• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biofarmasetika Sediaan yang diberikan m

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Biofarmasetika Sediaan yang diberikan m"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS KELOMPOK Sistem Penghantaran Obat Pengampu:

Anita Sukmawati, Ph.D., Apt.

M A K A L A H

Biofarmasetika Sediaan yang diberikan melalui

Nasal dan Paru-Paru

Disusun Oleh: Kelompok II

Anggota Kelompok: Mustakim Masnur

Kathleen Apriana Kristiningrum Jahamou

Magister Farmasi Sains

Fakultas Farmasi Program Pasca Sarjana

Universitas Muhammadiyah Surakarta

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, berbagai macam turunan obat telah dibuat untuk meningkatkan efektifitas obat. Selain memodifiksi senyawa obat, upaya yang banyak dilakukan adalah memodifikasi bentuk sediaan dan sistem penghantaran obat. Upaya ini tidak terlepas dari peran farmasi yang memanfaatkan ilmu sains dan tehnologi untuk mengatasi ragam penyakit yang muncul.

Bermacam sistem mucosal dalam tubuh manusia (nasal, pulmonal, rectal dan vaginal) dapat dimanfaatkan untuk titik masuk sistem penghantaran obat. Dengan sendirinya pada sistem mucosal tersebut terdapat perbedaan dan persamaan dalam hal penghantaran obat.

Pengobtan Ayurvedi di India dan oleh orang Indian di AmerikaSelatan, melalui cara penghisapan (snuff) obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh merupakan salah satu bukti bahwa sistem penghantaran obat nasal telah berlangsung sejak lama.

Kemampuan untuk mencegah eliminasi lintas pertama hepatic dan kenyamanan dalam penggunaan pada pasien merupakan keunggulan dari tehnik pemberian obat secara intranasal yang dapat digunakan sebagai alternatif ideal untuk menggantikan sistem penghantaran obat sistematik parenteral.

(3)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat beberapa hal yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:

a. Bagaimana Anatomi dan fisiologi nasal dan paru-paru? b. Bagaimana Proses absorpsi obat dari nasal dan paru-paru?

c. Apa saja yang menjadi faktor fisiologi, faktor fisikokimia, dan faktor formulasi yang mempengaruhi absorpsi obat dari nasal dan paru-paru?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah: a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi nasal dan paru-paru b. Untuk mengetahui proses absorpsi obat dari nasal dan paru-paru

c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat dari nasal dan paru-paru

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Hidung

1. Anatomi Hidung

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx, trachea, bronkus, dan bronkiolus.

a. Hidung

Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah: conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa.

Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.

(5)

Gambar 1: Anatomi hidung

Sumber: Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

b. Faring

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus dan larynx. Faring dibagi menjadi 3 bagian yaitu nasofarinx (faring yang mengarah ke cavum nasalis), orofarinx (faring yang mengarah ke cavum oralis) dan laryngofarinx (faring yang mengarah larynx)

Gambar 2: Anatomi faring

(6)

c. Laring

Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan di depan laringofaring dan bagian atas esopagus. Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan arytenoidea. Terdapat juga membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis.

Gambar 3: Anatomi laring

Sumber: Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

d. Trachea

(7)

jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

e. Bronchus

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.

(8)

Gambar 4: Anatomi trakea dan bronkus

Sumber: Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

2. Fisiologi Hidung

Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah : 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal ; 2) fungsi penghidu, karena terdapatnya mukosa olfaktorius (penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu ; 3) fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang ; 4) fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; 5) refleks nasal. (Soetjipto D & Wardani RS,2007).

B. Konsep Dasar Penghantaran Obat

(9)

1. Kelarutan Obat

Agar dapat diabsorpsi obat harus dalam bentuk larutan. Obat yang diberikan dalam bentuk larutan akan mudah diabsorpsi dibandingkan obat yang harus larut dahulu dalam cairanbadan sebelum diabsorpsi.

2. Kemampuan Obat

Difusi melintasi membrane selobat yang berdifusi melintasi pori-pori membrane lipid kebanyakan obat diabsorpsidengan pasif.

3. Kadar Obat

Semakin tinggi kadar obat dalam larutan semakin cepat obat diabsorpsi.. 4. Sirkulasi Darah

Pada tempat absorpsisemakin cepat sirkulasi darah maka obat yang diabsorpsi akan semakin besar.

5. Luas Permukaan Kontak Obat

Untuk mempercepat absorpsi dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel obat.

6. Bentuk Sediaan Obat

Untuk memperlambat absorpsi obat dapat dilakukan dengan penggunaan obat bentuk kerja panjang.

