BAB III
Pandangan Masyarakat Desa Kotabes tentang Pengaruh Revolusi Hijau dalam
Bertani
Bumi itu seperti manusia. Tanah itu adalah daging. Air itu adalah darah.
Hutan itu adalah urat nadi dan batu itu adalah tulang
Mama Aleta Baun
Dalam bab III ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum wilayah Kecamatan Amarasi dan Desa Kotabes khususnya Dusun A (Hausisi) yang menjadi lokus penelitian. Penulis juga akan mengemukakan beberapa hasil wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat (perempuan dan laki-laki, pemuda dan pemudi), kelompok tani Oebitan dan beberapa tokoh masyarakat serta Ketua Majelis Jemaat Gereja Imanuel Hausisi. Hasil penelitian atau data lapangan diuraikan dalam bentuk poin-poin penting sehingga memudahkan para pembaca.
3.1 Gambaran Umum Kecamatan Amarasi
ibukota di Baun.1 Kecamatan Amarasi dulunya hanya terdiri dari satu kecamatan saja, kemudian mulai mekar menjadi tiga wilayah, yaitu: pertama, Amarasi Pusat dengan Kelurahan Nonbes, terdiri dari Desa Oesena, Desa Kotabes, Desa Ponain, Desa Tesbatan 1 dan 2, Desa Oenoni 1 dan 2 serta Desa Apren. Kedua, Amarasi Timur terdiri dari Desa Oebesi, Desa Pakubaun, Desa Rabeka dan Desa Enoraen. Ketiga, Amarasi Barat dengan Kelurahan Teunbaun, terdiri dari Desa Tunbaun, Desa Tobaun, Desa Soba, Desa Merbaun, Desa Erbaun, Desa Niukbaun, dan Desa Nekbaun dan keempat, Amarasi Selatan dengan kelurahan Buraen terdiri dari Desa Sonraen, Desa Nekmese, Desa Retraen dan Desa sahraen.2 Penelitian yang penulis lakukan adalah di Amarasi Pusat, yakni Kelurahan Nonbes, desa Kotabes dalam dusun A (Hausisi) RT.1 dan 2.
3.1.1 Sejarah Berdirinya Desa Kotabes3
Desa Kotabes dibentuk pada tahun 1950, atas dasar kesepakatan dari tiga kampung atau desa yakni kampung Oebaki, Ekam dan Binobe. Menjelang tahun ke 28, dibentuklah desa konsentrasi yang terdiri dari gabungan antara tiga kampung ditambah dengan satu kampung, yakni Bisena sampai dengan saat ini. Di bawah ini, terlihat susunan pejabat yang pernah bertugas di pemerintahan desa Kotabes, yaitu:
No Nama Kepala Desa/ Pejabat Sementara Masa Jabatan
1. Sakarias Nubatonis 1950-1960
2. Trayanus 1961-1970
1 http://mangsa.kpt.web.id/id3/2532-2426/Amarasi-Kupang_196724_mangsa-kpt.html
3. Elaser Tuthaes 1970-1978
4. Ibrahim Banu 1978-2005
5. Nikolas Tuthaes 2005-2006
6. Petrus Sakbana (Kepala Desa Definitif) 2006-2008 7. Zadrak Padakari (menjabat sebagai PJ
selama 6 bulan kemudian dilanjutkan dengan Bernadeta Dethan selama 6 bulan )
2009
8. Silfester Kapitan 2010-2013
9. Marten Tanono (menjabat sebgai Plt selama 6 bulan kemudian dilanjutkan dengan Dina Masneno sebagai PJ selama 1 tahun)
2014-2015
10. Korinus Liunome 2015-2016
11. Selvister Bano 2016-2017
3.1.2 Desa Kotabes
Desa Kotabes merupakan satu dari 8 desa yang berada di kecamatan Amarasi. Adapun batas-batas wilayah Desa Kotabes sebagai berikut:
Bagian Utara berbatasan dengan Desa Nonbes.
Bagian Timur berbatasan dengan Desa Ponain.
Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Sonraen.
Desa Kotabes terdiri dari 4 Dusun, yang terbagi atas 8 RW dan 14 RT, ke 4 Dusun tersebut yaitu:
Dusun A (Hausisi).
