• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEMBOYAN PENDIDIKAN PENC SEUMUR HIDUP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SEMBOYAN PENDIDIKAN PENC SEUMUR HIDUP"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINGGINYA ANGKA PUTUS SEKOLAH MENUNJUKKAN PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP SEKEDAR SEMBOYAN PADA WARGA DESA KONGSI 3, GENTENG,

BANYUWANGI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seumur hidup, pada hakikatnya dimanapun manusia berada masih dalam masa belajar tanpa mengenal batasan umur. Seperti yang disabdakan nabi Muhammad SAW “tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad”, yang berarti bahwa dalam menggali ilmu tanpa ada batasan umur. Sejatinya, pendidikan merupakan hak seluruh warga Negara dan pendidikan merupakan salah satu faktor utama untuk dapat mencapai kemakmuran suatu Negara. Sebagaimana yang diatur secara tegas dalam pasal 31 ayat (1) Undang-undang dasar 1945 yang menyatakan bahwa Negara berhak mendapat pendidikan. Ayat (2) menegaskan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat (3) menetapkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Kenyataannya, pendidikan yang digadang-gadangkan oleh pemerintah dapat diperoleh oleh seluruh kalangan masyarakat, hanya menjadi sebatas mimpi karena permasalah yang kompleks dalam dunia pendidikan di Indonesia. Banyak anak-anak usia sekolah di Indonesia yang justru harus putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Jumlah anak putus sekolah dan berpendidikan rendah di Indonesia terbilang relatif tinggi. Tingginya angka putus sekolah ini salah satu akibat mahalnya biaya pendidikan.

(2)

tidak mampu untuk mengajari anak mereka belajar, mereka juga tidak mampu untuk menitipkan anak mereka dalam pendidikan non formal dengan alasan biaya yang mahal.

Kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya, menyebabkan mereka malas untuk belajar. Sebagian, memang ada yang sampai melanjutkan ke jenjang SMA, namun banyak yang berhenti ditengah jalan. Ada yang sebagian memilih bekerja demi mencukupi kebutuhannya sendiri, dan tidak sedikit yang memilih untuk menikah dini. Dari tahun ke tahun masyarakatnya tetap berpendidikan rendah. Tentu kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat bahwa seluruh anak Indonesia wajib memperoleh pendidikan dasar 9 tahun.

Berbeda dengan Negara Jepang, pendidikan dasar yang menjadi akar pendidikan selanjutnya, sangat diperhatikan dengan serius oleh Negara matahari terbit ini. Buktinya wajib belajar 9 tahun diselenggarakan tanpa dipungut biaya dari orang tua murid. Bahkan pihak sekolah akan menyurati para orang tua untuk mendaftarkan anaknya masuk sekolah, ketika usia anak sudah masuk usia sekolah. Jepang memiliki budaya baca dan uniknya saat mereka di kereta listrikpun baik dalam keadaan berdiri maupun duduk selalu mengisi waktu luangnya dengan membaca. Bahkan materi kurikulum SD, SMP, dan SMA disajikan dalam bentuk komik bergambar yang menarik sehingga membuat minat baca masyarakat semakin tinggi.

Wajib belajar 9 tahun mulai dari SD yang dijalani 6 tahun dan SMP menghabiskan 4 tahun, benar-benar dijalankan secara gratis. Seluruh biaya ditanggung pemerintah, jika harus ada bayaran, hal itu hanya untuk alat-alat pelajaran, biaya makan siang anak di kantin sekolah atau saat rekreasi dari sekolah. Meski sekolahnya berstatus negeri, soal kualitas pendidikannya tidak meragukan. Hal itu karena kurikulum sekolah, sarana, dan prasarana maupun tenaga pengajar, benar-benar dijaga agar sesuai standar yang sudah ditetapkan pemerintah. Hasilnya, mutu pendidikan wajib belajar 9 tahun, dimana-mana sama. Tidak ada istilah mutu lulusan sekolah pinggiran, kalah bersaing dengan mutu lulusan sekolah kota besar.

B. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa penyebab tingginya angka putus sekolah di desa Kongsi 3, Genteng? 2. Apa yang dimaksud dengan pendidikan seumur hidup?

(3)

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan penyebab tingginya angka putus sekolah di desa Kongsi 3, Genteng.

2. Untuk menjelaskan tentang pendidikan seumur hidup. 3. Untuk menjelaskan program wajib belajar 9 tahun.

D. Manfaat Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dan usaha untuk mengembangkan kemampuan dalam membuat makalah.

2. Bagi masyarakat terkait, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 3. Bagi perguruan tinggi, sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti

selanjutnya yang sejenis.

4. Bagi pemakalah lain, sebagai acuan, referensi, dan perbandingan untuk penulisan sejenis.

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Putus Sekolah

2.1.1 Pengertian Putus Sekolah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional). Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan member pelajaran menurut tingkatan yang ada.

(4)

mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.

