• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Nutrisi dan Pertumbuhan pada Pasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Status Nutrisi dan Pertumbuhan pada Pasi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Status Nutrisi dan Pertumbuhan pada Pasien CKD yang

menjalani Terapi dialisis di Polandia

Introduksi

Prevalensi renal replacement therapy (RRT) pada anak di seluruh dunia mencapai 9 kasus per 1 juta populasi. Di belahan benua Eropa, insidensi CKD stage 4-5 mencapai 11-12 kasus per 1 juta populasi.

Meskipun tatalaksana pada pasien dengan End Stage Renal Disease (ESRD) semakin hari semakin modern dan efisien namun anak anak dengan ESRD masih 30 kali lebih beresiko mengalami kematian dibandingkan dengan anak-anak normal. Kematian paling sering dialami akibat penyakit kardiovaskuler. Sindroma

Malnutrition Inflammation Atherosclerosis (MIA) yang selama ini dilaporkan sering dialami pada usia dewasa muda ternyata juga dapat terjadi pada populasi anak. Fokus utama dari terapi dialisis adalah komplikasi malnutrisi dan kegagalan tumbuh kembang anak yang kedua-duanya dapat berakibat pada kematian. Studi sebelumnya menyatakan bahwa angka mortalitas mengalami peningkatan sebesar 14% untuk setiap penurunan skor postur tinggi badan dari standar deviasi. Meskipun telah diterapkan berbagai metode modern seperti terapi growth hormone recombinant dan terapi dietetik khusus, tetap saja insidensi short stature mencapai 30-60% pasien CKD. Di samping itu, tingginya angka mortalitas pasien dengan gangguan pertumbuhan cenderung mengalami penurunan kepercayaan diri dan sulit beradaptasi sehingga berpengaruh pada kualitas hidup pasien. Pada satu dekade terakhir, efikasi terapi dialisis tidak mengalami kemajuan. Dosis optimal dialisis pada anak yang tidak mengganggu fungsi pertumbuhan masih belum diketahui.

Pada studi ini, kami menilai perubahan status nutrisi dan pertumbuhan pada anak yang menjalani terapi dialisis di Polandia selama tahun 2004-2013.

Metodologi Desain Studi

(2)

anak dievaluasi kemudian pada tahun 2013 10 dari 12 center menghadiri undangan kami. Pasien diminta untuk mengisi kuesioner klinis.

Dilakukan penilaian parameter antropometri dasar seperti BB (kg), TB/PB (cm) dan IMT. Data yang terkumpul disesuaikan dengan skor Standar deviasai (z-score). Nilai normal dinyatakan jika z-score berkisar antara -2.0 SD hingga +2.0 SD. Nilai cut off untuk short stature, underweight, dan IMT rendah adalah < -2.0 SD. Sebagai tambahan, tingkat kecukupan dialisis (seperti KT/V, URR) juga ikut dinilai. Dialisis dinyatakan adekuat apabila KT/V 1.2 dan 2.0 masing-masing pada pasien anak yang menjalani HD dan PD. Kuesioner klinis terdiri dari rekam medis pasien khusus yang berkaitan dengan CKD (berupa kumpulan informasi klinis, dan laju perkembangan pasien) serta terapi. Kriteria eksklusi adalah pasien yang mengalami abnormalitas genetik (seperti meningokel) yang nantinya dapat mempengaruhi hasil analisis.

Metode Statistik

Distribusi variabel dinilai menggunakan uji Shapiro Wilk. Median berkisar antara interkuartil 25-75. Uji non parametrik, uji Mann Whitney, uji chi square Yates-corrected dan uji Fisher exact dievaluasi diantara kelompok studi. Model multivariabel digunakan untuk mengevaluasi pengaruh penyesuaian pada faktor faktor perancu terhadap skor standar deviasi tinggi dan berat ba.dan (seperti usia, jenis kelamin, riwayat CKD, metode dan durasi dialisis, kecukupan dialisis, konsentrasi Hb dan protein total, terapi epoetin, tekanan darah)

Signifikansi penelitian dinyatakan dengan p value < 0.05.