Dusun B (Ekam)
Dusun C (Oebaki)
Dusun D (Bisoni)4
Masyarakat di kecamatan ini umumnya bekerja sebagai petani ataupun peternak yang hidup dari bercocok tanam dan memelihara ternak. Jenis tanaman yang diusahakan adalah tanaman padi dan tanaman hortikultura, sedangkan jenis ternak yang dipelihara adalah sapi, kuda, kerbau, kambing, babi, dan ayam.5 Desa Kotabes terdiri dari empat dusun yang dibagi dalam dusun A, dusun B, dusun C dan Dusun D, terdiri dari :
Nama Dusun
JK UMUR
KK L P 0-5 6-10 11-16 17-40 41- LANSIA
Dusun A 308 278 - - - 140
Dusun B 250 232 37 57 65 181 153 91
Dusun C 158 159 17 40 41 124 80 74
Dusun D 159 169 26 34 46 125 84 78
(Cat. Penelitian dilakukan di dusun A, RT 1 dan 2)
4 Data Desa Kotabes tahun 2017
Tabel 1: Data Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Nb. Banyak masyarakat baik pria maupun wanita, bekerja sebagai TKW/TKI di luar negeri
Berdasarkan Tabel 2, dapat ditarik kesimpulan bahwa mata pencaharian masyarakat di desa Kotabes sebagian besar adalah petani ladang atau kebun dan peternak, diikuti dengan PNS, wiraswata dan juga pegawai swasta.6
Seperti daratan Timor pada umumnya, Amarasi memiliki struktur tanah yang kurang menguntungkan untuk sektor pertanian, kecuali sektor peternakan. Sejak jaman penjajahan, Timor dijadikan daerah sektor ternak. Hal ini didukung oleh sistim ternak masyarakat lokal di Timor yakni sistim gembala. Walau demikian, untuk mensejahterakan rakyatnya, raja Amarasi H. A Koroh pada tahun 1926-1951 mengubah sistem ternak tersebut, yakni dengan membagi wilayah yang ada wilayah ternak dan wilayah tanaman dengan dibatasi oleh pagar panjang. Daerah tanaman ini ditanami dengan pohon Petes (Lamtoro, Lucaena Leuchocephala) untuk pakan ternak, tetapi juga untuk mencegah bahaya erosi yang mengancam setiap daerah di Amarasi. Wilayah tanaman ini juga ditanami dengan pisang, kelapa, dan pinang untuk menyokong perekonomian masyarakat.7
Upaya pemenuhan kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya senantiasa ditempuh dengan berbagai macam cara, antara lain melalui kegiatan pertanian. Aktivitas manusia dalam bidang pertanian tidak lain merupakan pencerminan interaksi antara lingkungan dengan kemampuan manusia untuk mengubah dan mentransfer energi yang diperlukan dalam hidupnya. Meskipun demikian, hal ini tergantung dari kondisi ekosistem yang memberi peluang bagi usaha
6 Wawancara Aparat Desa Kotabes pada Minggu, 25 Juni 2017, Pkl. 15.00WITA
7 Marthen Y. B. F. Soreninu, Uis Neno dalam Rintiu dan Allah Bapa Dalam Kekristenan.
manusia untuk mempertahankan hidupnya, di samping pemahaman masyarakat tentang lingkungannya. Di Amarasi, pranata tolong-menolong sangat tidak lazim, justru sebaliknya orang lebih suka mengerjakan ladangnya secara perseorangan atau dalam batas keluarga batih8 saja. Di samping bercocok tanam, mata pencaharian penduduk Timor adalah berternak. Ternak yang dipelihara adalah sapi, kerbau, kuda, kambing, dan unggas (ayam). Dalam sebuah rumah tangga, ternak dianggap sebagai milik bersama dari suami dan isteri. Jika suami meninggal, ternak diwariskan kepada anak laki-laki yang sudah dewasa. Jika keluarga tidak memiliki anak laki-laki, maka ternak diwariskan kepada saudara laki-laki ayah atau anak laki-laki saudara perempuan ayah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam budaya di Timor anak laki-laki dianggap yang berhak mendapatkan warisan. Namun demikian, sekarang sudah terjadi pergeseran makna, bahwa baik anak laki-laki maupun perempuan mendapatkan warisan yang sama. Mata pencaharian yang penting bagi orang-orang yang tinggal di daerah pantai adalah menangkap ikan-ikan kecil, kerang, dan teripang.9
3.2 Pertanian di Nusa Tenggara Timur
Beberapa sumber sejarah mengemukakan bahwa pertanian di pulau Timor khususnya telah dimulai sejak 3000 tahun sebelum masehi.10 Sekalipun tradisi penanaman jenis tanaman sudah dilakukan jauh sebelum penyebaran bangsa
8 Keluarga batih yang dimaksud biasanya keluarga dalam satu rumah tangga dan juga dalam
satu marga atau dalam bahasa Tmor disebut Kanaf.
