goals. These services can not be achieved unless there is an external stimulation of which is identified as leadership in educational institution of the work place. A leader is the key to create work circumstances that support wholehearted service. For this, agency leader needs an inventory about the internal problems faced in the context of the professionalization of education staff in accordance with the areas of their unique services. Standardization services to suit their specific function should also include adjustments to the reward system, reward and punishment, with the level of service at each level of education.

Keywords:leadership, factors, staff, character, professional

A. Pendahuluan

(2)

Dalam uraian lebih lanjut dinyatakan bahwa guru merupakan unsur berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah.

Djamarah dan Aqib dalam penyataannya tentang tenaga kependidikan bisa disimpulkan kepada arti penting pemahaman dan sikap mereka sendiri akan profesi dalam dunia pendidikan. Pemahaman dan sikap itu dipengaruhi dengan banyak hal. Walgito (2001:115) sikap yang ada pada seseorang dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal yaitu berupa situasi yang dihadapi individu, norma-norma, dan berbagai hambatan maupun dorongan yang ada dalam masyarakat. Salah satu faktor internal lain adalah konsep diri guru. Rogers menjelaskan lebih lanjut, individu mengevaluasi setiap pengalaman dalam kaitannya dengan konsep diri. Orang ingin melakukan perilaku dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya. Mereka yang mempunyai konsep diri yang kuat dan positif akan memandang dunia dengan cara yang berbeda dengan orang yang mempunyai konsep diri yang lemah. (Rita L. Atkinson, dkk., 1993:169)

Dunia pendidikan berkaitan dengan pelayanan terhadap peserta didik untuk dapat hidup yang lebih baik setelah dilayani. Guru dan dosen sebagai tenaga kependidikan harus menyadari dirinya berkewajiban akan pemberian layanan yang baik. Layanan seperti itu tidak bisa terjadi kecuali ukuran profesional mereka berasal dari keyakinan diri mereka sendiri untuk selalu memberikan layanan sepenuh hati kepada penggunanya. Pelayanan sepenuh hati seorang profesional yang bisa membedakan kualitas pelayanan satu dari yang lainnya. Patton (1997, 20) kemudian menjelaskan bahwa layanan sepenuh hati itu tidak bisa lepas dari dorongan pribadi untuk bersikap 4P;

Passionate,Progressive,ProactivedanPositive.

Tulisan ini bertujuan penegasan terhadap sikap profesional bagi tenaga kependidikan yang didasari dengan layanan sepenuh hati. Hal itu bisa dibuktikan dengan konsep profesional secara umum maupun dalam pendidikan yang mengehendaki perwujudan seluruh potensi internal manusia dalam pencapaian tujuan kerja. Layanan tersebut tidak tercapai kecuali ada dorongan eksternal yang diidentifikasi salah satunya adalah kepemimpinan institusi pendidikan tempat bekerja.

B. Pengertian Profesi

(3)

… a vacation in which professed knowledge of some department of learning or science is used in its application to the affairs of others or in the practice of an art founded upon it.

Kedua pengertian di atas memiliki kesamaan dalam memandang ilmu pengetahuan sebagai dasar dalam profesi. Unsur profesi berupa teknik dan prosedur intelektual yang telah dipelajari dan dikuasai secara sengaja sehingga mampu mempraktekkannya.

Definisi bahasa ternyata masih dianggap kurang karena tidak membedakan antara seorang teknisi dari profesional karena. Secara terminologi kemudian profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang dimaksudkan adalah adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis. (Danim, 2002: 20-21). Sahertian (1997) menyatakan bahwa profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau janji terbuka pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menyambut pekerjaan itu.

Danim (2002: 22) menunjukkan tiga pilar pokok yang ditunjukkan untuk suatu profesi, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.