7. Rute Penggunaan Obat

Rute pemakaian obat dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat.

Perkembangan obat akhir-akhir ini diarahkan pada bentuk sediaan obat alternatif dari parenteral dimana obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik melalui rute bukal, sublingual, nasal, pulmunory dan vaginal. Rute ini juga digunakan untuk pengobatan lokal dimana dosis obat dapat dikurangi dan juga mengurangi efek samping sistemik. Untuk memahami teknologi penghantar obat terdapat beberapa hal yang harus dimengerti, antara lain :

- Konsep Bioavaibilitas - Proses Absorpsi obat - Proses Farmakokinetik

(10)

- Penghantaran obat yang cocok untuk “ New Biotherapeutis “ - Keterbatasan dari terapi konvensional

C. Mekanisme Absorpsi Obat Nasal

Beberapa mekanisme telah diusulkan tetapi ada 2 mekanisme penyerapan obat yang digunakan:

1) Mekanisme pertama

Melibatkan rute berair transportasi, yang juga dikenal sebagai rute paracellular. Rute ini lambat dan pasif. Ada korelasi log-log terbalik antara intranasal penyerapan dan berat molekul senyawa larut dalam air. Kurang bioavailabilitas diamati untuk obat dengan berat molekul lebih besar dari 1000 Dalton.

2) Mekanisme kedua

Melibatkan transportasi melalui rute lipoidal juga dikenal sebagai proses transelular dan bertanggung jawab untuk pengangkutan lipofilik obat yang menunjukkan tingkat ketergantungan pada lipofilisitas mereka. Obat juga lintas membran sel dengan rute transpor aktif melalui carrier-dimediasi berarti atau transportasi melalui pembukaan persimpangan ketat. Sebagai contoh, kitosan, suatu biopolimer alami dari kerang, membuka sambungan yang erat antara epitel sel untuk memfasilitasi transportasi obat.

Adapun perjalanan sistem penghantaran obat ( DDS ) intranasal dalam tubuh, adalah sebagai berikut :

a) Bentuk sediaan obat nasal dengan zat aktif

Sediaan nasal diformulasikan atau dirancang dengan sedemikian rupa untuk penggunaan efek lokal.

b) Fase biofarmasetik

(11)

c) Ketersediaan farmasi

Obat siap untuk diabsorbi obat dalam bentuk zat aktif terlarut siap untuk diabsorpsi yang selanjutnya zat aktif akan di distribusikan keseluruh tubuh (sistemik).

d) Fase farmakokinetik

Tidak terjadi ADME fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan setelah obat dilepas dari bentuk sediaan.

e) Ketersediaan hayati

Obat untuk memberi efek pada tahap ini obat mulai memberikan efek pada pasien dengan cara berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh. f) Fase farmakodimanik

Interaksi dengan reseptor ditempat kerjabila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya protein membrane akan menimbulkan respon biologik. Tujuan utama pada fase ini adalah optimisasi dari efek biologik.

g) Efek terapi

Obat pada akhirnya memberikan efek terapi atau pengobatan pada pasien.Yang diharapkan dapat memberikan kesembuhan pada pasien.

D. Pelepasan dan Perjalanan Obat Intranasal 1. Bentuk Sediaan Obat Dan Pembawa

Bentuk sediaan obat yang ideal diantaranya harus meliputi hal-hal berikut ini: kenyamanan pasien, reproducibility, mudah di absorpsi, biokompabilitas dan tidak ada reaksi tambahan, luas efektif area kontak, dan waktu kontak yang di perpanjang.

(12)

a) Besarnya luas permukaan; contoh villi dan microcilli pada usus kecil memperluas permukaan sehingga memudahkan absorpsi obat. b) Aktivitas metabolik yang rendah, enzim dapat mendealtifas obat yang akan diabsorpsi, bioavaibilitas rendah dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang tinggi.

c) Waktu kontak; waktu kontak dengan jaringan pengabsorpsi akan mempengaruhi jumlah obat yang melalui mukosa.

d) Suplai darah, darah yang cukup akan memindahkan obat dari tempat kerja ke tempat absorpsinya.

e) Aksebilitas, variasi rute penghantaran obat menunjukan berbagai daerah tertentu yang membutuhkan bahan tambahan atau kondisi tertentu untuk membantu obat mencapai tempat kerja.

f) Variabilitas yang rendah.

g) Permeabilitas, semakin permiabel suatu epitel maka daya absorpsinyapun semakin tinggi.