9 Dara WindiyartI, Tradisi Agama dan modertosasi dalam Perkembangan Kebudayaan
Timor, (Sahda,
Vohme I, Nomor 1, September 2006), 39
10 C. I. Glover, Aboriginal Man and Enviroment in Australia (Camberra: The Australian
Austronesia. Sebelum abad ke 17 dan sebelum bangsa Eropa datang, sebagian besar masyarakat sudah hidup dari berbagai jenis tanaman pangan yang sangat variasi. Daerah Nusa Tenggara Timur dikenal dengan daerah beriklim kering dan sumberdaya lahan di Nusa Tenggara Timur didominasi oleh lahan kering. Kalau dibandingkan dengan daerah lain seperti Kalimantan ataupun Sumatera, lahan Nusa Tenggara Timur termasuk lahan kering beriklim kering. Ciri-cirinya dapat dilihat sebagai berikut: pertama, kandungan bahan organik sangat rendah. Kedua, tingkat keasaman netral dan rendah. Ketiga, keadaan umumnya berbatu-batu. Keempat, tekstur tanah cenderung lempung sampai tanah liat.11
Jenis tanaman yang paling banyak diusahakan di daerah kering adalah tanaman semusim yang menjadi sumber makanan pokok, seperti padi, jagung, sorgum, kacang-kacangan (kacang hijau, turis, kacang panjang) dan jenis ubi-ubian (ubi kayu, ubi jalar dan talas). Jenis-jenis tanaman tahunan yang biasanya ditanam, seperti kelapa, pepaya, nangka, sukun, pinang, sirih dan kemiri. Tanaman tersebut adalah yang cocok dan berfungsi untuk mencukupkan kebutuhan pangan masyarakat (food security).12
11 Umbu Pura Woha, Pembangunan Pertanian di Lahan Kering dalam buku Pembangunan
Pertanian di Wilayah Kring Indonesia (Prosiding Konferensi Internasional Pembangunan Pertanian Semi Arid Nusa Tenggara Timur, Timor-Timur dan Maluku Tenggara, Tanggal 10-16 Desember 1995 di Kupang), 53-54
12 Selain untuk menjaga ketahanan pangan, tanaman umur panjang biasanya dapat membantu
3.3 Pandangan Hidup Atoinmeto tentang Alam Semesta
Suku-suku yang ada di Nusa Tenggara Timur, tak terkecuali suku Timor memiliki pandangan bahwa manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari alam semesta. Hidup manusia pada akhirnya harus disesuaikan dengan ritme dan segala ketertiban dari keseluruhan alam. Bagi orang Timor, hubungan dengan alam ini disebut sebagai hubungan gaib antara penjaga langit dan penjaga bumi. Hal ini memperlihatkan seakan ada sosok yang mengawasi dan melindungi alam sehingga para petani berusaha untuk tidak sembarangan dalam mengelola alam agar terhindar dari malapetaka.13
3.3.1 Kehidupan Religi dan Pertanian Atoinmeto
Pertanian menjadi penggerak ekonomi yang paling menonjol dalam kehidupan orang Timor, dibandingkan dengan peternakan dan perdagangan. Sistim ekonomi pertanian bagi suku-suku di NTT merupakan dasar dari sistim politik dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena kehidupan suku-suku di NTT selalu berkaitan dengan upacara, persembahan korban dalam bentuk binatang ataupun hasil pertanian. Dalam mengusahakan tanah sebagai lahan pertanian, para petani di Timor biasanya memilih tanah untuk menanam pada permulaan musim kemarau pada bulan Mei dan Juni. Tanah yang akan ditanami biasanya lebih dari satu sehingga dapat digunakan secara bergantian. Setiap tanah garapan yang akan ditanam biasanya digunakan secara terus-menerus agar kesuburannya memungkinkan untuk ditanam. Bagi
atoinmeto, setiap penggarap tanah terdiri dari 3-4 orang yang bekerja secara bersama
13 Drs. Hidayat Z.M, Masyarakat dan Kebudayaan: Suku-suku Bangsa Di Nusa Tenggara
untuk membersihkan lahan, memotong belukar dan rumput yang kemudian dibakar secara bersama-sama. Pekerjaan tersebut biasanya dilakukan dengan pimpinan kepala keluarga dan anggota keluarga itu sendiri. Ketika kebun yang digarap terlalu besar, biasanya kepala keluarga akan meminta tolong kepada keluarga yang berasal dari satu keturunan, yang dalam bahasa Timor disebut kanaf yang berarti bekerja secara gotong royong.14
Kebanyakan lahan yang akan dibuka untuk bercocok tanam sebelumnya adalah daerah hutan. Orang Timor memiliki kebiasaan untuk memohon kepada dukun atau orang pintar agar tanah yang digunakan dapat menghasilkan berkat. Permohonan ini ditandai dengan ritual menyembelih seekor ayam jantan untuk dipersembahkan kepada dewa langit yang disebut “Uis Neno”
3.4 Kehidupan Pertanian Masyarakat Desa Kotabes
Sebelum masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin marak pada saat ini, masyarakat desa Kotabes masih bekerja dengan mengandalkan kekuatan fisik. Perlengkapan bertani seperti parang, linggis maupun pisau, masih menjadi teman yang sering dibawa oleh masyarakat. Seiring dengan berkembangnya zaman dan kehidupan masyarakat yang semakin modern, cara bertani yang tradisional mulai bergeser. Dalam mengolah lahan, masyarakat mulai mengubah gaya berpikir yang tadinya tradisional menjadi lebih modern. Masuknya alat teknologi seperti traktor, menjadi salah satu contoh bahwa pengaruh teknologi dan arus globalisasi sudah tidak dapat dibendung. Banyak masyarakat merasa terbantu dengan masuknya teknologi
yang memudahkan pekerjaan mereka.15 Selain itu, dengan meningkatnya kebutuhan hidup mengharuskan setiap masyarakat mencari alternatif yang lebih baik untuk menjaga kelangsungan hidup dan ketahanan pangan yang ada.