Hasil Penelitian

Karakteristik Kelompok Studi

(3)

Parameter Antropometri

Anak yang menjalani terapi dialisis baik pada tahun 2004 maupun 2013 keduanya memiliki Z-score yang lebih rendah dibandingkan anak normal, masing-masing -2,10 dan -2,19. Sebanyak 51% anak pada tahun 2004 dan 56% anak pada 2013 mengalami short stature dengan median z-score masing masing -3.47 dan -3.35. Baik pada 2004 maupun 2013, median berat badan anak tidak mencapai batas

underweight. Pada 2004, sebanyak 31% anak mengalami underweight. Sedangkan pada 2013, hanya 20% anak yang mengalami underweight. IMT anak tiap tahunnya terbilang normal, hanya 2% anak yang memiliki IMT dengan z-score < -2.0 SD. Tidak ada satupun anak yang mengalami obesitas pada tahun 2013 dan hanya 1,5% anak yang tergolong obesitas pada tahun 2004. Tidak terdapat adanya perubahan status antropometri yang signifikan diantara kedua waktu pemeriksaan (2004 dan 2013).

Pengaruh metode RRT terhadap Parameter Antropometri

Pada tahun 2004, sebanyak 63% anak menjalani PD (peritoneal dialisis) dan selebihnya menjalani hemodialisis (HD). Sedangkan pada 2013 yang menjalani HD dan PD masing-masing adalah sekitar 33% dan 67%.

Tidak terdapat perbedaan berat dan tinggi badan yang signifikan antara kedua kelompok (PD vs HD) baik pada tahun 2004 maupun 2013. Pada 2004, anak yang menjalani HD memiliki IMT yang cendrung lebih rendah (-0.89 vs -0.42, p<0.05). Status antropometri anak yang menjalani PD terbilang sama baik antara tahun 2004 dengan tahun 2013. Hal serupa juga ditemui pada kelompok anak yang menjalani HD.

Pengaruh Kecukupan Dialisis terhadap Parameter Antropometri

Kami membagi kelompok pasien berdasarkan derajat kecukupan dialisis. Sebanyak 75% anak dari kelompok studi menjalani dialisis secara adekuat pada tahun 2004 dan pada tahun 2013 terdapat 80% anak yang menjalani dialisis secara adekuat. Tidak terdapat hubungan antara kecukupan terapi dialisis dengan parameter antropometri. Dosis terapi dialisis tidak mempengaruhi z-skor tinggi badan anak.

(4)

Untuk membagi 2 kelompok anak CKD berdasarkan onset, kami menetapkan

cut off onset CKD menjadi 5 tahun. Pada data 2004, kami menemukan bahwa anak dengan onset CKD yang lebih dari 5 tahun memiliki IMT lebih rendah dibandingkan dengan anak yang mengalami CKD belum mencapai 5 tahun (-0.89 vs -0.40, p< 0.05). Sedangkan pada data 2013, tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok.

Kemudian kami membandingkan IMT pada kedua kelompok anak dengan onset CKD > 5 tahun, yaitu anak yang menjalani dialisis tahun 2004 dengan tahun 2013. Didapatkan hasil bahwa IMT anak dengan onset CKD > 5 tahun yang menjalani dialisis pada tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang menjalani dialisis tahun 2004 (tabel 4).

Untuk menilai hubungan antara durasi RRT (dialisis) terhadap status antropometri, kami menetapkan cut off durasi RRT menjadi 2 tahun. Berdasarkan data tahun 2004, anak dengan durasi RRT diatas 2 tahun memiliki postur tubuh yang lebih pendek dibandingkan dengan kelompok anak yang menjalani RRT belum sampai 2 tahun lamanya (-2.61 vs -1.84, p <0.05). Data tahun 2013 tidak menunjukkan perbedaan status antropometri yang signifikan diantara kedua kelompok. Kemudian ketika kami membandingkan antara kedua data (data tahun 2004 dengan 2013), tidak terdapat perbedaan IMT dan BB yang signifikan baik pada kelompok dengan durasi RRT diatas 2 tahun maupun kelompok dengan durasi RRT dibawah 2 tahun. Meskipun begitu, terdapat perbedaan TB yang signifikan antara kedua data (data 2004 dengan 2013). Berdasarkan kelompok anak dengan durasi RRT kurang dari 2 tahun pada kedua data (2004 dan 2013), postur anak pada 2013 lebih pendek dibandingkan dengan anak pada 2004 (-2.25 vs -1.84, p value <0.05). Sedangkan pada anak dengan durasi RRT lebih dari 2 tahun, postur anak pada 2013 lebih tinggi dibandingkan dengan anak pada 2004 (lihat tabel 2).

Pengaruh Penyebab CKD terhadap Parameter Antropometri

(5)

Secara keseluruhan, ketika kami membandingkan data antara tahun 2004 dengan tahun 2013, tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok kongenital (bawaan) dengan kelompok acquired (didapat). Namun, kami menemukan pada kelompok acquired (didapat), postur anak cenderung lebih pendek pada tahun 2013.