Sistem penghantaran obat dan penargetan obat yang ideal, diantaranya :

a) Obat mempunyai target yang spesifik

b) Menjaga obat pada jaringan yang bukan target

c) Meminimalisasi pengurangan kadar obat ketika mencapai target d) Melindungi obat dari metabolisme

e) Melindungi obat dari klirens dini

f) Menahan obat pada tempat kerja selama waktu yang dikehendaki g) Memfasilitasi transport obat kedalam sel

h) Menghantarkan obat ke target intraseluler

i) Harus biokompatibel, biodegradable dan non antigenic

2. Proses Penggunaan Intranasal

(13)

 Ketika nafas dikeluarkan ke dalam alat, langit-langit lunak secara otomatis menutup rapat rongga hidung.

 Nafas memasuki satu lubang hidung lewat mulut pipa yang menyegel.

 Dan memicu pengeluaran partikel ke dalam aliran, memajukan partikel melewati klep hidung untuk menuju tempat sasaran.

 Aliran udara melewati communication posterior ke sekat hidung dan keluar melalui bagian hidung yang lain di jurusan berlawanan.

Sehingga proses tersebut akan menghasilkan :  90 % dosis obat didepositkan melalui katup nasal.

 > 70 % dosis didepositkan di bawah posterior 2/3 rongga nasal.  Reproducibility tinggi dari pendepositan melalui katup nasal.  Tidak ada endapan pada paru - paru.

E. Kelebihan dan Kekurangan DDS Intranasal

Seperti halnya obat yang diberikan secara intranasal adalah untuk efek lokal seperti obat tetes hidung atau dalam bentuk spray yang biasa digunakan penderita untuk menghentikan serangan sebagai tindakan pencegahan dengan cara pemberian obat secara langsung kedalam saluran nafas melalui penghisapan yang memungkinkan obat langsung mencapai sistemik sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan. Selain itu dosis yang diperlukan lebih rendah untuk mendapatkan efek yang sama efek samping obat minimal karena konsentrasi obat di dalam rendah. Lain halnya jika pemberian obat secara parenteral atau oral sering menimbulkan efek samping seperti gangguan gastrointestinal atau efek samping lainnya.

Melihat mekanisme kerja obat seperti uraian diatas tersebut, maka kelebihan dan kekurangan penghantaran untuk lokal pada pemberian obat intranasal, adalah sebagai berikut:

Kelebihan:

(14)

 Konsentrasi rendah dalam sirkulasi sistemik dapat mengurangi efek samping sistemik

 Area permukaan untuk absorpsi luas ( 160 cm3 )

 Onset of action yang cepat

 Aktivitas metabolisme yang rendah dibandingkan peroral, menghindari reaksi saluran cerna metabolisme hati

 Bentuk sediaan alternative, jika tidak dapat digunakan obat saluran cerna

 Mudah diakses untuk penghantaran obat

Kekurangan :

 Difusi obat terhalang oleh mucus dan ikatan mucus

 Mukosa nasal dan sekresinya dapat mendegradasi obat

 Iritasi lokal dan sensitivisasi obat harus diperhatikan

 Mucociliary clearance mengurangi waktu retensi obat dalam rongga hidung

 Kurang reproduksibilitas pada penyakit yang berhubungan dengan rongga hidung

 Hanya untuk obat yang poten (dosis kecil) dengan ukuran partikel 5 – 10 µm

Biasanya penbawa obat intranasal berupa spray dengan menggunakan motered dosis spraymisalnya berupa aerosol yaitu system koloid bahan padat atau cair dalam gas, sedangkan drop menggunakan penetes.

F. Faktor yang Mempengaruhi DDS Intranasal

(15)

mempengaruhi penyerapan obat hidung dijelaskan sebagai berikut (Krishnamoorthy R et al, 1998;.. Kisan R et al, 2007).

1. Sifat fisiko kimia obat

a. Keseimbangan Lipofilik-hidrofilik

Sifat HLB dari obat mempengaruhi proses penyerapan. Dengan meningkatkan lipofilisitas, permeasi senyawa biasanya meningkat melalui mukosa hidung. Meskipun mukosa hidung ditemukan memiliki beberapa karakter hidrofilik, tampak bahwa mukosa ini terutama lipofilik di alam dan domain lipid memainkan peran penting dalam fungsi penghalang membran ini. Obat lipofilik seperti nalokson, buprenorfin, testosteron dan etinilestradiol hampir sepenuhnya diserap bila diberikan rute intranasal.