Dari hasil penelitian di lapangan dan berdasarkan wawancara dengan masyarakat, ditemukan bahwa setiap anggota keluarga harus menanam sendiri jenis tanaman dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini dialami oleh keluarga Bapak Simon Nubatonis di mana setiap anak harus dapat menanam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Wasti Nubatonis salah satu anak dari bapak Simon Nubatonis mengungkapkan bahwa:
Setelah pulang dari Malaysia sebagai seorang TKW, saya tidak mempunyai pemasukan yang tetap karena masa kontrak saya sudah selesai. Alternatif yang saya lakukan adalah dengan menanam tomat ataupun kacang buncis untuk memenuhi kebutuhan hidup saya baik itu kebutuhan pangan maupun sandang. Tidak mungkin lagi saya meminta kepada orangtua karena saya sudah dewasa. Saya baru mulai menanam tahun ini dan hasil yang didapatkan lumayan banyak sehingga saya mengambil keputusan untuk tidak kembali menjadi TKW.16 Lanjutnya lagi bahwa sistem bertani yang dia lakukan saat ini adalah sistem bertani yang paling banyak menggunakan pupuk toko karena proses tanam dan panennya cukup banyak. Bibit tanaman tomat yang digunakan adalah bibit yang dibeli di toko namanya Lantana. Bibit ini biasanya berisi 100-150 bibit tanaman tomat dengan harga yang bervariasi, tergantung jenis bibitnya.
Sumber: Doc. Pribadi bersama Kak Wasty Nubatonis dengan tanaman
tomatnya
3.4.1 Salome: Model Produksi di Tanah Gersang
Leluhur Orang Timor, yang disebut atoinmeto, memanfaatkan lahannya secara turun temurun guna mencukupi kebutuhan pangannya. Dengan kreatif mereka mengolah lahan yang gersang dengan cara berladang. Pola berladangnya dilakukan secara berpindah-pindah. Akibatnya muncul segi negatif karena mereka melakukan pembersihan lahan dengan metode tebas dan bakar. Pola ladang berpindah-pindah bersentuhan dengan tekanan terhadap hutan yang kian berkurang. Namun pola ini membuka ruang bagi beristirahatnya lahan yang memang daya dukungnya juga sangat minim. Sementara itu, metode tebas dan bakar secara ilmiah menyerang langsung pada unsur hara tanah. Hal ini juga menjadi cara atoinmeto untuk membasmi potensi hama yang menyerang tanaman dan penyakit terutama nyamuk yang pasti berbahaya bagi manusia.
adalah satu lubang diisi dengan bibit jagung, kacang (kacang nasi, turis), dan labu sekaligus. Model ini dikenal dengan satu lobang rame-rame (salome). Model salome membuat atoinmeto memiliki masa panen yang berlapis dan simultan. Dikatakan berlapis, karena jagung akan dipanen pertama, berikutnya adalah kacang, dan terakhir adalah labu. Dikatakan simultan, karena pada saat jagung dan kacang dipanen, labu sudah menghasilkan sayur bagi petani. Selain itu, untuk lahan yang relatif tidak berbatu, petani dapat menambahkan tanaman singkong atau ubi kayu. Dengan cara demikian, masa panen petani menjadi berlapis dan simultan. Belum lagi, di pinggiran kebun, umumnya ditanami dengan pisang, pepaya, cabai, dan berbagai tanaman bumbu dapur lainnya. Semua itu, jelas menjadi bahan pangan yang sangat menopang kebutuhan rumah tangga masyarakat.
