• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN INFOGRAFIK FENOMENA NOMOPHOB Masalah Masalah Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANCANGAN INFOGRAFIK FENOMENA NOMOPHOB Masalah Masalah Sosial"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN INFOGRAFIK FENOMENA NOMOPHOBIA SEBAGAI MASALAH INTERAKSI SOSIAL

Laporan Objek Penelitian diajukan untuk mengikuti Ujian Tengah Semester

Mata Perkuliahan

Proyek Desain Komunikasi Visual

NAMA : RAKHMAT RIYANDI NPM : 201346500123

PROGRAM STUDI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

(2)

1

A. Tinjauan Pustaka dan Tinjauan Karya 1. Tinjauan Pustaka

Setelah melakukan tinjauan terhadap beberapa penelitian, ada beberapa sumber pustaka yang memiliki keterkaitan dengan objek yang sedang peneliti tekuni, diantaranya yaitu:

a. Buku berjudul "Cracking Zone" (2010) yang ditulis oleh Rhenald Kasali, diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta.

Buku yang peneliti pilih sebagai referensi ini memuat tentang perkembangan teknologi internet dan ponsel serta pengaruhnya terhadap generasi muda di era digital sekarang ini.

Manfaat yang peneliti dapatkan dari buku ini adalah sebagai sumber referensi data yang memberikan informasi kepada peneliti tentang hal-hal yang berkaitan dengan smartphone dan permasalahan interaksi sosial yang terjadi pada generasi native digital disekitar kita.

(3)

Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian - Institut Pertanian Bogor, di Bogor

Laporan penelitian ini menjelaskan tentang dampak apa saja yang disebabkan perkembangan teknologi pada ponsel dan analisis penulis tentang pengaruh ponsel terhadap interaksi sosial remaja.

Adapun manfaat yang didapatkan peneliti dari karya tulis ini adalah untuk mengetahui seperti apa pengaruh penggunaan ponsel pada remaja terhadap interaksi sosial mereka. Serta mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi intensitas penggunaan ponsel dikalangan remaja.

c. Laporan Penelitian berupa Thesis, karya Caglar Yildirim, yang ditulis pada 2014 dengan judul “Exploring the Dimensions of Nomophobia”. Pada Universitas Iowa State, Amerika Serikat

Laporan penelitian ini menjelaskan tentang nomophobia menurut sudut pandang penulis. Serta hasil riset yang dilakukan oleh penulis untuk mengetahui seperti dampak nomophobia dan seperti apa pengaruhnya terhadap para remaja di Amerika.

(4)

Peneliti mengambil kesimpulan berdasarkan penelitian yang diterapkan oleh Yildirim, bahwa fenomena nomophobia tak hanya di dalam negeri saja. Bisa dikatakan perkembangan fenomena nomophobia di luar negeri jauh lebih masif daripada perkembangan di dalam negeri.

2. Tinjauan Karya

a. Video Grafis 'NO-MOBILE-PHONE-BIA: NOMOPHOBIA' Tinjauan karya pertama yang peneliti pilih sebagai bahan referensi dan perbandingan media dari proyek penelitian yang sedang penulis kerjakan adalah video grafis dengan judul 'NO-MOBILE-PHONE-BIA: NOMOPHOBIA' hasil browsing dari situs youtube yang diunggah oleh akun Grazpp edtech, Mei 2017.

Alasan penulis memilih video grafis ini sebagai salah satu karya yang akan ditinjau adalah objek yang dibahas memiliki kesamaan objek dengan penelitian yang sedang penulis kerjakan. Hanya saja penulis menilai video grafis ini terlihat terlalu tekstual. Data-data yang ditampilkan dalam video grafis ini kurang diolah dengan baik. Padahal banyak sekali nilai informasi menarik yang masih bisa diolah agar menjadi lebih menarik.

(5)

dimulai hingga ke bagian akhir. Selain itu penggunaan jenis huruf yang digunakan juga membuat video grafis ini terlihat membosankan.