b. Degradasi enzimatik dalam rongga hidung

Obat seperti peptida dan protein memilikibioavailabilitas yang rendah di rongga hidung, sehingga obat ini mungkin memiliki kemungkinan untuk mengalami degradasi enzimatik dari molekul obat dalam lumen rongga hidung atau sewaktu melewati penghalang epitel.Pada ke dua bagian initerjadi exo-peptidases dan endo-peptidases, exo-peptidases adalah mono-aminopeptidases dan di-aminopeptidases. Ini memiliki kemampuan untuk membelah peptida pada mereka N dan C termini dan endo-peptidases seperti serin dan sistein, yang dapat menyerang ikatan peptida internal.

c. Ukuran molekul

(16)

2. Karakteristik sediaan Obat Intranasal

a. Formulasi (Osmolaritas, pH, Konsentrasi)

 Osmolaritas bentuk sediaan mempengaruhi penyerapan obatdi hidung. Sebagai contoh ialahnatrium klorida yang mempengaruhi penyerapan hidung. Penyerapan maksimum dicapai dengan konsentrasi natrium klorida 0.462 M, konsentrasi yang lebih tinggi tidak hanya menyebabkan bioavailabilitas meningkat tetapi juga mengarah pada toksisitas pada epitel hidung.

 pH sediaan obat dan permukaan hidung dapat mempengaruhi permeasi obat ini. Untuk menghindari iritasi hidung, pH sediaan obat harus disesuaikan dengan pH 4,5 - 6,5 karena lisozim ditemukan di sekret hidung, yang bertanggung jawab untuk menghancurkan bakteri tertentu pada pH asam. Dalam kondisi basa, lisozim tidak aktif dan jaringan yang rentan terhadap infeksi mikroba. Selain menghindari iritasi, itu menghasilkan memperoleh permeasi obat efisien dan mencegah pertumbuhan bakteri.

 Gradien konsentrasi memainkan peran yang sangat penting dalam proses penyerapan/permeasi obat melalui membran hidung karena kerusakan mukosa hidung. Contoh untuk ini adalah penyerapan L-Tirosin, dimana konsentrasi obat dalam percobaan perfusi hidung. Sedangkanpada absorpsi asam salisilat konsentrasi obatnyamenurun. Penurunan ini kemungkinan karena kerusakan mukosa hidung yang permanen.

b. Distribusi Obat dan deposisi

(17)

akanmeningkatkan penyerapan obat. Dan ruang posterior dari rongga hidung akan digunakan untuk pengendapan bentuk sediaan, melainkan dihilangkan oleh proses pembersihan mukosiliar dan karenanya menunjukkan bioavailabilitas rendah. Situs disposisi dan distribusi bentuk sediaan terutama tergantung pada pengiriman perangkat, cara pemberian, sifat fisikokimia molekul obat.

c. Viskositas

Viskositas yang lebih tinggi dari formulasi meningkatkan waktu kontak antara obat dan mukosa hidung sehingga meningkatkan waktu untuk permeasi. namun, formulasi sangat kental akan mengganggu fungsi normal seperti pergerakan silia atau clearance mukosiliar dan dengan demikian mengubah permeabilitas obat.

3. Sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung a. Izin mukosiliar

(18)

b. Rhinitis

Rhinitis adalah penyakit umum yang paling sering dikaitkan pada pengobatan intranasal, penyakit ini akan mempengaruhi bioavailabilitas obat. Hal ini terutama diklasifikasikan ke dalam rhinitis alergi dan umum, gejalanya adalah hipersekresi, gatal dan bersin terutama disebabkan oleh virus, bakteri atau iritan. Alergi rhinitis adalah penyakit alergi saluran napas, yang mempengaruhi 10% dari populasi. Hal ini disebabkan oleh peradangan kronis atau akut selaput lendir hidung.Kondisi ini mempengaruhi penyerapan obat melalui selaput lendir akibat peradangan.

c. Permeabilitas membrane

Permeabilitas membran hidung adalah faktor yang paling penting, yang mempengaruhi penyerapan obat melalui rute hidung. Obat yang larut air dengan berat molekul yang besar seperti peptida dan protein memiliki permeabilitas membran yang rendah. Jadi senyawa seperti peptida dan protein yang utama diserap melalui proses transportasi endocytotic dalam jumlah rendah. Obat yang larut dalam air dengan berat molekul yang besar melintasi mukosa hidung secara difusi pasif melalui pori-pori berair (persimpangan ketat).

d. pH Lingkungan

(19)

G. Contoh Sediaan Intranasal

Beberapa kategori dari sediaan hidung dapat dibedakan:

 Nasal drops and liquid nasal sprays. Contoh obat dipasaran : Sterimar Nasal Hygiene, Iliadin Nasal Spray, Flixonase Nasal Spray

 Nasal powders / bedak hidung

 Semisolid nasal preparations / sediaan hidung semisolid  Nasal washes / pencuci hidung

 Nasal sticks

H. Anatomi dan Fisiologi Paru 1. Anatomi Paru

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea.

Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti.

(20)

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.

SISTEM SALURAN PERNAFASAN

Gambar : Anatomi Paru

Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992, Hal 219).

2. Fisiologi Paru

(21)

inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,1994).

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,1994)

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 ìm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994).

(22)

I. Mekanisme Absorpsi obat paru-paru

Deposisi Obat dalam saluran udara dipengaruhi oleh:

a. sedimentasi gravitasi, b. impaksi,

c. difusi.

Sebagian besar partikel obat yang lebih besar dipindah-posisikan oleh dua mekanisme pertama di saluran udara, sementara partikel yang lebih kecil melewati jalan ke wilayah perifer dari paru-paru dengan cara difusi.

a. Sedimentasi Gravitasi

Gaya gravitasi bertindak terhadap partikel. Sedimentasi terjadi jika gaya gravitasi lebih dari kekuatan aliran udara. Sedimentasi adalah penyusunan partikel karena aliran udara rendah. Saluran udara paru memiliki orientasi yang berbeda sehingga pengendapan partikel akan berbeda tergantung pada arah aliran partikel dan arah tekanan. Mekanisme gravitasi ini terjadi pada partikel ukuran besar. Partikel alam higroskopis ukurannya bisa membesar ketika mereka melalui saluran udara dan sedimen.

(23)

Impaksi terjadi karena perubahan aliran udara. Impaksi meningkat dengan ukuran partikel dan laju aliran. Jenis perpindahan partikel ini terjadi di seluruh paru-paru. Hal ini penting, terutama di saluran napas kepala di mana sebagian besar partikel besar disaring keluar. Impaksi kebanyakan terjadi pada generasi atas saluran udara karena kecepatan tinggi.

c. Difusi

Disebabkan oleh gerak Brown. Deposisi dapat terjadi dengan difusi jika ukuran partikel kurang dari diameter 0,5 mikron. Difusi adalah mekanisme deposisi untuk partikel kecil. Difusi meningkat dengan penurunan ukuran partikel dan laju aliran. Deposisi lebih terjadi di wilayah alveoli karena waktu tinggal lebih lama dan jalan nafas yang lebih kecil.

J. Faktor Fisikokimia yang mempengaruhi absorbsi obat aerosol Kecepatan Aerosol

Aerosol dibentuk oleh nebulizers dan dry powder inhalers (DPIs) diangkut ke paru-paru oleh keaktifan udara yang terinspirasi. Dalam perbedaan, pMDIs menghasilkan tetesan aerosol dengan kecepatan lebih besar dari aliran udara inspirasi dan karena aerosol yang akan memiliki afinitas yang lebih besar untuk berdampak di wilayah oropharyngeal.

Ukuran

(24)

prakteknya aerosol dengan GSD dari <1,22 adalah menggambarkan sebagai monodisperse sementara mereka aerosol dengan GSD> 1,22 disebut sebagai polydisperse atau hetero tersebar.

Bentuk

Partikel yang tidak bulat akan memiliki jumlah terkecil satu dimensi fisik yang superior dari diameter aerodinamis. Panjang ekologis serat 50 μm bisa mencapai wilayah A karena sejajar dengan aliran udara terinspirasi. Bahan seperti itu kemudian berdampak pada saluran udara oleh prosedur intersepsi dengan dinding saluran napas.

Massa jenis

Partikel yang memiliki kepadatan kurang dari 1 g cm-3 (unit density) dapat memiliki diameter fisik rata-rata yang lebih besar dari batas aerodinamis. Kebanyakan obat micronized untuk inhalasi akan berisi kepadatan partikel sekitar 1, meskipun bahan yang dibuat oleh pengeringan beku atau metode spraydrying cenderung lumayan kurang padat.