Pengetahuan, adalah segala fenomena yang diketahui yang disistematikan sedemikian rupa sehingga memiliki daya prediksi, daya kontrol, dan daya aplikasi tertentu. Pada tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan bermakna kapasitas yang dimiliki oleh seseorang melalui proses belajar. Keahlian

bermakna penguasaan substansi keilmuan, yang dapat dijadikan acuan dalam bertindak. Keahlian juga bermakna kepakaran dalam cabang ilmu tertentu untuk dibedakan dengan kepakaran lainnya. Persiapan akademik, mengandung makna bahwa untuk mencapai derajat profesional atau memasuki jenis profesi tertentu, diperlukan persyaratan pendidikan khusus, berupa pendidikan prajabatan yang dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal, khusus perguruan tinggi.

Westby-Gibson (1965) memerinci ciri-ciri keprofesian antara lain sebagai berikut

(4)

kependidikan yang sebenarnya tidak menunjukan kualifikasi yang unik sebagai tenaga kependidikan.

2. Lintas disiplin ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik.

3. Persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang dapat melaksanakan pekerjaan profesional. Terhadapnya seperangkat teknik dan prosedur yang dilandasi oleh sejumlah bidang ilmu memang logis mempersyaratkanpre-service.

4. Sistem rekrutmen yang menyaring pekerja berkompeten saja yang dipebolehkan dalam operasionalisasi.

5. Organisasi profesional menjadi wadah yang melindungi kepentingan anggotanya dari persaingan dari kelompok eksternal dengan meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat termasuk perilaku dan etika profesional para anggotanya.

Teknik dan ketrampilan perlu dilengkapi dengan sikap mental yang dalam terhadap apa yang dijabat atau dilayani adalah unsur pokok dalam pengertian profesi. Mental itu penting karena mempertajam kepekaan terhadap kompleksitas implikasi karirnya termasuk hubungan sosial yang ada di dalamnya. Pekerja profesional bermental memiliki spirit moral filosofis tertentu di dalam menyikapi serta melaksanakan kompleksitas pekerjaannya melalui hatinya.

C. Tenaga Kependidikan Sebagai Profesional

Guru dan dosen sebagai tenaga pendidikan menjadi jantung dalam mengelola kegiatan pendidikan. Keberhasilan pendidikan yang diselenggarakan tergantung pada kemampuan mereka sebagai tenaga pendidikan. Peran kunci tersebut dapat diemban apabila ia memiliki tingkat profesional yang tinggi.

Cakupan yang luas dalam pengertian tenaga pendidikan hingga semua mereka yang terlibat dan bekerja di dunia pendidikan tak terbatas pada guru dan dosen memerlukan kehati-hatian dalam mengukur profesonalisme. Meski bekerja dalam satu institusi, ternyata keunikan masing-masing pekerjaan-pekerjaan harus dielaborasi lebih lanjut. Istilah tenaga kependidikan menjadi sangat kompleks mulai dari guru yang diangkat secara darurat untuk mengisi kebutuhan SD di pedalaman yang belum tersentuh sampai profesor dalam pendidikan tinggi yang stabil.

(5)

tempat dia menjadi pendidik. Kedua, penguasaan guru dan dosen terhadap materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran, mengelola siswa, melakukan tugas-tugas bimbingan, dan lain-lain.

Semiawan (1991) melihat bahwa di Indonesia guru profesional jenjang dasar menengah masih dalam tingkat kesenjangannya, mulai dari yang tidak kompeten sampai yang berkompeten. Ia membagi hirarki profesi tenaga kependidikan, yaitu: tenaga profesional, tenaga semi profesional, dan tenaga para profesional.

(1) Tenaga profesionalmerupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya S1 (atau yang setara) dan memiliki wewenang penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian pendidikan atau pengajaran.

(2) Tenaga semi profesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D3 atau yang setara yang telah berwenang mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penilaian, maupun pengendalian pendidikan atau pengajaran.