Berikut beberapa tampilan video dari infografis tersebut:

Gambar 2.1.

NO-MOBILE-PHONE-BIA: NOMOPHOBIA

(Sumber: https://youtu.be/06Ftyja9ADc, diakses 1 Oktober 2017)

b. Video Grafis 'Fact About Nomophobia #part2'

(6)

browsing dari situs youtube yang diunggah oleh akun Aris Sujoko, April 2014.

Alasan penulis tertarik menjadikan video ini sebagai acuan adalah dari sisi pengolahan konten yang sudah cukup baik menurut penulis. Perpaduan teks dan ilustrasi yang ditampilkan sudah berusaha diatur semenarik mungkin. Hanya saja hal yang masih perlu diperhatikan adalah penggunaan ilustrasi yang diunduh dari internet serta proporsi dari tiap-tiap elemen visual yang ditampilkan.

Sementara itu untuk sisi latar belakang yang digunakan dari video grafis ini boleh dikatakan sama-sama monoton dengan video grafis yang dibahas sebelumnya. Kali ini latar yang digunakan berwarna biru. Sedikit lebih kontras dan enak dilihat jika dibanding video grafis sebelumnya. Namun pertimbangan terhadap daya tarik audiens sebagai target utama penyampaian informasi juga perlu diperhatikan dan diterapkan dengan baik agar audiens tetap nyaman menikmati setiap panel ditampilkan.

Berikut beberapa tampilan video yang peneliti jadikan referensi karya:

(7)

Gambar 2.2.

Fact About Nomophobia #part2

(Sumber: https://youtu.be/uVI7VrbQrjA, diakses 1 Oktober 2017)

c. Video Grafis 'nomophobia'

Pada Tinjauan karya kali ini penulis memilih video grafis dengan judul 'nomophobia' yang merupakan hasil browsing dari situs youtube yang diunggah oleh akun Lim Eunice, Maret 2015.

Menurut penulis, video ini jauh lebih baik untuk dijadikan acuan dari beberapa video grafis sebelumnya. Pengolahan konten mulai dari tipografi, data, latar belakang hingga ilustrasi yang ditampilkan bisa dikatakan menarik dan orisinil.

(8)

Berikut beberapa tampilan video dari karya video grafis yang penulis maksud:

Gambar 2.3. nomophobia

(Sumber: https://youtu.be/8Jf-MHi0NDg, diakses 10 Oktober 2017)

B. Landasan Teori

1. Desain Komunikasi Visual

(9)

diterima oleh orang atau kelompok yang menjadi sasaran penerima pesan (Kusrianto, 2007:2).

Desain komunikasi visual memiliki peran atau informasi kepada pembaca dengan berbagai kekuatan visual (Supriyono, 2010:9). Menurut Tinarbuko (2015:5) desain komunikasi visual merupakan salah satu bagian dari seni terapan yang mempelajari perencanaan dan perancangan berbagai bentuk informasi komunikasi visual.

Akar utama ilmu desain komunikasi visual bila diibaratkan sebuah pohon adalah ilmu seni dan ilmu komunikasi. Sedangkan ilmu sosial dan budaya, ilmu ekonomi, dan ilmu psikologi adalah akar ilmu pendukungnya. Cabang-cabang dari ilmu desain komunikasi visual diantaranya meliputi ilustrasi, fotografi, tipografi, 3 dimensi, multimedia, AVI/elektronik media, computer graphic, animasi, periklanan, percetakan/ penerbitan, dan lain-lain (Kusrianto, 2007:12-13).

(10)

a. To Inform, memberi informasi, menjelaskan, menerangkan, dan mengenalkan.

b. To Enlighten, memberi penerangan, membuka pikiran dan

menguraikan.

c. To Persuade, membujuk atau menganjurkan. Dengan

menggunakan unsur kepercayaan, logika, dan daya tarik.

d. To Protect, melindungi objek lain seperti desain kemasan dan

kantong belanja.