2.1.2 Faktor penyebab anak putus sekolah di Kongsi 3

Sesuai dengan hasil wawancara dan observasi yang saya lakukan, ada beberapa faktor yang menyebabkan anak putus sekolah, yaitu:

a. Kondisi ekonomi keluarga

Masyarakat Kongsi 3, sebagian besar penghasilannya bergantung pada perkebunan coklat dengan pekerjaan sampingan sebagai buruh tani. Keadaan ekonomi yang buruk menyebabkan motivasi untuk menyekolahkan anak mereka menjadi rendah. Bahkan mereka tidak sanggup untuk mengajari anak mereka belajar, karena pada dasarnya mereka juga orang-orang yang tidak mengenal dunia pendidikan.

b. Pengaruh teman yang sudah tidak sekolah

Fakta yang ada di desa Kongsi 3, dari 25 anak yang berusia sekitar 6-18 tahun, 6 anak duduk di bangku sekolah dasar, 3 anak di bangsu SMP, dan 5 anak yang duduk di bangku SMA, selebihnya 11 anak mengalami putus sekolah. Mereka lebih memilih bekerja dan sebagian memilih menikah di usia dini.

c. Sering membolos

Karena memang pada dasarnya, kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan, menyebabkan mereka tidak mempunyai motivasi diri yang tinggi untuk menuntut ilmu. Kurangnya pengawasan orang tua, dan rendahnya keinginan untuk belajar sering membuat mereka tidak mengerjakan tugas-tugas yang guru berikan di sekolah. Hal itu menyebabkan mereka sering mendapatkan nilai buruk, sehingga mereka semakin malas untuk bersekolah. Pada akhirnya, mereka lebih memilih membolos dari pada berusaha untuk mempelajari pelajaran apa yang tidak mereka pahami. d. Kurangnya minat untuk meraih pendidikan/mengenyam pendidikan dari anak didik

itu sendiri.

(5)

a. Dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan malas untuk pergi kesekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor.

b. Karena pengaruh teman sehingga ikut-ikutan di ajak bermain seperti play station sampai akhirnya sering membolos dan tidak naik kelas, prestasi sekolah menurun dan malu untuk pergi kembali kesekolah.

c. Anak yang kena sanksi karena mangkir sekolah sehingga kena droup out. 2. Faktor eksternal

a. Keadaan status ekonomi keluarga. b. Kurang perhatian orang tua.

c. Hubungan orang tua kurang harmonis.

Selain permasalahan diatas ada factor penting dalam keluarga yang bisa mengakibatkan anak putus sekolah, yaitu:

1) Keadaan ekonomi keluarga.

2) Latar belakang pendidikan ayah dan ibu.

3) Status ayah dalam masyarakat dan dalam pekerjaan.

4) Hubungan sosial psikologis antara orang tua dan antara anak dengan orang tua. 5) Aspirasi orang tua tentang pendidikan anak, serta perhatiannya terhadap kegiatan

belajar anak.

6) Besarnya keluarga serta orang-orang yang berperan dalam keluarga.

2.1.3 Usaha mengatasi anak putus sekolah

Dalam mengatasi terjadinya anak putus sekolah harus adanya berbagai usaha pencegahan sejak dini, baik yang dilakukan oleh orang tua, sekolah (pemerintah) maupun oleh masyarakat. Sehingga anak putus sekolah dapat dibatasi sekecil mungkin. Usaha-usaha untuk mengatasi terjadinya anak putus sekolah di antaranya dapat ditempuh dengan cara:

(6)

3. Mengadakan pengawasan terhadap belajar anak di rumah serta memberikan motivasi kepada anak sehingga rajin dalam belajar dan tidak membuat si anak bosan dalam mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan di sekolah.

4. Tidak membiarkan anak bekerja mencari uang dalam masa belajar.

5. Tidak memanjakan anak dengan memberikan uang jajan yang terlalu banyak.

Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan, dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan. Dampak negatif, akibat yang disebabkan dari putusnya anak sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran, kebut-kebutan dijalan raya, minum-minuman dan perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan rendah diri.

2.2 Pendidikan Seumur Hidup

2.2.1 Pengertian Pendidikan Seumur Hidup

Pendidikan Seumur Hidup “Life-Long Education” (bukan “long life education”) adalah makna yang seharusnya benar-benar terkonsepsikan secara jelas serta komprehensif dan dibuktikan dalam pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam penerapan terutama bagi para pendidik di negeri kita. Menurut Carl Rogers, pendidikan bukanlah proses pembentukan (process of being shaped) tetapi sesuatu proses menjadi (process of becoming) yaitu proses menjadi manusia yang berpribadi dan berkarakter.