(3) Tenaga para profesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D2 ke bawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian pendidikan / pengajaran. (Danim, 2002: 31)

Semiawan menyetujui apa yang dikemukakan oleh Windam (1988) yang mengklasifikasikan derajat profesional tenaga kependidikan menjadi tiga kategori yaitu : (1) kualifikasi penuh (2) kualifikasi sebagian dan (3) tanpa kualifikasi. Windam menjelaskan masing-masing kategori sebagai berikut :

1. Qualified, possessing the academic and teacher training attainment appropriate the assigned level and type of teaching.

2. Under qualified, posssessing neither the academic nor the teacher training appropriate to the level of assignment

3. Unqualified, possesing neither the academic nor the teacher training attainment appropriate to the level of assignment.

(6)

1. Komitmen dari para guru bahwa jabatan itu mengharuskan pengikutnya menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih daripada mencari keuntungan sendiri,

2. Profesi mensyaratkan anggotanya mengikuti pendidikan profesional dalam jangka waktu tertentu,

3. keharusan untuk peningkatan pengetahuan agar tumbuh terus menerus dalam jabatannya,

4. keharusan untuk memiliki kode etik jabatan,

5. keharusan berkemampuan intelektual untuk menjawab permasalahan,

6. keinginan untuk belajar terus menerus sesuai bidang keahlian, 7. partisipasi sebagai anggota suatu organisasi profesi,

8. Pandangan karir dan jabatan sebagai pekerjaan.

Departemen Pendidikan Nasional selanjutnya menjabarkan bahwa tenaga kependidikan adalah instructional leader. Untuk itu, tenaga kependidikan yang professional harus memiliki 10 kompetensi yakni :

1. Mengembangkan kepribadian 2. Menguasai landasan kependidikan 3. Menguasai bahan pengajaran 4. Menyusun program pengajaran 5. Melaksanakan program pengajaran 6. Menilai hasil dan proses belajar mengajar 7. Menyelenggarakan program bimbingan 8. Menyelenggarakan administrasi sekolah 9. Kerja sama dengan sejawat dan masyarakat

10. Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran. Kemampuan profesional guru dan dosen kemudian tidak berbeda jauh dengan pengertian umumnya. Tenaga kependidikan tidak hanya ditakar dari kemampuan intelektual melainkan juga keunggulan aspek moral, keamanan, ketaqwaan, disiplin, tanggungjawab, dan keluasan wawasan. Hal itu ditandai dengan semangat keterbukaan profesional, keluasan dan diversifikasi layanan dalam melaksanakan profesi kependidikannya. Semua itu menghendaki tenaga kependidikan bekerja melayani peserta didik sepenuh hati.

(7)

menerus dengan kontinuitas yang konsisten bisa memberikan pengaruh yang nyata terhadap kemampuan teknis tenaga kependidikan. Namun profesionalisme menghendaki pembentukan karakter menyeluruh. Mental, moralitas dan nilai fiolosofis yang berkembang menjadi karakter yang berpengaruh besar terhadap derajat profesional guru dan dosen yang bekerja sepenuh hati. Peningkatan karakter non-teknis ini hasilnya tidak sebanding dengan pengaruhnya pada karakter yang bersifat teknis melalui pendiodikan dan pelatihan. Faktor-faktor on-site saat bekerja secara alamiah lebih berperan dalam memotivasi peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan.

Pendorong on-site yang bisa diidentifikasi adalah pemimpin yang menjadi atasan. Karakter pemimpin pendidikan kemudian akan mempengaruhi kondisi lingkungan organisasi tempat pendidikan yang juga mempengaruhi terhadap peningkatan karakter profesional guru dan dosen selama bekerja sepenuh hati.

Dirawat dkk.(1983, 33-36) mendefinisikan kepemimpinan pendidikan sebagai suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan menggerakkan orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar supaya kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efesien dan efektif di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran. Bagi Hendyat Soetopo dkk.(t.t., 272), kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan secara bebas dan suka rela. Bartky (1956, 4-5) lebih ringkas mengartikannya sebagai, " the education leadership involves influencing people engaged in training mind."