Stabilitas fisik

Terapi aerosol terapi yang sering digunakan sebenarnya tidak stabil karena mereka memiliki konsentrasi partikel yang tinggi dan jarak antar-partikel yang dekat dapat menyebabkan saling tolak-menolak atau reaksi antar-partikel lainnya. Partikel aerosol yang dihasilkan oleh DPIs kemungkinan higroskopis dan, partikel yang ada selama di saluran pada seluruh lingkungan kelembaban tinggi dari saluran udara, dapat memperbesar ukuran dan dengan demikian memiliki kesempatan lebih besar yang tidak stabil untuk disimpan. Ini seharusnya tidak menjadi asumsi, bagaimanapun, bahwa penyerapan uap air akan selalu terjadi.

Perangkat pengiriman paru

(25)

K. Faktor Formulasi yang mempengaruhi absorpsi obat paru

Keefektifan obat inhalasi dibentuk oleh formulasi obat. Stabilitas formulasi adalah tantangan lain dalam memproduksi pemberian obat paru. Formulasi bertanggung jawab untuk menjaga obat dalam keadaan aktif secara farmakologi, formulasi harus efisien sehingga obat dapat mencapai paru-paru, tiba ke tempat yang tepat dari tindakan dan tetap berada di paru-paru sampai efek farmakologis yang diinginkan terjadi. Beberapa faktor telah dimasukkan dalam mendukung pengembangan formulasi hidung yang mengandung liposom, mikrosfer dan nanopartikel untuk pengiriman obat intranasal. Bahkan, tidak jelas apakah formulasi meningkatkan penyerapan obat dengan mengangkut obat dikemas melintasi membran atau hanya karena meningkatkan waktu retensi hidung dan stabilitas obat. Bagaimanapun, penggunaannya dalam pertumbuhan luas dan hasilnya sudah sangat mampu.  Liposom

Liposom adalah vesikel fosfolipid yang disusun oleh lipid bilayers yang melampirkan satu atau lebih kompartemen berair di mana obat-obatan dan zat lain mungkin disertakan. Dalam beberapa kali, liposom telah diteliti sebagai kendaraan untuk terapi extended-release dalam pengobatan penyakit paru-paru, terapi gen dan sebagai metode penyampaian agen terapeutik ke permukaan alveolar untuk pengobatan penyakit sistemik. Sistem penghantaran obat menggunakan liposom menghasilkan berbagai keuntungan seperti enkapsulasi efektif molekul kecil dan besar dengan berbagai hidrofilisitas dan nilai-nilai pKa. Bahkan, sistem ini telah ditemukan untuk meningkatkan penyerapan hidung peptida seperti insulin dan kalsitonin dengan meningkatkan penetrasi membran liposom. Ini telah dikaitkan dengan retensi hidung peningkatan peptida, perlindungan peptida terjebak dari degradasi enzimatik dan mukosa gangguan membran.  Nanopartikel

(26)

makromolekul dan terapi yang digunakan sebagai adjuvatt dalam vaksin atau sebagai pembawa obat, di mana zat aktif dilarutkan, terjebak, dikemas, terserap atau bahan kimia yang melekat. Nanopartikel memberikan beberapa keuntungan karena ukurannya yang kecil, tapi hanya nanopartikel terkecil yang dapat menembus membran mukosa oleh Para-selular routeandin kuantitas terbatas, karena persimpangan ketat berada di urutan 3,9-8,4 Å. Ada beberapa studi yang telah menunjukkan bahwa sistem nanopartikel dapat lebih cocok sebagai kendaraan untuk terapi sistem pelepasan berkelanjutan. Sistem pelepasan berkelanjutan dari terapi aerosol dapat memperpanjang waktu obat berada di dalam saluran udara atau wilayah alveolar, meminimalkan risiko efek samping dengan menurunkan tingkat penyerapan sistemik, serta meningkatkan kepatuhan pasien dengan mengurangi frekuensi dosis. Sistem nanopartikel juga cocok untuk penghantaran vaksin hidung.

Mikrosfer

Teknologi microsphere telah banyak berguna dalam merancang formulasi untuk penghantaran obat hidung. Mikrosfer biasanya didasarkan pada muco-perekat polimer (kitosan, alginat), yang menyediakan berbagai keuntungan untuk penghantaran obat intranasal. Selain itu, mikrosfer dapat melindungi obat dari metabolisme enzimatik dan memberikan mempertahankan pelepasan obat, sehingga memperpanjang efeknya.  Sistem pengiriman obat mukoadhesif

(27)

Pertama mukoadhesif sistem absorpsi air dari lapisan lendir dan basah dan mengalami pembengkakan. Berikut ini, polimer intim menembus ke dalam lendir dan, karenanya, melokalisasi perumusan di rongga hidung, meningkatkan gradien konsentrasi obat di seluruh epithelium. Mucoadhesives banyak digunakan dalam pemberian obat intranasal adalah kitosan, alginat dan selulosa atau turunannya.