(7)

Life Long education cenderung melihat pendidikan sebagai kegiatan kehidupan dalam masyarakat untuk mencapai perwujudan manusia secara penuh yang berjalan terus menerus seolah-olah tidak ada batasannya sampai meninggal. Pendidikan seumur hidup ini bersifat holistik, sedangkan pengajaran bersifat spesialistik, terutama pengajaran yang terpilih dan terinferensikan dalam berbagai bentuk kelembagaan belajar. Holistik memiliki arti lebih mengarah kepada pengutuhan atau penyempurnaan. Karena manusia selalu berusaha untuk mencapai titik kesempurnaan dalam segala hal.

Life Long Education cenderung melihat pendidikan sebagai kegiatan kehidupan dalam masyarakat untuk mencapai perwujudan manusia secara penuh yang berjalan terus menerus seolah-olah tidak ada batasannya sampai meninggal. Melalui pendidikan ada ranah dalam diri manusia yang akan dikembangakan pada anak didik yaitu lingkup afeksi (rasa/perasaan dan kemauan), lingkup kognisi yaitu cipta otak (pikiran), dan lingkup psikomotor yaitu keterampilan. Pendidikan dapat dipandang suatu kegiatan kehidupan sebagai bimbingan dan latihan. Secara konseptual, pendidikan adalah suatu fasilitator yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”.

1. Pendidikan dari masyarakat, maksudnya pendidikan hanya terjadi dalam masyarakat karena pendidikan hanya berjalan dalam proses interaksi dengan orang lain. Hanya dengan pendidikan manusia dapat mempertahankan kehidupannya dan pengembangan yang telah dicapai.

2. Pendidikan oleh masyarakat, maksudnya masyarakatlah yang melakukan kegiatan pendidikan atau belajar adalah anak itu sendiri karena anak itu sendirilah yang sadar akan diri dan lingkungannya sehingga anak tersebut akan berusaha untuk mengembangkan dirinya sendiri untuk mencapai aktualisasi diri.

3. Pendidikan untuk masyarakat, maksudnya bahwa kegiatan pendidikan itu untuk pencapaian perkembangan secara maksimal akan potensi yang dimiliki.

Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan. Secara singkat dikatakan, masyarakat perlu diberdayakan, diberi peluang dan kebebasan untuk mendesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang diperlukan secara spesifik.

(8)

dimana-mana dan sangat mempunyai arti penting bagi perkembangan hidup manusia. Karena dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai macam pendidikan itu sangat penting bagi peningkatan kualitas hidup manusia, mensejahterakan dan memfungsikan hidup manusia itu sendiri.

2.2.2 Landasan Pendidikan Seumur Hidup Dasar-Dasar Pendidikan Seumur Hidup:

1. Menurut GBHN 1978 dinyatakan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat sehingga pendidikan seumur hidup merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. 2. Secara yuridis formal konsepsi pendidikan seumur hidup dituangkan dalam Tap MPR No. IV/MPR/1973 jo Tap MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN, dengan prinsip-prinsip pembangunan nasional :

a. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia (arah pembangunan jangka panjang). b. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. c. Konsepsi manusia Indonesia seutuhnya merupakan konsepsi dasar tujuan pendidikan nasional (UU Nomor 2 tahun 1989 Pasal 4) yakni pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

2.2.3 Tujuan pendidikan seumur hidup

1. Mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh aspek pembaurannya seoptimal mungkin.

2. Dengan mengingat proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia bersifat hidup dinamis, maka pendidikan wajar berlangsung seumur hidup.

(9)

kepribadian kita, sifat-sifat kita, dan kebiasaan kita sehari-hari. Dan hal yang paling harus kita perhatikan adalah perubahan Habits ini. Karena ia adalah identitas diri yang sebenarnya. Kita boleh bilang apa saja, mengklaim apa saja tentang diri kita. Tapi kita yang sebenarnya, the real me, adalah kebiasaan atau habits kita itu. Itu hal yang kita lakukan, sadar atau tidak.

Belajar berarti memfungsikan hidup, orang yang tidak belajar berarti telah kehilangan hidupnya, paling tidak telah kehilangan hidupnya sebagai manusia. Karena hidup manusia itu bukan hanya individu dalam dirinya saja tapi juga interaksi dengan sesamanya, dengan antar generasi dan kehidupan secara universal. Dalam belajar terdapat interaksi antara tantangan (challenge) dari alam luar diri manusia dan balasan (response) dari daya dalam diri manusia. Dalam belajar juga terjadi interaksi komunikasi antara manusia dan berlangsungnya kesinambungan antar generasi serta belajar melestarikan hidup, mengamankan hidup dan menghindari pengrusakan hidup. Belajar berarti menghargai hidup kita.

Belajar merupakan tugas semua manusia, tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin semua mempunyai tugas tersebut. Kita belajar mengetahui apapun yang ada di dunia ini untuk kemajuan individu atau universal. Belajar memberi, belajar menerima, belajar bersabar, belajar menghargai, belajar menghormati dan belajar semua hal.