Secara definitif, pemimpin bisa digeneralisasikan, namun seiring dengan keunikan tiap individu manusia, ia mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas. Tingkah laku dan gayanya lah yang membedakan dirinya dari orang lain. Sifat bawaan itu pasti mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya, sehingga muncul lah beberapa tipe kepemimpinan. Siagian kemudian membagi dengan 5 tipe kepemimpinan, yaitu;

(8)

2. Kepemimpinan Paternalistik memiliki beberapa faktor, yaitu; ikatan primordial kuat, exented family system, kehidupan bermasyarakat komunal, hubungan yang intim. Pemimpin berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak menjadi tempat bertanya dan memperoleh petunjuk. Kelemahannya, tidak ada komunikasi interaktif karena bawahan menerima segala tugas, perintah dan petunjuk dari pemimpin tipe ini dengan penuh kepatuhan.

3. Kepemimpinan Kharismatik, dimana ada keyakinan bahwa orang-orang tertentu memiliki kekuatan ajaib di luar nalar dalam menyelesaikan masalah. Karena itu, perilaku pemimpin tidak mungkin dijelaskan secara ilmiah

4. Kepemimpinan Laissez Faire. Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannya, ia berasumsi bahwa semua anggota sudah tahu tentang fungsi-fungsi, tanggung jawab, dan tugas masing-masing dalam organisasi. Bawahan terdiri dari orang-orang dewasa yang mengetahui masing-masing pekerjaannya sehingga organisasi berjalan lancar dengan sendirinya. Ia tidak perlu terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional. Sikapnya permisif dengan perlakuan terhadap anggota organisasi sebagai rekan sekerja. Keberadaan pemimpin dianggap karena kebutuhan struktur dan hirarki organisasi.

5. Kepemimpinan Demokratik. Pempimpin tipe ini memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen sehingga bergerak sebagai suatu totalitas.

Burhanuddin mengutip Elsbree (1994,64) menegaskan bahwa syarat-syarat kepemimpinan pendidikan yang baik meliputi;

1. personality, atau totalitas karakteristik-karakteristik individual. Pengertian ini dipakai untuk menunjukkan pengaruh totaltas kepribadian itu terhadap orang lain. Melaui sifat-sifat kepribadian tersebut seseorang dapat memperoleh pengakuan dari orang lain dan sekaligus menjadi penentu bagi kepemimpinannya.

2. purposes, Sebagai pemimpin kelompoknya, ia harus dapat memikirkan, merumuskan tujuan organisasi (sekolah) secara teliti serta menginformasikannya kepada para anggota agar mereka dapat dalam proses kerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan itu.

(9)

4. profesional skills. Pemimpin harus memiliki keterampilan-keterampilan profesional yang efektif dalam fungsi-fungsi administrasi pendidikan Sedang sifat-sifat yang diperlukan dalam kepemimpinan pendidikan menurut Ngalim Purwanto (1993, 55-57) adalah; rendah hati dan sederhana, suka menolong, sabar dan memiliki kestabilan emosi, percaya kepada diri sendiri, jujur, adil dan dapat dipercaya, keahlian dalam jabatan. Menurut Mulyasa (2004, 98-120) bahwa peran fungsi dan tugas pemimpin pendidikan adalah 1. Pendidik, pemimpin harus menciptakan iklim sekolah yang kondusif,

memberi nasehat kepada warga sekolah, memberi dorongan kepada sekuruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik

2. Pengelola, pemimpin harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga pendidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah. 3. Administrator, pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan.

4. Supervisor, pemimpin harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrolagar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan.

5. Kepemimpinan, pemimpin harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas.

6. Pembaharu inovasi, pempimpin memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberi teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.