Pendekatan visual yang akan dilakukan dalam perancangan media infografis ini adalah menampilkan penjelasan tentang dampak negatif fenomena nomophobia terhadap interaksi sosial serta potensi bahaya apa saja yang dapat disebabkannya. Penyampaian akan didominasi oleh kombinasi foto-foto ilustratif dengan visualisasi data yang disajikan dengan unik dan seinformatif mungkin agar dapat menarik perhatian audiens yang dituju.

2. Infografis

a. Pengertian Infografis

(11)

Menurut Saptodewo (2014:194) menyatakan bahwa, Infografis

berasal dari kata Infographics yang dalam Bahasa Inggris merupakan

singkatan dari Information + Graphics merupakan bentuk visualisasi

data yang menyampaikan informasi kompleks kepada pembaca agar

dapat dipahami dengan lebih mudah dan cepat.

Grafik informasi atau lebih dikenal dengan istilah infografis

adalah salah satu bidang yang berkembang pesat dalam media massa

setelah desainer mengkombinasikan informasi dari ranah berita ke

piranti lunak komputer yang mutakhir untuk menjelaskan cerita yang

tidak dapat diceritakan oleh sekedar teks dan foto (Saptodewo,

2014:194). Hal serupa juga dinyatakan oleh Lankow, dkk (2014: 20) bahwa infografis merupakan singkatan dari ‘grafis informasi’.

Infografis sendiri dalam definisinya diartikan sebagai bentuk visualisasi data yang menyampaikan informasi kompleks kepada pembaca agar dapat dipahami dengan lebih mudah dan cepat. Dari definisi ini saja jelas terkandung makna bahwa infografis dapat menjadi perangkat yang mendukung penyampaian pesan melalui bentuk visual, baik itu berupa data-data maupun informasi-informasi lainnya. (http://yogasdesign.com/2017/10/desain-infografis-eksplorasi-elemen-visual-adalah-kuncinya/, diakses 2 Oktober 2017)

(12)

elemen visual yang berfungsi untuk menyampaikan data-data yang bersifat informatif terhadap target audience-nya.

b. Poin Penting Dalam Infografis

Ketentuan dasar dalam metode komunikasi verbal ataupun visual

yang dapat digunakan sebagai pondasi untuk menetapkan nilai visualisasi

dan pembagian kategori dalam sebuah infografis menurut Lankow, dkk

(2014:30) terbagi menjadi tiga poin penting yaitu:

1) Daya Pikat

Komunikasi harus terjalin dengan audiens secara sukarela. 2) Komprehensif

Komunikasi harus dengan efektif menyediakan pengetahuan yang memungkinkan pemahaman yang jelas atas informasi.

3) Retensi

Komunikasi harus dengan efektif menyediakan pengetahuan yang memungkinkan pemahaman yang jelas atas informasi.

c. Jenis-jenis Infografis

Menurut pembagian jenisnya, Lankow, dkk (2014:59), mengklasifikasikan infografis menjadi tiga yaitu:

1) Statis

(13)

yang disampaikan karena data visual yang ditampilkan ialah citra diam.

2) Bergerak

Infografis yang menampilkan informasi bergerak. Interaksi audiens terdiri dari melihat, membaca, dan mendengarkan nilai informasi yang ditampilkan. Lankow dkk (2014:74) mengemukakan, infografis ini memiliki kemampuan menarik emosional audiens melalui musik sambil mendapatkan informasi melalui suara latar belakang. Keistimewaan dari infografis bergerak adalah dapat lebih menarik perhatian audiens melalui perpaduan antara efek visual dengan audio. 3) Interaktif

Menurut Lankow dkk, (2014:59), infografis ini berisi informasi yang dinamis. Audiens diajak berinteraksi secara aktif dengan meng-klik untuk mencari data-data spesifik. Infografis ini membentuk konten yang ingin disajikan lebih personal sehingga memungkinkan audiens untuk memilih informasi mana yang akan diakses dan divisualisasikan.