Tanamannya menjadi milik pribadi yang menanam, sementara tanahnya tetap dalam penguasaan tanah ulayat17 dari suatu kesatuan masyarakat hukum adat. Sementara, untuk program yang lain, hanya sukses pada masa program itu digulirkan bersifat instan dan jangka pendek. Hal ini terjadi karena masyarakat sangat tergantung pada pasar. Setiap musim tanam harus membeli bibit baru, menyiapkan pemupukan yang tepat, dan mempersiapkan zat kimia pembasmi hama. Dalam jangka panjang, kondisi ini berdampak buruk pada ketahanan pangan masyarakat. Hal lainnya adalah terjadi pemecahan lahan akibat pembagian warisan, jual-beli, dan alih fungsi lahan produktif menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan.18
3.5 Program Bupati Kupang tentang Gerakan Tanam Paksa-Paksa Tanam
(GTPPT)19
Program gerakan tanam paksa adalah sebuah program yang dikeluarkan oleh Bupati Kupang Ayub Titu Eki. Tujuan dari program ini adalah mewajibkan masyarakat untuk menanam demi memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk melestarikan lingkungan. Namun demikian program Tanam Paksa sebenarnya hanya mau mendorong masyarakat agar lebih giat dalam menanam demi dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara itu, unsur-unsur tentang kepedulian lingkungan atau ekologi nampaknya tidak menjadi prioritas dari program ini.
17 Tanah Ulayat : Tanah yang berada dalam wilayah kefetoran, dan kemudian oleh
tokoh-tokoh adat dibagikan bagi orangtua-orangtua dulu pada saat itu. Biasanya tata letak batas tanah akan ditandai dengan fam/marga (milik keluarga tertentu).
18http://mikannews.com/2016/04/08/revolusi-hijau-lpa-kabupaten-kupang/, diunduh pada tgl
20 Juli 2017, pkl. 19.19WIB
19 Lihat dalam lampiran. Pada bagian ini penulis hanya meringkas program “Tanam Paksa
Dalam program tersebut, setiap desa dianjurkan agar paling tidak harus menyiapkan lokasi untuk menanam semua jenis tanaman. Pada akhirnya, program ini
mendapat nama baru dan dikenal dalam kehidupan masyarakat sebagai “Taman
Eden” artinya mengembalikan citra “Taman Eden” yang dulu pernah dirusak oleh manusia. Taman Eden yang dimaksud yakni dengan menanam tanaman umur panjang dan pendek, tidak hanya tanaman tetapi juga hewan-hewan dimasukkan di dalam taman tersebut, sehingga antara tanaman dan ternak bahkan tanah terjadi hubungan simbiosis mutualisme.20 Dengan gerakan tanam paksa diharapkan masyarakat kabupaten Kupang dapat berbuat yang terbaik bagi alam dan seisinya, agar mata rantai kehidupan tetap terjaga. Sudah saatnya sekarang untuk menata dan membangun kembali image ”Taman Eden” dengan kegiatan menanam tanaman produktif dan semua orang wajib menanam sehingga menciptakan “Taman Eden” yang lestari dan abadi di tempat di mana masyarakat hidup dan bekerja.21 Luas tanah yang dibutuhkan harus sekitar 1 km. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa bahwa, desa Kotabes menolak program ini dengan alasan belum mendapatkan lahan yang luas sebagaimana yang dimaksud untuk menanam berbagai jenis tanaman sekaligus memelihara ternak dalam satu tempat22, dan juga program ini seperti yang telah penulis singgung di atas bahwa bukan untuk menjaga lingkungan atau ekologi agar tetap terjaga. Oleh karena itu yang terlihat di lapangan adalah masing-masing
20 Kotoran ternak sebagai pupuk alami bagi tanaman yang ada sehingga tanaman menjadi
subur dan sehat
21 Melawan Arus Menuju Revolusi Kebajikan dalam
http://revolusikebajikan.weebly.com/tanam-paksa-paksa-tanam--tp2t.html, diunduh pada tgl. 11 Sep. 2017, Pkl. 12.04WIB
22 Wawancara kepala Desa Kotabes Bpk. Selvister Bano, pada tgl. 08 Sep. 2017, Pkl.
masyarakat menanam sesuai dengan kebutuhan. Tidak peduli apakah cara bertanam mereka sesuai dengan program bupati atau sebaliknya tidak karena tidak tercantum dalam program.
