• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran International Monitoring Team IMT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran International Monitoring Team IMT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN INTERNATIONAL MONITORING TEAM (IMT) DALAM PROSES PERDAMAIAN ANTARA GOVERNMENT OF THE REPUBLIC

OF PHILIPPINES (GRP) DENGAN MORO ISLAMIC LIBERATION FRONT (MILF) DI FILIPINA SELATAN

TAHUN: 2008 – 2012

OLEH:

MARIO WAHYU SLAMET HARENDA NIM: 10430001

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Ilmu Politik

Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

(2)

PERAN INTERNATIONAL MONITORING TEAM (IMT) DALAM PROSES PERDAMAIAN ANTARA GOVERNMENT OF THE REPUBLIC

OF PHILIPPINES (GRP) DENGAN MORO ISLAMIC LIBERATION FRONT (MILF) DI FILIPINA SELATAN

TAHUN: 2008 – 2012

Mario Wahyu Slamet Harenda* NIM: 10430001

ABSTRACT

This study took its background at the history factor of the establishment of Moro National Liberation Front (MNLF) and the outbreak of MNLF becomes Moro Islamic Liberation Front (MILF) that caused by different views on Tripoli Agreement 1976. This research’s objective was to understand the IMT’s role in the peace process between the Philippine Government and MILF in the period 2008 – 2012. The theory of conflict, conflict resolution and cosmopolitan conflict resolution were used for further explanation. The main object of research was the role that conducted by International Monitoring Team (IMT) in the peace process that occurs between the GRP and MILF focused on the period from 2008 to 2012. This qualitative research used primary and secondary data sources while its data collecting technique were library and interview research. Data analysis technique included data reduction, data display, conclusions and verification. The result of this research indicated that the IMT’s role was effective in reducing the number of armed clashes between the GRP and MILF. The effectiveness of the IMT’s role because IMT used the different approach than another mediator.

Keywords: the role of international monitoring team, mindanao conflict, peace process in the southern philippines.

(3)

Pendahuluan

Pemberontakan sendiri merupakan suatu fenomena yang lazim kita jumpai dalam studi hubungan internasional. Khusunya dalam dinamika negara – negara heterogen. Kelompok – kelompok yang merasa tertindas pada akhirnya akan menuntut persamaan hak melalui cara – cara negosiasi. Namun bila dengan cara tersebut dirasa kurang efektif maka mereka akan menggunakan jalan pemberontakan.

Seperti halnya konflik yang terjadi di Filipina Selatan. Konflik antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF) lebih disebabkan oleh tuntutan wilayah yang mandiri dan otonom bagi Bangsamoro. Tuntutan ini muncul karena adanya ketidakcocokan prinsip dan ideologi antara GRP dengan MILF tersebut.

Konflik di Filipina Selatan antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF) terus saja bergulir. Upaya perundingan damai pun juga terus dilakukan, namun belum ada satupun hasil perundingan yang bersifat final. Masyarakatpun dibuat pesimis tentang adanya perdamaian di Filipina Selatan. Perundingan yang dilakukan pada periode 1997 – 2000 awalnya dilakukan tanpa hadirnya fasilitator maupun mediator. Namun kerasnya konflik yang terjadi akhirnya mengundang pihak ketiga untuk masuk dan membantu mewujudkan perdamaian di tanah Mindanao.

Tahun 2001 - 2002 merupakan tahun yang cukup baik bagi perkembangan proses perdamaian antara GRP dengan MILF. Pada tahun tersebut, kedua belah pihak menandatangani beberapa perjanjian penting, diantaranya adalah: Tripoli Agreement on Peace 2001, Implementing Guidelines on the Security Aspect of the Tripoli Agreement on Peace 2001, Implementing Guidelines on the Humanitarian, Rehabilitation and Development Aspect of the Tripoli Agreement on Peace May 2002.

(4)

diharapkan mampu menjadi penengah dalam konflik yang sedang bergulir tersebut. Maka kedua-belah pihak pada Joint Statement tahun 2004 di Kuala Lumpur meminta jasa – jasa baik Pemerintah Malaysia untuk mengirimkan pasukannya yang berguna untuk turut memantau implementasi beberapa perjanjian damai tersebut dalam bendera International Monitoring Team (IMT)

International Monitoring Team (IMT) didirikan pada tahun 2004 sesuai kesepakatan antara GRP dengan MILF. IMT memiliki tugas utama untuk memantau, memonitor, memverifikasi, menginvestigasi dan melaporkan tentang pelaksanaan gencatan permusuhan antara GRP dengan MILF. Dari hasil kesepakatan MILF dan GRP dipilihlah Malaysia sebagai ketua (Head of Mission) IMT.

Penelitian ini secara terperinci akan memberikan deskripsi tentang bagaimana proses perdamaian yang terjadi antara GRP dengan MILF dimana IMT menjadi sosok penengahnya. Pemilihan tahun juga dianggap paling relevan setelah peneliti membandingkan tahun – tahun lainnya sejak IMT didirikan yakni pada 2004 yang lalu, pada periode 2008 – 2012 inilah proses perdamaian antara GRP dengan MILF mulai menunjukan kemajuan.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana peran International Monitoring Team dalam proses perdamaian antara GRP dengan MILF di Filipina Selatan pada periode 2008 - 2012?