Selain paparan diatas, Lankow, dkk (2014:21) juga membagi infografis menjadi dua yaitu:

1) Infografis Kuantitatif/Digerakan Oleh Data

(14)

bahwa data-data yang disajikan pada infografis ini umumnya hadir dalam bentuk numeris atau angka-angka (minim narasi). Infografis ini digerakkan oleh data, sehingga memungkinkan audiens mengambil makna dari visualisasinya berdasarkan persepsinya masing-masing.

2) Infografis Kualitatif/Menghibur

Merupakan infografis yang dibuat tidak terlalu mengandalkan data atau angka-angka. Menurut Lankow, dkk (2014:134) infografis ini menampilkan informasi yang disajikan sekreatif mungkin dengan memanfaatkan ilustrasi visual yang bertujuan untuk menarik perhatian audiens, namun tetap menyampaikan pesan yang berhubungan dengan niai informasi yang ingin disampaikan.

Perancangan infografis fenomena nomophobia ini merupakan kombinasi dari infografis kuantitatif dan kualitatif. Karena pada penerapannya infografis ini akan menampilkan data-data yang bersifat ilustratif, numeris, dan naratif (menggunakan narasi voice over).

3. Komponen Dalam Infografis

Lankow dkk (2014:19-21) berpendapat bahwa ada beberapa komponen yang krusial dalam perancangan infografis, yaitu:

(15)

Pengetahuan dalam bentuk kata-kata, angka-angka, atau konsep yang dapat dikomunikasikan (Lankow dkk, 2014:19).

b) Ilustrasi

Dalam infografis, ilustrasi dapat digunakan untuk menyajikan anatomi sebuah benda atau untuk menambahkan daya tarik estetis (Lankow, 2014:19).

c) Desain (rancangan)

Konsep, fungsionalitas dan keluaran grafis yang dimaksudkan untuk memecahkan suatu masalah (Lankow, 2014:19).

d) Narasi

Informasi yang bertujuan untuk mengarahkan audience melalui sekumpulan informasi pilihan yang membentuk sebuah cerita. Untuk mengkomunikasikan nilai-nilai yang dirancang untuk meninggalkan pesan tertentu bagi audience (Lankow, 2014:21). e) Visualisasi Data

Menurut Lankow dkk (2014:20) mengemukakan bahwa visualisasi data adalah menyajikan data secara visual dengan bentuk-bentuk yang lazim. Informasi dalam infografis sangat erat hubungannya dengan data.

4. Elemen Visual Dalam Infografis a. Warna

(16)

perhatian pembaca atau yang melihatnya. Warna dapat menciptakan mood dan membuat teks lebih berbicara. Secara visual warna dibagi menjadi dua golongan, yaitu warna dingin dan warna panas. Warna-warna dingin, seperti hijau, biru, hijau-biru, biru-ungu, dan ungu dapat member kesan pasif, statis, kalem, damai dan secara umum kurang mencolok. Sebaliknya, warna-warna panas, seperti merah, merah-oranye, oranye, kuning-oranye, kuning, kuning hijau, dan merah-ungu memiliki kesan hangat, dinamis, aktif dan mengundang perhatian.

Menurut Soewignjo (2013:2), warna dapat didefinisikan secara subyektif, (psikologis) atau secara obyektif (fisik). Secara subyektif, warna adalah bagian dari pengalaman indra penglihatan. Dan secara obyektif, warna merupakan hasil dari panjang gelombang cahaya yang dipancarkan. Kombinasi atau harmoni warna yang dimanfaatkan atau digunakan dengan baik akan memberi dampak yang baik pula. Dalam harmoni warna terdapat beberapa macam rumusan warna (Soewignjo, 2013:41-43).

Menurut Sadjiman (2009) dalam Buku Nirmana terdapat lima klasifikasi warna, yaitu :

1) Warna Primer

(17)

2) Warna Sekunder

Warna Sekunder, atau disebut warna kedua adalah warna yang terbentuk dari pencampuran dua warna primer.