3.6 Pemahaman Masyarakat tentang Revolusi Hijau
Proses pengambilan data dalam bentuk wawancara dan observasi langsung dilakukan pada tanggal 23-30 Juni 2017. Pengambilan data dan observasi dilakukan terhadap beberapa orang masyarakat yang sedang menanam beberapa jenis tanaman di lahan atau kebun.23 Jenis tanaman yang ditanam oleh masyarakat pada umumnya adalah tomat, sayur, terong, buncis, dan jenis tanaman lainnya seperti bawang merah. Selain difokuskan kepada masyarakat, wawancara dan observasi dilakukan juga terhadap beberapa kelompok tani yang ada di desa Kotabes. Selain itu, ada beberapa masyarakat yang menggunakan pupuk toko untuk tanamannya, tetapi beberapa masyarakat masih tetap mempertahankan cara bertani dengan mengandalkan pupuk kandang. Ada juga masyarakat yang memadukan antara pupuk toko dan pupuk kandang sesuai dengan dosis yang ditentukan. Dalam bagian ini, penulis mencoba membaginya dalam dua kelompok besar, yakni:
3.6.1 Masyarakat Pro-Revolusi Hijau
Masyarakat pro-revolusi hijau yang dimaksud oleh penulis adalah masyarakat yang melakukan kegiatan bertaninya dengan memanfaatkan pupuk kimia atau
anorganik. Masyarakat ini terdiri dari para petani dengan tingkat pendidikan Sekolah
23 Pada saat melakukan observasi, hanya beberapa orang saja yang sedang menanam,
Dasar, para petani yang orientasi bertaninya difokuskan hanya untuk menambah pendapatan (ekonomi) bukan konsumsi pribadi dan para petani yang hanya mengikuti arus informasi tanpa mengeceknya terlebih dahulu.
Dalam bab II, penulis sudah menjelaskan tentang apa itu revolusi hijau, sejarah, agenda dan perkembangan revolusi hijau intinya bahwa revolusi hijau mencakup tiga hal, yakni: pertama, perubahan cara bertani dari yang tradisional menjadi cara bertani modern. Kedua, penemuan akan bibit unggul atau varietas baru dan ketiga, penggunaan pupuk kimia dan pestisida demi meningkatkan kualitas tanaman dan meningkatkan hasil panen yang berlimpah. Dalam kehidupan pertanian masyarakat Amarasi khususnya desa Kotabes, pemakaian pupuk kimia dan pestisida sudah menjadi hal yang biasa. Kebutuhan yang semakin banyak menjadikan masyarakat tidak peduli lagi dengan pengaruh yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan ditemukan bahwa ada beberapa masyarakat yang menggunakan pupuk kimia atau pupuk anorganik. Bagi masyarakat yang bekerja sebagai petani, revolusi hijau atau revolusi agraria merupakan hal yang baru saja didengarkan,24 yang mereka pahami dari revolusi hijau atau revolusi agraria adalah sebagai sesuatu yang berkaitan dengan hal yang berbau hijau dan yang menyangkut dengan tanah. Hal ini diungkapkan oleh Mama Sarah Maniyeni bahwa 25:
Kata revolusi hijau ini adalah sesuatu yang baru bagi saya. Sebagai
masyarakat tidak pernah mendengar, ada yang mendengar akan tetapi tidak begitu paham dengan kata tersebut. Hal ini yang membuat penulis sedikit mengalami kesulitan.
sedang saya jalankan saat ini adalah bagian dari revolusi hijau. Lanjutnya bahwa tanaman tomat yang saya tanam saat ini paling banyak menggunakan pupuk kimia atau toko, karena menurut masyarakat bahwa pupuk toko sangat baik dan proses tanam cepat dan hasilnya banyak. Jadi saya dengan bapak ikut saja. Ini saya gunakan semata-mata untuk saya jual demi memenuhi kebutuhan hidup. Kalau ditanya lebih suka pakai pupuk toko atau pupuk kandang, saya lebih suka pakai pupuk kandang karena hasilnya bagus dan lebih enak, selain itu juga kita terhindar dari berbagai macam penyakit yang aneh-aneh. Bapak (suami) biasa membeli obat tanaman karena mendengar cerita orang kalau obat yang digunakan tersebut bagus.
Mama Sarah Maniyeni ketika diwawancarai terkait revolusi hijau dan penggunaan pupuk kimia pada tanaman tomat yang ditanam
Sumber: Doc. Pribadi
Selain itu, pemahaman lainnya yakni revolusi hijau sebagai bagian dari program pemerintah untuk membantu masyarakat dalam hal memproduksi jumlah pangan yang banyak.26 Pemahaman ini diberikan oleh salah seorang tokoh masyarakat bapak Paulus Rassi, beliau mengatakan bahwa:
Kami yang tergabung dalam kelompok tani Oebitan, menyadari bahwa revolusi hijau ini sebenarnya sudah ada sejak lama, namun bagi masyarakat desa Kotabes sendiri ini baru mulai terlihat lima
tahun terakhir di mana semakin banyaknya penggunaan pupuk kimia dan toko dan semakin banyak digunakan. Selain itu juga kelompok tani kami ada beberapa yang paham namun ada yang tidak, ini karena tingkat pendidikan yang berbeda-beda, ada yang sekolah lulus SD, tidak sekolah ada yang tamat SMP. Selain itu juga ada bantuan dari pemerintah, tetapi kami harus buat proposal baru dana itu diberikan dan dikelola oleh pengurus dan anggota. Hasil yang didapat adalah sepenuhnya milik kami, tetapi juga harus ada pelaporan setiap bulan agar dicek.27 Lanjutnya juga bahwa dalam hal penggunaan pupuk kami mencoba memadukan antara pupuk kimia dan pupuk kandang atau buatan, namun kendala yang sering kam temui adalah pupuk kandang harus dibeli dan biasanya 1 karung harganya Rp.50.000 bahkan bisa lebih.