Analisis Multipel Regresi dari Data yang Dihasilkan

Kami menemukan bahwa z-score TB memiliki hubungan positif dengan onset CKD (b = 0.23, p = 0.02) dan berkorelasi negatif dengan kecukupan dialisis (b = -0.18, p = 0.03) serta dosis epoetin (b = -0.23, p = 0.02). Begitupula dengan z-score BB yang memiliki hubungan positif dengan onset CKD (b = 0.28, p = 0.005) dan berkorelasi negatif dengan dosis epoetin (b = 0.38, p = 0.001) serta usia anak (b = -0.38, p = 0.009). IMT berbanding terbalik dengan usia (b = -0.54, p = 0.001) dan dosis epoetin (b = -0.36, p = 0.001).

Pembahasan

Studi kami menunjukkan bahwa parameter antropometri anak yang menjalani RRT di Polandia tidak mengalami perubahan dalam 10 tahun terakhir. Kami menemukan hasil bahwa anak yang mendapatkan terapi RRT tetap mengalami

stunting meski telah diberikan terapi hormone pertumbuhan dan nutrisional khusus. Kami mendapatkan kejadian short stature pada lebih dari setengah anak yang terlibat. Kami tidak menemukan hasil perbaikan klinis yang diharapkan pada studi ini.

Terdapat banyak data dari berbagai negara yang serupa dengan hasil penelitian kami. Furth dkk telah menyimpulkan bahwa anak dengan ESRD tetap mengalami gangguan pertumbuhan walaupun telah ditanggulangi melalui terapi yang agresif. Studi di Eropa melaporkan bahwa prevalensi gangguan pertumbuhan mencapai 29.3%. Dialysis merupakan factor resiko independen yang menyebabkan kejadian

short stature sedangkan terapi transplantasi diketahui memiliki potensi yang lebih kecil terhadap kejadian short stature. Rerata z-score TB anak dengan short stature

(6)

serta penerapan metode terapi yang baru dan modern. Analisis data dari tahun 1998-2009 yang dilakukan oleh Franke dkk terhadap anak yang mendapat RRT di Jerman, didapatkan hasil bahwa terdapat perbaikan pertumbuhan pada anak dengan rerata z-score TB -3.03 pada 1998 menjadi -1.8 pada 2009. Namun, studi tersebut hanya melibatkan anak berusia diatas 6 tahun. Data dari USA menunjukkan bahwa pengaruh CKD pada anak terhadap gangguan pertumbuhan masih manjadi permasalahan dikarenakan intervensi yang dilakukan tenaga medis dalam mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan berakibat pada kejadian asidosis metabolic. Harambat dkk menilai perbaikan TB pasien dewasa dengan CKD dalam 20 tahun terakhir dan ditemui hasil perbaikan signifikan dari z-score tahun 1990-95 senilai -2.06 SD menjadi -1.33 SD pada 2006-2011.

(7)

sebanyak tiga kali seminggu tidak membuktikan ekspektasi klinis apa pun.

Diperkirakanfaktor utama yang menyebabkan kegagalan pertumbuhan pada anak-anak adalah nutrisi yang buruk. Penelitian kami menunjukkan meskipun tinggi pasien tidak membaik selama sepuluh tahun namun mereka tidak mengalami cachexia baik pada kelompok studi tahun 2004 maupun tahun 2013. Hanya 2% anak yang memiliki z-score dibawa 2SD dan kurang dari 1/3 anak mengalami underweight. Usia berbanding terbalik dengan berat dan IMT, sama halnya dengan dosis epoetin. Anak dengan status antropometri buruk cenderung membutuhkan dosis epoetin yang lebih tinggi. Hasil studi yang serupa juga dilaporkan sebelumnya oleh Seeherunvong dkk yang menyatakan bahwa kurangnya BB merupakan salah satu factor yang mempengaruhi dosis epoetin pada anak yang menjalani hemodialysis. Ini dapat terjadi mungkin karena efek yang ditmbulkan dari malnutritipn-inflammatioon complex syndrome (MICS) yang berkaitan dengan resistensi rHuEPO.