2.2.4 Pelaksanaan Pendidikan Seumur Hidup 2.2.5 Implikasi Pendidikan Seumur Hidup

Implikasi disini diartikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan. Maksudnya adalah sesuatu yang merupakan tindak lanjut atau follow up suatu kebijakkan atau keputusan tentang pelaksanaan pendidikan seumur hidup. Implikasi konsep pendidikan seumur hidup pada program- program pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ananda W. P. Guruge dalam bukunya Toward Better Educational Management, dapat dikelompokkan dala kategori berikut:

1. Pendidikan Baca Tulis Fungsional

Realisasi baca tulis fungsional, minimal memuat dua hal, yaitu:

a) Memberikan kecakapan membaca, menulis, menghitung (3M) yang fungsional bagi anak didik.

b) Menyediakan bahan-bahan bacaan yang yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan telah dimilikinya.

(10)

Pendidikan vokasional adalah sebagai program pendidikan diluar sekolah bagi anak diluar batas usia sekolah, ataupun sebagai pendidikan formal dan non formal, sebab itu program pendidikan yang bersifat remedial agar para lulusan sekolah tersebut menjadi tenaga yang produktif menjadi sangat penting

3. Pendidikan Profesional

Sebagai realisasi pendidikan seumur hidup,dalam kiat-kiat profesi telah tercipta Built in Mechanism yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai kemajuan dan perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminologi dan sikap profesionalnya. Sebab bagaimanapun apa yang berlaku bagi pekerja dan buruh, berlaku pula bagi professional, bahkan tantangan buat mereka lebih besar.

4. Pendidikan ke Arah Perubahan dan Pembangunan

Diakui bahwa diera globalisasi dan informasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK, telah mempengaruhi berbagai dimensi kehidupan masyarakat, dengan cara masak yang serba menggunakan mekanik, sampai dengan cara menerobos angkasa luar. Kenyataan ini tentu saja konsekuensinya menurut pendidikan yang berlangsung secara kontinue (lifelong education). Pendidikan bagi anggota masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari azas pendidikan seumur hidup.

5. Pendidikan Kewarganegaraan dan Kedewasaan Politik

Disamping tuntutan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dalam kondisi sekarang dimana pola pikir masyarakat. Yang semakin maju dan kritis, baik rakyat biasa, maupun pemimpin pemerintahan di Negara yang demokratis, diperlukan pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik bagi setiap warga Negara. Pendidikan seumur hidup yang bersifat kontinue dalam koteks ini merupakan konsekuensinya.

6. Pendidikan Kultural dan Pengisian Waktu Senggang

(11)

Sementara itu implikasi konsep life long education ini pada sasaran pendidikan juga, diklasifikasikan dalam enam kategori yang meliputi:

1) Para buruh dan petani

2) Golongan remaja yang terganggu pendidikan sekolahnya 3) Para pekerja yang berketerampilan

4) Golongan teknisi dan professional 5) Para pemimpin dalam masyarakat 6) Golongan masyarakat yang sudah tua

Hal yang dikemukakan di atas hanyalah sebagian kecil dari implikasi konsep pendidikan seumur hidup pada program-program dan sasaran pendidikan, sebab bagaimanapun dalam kondisi sekarang adanya kebutuhan dan tekanan baru justru lebih kompleks. Gelombang perubahan politik, social, dan ilmu pengetahuan merambah hamper semua aspek kehidupan masyarakat. Pendidikan seumur hidup menekankan kerja sama antara keluarga dan sekolah dalam menciptakan pengalaman hidup menerima individualitas kebudayaan keluarga dan menempatkannya sebagai salah satu agen pendidikan dalam masyarakat.

Begitu juga berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penerapan cara berpikir menurut asas pendidikan seumur hidup itu akan mengubah pandangan kita tentang status dan fungsi sekolah, di mana tugas utama pendidikan sekolah adalah mengajar anak didik tentang cara belajar, peranan guru terutama adalah sebagai motivator, stimulator dan petunjuk jalan anak didik dalam hal belajar, sekolah dalam pusat kegiatan belajar (learning cenntre) bagi masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, dalam pandangan mengenai pendidikan seumur hidup, semua orang secara potensial merupakan anak didik.

2.2.6 Pendidikan Seumur Hidup Dalam Berbagai Perspektif Dasar-dasar pemikiran long life education:

1. Tinjauan ideologis

Setiap manusia hidup mempunyai hak asasi yang sama dalam hal pengembangan diri, untuk mendapatkan pendidikan seumur hidup untuk peningkatan pengetahuan dan ketrampilan hidup.

2. Tinjauan ekonomis

(12)

a) Meningkatkan produktivitasnya

b) Memelihara dan mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya c) Memungkinkan hidup dalam lingkunganyang sehat dan menyenangkan d) Memiliki motivasi dalam mengasuh dan mendidik anak secara tepat 3. Tinjauan sosiologis

Pendidikan seumur hidup yang dilakukan oleh orangtua merupakan solusi untuk memecahkan masalah pendidikan. Dengan orang tua bersekolah maka anak-anak mereka juga bersekolah.