Tinjauan Pustaka

Untuk membatasi penelitian ini agar lebih sistematis dan fokus maka peneliti akan mempergunakan teori resolusi konflik kosmopolitan. Teori ini digunakan untuk membantu peneliti dalam menganalisa permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini.

(5)

terlibat didalam konflik yang terjadi. Dalam konteks ini resolusi konflik yang dilakukan di Filipina Selatan adalah dengan mengundang pihak ketiga, yakni IMT untuk memonitor pelaksanaan perjanjian – perjanjian damai yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Hugh memaparkan empat alasan bagi komunitas internasional untuk ikut campur kedalam suatu konflik kontemporer. Pertama adalah sumber – sumber konflik kontemporer terletak diluar sebuah negara dan sama banyaknya seperti yang terletak dalam sebuah negara. Komunitas internasional seringkali yang paling bertanggung jawab atas munculnya sebuah konflik. Kedua, meningkatnya interdependensi yang mengakibatkan konflik kontemporer tersebut dapat mengancam stabilitas regional. Ketiga, penderitaan manusia dan pemberitaan media membuat beban bagi pemerintahan luar untuk tidak berbuat apa – apa. Keempat, banyak kajian yang berpendapat bahwa konflik yang berlarut – larut baru akan selesai setelah adanya campur tangan pihak ketiga. Hugh kemudian menamakan konsep ini dengan sebutan “konflik internasional-sosial” (Miall et al, 2000).

(6)

Metodologi Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif. Alasan peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif bertujuan untuk menafsirkan suatu fenomena sosial. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti suatu fenomena sosial berupa konflik dan proses perdamaiannya, sehingga metode penelitian kualitatif relevan untuk digunakan dalam penelitian ini.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Secara spesifik, sumber data yang digunakan adalah: Dokumen dan pernyataan serta siaran pers yang dikeluarkan oleh Pemerintah Filipina, MILF dan International Monitoring Team (IMT) yang terkait dengan proses perdamaian yang terjadi pada periode 2008 - 2012.

Obyek dalam penelitian ini adalah peran International Monitoring Team (IMT) dalam proses perdamaian yang terjadi antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan MILF. Kerangka waktu penelitian dibatasi mulai tahun 2008 hingga 2012 karena pada tahun tersebut proses perdamaian antara GRP dengan MILF mulai menunjukan kemajuan, selain itu pada tahun tersebut IMT sendiri sudah beranggotakan enam negara sehingga tidak diragukan lagi kenetralannya dalam menengahi konflik yang terjadi di Filipina Selatan tersebut.

(7)

Hasil Penelitian dan Pembahasan

International Monitoring Team (IMT) dibentuk pada September 2004. Pada awal terbentuknya IMT hanya beranggotakan Malaysia saja yang sebelumnya telah menjadi fasilitator bagi proses perdamaian antara GRP dengan MILF. IMT terbentuk karena memang dibutuhkan bagi kedua belah pihak yang berkonflik. Selama ini belum ada fasilitator perdamaian yang hadir secara langsung di lapangan untuk mengawasi implementasi perjanjian damai dari kedua belah pihak, untuk itu IMT terbentuk.

International Monitoring Team (IMT) memiliki tugas untuk memonitor perjanjian – perjanjian damai yang telah dibuat sebelumnya. Dalam menjalankan tugasnya IMT membagi wilayah tugas kedalam empat aspek utama yakni:

Security

Humanitarian, Rehabilitation and Development Socio-Economic Assistance

Civilian Protection

Pada penelitiaan ini, peneliti akan memfokuskan peran IMT dalam aspek keamanan atau security.

Peran dari IMT sangat diharapkan dalam proses perdamaian di Filipina Selatan. Konflik yang berlarut – larut telah membuat banyak pihak pesimis akan terwujudnya perdamaian di Mindanao. Namun setidaknya dengan hadirnya IMT dapat memberikan sedikit “angin segar” dalam konflik yang tengah berlangsung tersebut.

(8)

mereka akan merasa “bebas” beraksi dengan senjata yang akan berdampak pada banyaknya korban sipil yang akan jatuh. Dengan demikian, IMT juga turut berperan dalam meminimalisir jatuhnya korban sipil melalui pengawasan terhadap penggunaan senjata dari keduabelah pihak.

IMT berperan signifikan dalam meredam aksi – aksi kontak senjata antara Pemerintah Filipina dengan MILF di Filipina Selatan. Data menunjukan sebelum hadirnya IMT, tepatnya pada tahun 2002 terjadi 698 kali kontak senjata dan tahun 2003 sebanyak 569 kali. Setelah IMT hadir, pada tahun 2004 angka tersebut turun menjadi 16 kali, 2005 sebanyak 10 kali, 2006 sebanyak 10 kali, 2007 sebanyak 8 kali. Kemudian pada tahun 2008 hingga 2009 kontak senjata yang terjadi naik cukup signifikan karena IMT tidak aktif untuk sementara waktu yakni masing – masing 218 kali dan 115 kali. Pada 2010 dengan hadirnya kembali IMT, kontak senjata yang terjadi menurun drastis menjadi hanya satu kali. Pada tahun 2011 meningkat sedikit menjadi empat kali. Tetapi pada tahun 2012, IMT tidak melihat sama sekali adanya kontak senjata antara Pasukan Pemerintah Filipina dengan MILF (IMT Mindanao, 2012).