Kami menemukan hubungan antara z-score BMI dengan onset CKD. Anak-anak CKD di tahun 2013 dengan onset lebih dari 5 tahun memiliki BMI yang lebih baik daripada anak anak CKD pada 10 tahun sebelumnya, hal ini menunjukkan adanya manajemen nutrisi yang lebih baik, terutama pada pasien HD. Perawatan gizi sangat penting bagi status nutrisi anak-anak dengan CKD. Coleman dkk. dalam studinya menunjukkan bahwa kerjasama intensif dengan ahli gizi dapat menghasilkan peningkatan pertumbuhan namun yang terlihat signifikan mengalami peningkatan adalah TB dibandingkan BB. Peningkatan BMI pada anak-anak CKD dengan onset yang lebih dari 5 tahun berkaitan dengan adanya penanganan yang lebih baik dari ahli gizi ginjal anak. Mempertahankan nutrisi yang memadai cenderung sulit dilakukan pada anak-anak. Meskipun lebih banyak uji klinis diperlukan di bidang ini, ada beberapa data kuat yang menunjukkan bahwa ada hubungan penting antara pemberian makan gastrostomi dini dengan tingkat pertumbuhan yang lebih baik pada anak-anak.

Kami menemukan hasil korelasi negative antara dosis Epoetin dengan IMT dan BB anak.

(8)

pertumbuhan yang sama dengan anak yang menjalani RRT kurang dari 2 tahun.NAPRTCS (North American Pediatric Renal Trials and Collaborative Studies) melaporkan bahwa z-score TB anak mencapai -1.64 SD pada saat awal memulai RRT dan mengalami penurunan menjadi -1.71 pada 1 tahun post dialysis hingga akhirnya menjadi -1.84 setelah tahun ke-2 menjalani RRT. Gorman dkk telah membuktikan bahwa durasi RRT berkaitan dengan outcome pertumbuhan yang buruk. Disamping itu, mereka tidak menemukan hubungan antara terapi hormone pertumbuhan dengan perubahan TB anak. Hal ini membuktikan bahwa ada factor lain yang berperan pada pertumbuhan anak selama dialysis. Untuk mencapai hasil terapi yang optimal, harus dipahami tatalaksana malnutrisi, anemia, defisiensi vitamin D, asidosis metabolic, hiperfosfatemia dan renal osteodistrofi. Suatu survey terapi hormone pertumbuhan yang dilakukan terhadap anak dengan CKD yang menjalani RRT di Polandia ditemui hasil bahwa sebanyak 17 anak mendapatkan terapi rhGH (tahun 2004, 4 HD dan 13 PD). Kemudian, pada tahun 2013 ditemui sebanyak 7 anak diberikan terapi rhGH (3 HD dan 4 PD). Secara keseluruhan, terapi rhGH pada anak anak dengan CKD di Polandia terbilang kurang memuaskan. Kontraindikasi terapi rhGH telah diketahui diantaranya gangguan keseimbangan kalsium-fosfat, asidosis tak terkompensasi, anemia, hipertensi dan gangguan kongenital berat. Kami menduga beberapa kontraindikasi tersebut mempengaruhi outcome pertumbuhan anak anak yang kami libatkan ke dalam studi kami namun kami tidak menyertakan data kontraindikasi pasien tersebut pada studi kami. Terapi thGH cenderung jarang dilakukan pada anak dengan CKD yang telah mengalami retardasi pertumbuhan.

Keterbatasan Studi

(9)

Kesimpulan

Dilakukan studi di dua multisenter dialisis pediatri di Polandia selama tahun 2004-2013. Didapatkan hasil bahwa status antropometri anak yang menjalani terapi dialisis tidak mengalami perubahan secara signifikan setelah dilakukan pemantauan selama 10 tahun. Anak yang menjalani dialisis tetap mengalami short stature

Referensi

Dokumen terkait

Konsep hukum demikian, menjadi salah satu hambatan dalam memosisikan hukum adat sebagai sesuatu yang tidak perlu diperdebatkan lagi sebagai living law.Kedua, negara perlu

Observasi dilakukan kepada subjek penelitian untuk mendapatkan respon mahasiswa tentang pengalaman mereka dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris selama satu

Berdasarkan berbagai data yang telah di- peroleh dari tindakan yang dilaksanakan pada siklus I, siklus II, dan siklus III, maka dapat disimpulkan bahwa melalui penggunaan

[r]

HSDPA mendukung pergerakan antar sector dalam satu Node B, dan antara beberapa Node B yang berbeda. Inter Node B handover dapat diilustrasikan pada gambar di

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan iodium ibu dengan pertumbuhan anak usia 13–23 bulan di tiga desa wilayah

Di dalam udara bebas aluminium mudah teroksidasi membentuk lapisan tipis oksida (Al2O3) yang tahan terhadap korosi. Aluminium juga bersifat amfoter yang mampu bereaksi

Sedangkan kelainan mikrodelesi atau mikroduplikasi yang berukuran kurang dari 4 Mb tidak akan tampak dalam pemeriksaan kromosom konvesional sehingga akan menampakan kariotip normal