3) Warna Tersier

Warna Tersier atau warna ketiga adalah warna hasil pencampuran dari dua warna sekunder atau warna kedua.

4) Warna Netral

Warna Netral merupakan hasil campuran ketiga warna dasar dalam proporsi 1:1:1 warna ini sering muncul sebagai penyeimbang warna-warna kontras yang berada di alam.

b. Tipografi

Tipografi berasal dari bahasa Yunani,yaitu Typos (bentuk) dan Graphein (tulisan). Dalam perkembangannya istilah tipografi lebih dikaitkan dengan gaya atau model huruf cetak. Bahkan pengertiannya kini sudah berkembang lebih luas dengan mengarah kepada disiplin ilmu yang mempelajari spesifikasi dan karakteristik huruf, bagaimana memilih dan mengelola huruf untuk tujuan tertentu (Supriyono, 2010:19-20)

(18)

Sedangkan menurut Roy Brewer (dalam Kusrianto, 2010:7), tipografi dapat memiliki pengertian luas, yang meliputi penataan dan pola halaman, atau setiap barang cetak atau dalam pengertian yang lebih sempitnya hanya meliputi pemilihan, penataan, dan berbagai hal bertalian pengetahuan baris-baris susunan huruf (typsete), tidak termasuk ilustrasi dan unsur lain bukan huruf pada halaman cetak.

Dapat dipahami bahwa penyajian dan pemilihan jenis huruf sangat mempengaruhi fungsi dan nilai kejelasan pesan yang akan disampaikan oleh jenis huruf tersebut. Pemilihan jenis huruf juga dapat mempengaruhi karakter dan daya tarik dari sebuah karya visual.

c. Ilustrasi

Wallace Baldinger (dalam Pujiyanto, 2008:115) berpendapat bahwa, ilustrasi adalah seni membuat gambar yang berfungsi untuk memperjelas dan menerangkan naskah atau manuskripnya. Ilustrasi merupakan salah satu unsur penting yang sering digunakan dalam komunikasi yang dianggap sebagai bahasa universal yang dapat menembus rintangan yang ditimbulkan oleh perbedaan kata-kata. Ilustrasi dapat mengungkapkan suatu hal secara lebih cepat dan berhasil guna dari pada teks.

(19)

Ilustrasi secara lebih lanjut ternyata tidak hanya berguna sebagai sarana pendukung cerita, tetapi, tetapi dapat juga menghiasi ruang kosong. Misalnya dalam majalah, koran, tabloid, dan lain-lain. Ilustrasi bisa berbentuk macam-macam, seperti karya seni sketsa, lukis, grafis, karikatural, dan akhir-akhir ini bahkan banyak dipakai image bitmap hingga karya foto.

Menurut Saptodewo (2014:197), Pesan kalaupun disampaikan melalui teks harus dipilih dan diolah secara visual agar memiliki kekuatan pesan. Karena sifat gambar yang multi makna, maka infografik yang menggunakan ilustrasi fotografi maupun ilustrasi gambar tangan ternyata lebih kuat dalam hal menarik atensi pengamat dan sekaligus dapat mempersuasinya.

d. Flat Design

Menurut tim editorial dari Pindexain.com, flat design adalah desain dengan pendekatan minimalis yang menekankan kegunaan, dengan desain yang bersih tanpa ada bevel, bayangan, tekstur, berfokus pada tipografi, warna-warna cerah dan ilustrasi dua dimensi.

(20)

Namun, karena gaya ini tidak memiliki desain yang mencolok bukan berarti gaya ini akan membosankan. Cerah, warna-warna kontras membuat ilustrasi dan memunculkan tombol dari background, akan dengan mudah menarik perhatian dan memandu mata pengguna. Tujuan dari citra minimalis juga berkontribusi terhadap karakter fungsional pada flat design. (http://www.pindexain.com/apa-itu-flat-design/. Diakses 28 Oktober 2017)

e. Ikon

Menurut Danesi (2004:38-39), ikon adalah tanda yang mewakili sumber acuan melalui sebuah bentuk replikasi, simulasi, imitasi, atau persamaan. Sebuah tanda dirancang untuk mempresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau persamaan.