(10)

Semua perbedaan tipologi dan karakter masing-masing pemimpin bisa menimbulkan situasi dan kondisi lingkungan kerja dengan keunikan masing-masing. Hubungan interaksi organisasi berubah formal ketika terjadi perubahan pemimpin dari satu tipe ke yang lain atau sebaliknya. Kebijakan dan bentukrewarddanpunishmentterhadap kesungguhan kerja para tenaga pendidik dari pemimpin mungkin berubah ketika karakter demokratik seorang pemimpin daripada pemimpin yang berjiwa otokratik. Pemimpin yang mengerti akan kesungguhan tenaga pendidik bisa memberikan lingkungan yang mendorong para tenaga kependidikan bekerja melayani peserta didik lebih baik dari yang lalu dengan sepenuh hati.

E. Penutup

Sebagai langkah awal dalam pembentuk lingkungan kerja yang memotivasi tenaga kependidikan untuk bekerja sepenuh hati, pemimpin lembaga perlu menginventarisir masalah-masalah intern yang dihadapi dalam rangka profesionalisasi tenaga kependidikan. Identifikasi bidang-bidang layanan unik yang mampu mereka berikan kepada peserta didik selaku pengguna kemudian direncanakan serta diimplementasikan dalam berbagai aktivitas bagi pemantapan kompetensi dalam variasi jabatan profesional kependidikan yang ada.

Standarisasi layanan yang sesuai dengan fungsi spesifik yang mampu dilaksanakan oleh tenaga kependidikan profesional – mulai dengan tingkatan kematangan yang paling rendah sampai dengan tingkatan tertinggi – juga harus harus ditetapakan oleh pemimpin, pemangku serta perumus kebijakan. Sistem imbalan yang berlaku juga perlu ditinjau kembali dengan penyesuaian tingkat layanan pada masing-masing jenjang pendidikan. Semua itu memerlukan pemimpin institusi pendidikan yang kredibel guna mengawal perjalanan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Baltus Rita K. dkk. Personal Psychology For Life And Work, New York: Mc GrawHill Book Company, 1983.

Bartky, John A. Administration as Education Leadership. USA: Stanford University Press, 1956.

Burhanuddin. Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

Dirawat dkk. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usaha-Nasional, 1983.

(11)

McCully, C.H. Challenge for Change in Counselor Education. Minneapolis: Burgess Publishing Co., 1969.

Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: Remaja Rosda Karya Offset, 2004.

Patton, Patricia. EQ (Kecerdasan Emosional) di Tempat Kerja. Jakarta: Pustaka Delapratasa, 1997.

Purwanto, Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya Offset, 1993.

Siagian, Sondang P. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.

Soetopo, Hendyat. Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan.

Surabaya: Usaha Nasional, t.t.

Walgito, Bimo. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Westby-Gibson, D. Social Perspective on Education. N.Y. : Wiley and Sons, 1965.

Referensi

Dokumen terkait

Waktu Ubun-Ubun Emas minta izin kepada orang tua angkatnja, hendak pulang kenegerinja agak sebentar, maka kedua gergasi laki bini bertangisanlah, karena sajang mereka kepada anak

yang tidak terpengaruh oleh naik turunnya faktor-faktor risiko pasar termasuk pengaruh tidak langsung dari suku bunga. Oleh karena itu, kita perlu melihat: 1) Peran rate of profit

Dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 181 Tahun 2018 pada latar belakang disebutkan untuk pengukuran ketercapaian standar kompetensi

Solusi yang dipakai untuk pemecahan masalah di Jalan Brigjend Sudiarto Semarang adalah alternatif 4 dengan nilai degree of saturation terbaik diantara alternatif solusi lainnya

(2) Kebijakan peningkatan kualitas prasarana umum, fasilitas umum dan fasilitas pariwisata untuk mendukung pertumbuhan dan daya saing destinasi pariwisata sebagaimana dimaksud

(b) penyakit yang berkaitan dengan pengambilan protein yang memadai tetapi pengambilan tenaga yang rendah.. (c) penyakit yang berkaitan dengan pengambilan kedua-dua

Bagi Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan MANDIRI INVESTA SYARIAH BERIMBANG yang telah dipenuhi sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak

Setelah Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan sosialisasi yang dibantu oleh perangkat Desa, RT/RWuntuk melakukan sosialisasi kesadaran dalam membuat sertifikat hak milik atas