Bpk. Paulus Rassi (Ketua Kelompok Tani Oebitan) ketika memberikan informasi tentang revolusi hijau dan pertanian yang ramah lingkungan.
Sumber: Doc. Pribadi
Lain halnya bagi para kelompok tani, bagi kelompok tani revolusi hijau dipahami sebagai bagian dari tanam paksa atau paksa tanam, jenis tanaman yang ditanam pun bervariasi dan disesuaikan dengan kondisi tanah. Berkaitan dengan agenda revolusi hijau yang dibawa, yakni penggunaan pupuk anorganik dan pestisida menjadi hal yang biasa dan dialami oleh masyarakat di desa Kotabes. Bagaimana tidak ketika pupuk kandang sulit didapatkan maka alternatif yang dilakukan adalah dengan
menggunakan pupuk toko atau anorganik untuk tetap menjaga agar tanaman tetap tumbuh.28 Bagi masyarakat, pengaruh dari penggunaan pupuk kimia atau anorganik itu ada dan masyarakat menyadari akan hal itu. Hasil penelitian yang penulis dapatkan di lapangan yakni: pertama,hasil panen berlimpah atau banyak. Ini terlihat ketika masyarakat selesai panen akan terlihat ukuran buah tomat yang besar dan mulus.29 Kedua,masa panen lebih cepat dibandingkan dengan tanaman dengan pupuk buatan atau organik, sebab selain pupuk kimia ada obat-obat yang disuntikkan sepeerti untuk mempercepat pertumbuhan buah dan ketiga, hama pengganggu tidak berani merusak tanaman.30
Hal lainnya juga disampaikan oleh beberapa masyarakat bahwa penggunaan pupuk toko sangat membantu dan ikut menyuburkan tanah, sebab cacing pemakan tanaman mati dan tidak menganggu tanaman yang sedang ditanam. Selain itu, menurut mereka bahwa tanah sendiri kebal terhadap penyakit jadi tidak ada permasalahan ketika penggunaan pupuk toko lebih dari takaran.31 Bagi sebagian masyarakat, pupuk yang sering digunakan adalah jenis pupuk urea putih setelah masa tanam 2 minggu sedangkan ketika tanaman sudah berbunga diberikan jenis pupuk urea merah dan jenis pupuk biosboost untuk kesuburan tanah.32 Hal yang sudah lumrah bagi masyarakat bahwa penggunaan pupuk kandang atau kompos hanya
28 Wawancara Bpk. Paulus Rassi pada Kamis 22 Juni 2017 Pkl. 09.00WITA 29 Wawancara Bpk. Musa Tameon pada Kamis, 22 Juni 2017 Pkl. 10.00WITA
30 Wawancara Bpk. Musa Tameon pada Kamis, 22 Juni 2017 Pkl. 10.00WITA
31 Wawancara Bpk. Simon Nubatonis, Bpk. Anton Sole, Bpk. Esau Keo dan Sdr. Frengky
Rassi, Sdr. Eklemina Mnao, Sdr. Wasti Nubatonis, Sdr. Yandres Nome pada Sabtu, 24 Juni 2017 Pkl. 14.00WITA
32 Wawancara Bpk Yanto Nubatonis, Bpk. Simon Nubatonis, Bpk. Lukas Saubele pada,
diberikan diawal penanaman benih saja, kemudian setelah dipindahkan ke bedeng atau lahan, penggunaan pupuk kandang tidak lagi dilakukan.33 Berdasarkan penuturan masyarakat juga bahwa praktek revolusi hijau sendiri baru dipraktikkan kurang lebih lima tahun terakhir.34
3.6.2 Masyarakat Kontra-Revolusi Hijau
Pada saat yang sama, penulis juga mendapatkan bahwa ada beberapa kelompok masyarakat yang masih tetap mempertahankan kegiatan bertani yang kontra-revolusi hijau artinya masih tetap percaya bahwa pupuk buatan masih tetap dapat diandalkan. Beberapa masyarakat yang ditemui mengaku bahwa mereka masih percaya bahwa pupuk kandang mampu memberikan kehidupan (makan dan minum) yang lebih baik.35 Pengaruh positif dari penggunaan pupuk kandang bagi masyarakat yang penulis wawancara, yakni: pertama, menambah humus tanah. Kedua, tanaman tetap sehat dan ketiga, ekosistem tanah tetap terjaga, kekurangan dari penggunaan pupuk kandang, resiko yang akan terjadi adalah pertama, hasil panen sedikit. Kedua, gagal panen sangat besar. Ketiga, tanaman hanya akan dapat bertahan ketika rajin memberikan pupuk kandang atau kompos. Keempat, keuntungannya sedikit ketika hendak dijual di pasar Oesao36 apalagi hasil panen tidak sebanyak dengan menggunakan pupuk toko atau kimia dan kelima, ketika pupuk kandang yang masih