(21)

C. Kerangka Berfikir

Fenomena Nomophobia

Latar Belakang

1. Melesatnya perkembangan teknologi smartphone yang sangat canggih dan dapat menyebabkan adiksi pada penggunanya. 2. Potensi kecanduan digital berpotensi membahayakan diri serta

mempengaruhi aktivitas interaksi sosial.

3. Banyak waktu produktif yang terbuang akibat kecanduan smartphone. 1. Interaksi sosial antar individu

tetap optimal dan tidak terganggu dengan adanya smartphone. 2. Masyarakat lebih bijak ketika

menggunakan smartphone. Kondisi Realitas

1. Masih banyak masyarakat yang kurang bijak menggunakan

smartphone miliknya.

2. Media informasi masih sangat sedikit.

Permasalahan Utama

Penggunaan smartphone yang berlebihan dapat menimbulkan adiksi yang berpotensi membahayakan keselamatan penggunanya serta

mempengaruhi aktifitas interaksi sosial.

Solusi

Diperlukan media informasi untuk mencegah meluasnya fenomena nomophobia

(22)

B. Konsep Dasar Perancangan

1. Segmentasi, Targeting, dan Positioning

Media utama dalam penelitian ini adalah infografis dinamis. Dengan membuatnya secara kreatif dan lebih inovatif dari infografis dinamis lainnya, infografis tersebut diharapkan dapat menyampaikan pesan kepada khalayak dengan efektif. Berikut merupakan konsep dasar perancangan yang akan peneliti gunakan dalam pembuatan media infografis dinamis, meliputi:

a. Segmentasi 1) Geografis

Secara Khusus, wilayah yang dipilih oleh peneliti adalah Kota DKI Jakarta. Hal ini dilakukan karena di Jakarta banyak tersebar pada pecandu ponsel yang berasal dari beragam kalangan. Hampir diseluruh sudut kota, sepanjang mata memandang pasti banyak ditemui orang yang asyik dengan smartphone-nya.

2) Demografis

Segmentasi berdasarkan demografi meliputi:

a) Gender : Laki-laki dan Perempuan b) Usia : 20 s.d. 35 tahun

(23)

3) Psikografis

Ditujukan untuk seluruh lapisan masyarakat segala usia yang memiliki smartphone, umumnya mereka bersifat aktif, dinamis serta terbiasa bersentuhan dengan perkembangan teknologi. Sejak pendidikan dasar, mereka telah berhubungan dengan komputer, terbiasa dengan internet, uang digital (kartu kredit dan debit), kamera digital dan sebagainya. Selain itu mereka memiliki kecendrungan karakter yang senang asyik sendiri dengan dunianya, narsis, multitasking serta partisipatif.

b. Targeting

Target yang peneliti tuju dalam perancangan infografis fenomena nomophobia ini adalah masyarakat yang aktif menggunakan smartphone, laki-laki dan perempuan, khususnya yang tinggal di DKI Jakarta. Agar dapat menggunakan smartphone secara bijak sehingga perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan dengan baik dan efisien tanpa mengganggu aktivitas interaksi sosial.

c. Positioning

(24)

aktivitas sosial dan waktu produktif mereka dalam kehidupan sehari-hari.

2. Konsep Media

a. Judul Infografis

Judul infografis yang akan peneliti buat adalah ‘Apakah Kamu

Nomophobia?’. Judul ini sengaja peneliti pilih karena peneliti

menganggap setiap individu harus lebih menyadari pentingnya interaksi sosial secara tatap muka ketimbang tetap preokupasi pada layar smartphone yang digenggamnya. Selain itu peneliti juga ingin menumbuhkan kesadaran pada audiens agar lebih membatasi penggunaan smartphone dan lebih meningkatkan produktivitas jauh ketimbang membuat waktu terbuang sia-sia.

b. Deskripsi Media Tayang

Peneliti menggunakan aspect ratio dengan Resolusi HD (High Definition) 1280x720 piksel serta menggunakan format frame size 16:9 dengan frame rate 30 frame per second.

c. Alur Infografis 1) Segmen Pembuka

(25)

pengguna smartphone di Indonesia, prosentase penduduk serta durasi penggunaan smartphone di Indonesia.