4. Tinjauan Filosofis

Pendidikan seumur hidup secara filosofi akan memberikan dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

5. Tinjauan Teknologis

Semakin maju jaman semakin berkembang pula ilmu pengetahuan dan teknologinya. Dengan teknologi maka pendidikan seumur hidup akan semakin mudah. Begitu pula sebaliknya. 6. Tinjauan Psikologis dan Paedagogis

Pendidikan pada dasarnya dipandang sebagai pelayanan untuk membantu pengembangan personal sepanjang hidup yang disebut development. Konseptualisasi pendidikan seumur hidup merupakan alat untuk mengembangkan individu-individu yang akan belajar seumur hidup agar lebih bernilai bagi masyarakat.

2.2.7 Beberapa Kepentingan Pendidikan Seumur Hidup Perlunya pendidikan seumur hidup dalam beberapa hal: 1. Pertimbangan ekonomi

Menurut pandangan tokoh pendidikan seumur hidup, pembentukan sistem pendidikan berfungsi sebagai basic untuk memperoleh ketrampilan ekonomis berharga dan menguntungkan. Tidak berarti mereka menekankan bahwa pendidikan seumur hidup akan dapat meningkatkan produktivitas pekerja dan akan meningkatkan keuntungan, tapi hal terpenting adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, memperbesar pemenuhan diri, melepaskan dari kebodohan, kemiskinan, dan eksplorasi.

2. Keadilan

(13)

Dalam konteks keadilan pendidikan seumur hidup pada prinsipnya bertujuan untuk mengeliminasi pesanan sekolah sebagai alat untuk melestaikan ketidakadilan.

3. Faktor peranan keluarga

Coleman dalam “Review of Educational Research mengemukakan keluarga berfungsi sebagai sentral sumber pendidikan pada waktu silam. Pendidikan seumur hidup dapat memperlengkapi kerangka organisasi yang memungkinkan pendidikan mengambil alih tugas yang dulunya ditangani keluarga. Dalam masalah ini harus diperhatikan bahwa penekanan peranan pendidikn seumur hidup sebagai pembantu keluarga, berarti akan memperluas sistem pendidikan agar dapat menjangkau anak-anak awal dan orang dewasa.

4. Faktor perubahan peranan sosial

Pendidikan seumur hidup harus berisi elemen penting yang kuat dan memainkan peranan sosial yang amat beragam untuk mempermudah individu melakukan penyesuaian terhadap perubahan hubungan antara mereka/orang lain.

5. Perubahan teknologi

Pertumbuhan teknologi menyebabkan peningkatan penyediaan informasi yang berakibat pada meningkatnya usia harapan hidup dan menurunnya angka kematian. Semakin banyaknya tersedia kekayaan materi yang berakibat kenudiaan dan materialisme menjiwai nilai-nilai budaya dan spiritual serta berakibat pula kerenggangan dan keterasingan manusia satu dengan lainnya.

6. Faktor vocational

Pendidikan vocational diberikan untuk mempersiapkan tenaga kejuruan yang handal, trampil untuk menghadapi tantangan masa depan.

7. Kebutuhan-kebutuhan orang dewasa

Orang dewasa mengalami efek cepatnya perubahan dalam bidang ketrampilan yang mereka miliki, maka diupayakan sistem pendidikan yang mampu mendidik orang dewasa. Secara radikal perubahan pandangan mengenai kapan seseorang harus disekolahkan dan sekolah apa yang dalam hal ini memerlukan politik pendidikan seumur hidup.

(14)

Para ahli mengakui bahwa masa anak-anak awal merupakan fase perkembangan yang mempunyai karakteristik tersendiri bukan semata-mata masa penantian untuk memasuki periode anak-anak, remaja dan dewasa. Masa anak-anak awal merupakan basis untuk perkembangan kejiwaan selanjutnya meksipun dalam tingkat tertentu pengalaman-pengalaman yang datang belakangan dapat memodifikasi perkembangan yang pondasinya sudah diletakkan oleh pengalaman sebelumnya.

2.2.8 Strategi Pendidikan Seumur Hidup

Adapun strategi dalam rangka pendidikan seumur hidup sebagaimana diinventarisir Prof. Sulaiman Joesoef, meliputi hal-hal berikut :

1. Konsep-konsep Kunci Pendidikan Seumur Hidup

1) Konsep pendidikan seumur hidup itu sendiri. Sebagaimana suatu konsep, maka pendidikan seumur hidup diartikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman-pengalaman pendidikan.

2) Konsep belajar seumur hidup. Dalam pendidikan seumur hidup berarti pelajar belajar karena respons terhadap keinginan yang didasari untuk belajar dan angan-angan pendidikan menyediakan kondisi-kondisi yang membantu belajar.