L. Faktor fisiologis yang mempengaruhi partikel deposisi dalam saluran udara:

Morfologi paru

Tracheobronchial menghasilkan saluran udara jatuh diameter dan panjang. Setiap hasil bifurkasi dalam meningkatkan kemungkinan untuk impaksi dan penurunan diameter saluran napas dikaitkan dengan yang lebih kecil perpindahan diperlukan partikel untuk melakukan kontak dengan permukaan.

Laju aliran inspirasi

Ketika inspirasi laju aliran meningkat dan meningkatkan deposisi oleh impaksi di beberapa pertama generasi diwilayah tracheobronchial. Peningkatan aliran tidak hanya meningkatkan momentum partikel tetapi juga mengakibatkan dalam peningkatan turbulensi, terutama di laring dan trakea, yang dengan sendirinya akan meningkatkan impaksi di proksimal daerah trakeobronkial.

Koordinasi generasi aerosol dengan inspirasi

(28)

Volume tidal

Peningkatan IFR biasanya akan terhubung dengan sebuah memperbesar volume udara yang dihirup dalam satu napas, volume tidal. Jelas peningkatan pasang surut Volume akan menghasilkan penetrasi partikel aerosol lebih dalam TB dan A daerah dan kesempatan yang lebih baik untuk deposisi dalam wilayah ini.

Nafas-holding

Meningkatkan waktu antara akhir inspirasi dan awal pernafasan meningkatkan waktu untuk sedimentasi terjadi. Nafas-holding adalah biasanya digunakan untuk mengoptimalkan pemberian obat paru.

M. Keuntungan sediaan DDS paru-paru.

a. Metode penyampaian obat ke aliran darah bagi molekul yang ini hanya dapat disampaikan oleh injeksi. Ini termasuk peptida dan protein, seperti insulin untuk diabetes atau interferon beta untuk beberapa sklerosis dan sebagian besar obat dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir oleh perusahaan bioteknologi.

b. Menargetkan obat yang efisien untuk paru-paru dan relatif umum penyakit saluran pernafasan seperti asma, emfisema, dan kronis bronkitis.

c. Sistem penghantaran obat ini memberi onset sangat cepat tindakan sebanding dengan i.v. yang rute dan lebih cepat daripada yang bisa dicapai dengan baik penyampaian secara lisan atau suntikan subkutan.

d. Metode menghirup membantu untuk menghindari masalah saluran pencernaan seperti kelarutan yang rendah, bioavailabilitas yang rendah, masalah dalam pH lambung, metabolit yang tidak diinginkan, terjadi interaksi dengan makanan dan variabilitas dosis.

e. Hal ini membutuhkan dosis rendah dan kandungan fraksi dosis oral obat yaitu satu 4 tablet mg yang setara salbutamol 40 dosis dosis meteran. f. Pemberian obat paru memiliki efek samping yang sangat kecil karena

(29)

g. Pada asma dan diabetes membutuhkan pengobatan jangka panjang jika diberikan oleh pemberian obat paru keselamatan adalah maksimal karena sisa tubuh tidak terkena obat.

N. Kekurangan sediaan DDS paru-paru.

Dalam memformulasi sediaan DDS paru-paru terdapat beberapa tantangan yang cukup sulit yang menjadi kekurangan dalam formulasi sediaan ini, yaitu sebagai berikut:

a. Efisiensi rendah sistem inhalasi

Tantangan utama dalam penghantaran obat paru adalah efisiensinya rendah efisiensi inhalasi sistem. Ukuran partikel aerosol yang optimal adalah sangat penting untuk penghantaran obat paru yang mendalam, karena jika partikel terlalu kecil, mereka akan dihembuskan, dan jika partikel terlalu besar, mereka memiliki efek pada orofaring dan laring. Ukuran partikel yang optimal untuk paru-paru yang mendalam deposisi adalah 1-5 mm.

b. Massal obat kurang per tiupan

Pengiriman umumnya wajar banyak obat memerlukan dosis miligram tapi untuk mendapatkan Efek yang memadai melalui obat paru pengiriman dengan kebanyakan sistem yang ada, total jumlah obat per tiupan dikirim ke saluran pernapasan bawah terlalu rendah kurang dari 1000 mcg.

c. Stabilitas formulasi miskin untuk obat

Molekul asma yang kecil bentuk obat kristal di alam, dan relatif kelembaban tahan dalam makromolekul kering. Sedangkan dalam kasus kortikosteroid, yang tidak stabil dalam keadaan cair, amorf, dan sangat sensitif kelembaban dalam keadaan kering.

d. Yang tidak tepat dosis reproduktifitas

(30)

dosis maksimum reproduktifitas pasien bermain pendidikan peran penting.