2) Segmen Isi

Segmen ini berisi tentang jenis-jenis aplikasi yang sering digunakan ketika menggunakan smartphone. Dalam segmen ini juga dipaparkan seperti apa saja dampak negatif yang mungkin akan timbul ketika seseorang terlalu adiksi pada smartphone miliknya.

3) Segmen Penutup

Pada segmen terakhir berisi metode pencegahan apa saja yang bisa dilakukan untuk mengurangi adiksi terhadap smartphone sehingga audiens dapat terhindar dari nomophobia.

3. Konsep Visual a. Gaya Visual

Media informasi yang akan dibuat adalah infografis animasi. Penggayaan infografis ini sengaja dipilih karena peneliti melihat penggayaan infografis animasi memiliki potensi besar untuk menarik perhatian masyarakat karena terlihat lebih unik dan berkarakter.

(26)

informasi yang ada tidak tersampaikan dengan baik Untuk itu peneliti merasa, saat ini diperlukan sebuah inovasi agar proses penyampaian informasi dapat terus berguna dan bermanfaat bagi masyarakat.

Salah satu bentuk inovasi yang peneliti pilih adalah perpaduan animasi dengan grafik yang kemudian akan peneliti kemas menjadi infografis animasi yang menarik dan berkarakter. Diharapkan nantinya karya yang peneliti buat dapat menjadi alternatif pilihan baru untuk memperkaya ragam jenis infografis agar tidak terlihat monoton dan tentunya dapat memberikan manfaat positif bagi masyarakat.

b. Skema Warna

(27)

Gambar 4.7 Konsep Warna

Sumber: Color Picker Adobe Illustrator

c. Pemilihan Huruf

(28)

dari jenis huruf yang peneliti pilih dapat dilihat pada gambar berikut:

(29)

Anggraini, S, Lia. dan Nathalia, K. 2014. Desain Komunikasi Visual: Dasar-dasar Panduan untuk Pemula. Bandung: Nuansa Cendekia.

Budiman, K. 2011. Semiotika Visual: Konsep, Isu dan Problem Ikonisitas. Yogyakarta: Jalasutra

Danesi, M. 2010. Pesan Tanda dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra

Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Hartini, D. dan Kartasapoetra, G. 1992. Kamus Sosiologi dan Kependudukan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kasali, R. 2010. Cracking Zone. Jakarta: Gramedia.

Kusrianto, A. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Jakarta: Andi Offset Lankow, J. dkk. 2014. Infografis: Kedahsyatan Cara Bercerita Visual. Jakarta:

Gramedia

Lim, F. 2008. Filsafat Teknologi. Yogyakarta: Kanisius.

Lee, C. 2014. Yuk Optimalkan Visualisasi Data dengan Chart dan Infografis. Jakarta: Elex Media Komputindo

Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.

Pujiyanto. 2008. Teknik Grafis Komunikasi Jilid 2 Untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Rumini, S., dan Sundari H.S. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT Rineka Cipta.

(30)

Soewignjo,S. 2013. Seni Mengatur Komposisi Warna Digital. Yogyakarta: Taka Publisher.

Solihin, O. 2015. Sosmed Addict, Kecanduan yang Tak Perlu. Jakarta : Gema Insani Press.

Rustan, S. 2014. Layout: Dasar & Penerapannya. Jakarta: Gramedia.

Supriyono, R. 2010. Desain Komunikasi Visual, Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.