3) Konsep Belajar Seumur Hidup. Belajar seumur hidup dimaksudkan adalah orang-orang yang sadar tentang diri mereka sebagai pelajar seumur hidup, melihat belajar baru sebagai cara yang logis untuk mengatasi peroblema dan terdorong tinggi sekali untuk belajar di seluruh tingkat usia, dan menerima tantangan dan perubahan seumur hiudp sebagai pemberi kesempatan untuk belajar baru.

4) Kurikulum yang membantu pendidikan seumur hidup. Dalam konteks ini, kurikulum didesain atas dasar prinsip pendidikan seumur hidup betul-betul telah menghasilkan pelajar seumur hidup yang secara berurutan melaksanakan belajar seumur hidup.

5) Arah Pendidikan Seumur Hidup

a. Pendidikan seumur hidup kepada orang dewasa

(15)

merupakan tuntunan hidup sepanjang masa. Diantaranya adalah kebutuhan akan baca tulis bagi mereka pada umumnya dan latihan keterampilan bagi pekerja. b. Pendidikan seumur hidup bagi anak

Pendidikan seumur hidup bagi anak, merupakan sisi lain yang perlu memperoleh perhatian dan pemenuhan oleh karena anak akan menjadi “tempat awal” bagi orang dewasa artinya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Pengetahuan dan kemampuan anak, memberi peluang besar bagi pembangunan pada masa dewasa. Dan pada gilirannya masa dewasanya menanggung beban hidup yang lebih ringan.

2.3 Program Wajib Belajar 9 Tahun

2.3.1 Latar Belakang Pelaksanaan Wajib Belajar 9 Tahun

Program Wajib Belajar pada hakikatnya merupakan upaya sistematis pemerintah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam keseluruhan pembangunan nasional serta adaptif dalam penyerapan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), yang muaranya adalah mendekatkan pada pencapaian tujuan pembangunan nasional, yakni masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu, Program Wajib Belajar juga merupakan salah satu pengembangan skenario pendidikan yang dijangkaukan untuk perluasan dan pemerataan kesempatan belajar bagi setiap warga negara. Kebijakan tersebut merupakan salah satu pengejawantahan isi pasal 31 UUD 1945 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

(16)

dalam bidang kesehatan, gizi, mengurus rumah tangga, dan memperbaiki kondisi kerja, dan kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara, bersikap dan berpikir kritis, serta dapat memanfaatkan perpustakaan, buku-buku bacaan, dan siaran radio. Program wajib belajar 9 tahun yang didasari konsep “pendidikan dasar untuk semua” (universal basic education), juga sejalan dengan Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia, tentang Hak Anak, dan tentang Hak dan Kewajiban Pendidikan Anak.

Wajib belajar 9 tahun juga bertujuan merangsang aspirasi pendidikan orangtua dan anak yang pada gilirannva diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja penduduk secara nasional. Untuk itu, target penyelenggaraan wajib belajar 9 tahun bukan semata-mata untuk mencapai target angka partisipasi sesuai dengan target yang ditentukan namun perhatian yang sama ditujukan juga untuk memperbaiki kualitas pendidikan dasar dan pelaksanaan pendidikan yang mangkus (efektif).

Pelaksanaan dan ketuntasan program wajib belajar juga mampu mengurangi angka kemiskinan. Melalui pendidik ini pula, bangsa Indonesia mampu mencapai cita-citanya, yaitu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. “Pendidikan adalah kekuatan”, maka Bangsa Indonesia akan segera terbebas dari kebodohan dan kemiskinan serta menjadi bangsa yang unggul pada kompetisi global.

Lebih lanjut, wajib belajar merupakan fondasi bagi pengembangan .jenjang pendidikan lebih lanjut dan kemajuan peradaban bangsa khususnya dalam menghadapi tantangan dan perkembangan zaman dan kompetisi tingkat global. Pendidikan dasar juga mampu mewujudkan masyarakat yang cerdas, dan ekonomi yang mapan sehingga negara menjadi maju.

Di sisi lain, pelaksanaan program wajib 9 tahun secara umum bertujuan untuk:

1. Memberikan kesempatan setiap warga negara tingkat minimal SD dan SMP atau yang sederajat.

2. Setiap warga negara dapat mengembangkan dirinya lebih lanjut yang akhirnya mampu memilih dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki.

3. Setiap warga negara mampu berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

(17)

Berdasarkan alasan-alasan yang melatarbelakangi dicanangkan program-program pendidikan wajib belajar 9 tahun sebagaimana yang dikemukakan di atas, memberikan gambaran bahwa untuk mencapai peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang dapat memberi nilai tambah pada diri individu (masyarakat) itu sendiri mengenai penguasaan ilmu engetahuan, keterampilan, yang dapat mengantar kepertumbuhan ekonomi, peningkatan produktivitas kerja, martabat, dan kesejahteraan hidupnya, hanya dapat dicapai lewat penuntasan pelaksanaan pendidikan untuk semua.