Peran IMT dapat di analisa kedalam tahapan resolusi konflik yang telah dipaparkan oleh Johan Galtung, yakni peacebuilding, peacemaking dan peacekeeping:

Peacebuilding

(9)

Selatan, termasuk didalamnya adalah memonitor distribusi kebutuhan sehari – hari bagi warga yang wilayahnya dilanda konflik. Selain itu IMT juga turut terlibat dalam pemulihan trauma pasca konflik yang dialami oleh warga sipil di Filipina Selatan. Adapun tugas – tugas lain dari IMT dalam rangka mengimplementasikan tahapan peacebuilding ini adalah: Turut melindungi tempat ibadah di daerah konflik, memonitor pembangunan ekonomi dan sosial secara keseluruhan, melakukan survei lapangan terhadap rencana pembangunan fisik dari aspek ekonomi dan sosial. Semua usaha IMT tersebut dilakukan demi mendukung terciptanya perdamaian yang abadi di Filipina Selatan. Kegiatan – kegiatan IMT di atas selaras dengan prinsip peacebuilding yang telah dipaparkan oleh Johan Galtung di atas.

Peacemaking

Peacemaking merupakan sebuah upaya untuk memberikan penghalang kepada para pihak yang bertikai agar tidak menggunakan kekerasan dalam berkonflik serta mendorong pihak – pihak yang bertikai agar mau duduk dalam proses perundingan, mediasi dan negosiasi demi terjaganya situasi damai.

(10)

Hal ini terjadi karena kehadiran IMT di lapangan seakan menjadi pembatas dan pengawas bagi keduabelah pihak agar tidak menggunakan aksi – aksi kekerasan demi terjaganya situasi yang damai dan kondusif. Kondisi tersebut akan berbeda jika tanpa kehadiran IMT. Keduabelah pihak yang bertikai akan merasa tidak ada pihak yang mengawasi mereka, sehingga mereka dapat berbuat seenaknya, termasuk menggunakan senjata untuk berperang.

Peacebuilding

IMT sebagai “peacekeeper” tercermin dari struktur organisasinya, dimana hampir 80% anggota IMT adalah personel militer dan kepolisian, hanya Norwegia, Jepang dan Uni Eropa yang tidak mengirimkan personil militer melainkan seorang ahli di bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan. Namun demikian IMT bukanlah kelompok peacekeeper karena IMT tidak dibawah mandat dari Dewan Keamanan PBB. Selain itu, meskipun kebanyakan anggota IMT adalah personel militer, mereka tidak diperkenankan untuk terlibat secara aktif dalam pertempuran. Memang mereka diperbolehkan membawa senjata, tetapi hanya dapat dipergunakan untuk menjaga diri (Supeno, 2013).

Kesimpulan dan Saran

Dari penelitian tersebut maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Konfik yang berlarut – larut telah mengundang pihak ketiga untuk

(11)

2. Peran IMT sebagai pihak penengah kemudian tercermin kedalam tiga tahapan resolusi konflik yakni: peacebuilding, peacemaking dan peacekeeping. Dari ketiga tahapan tersebut peran maksimal dari IMT terdapat dalam tahapan Peacebuilding dan Peacemaking.

3. Kehadiran IMT terbukti efektif dalam menekan aksi kontak senjata yang terjadi antara GRP dengan MILF di lapangan. Keefektifan peran IMT tersebut terjadi karena IMT dapat membangun rasa saling percaya bagi pihak – pihak yang terlibat dalam konflik. Rasa saling percaya tersebut merupakan modal awal bagi proses perdamaian selanjutnya.

Dari kesimpulan – kesimpulan di atas, peneliti memberikan saran bagi penelitian selanjutnya, sebagai berikut:

1. Melihat dinamisnya proses perdamaian yang terjadi antara Pemerintah Filipina dengan MILF, maka penelitian selanjutnya dapat menggunakan cakupan tahun yang lebih baru dengan data yang disesuaikan.

2. Banyaknya aktor yang terlibat baik dari internal dan eksternal membuat proses perdamaian antara Pemerintah Filipina dengan MILF ini menarik untuk diteliti, maka penelitian selanjutnya dapat melihat dari sudut pandang aktor - aktor yang berbeda dari penelitian ini.

Daftar Pustaka

Miall, H., Ramsbotham, O., & Woodhouse, T. (2000). Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo.

Supeno, A. B. (2013). Peran IMT dalam Proses Perdamaian antara GRP - MILF. (A. B. Supeno, Pemain) PMPP TNI, Sentul, Jawa Barat.

(12)

Lampiran I : Pernyataan Keaslian Jurnal

Referensi

Dokumen terkait