(31)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

1. Sistem penghantaran obat (Drug Delivery System) Intranasal dan paru-paru adalah suatu teknologi penyampaian obat alternatif yang diciptakan untuk mencapai tempat kerja yang optimal di intranasal.

2. Pulmonary drug delivery system atau sistem penghantaran obat pulmonar (melalui paruparu) memiliki keunggulan yaitu bekerja cepat dan langsung pada saluran pernapasan. Metode ini biasanya digunakan dalam proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun kronis, misalnya pada penyakit asma. Pada dasarnya permukaan paru-paru dapat dicapai dengan mudah dalam satu kali pernapasan. Dalam penghantaran obat secara inhalasi, deposisi (proses turunnya partikel obat ke paru-paru bagian bawah) partikel obat bergantung padasifat partikel dan cara pasien bernapas.

3. Kelebihan dari sistem penghantaran obat intranasal, antara lain:  Untuk pengobatan lokal dan sistemik

 Kerja obat optimal, langsung pada target obat

 Dosis obat saluran nasal dapat diabsorpsi secara maksimal ( > 90 % ) 4. Kekurangan dari sistem penghantaran obat intranasal, antara lain:

 Difusi obat terhalang oleh mucus dan ikatan mucus  Mukosa nasal dan sekresinya dapat mendegradasi obat  Iritasi lokal dan sensitivisasi obat harus diperhatikan

 Mucociliary clearance mengurangi waktu retensi obat dalam rongga hidung

 Kurang reproduksibilitas pada penyakit yang berhubungan dengan rongga hidung

(32)

B. Saran

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff Hood. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Airlangga

University Press.

Ashish A1 Karhale., et. All.2012 Pulmonary Drug Delivery System. International

Journal of PharmTech Research. Vol.4 No.1, pp 293-305,

Chaturvedi N.P.*, Solanki H.2003 Pulmonary Drug Delivery System: Review.

IJAP-Vol.5 Issue 3

Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992, Hal 219

M.Alagusundara et al.2010. Nasal drug delivery system - an overview. Int. J. Res.

Pharm. Sci. Vol-1, Issue-4, 454-465

Paulsen, Waschke. 2012. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi-23. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Price, S.A., dan Wilson, L.M. (1994). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Edisi Keempat.. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal. 371-372,

376-378, 389-409

Soetjipto D., Wardani RS.2007. Hidung. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta :

FK UI, hal : 118-122.

Sunitha, R et.All.2011. Drug Delivery And Its Developments For Pulmonary

System. IJPCBS 2011, 1(1), 66-82

(34)

Tabrani,rab. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates. Jakarta

WHO, 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja, Penerbit Buku Kedokteran

Gambar

Gambar 2: Anatomi faring
Gambar 3: Anatomi laring
Gambar 4: Anatomi trakea dan bronkus
Gambar : Anatomi Paru

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Farmakope Indonesia edisi III (hal 32 ) , Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan

Berdasarkan hal tersebut, maka akan dilakukan penelitian identifikasi dan penentuan kadar bahan kimia obat (BKO) prednison pada beberapa sediaan jamu rematik

Untuk merancang sistem informasi di Klinik Bunga Putri meliputi pendaftaran pasien, pemeriksaan pasien, pengambilan obat, data pembelian obat, stok obst

Sebaliknya, kecerdasan emosional perawat yang rendah cenderung mudah marah ketika pasien mengeluh, mudah tersinggung dengan perkataan pasien, kurang dapat memberikan

Obat bahan alam yang lebih dikenal dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sari atau

Bentuk sediaan obat : sediaan yang mengandung satu atau lebih zat yang berkhasiat, dimasukkan dalam satu vehikulum untuk formulasi hingga siap diberikan pada pasien dengan

Makanan Nomor HK.04.1.35.06.13.3534 Tahun 20 13 tentang Pembatalan lzln E,dar Obat yang Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal;c. Ordonansi Obat Keras

3 | Oktober 2023 | ISSN: 2829-0437 cetak, ISSN: 2829-050X online, Hal 17-24 REVIEW: ANALISIS SEDIAAN JAMU TRADISIONAL YANG MENGANDUNG BAHAN KIMIA OBAT ANTIHISTAMIN DAN KORTIKOSTEROID