2.3.2 Strategi Pelaksanaan Wajib Belajar

Strategi pelaksanaan Wajib Belajar 9 Tahun di Indonesia, saat ini, dilaksanakan dengan menerapkan beberapa pendekatan, meliputi: pendekatan budaya, pendekatan sosial, pendekatan agama, pendekatan birokrasi, pendekatan hukum, serta pendekatan konteks.

a. Pendekatan Budaya

Sosialisasi wajib belajar dilakukan dengan memanfaatkan budaya yang berkembang di daerah tersebut; misalnya daerah yang masyarakatnya senang dengan seni, maka pesan-pesan wajib belajar dapat disisipkan pada gelar seni. Masyarakat yang sangat menghormati adat, maka tokoh adat dilibatkan dalam pemikiran dan pelaksanaan sosialisasi Wajar Dikdas sembilan tahun yang bermutu. Sanksi adat biasanya lebih disegani daripada sanksi hukum.

b. Pendekatan Sosial

Sosialisasi Wajar Dikdas sembilan tahun yang bermutu perlu memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Bila dalam masyarakat ada tokoh yang disegani dan bisa menjadi panutan, maka tokoh ini perlu dilibatkan dalam sosialisasi. Tokoh masyarakat ini bisa berasal dari tokoh formal, maupun tokoh non formal. Pada masyarakat ekonomi lemah, sosialisasi dilakukan dengan memberikan informasi tentang pelayanan pemerintah untuk pendidikan, misalnya BOS ataupun beasiswa. Bila anak sibuk membantu kerja orangtua, anak tidak harus berhenti bekerja, tetapi disampaikan jenis pendidikan alternatif yang bisa diikuti oleh anak yang bersangkutan, misalnya SMP Terbuka atau program Paket B.

c. Pendekatan Agama

(18)

ibadah” yang didasarkan atas kajian yang sangat mendalam oleh para tokoh agama dapat diangkat menjadi motto dalam sosialisasi Wajar Dikdas sembilan tahun yang bermutu.

d. Pendekatan Birokrasi

Pendekatan birokrasi ialah upaya memanfaatkan sistem pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pembentukan tim koordinasi di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan merupakan salah satu bentuk pendekatan birokrasi. Birokrasi ditempuh karena dengan pendekatan ini lebih mudah diperoleh berbagai faktor penunjang baik tenaga, sarana, maupun dana. Namun demikian pendekatan ini akan lebih berhasil bila digabung dengan pendekatan yang lain.

e. Pendekatan Hukum

Pendekatan hukum ialah pendekatan yang hanya digunakan untuk daerah yang masyarakatnya memiliki kesadaran terhadap pendidikan sangat rendah dan tingkat resistensinya tinggi. Program Wajib Belajar Sembilan Tahun sampai saat ini masih memberlakukan konsep “universal basic education” dan belum menerapkan konsep “compulsary education”. Artinya, program wajib belajar baru sebatas himbauan tanpa diikuti sanksi hukum. Namun jika diperlukan, UU Nomor 20 tahun 2003, memberi kemungkinan kepada pemerintah untuk menerapkan konsep “compulsary education”, sehingga berkonsekuensi adanya sanksi hukum bagi yang tidak mau melaksanakan tanggung jawabnya terhadap program wajib belajar, baik pemerintah, pemerintah daerah, orangtua, maupun peserta didik.

Untuk mempercepat akselerasi penuntasan wajib belajar, pada tahun 2006 pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Inpres ini menginstruksikan kepada para Menteri terkait, Kepala BPS, Gubernur, Bupati dan Walikota untuk memberikan dukungan dan mensukseskan program pemerintah yang dimaksud.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun

(19)

Sebuah program yang berkaitan dengan kebijakan publik akan berjalan dengan baik dan efektif diperlukan sosialisasi berupa pengertian yang baik dan tepat kepada masyarakat tentang pentingnya program ini di jalankan, agar mendapat dukungan sepenuhnya dari seluruh elemen masyarakat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program wajar 9 tahun jika ditinjau dari sudut sosial budaya adalah sebagai berikut:

1) Faktor orang tua.

Pendidikan orang tua akan sangat mempengaruhi pola untuk mendidik anak. Sebab hal ini akan berubungan dengan persepsi orang tua terhadap sekolah itu sendiri yang dihubungkan dengan pengalaman invidu dalam mengamati sekolah dan kaitanya dengan kejadian sehari-hari di lingkunganya. Pada sebagian masyarakat kecakapan baca tulis sebagaimana kecakapan lulusan SD pada umumnya digunakan untuk mengubah standar hidup. Gambaran kehidupan semacam ini dapat membentuk opini sebagian masyarakat untuk kurang mengahargai sekolah dan lulusanya. Dalam kondisi seperti ini beberapa kemungkinan bisa terjadi, seperti tidak menyekolahkan anaknya, memperhentikan anaknya sebelum tamat, atau tidak mau tahu tentang bangunan atau keberadaan sekolah dilingkunganya.

2) Faktor Tradisi Masyarakat.