Laporan Penelitian

Anasari, T. 2014. Dampak Penggunaan Smartphone pada Remaja Terhadap Interaksi dalam Keluarga di Kabupaten Sleman. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Aryani, F, Nesy. 2013. Pengaruh Penggunaan Handphone Terhadap Pola Pemikiran Remaja di Era Globalisasi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Astari, U, Ina. 2006. Pengaruh Penggunaan Ponsel Terhadap Interaksi Sosial Remaja. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Yildirim, C. 2014. Exploring the Dimensions of Nomophobia. Amerika Serikat:

(31)

23 November 2016

Raka, N. 2015. Bagaimana Mengatasi Kecanduan Smartphone. Diambil dari https://www.academia.edu/13923654/15_Tips_Mengatasi_Kecanduan_S martphone. Diakses 28 Agustus 2017

Saptodewo, F. 2014. Desain Infografik Sebagai Penyajian Data Menarik. Jurnal Desain. Vol. 1 (3), hlm. 193-198. Diambil dari http://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Jurnal_Desain/article/view/56 3/528. Diakses 28 Agustus 2017

Seno R. Michael. 2016. Sekilas Mengenal Nomophobia: Definisi, gejala,

intervensi. Diambil dari

https://www.academia.edu/27834698/Sekilas_mengenal_nomophobia_D efinisi_and_gejala. Diakses 28 Agustus 2017

Masyarakat Telematika Indonesia dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. 2016. Konklusi Survey Ekosistem DNA (Device, Network & Apps). Diambil dari http://mastel.id/release-hasil-survey-mastel-apjii-2016/. Diakses 17 Juni 2017.

Lazada Indonesia. 2016. Indonesia Pegang Smartphone, Fakta Kelekatan Masyarakat Indonesia dengan Smartphone. Jakarta : Tidak diterbitkan.

Situs Online

Suleha. Y. 2017. 5 Efek dari Nomophobia. Diambil dari

http://rona.metrotvnews.com/kesehatan/RkjPemRN-5-efek-dari-nomophobia. Diakses 17 Juni 2017.

Yogasdesign. 2017. Elemen Visual Sebagai Kunci Eksplorasi Desain Infografis. Diambil dari http://yogasdesign.com/2017/10/desain-infografis-eksplorasi-elemen-visual-adalah-kuncinya/. Diakses 2 Oktober 2017. Editorial Pindesain. 2014. Apa itu Flat Design? Diambil dari

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 2.3.
Gambar 4.7 Konsep Warna
+2

Referensi

Dokumen terkait

1) Tujuan: menerangkan secara singkat dan jelas apa tujuan dari percobaan itu. 2) Teori: uraian singkat dan lengkap tentang teori percobaan. 3) Peralatan: alat-alat yang

Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. MOHAMAD LAKATONI tersebut; Menghukum Para Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat pengadilan,

Untuk memenuhi keinginan tersebut, maka perlu sekali dipikirkan perlatan keruk (kapal keruk) yang sesuai dengan kondisi geografis daerah, kedalaman minimal yaitu 1,6 m,

Hal yang sama lebih lanjut dalam kamus Bahasa Indonesia, balai pustaka (1990) pendidikan informal adalah pendidikan atau pelatihan yang terdapat di dalam keluarga atau

Terkait dengan konsep bantuan luar negeri seperti tersebut di atas, Jepang menurut penulis berada pada posisi yang menarik untuk dikaji.Menarik untuk melihat kiprah negara ini

Untuk itu indonesia harus lebih menekankan controlling yang tegas kepada pt freepoth seperti salah satu berita yg say abaca juga mengenai 3 syarat yang di berikan pemerintah

Pemotongan Log adalah untuk menbagi atau memotong log menjadi block dengan ukuran 8 feet, 6 feet, 4 feet, dan 3 feet sesuai dengan produk yang akan diproduksi...

a. Nilai kebersamaan, dimana dalam pengambilan keputusan kita melakukannya secara bersama-sama, duduk dalam suatu tempat dengan tujuan yang sama demi kebaikan