Tradisi dan kebiasaan masyarakat seringkali menghalangi partisipasi anak untuk ke sekolah. Dari beberapa daerah masih ada tradisi anak untuk ikut bepergian jauh bersama orang tuanya, misalnya mengunjungi familinya, orang tua tidak merasakan rugi miskipun mengajak anaknya untuk meninggalkan sekolah dalam jangka waktu yang lama. Tradisi yang lain adalah masih banyaknya orang di dalam kehidupan bermasyarakat yang beranggapan mendidik anak perempuan kurang menguntungkan, sehingga orang tua enggan untuk menyekolahkan anak perempuan. Karena pada akhirnya perempuan akan menjadi Ibu rumah tangga yang hanya mengurusi pekerjaan-pekerjaan yang dianggap tidak memerlukan sekolah tinggi. Tradisi lain di masyarakat adalah tentang menikahkan anak perempuan di usia belia. Sebab jika mempunyai anak gadis yang dianggap cukup umur tetapi belum menikah dianggap perempuan yang tidak laku, hal itu menjadi beban dan aib dalam keluarga.

(20)

Pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru juga dapat mempengaruhi keberhasilan terhadap program wajar 9 tahun padahal partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk mensuksekan program ini. Khususnya pemeluk agama Islam yang sebagian besar pemeluk di Indonesia. Ada pemahaman yang salah yang berkembang dimasyarakat, yaitu pendidikan Agama lebih penting dari pada pendidikan umum. Contoh kasuistis yang terjadi di Malang Jawa Timur. Anak-anak tidak tamat SD karena dikehendaki orang tuanya untuk belajar di pesantren. Setelah dikirim ke pesantren anak tersebut tidak kerasan dan pulang kekampungnya, sementara sekolah tidak menerima lagi, sekolah juga kurang lentur untuk memberi kemudahan sementara orang tua kurang informasi yang cukup tentang sekolah.

c. Faktor Ekonomi

Kemiskinan biasanya akan mempengaruhi aspek-aspek lain termasuk pendidikan. Kita tidak bisa menutup mata bahwa angka kemiskinan masih menduduki prosentasi tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33%), turun 1,51 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang sebesar 32,53 juta (14,15%). Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta (dari 11,91 juta pada Maret 2009 menjadi 11,10 juta pada Maret 2010), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (dari 20,62 juta pada Maret 2009 menjadi 19,93 juta pada Maret 2010). Angka kemiskinan tersebut berbanding lurus dengan angka usia putus sekolah.

d. Faktor Politik

(21)

tentang pemenuhan tersebut. Pasalnya masih dicurigai bahwa besarnya anggaran 20% tersebut tidak secara total dari seluruh APBN.

2.3.4 Kondisi Pencapaian Wajib Belajar 9 Tahun

Indikator yang dipakai pemerintah untuk mengukur ketercapaian Program Wajib Belajar 9 Tahun adalah pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK). APK adalah hasil perhitungan jumlah siswa SMP/sederajat di suatu daerah dibagi jumlah penduduk usia 13 s.d. 15 tahun dikali 100%. Tingkat ketuntasan daerah dalam melaksanakan program Wajar Dikdas 9 Tahun dikategorikan:

a. Tuntas pratama, bila APK mencapai 80% s.d. 84% b. Tuntas madya, bila APK mencapai 85 % s.d. 89% c. Tuntas utama, bila APK mencapai 90% s.d. 94% d. Tuntas paripurna, bila APK mencapai minimal 95%

Referensi

Dokumen terkait

selama 5 tahun pertama kehidupan, maka menyebabkan anak menjadi individu yang dingin, kurang menyayangi, tidak berperasaan dan cenderung menjadi remaja delinkuen

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS PENGARUH KOPERASI SIMPAN PINJAM TERHADAP USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi pada

Program Peningkatan Pemahaman, Penghayatan, Pengamalan, dan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Kegiatan-kegiatan pokok RKP 2006: Dalam rangka pelaksanaan program ini

Daripada keputusan yang diperolehi dari nilai purata ini, didapati ralat multipath lebih memberi kesan kepada pengukuran julat pseudo untuk frekuensi pembawa L 2 berbanding

a. Norbert Hanold’s Repression and Neurosis ……….. Norbert Hanold’s Mental Problem in Wilhelm Jensen’s Gradiva: A Pompeiian Fancy. Yogyakarta: Jurusan Sastra Inggris,

konsep adaptasi mahluk hidup terhadap lingkungan. Kondisi ekosistem sungai Padang Guci, Air Nelenagau, dan Air Nipis sebagai habitat ikan Sicyopterus

menyelenggarakan pemberian jasa terhadap pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi rawat inap dan rawat jalan. Jasa yang diberikan atau disediakan berupa jasa

Oleh karena itu muncul ide untuk meneliti pengaruh jarak rudder dan propeller terhadap kemampuan thrust kapal sehingga akan diperoleh konfigurasi jarak antara