33 Wawancara Sdr Yudi Koly; Sdr. Simon Karmoy; Sdri. Mada Koly pada Jumat 23 Juni
2017, Pkl. 13.00WITA
34 Wawancara Ketua Kelompok Tani Bpk. Paulus Rassi pada, Senin 26 Juni 2017, Pkl.
16.00WITA
35 Wawancara Mama Agustisna, Mama Genoveva Mutu, Mama Ester Itta, Mama Anika
Nubatonis pada Senin, 26 Juni 2017, Pkl. 14.00WITA
36 Salah satu pasar yang ada d kabupaten Kupang, letaknya di tengah-tengah antara jalan
basah atau mentah (hal ini biasanya terjadi ketika musim hujan kotoran ternak tidak kering), maka cenderung dimakan hama seperti semut dan rayap, yang membuat tanaman tidak tumbuh sebab kandungan gizi sudah tidak ada lagi. Pada zaman dulu proses pengendalian hama masih menggunakan obat kampung yang terbuat dari akar tumbuhan, akan tetapi ini menjadi rahasia dari masing-masing orang.37 Ditambahkan oleh Bapak Simon Nubatonis juga bahwa38:
Dulu itu sebelum kami (termasuk saya) kenal pupuk toko atau kimia, kami masih pakai obat kampung, tetapi sekarang tidak lagi karena obat kampung sudah susah untuk dicari dan juga tanaman yang ditanam sangat banyak sehingga susah kalau masih mengharapkan obat kampung. Ada sebuah kerinduan buat saya untuk bisa kembali tanam tomat lokal yang buahnya kecil, karena kebal terhadap penyakit dan dapat hidup dibatu karang, tanpa membutuhkan banyak air seperti tanah merah. Namun demikian, harus ada kerja sama dalam hal pengadaan bibit lokal yang dimaksud.
Bpk Simon Nubatonis dan tanaman buncisnya (Sumber: Doc. Pribadi )
3.6.3 Perempuan dan Revolusi Hijau
Selain itu, hal yang menarik juga bahwa, petani perempuan di desa Kotabes adalah mereka yang masih peduli dengan kesehatan baik kesehatan lingkungan
37 Wawancara Ketua Kelompok Tani Bpk. Paulus Rassi pada, Senin 26 Juni 2017, Pkl.
16.00WITA
dalam hal ini tanah, tanaman dan juga kesehatan bagi tubuhnya. Hal ini kemudian menjadi menarik dan mempertegas persepsi bahwa perempuan adalah mereka yang masih sadar akan kerusakan ekologi dan perempuan adalah mereka yang akan merasa terganggu ketika lingkungannya rusak, karena itu akan sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka. Seperti penuturan Mama Agustina yang masih tetap mempertahankan cara bertani secara tradisional :
Saya lebih suka menanam tanaman dengan cara yang tradisional, sayur putih yang saya tanam hanya menggunakan pupuk kandang, karena saya takut terkena penyakit yang aneh-aneh. Sebab penggunaan pupuk toko yang berlebihan membuat sayur memiliki rasa yang tidak enak. Saya sekolah sehingga saya tahu sebab akibat dari penggunaan pupuk kimia.39
Gbr.1.Tanaman sayur tanpa pupuk toko dan pestisida; Sumber: Doc. Pribadi
Selain Mama Agustina yang masih tetap mempertahankan cara bertani tradisional yang bebas pupuk toko dan pestisida, ada Mama Ester yang juga menanam bawang merah dengan menggunakan pupuk kompos dan media tanam yang
digunakan terdiri dari bedeng tanah yang sebelumnya telah dibakar dengan batok atau tempurung kelapa selama beberapa hari dengan tujuan agar tetap menjaga kesuburan tanah. Berdasarkan wawancara, bahwa tanaman bawang merah yang ditanam dengan pupuk alami, akan sangat berbeda dengan yang ditanam menggunakan pupuk toko dan pestisida. Hal ini, akan nampak dari tekstur bawang yang kecil dan lebih harum.40
Gbr. 2, 3,4 &5 tanaman bawang tanpa pestisida dan pupuk anorganik Sumber: Doc. Pribadi
Dalam wawancara dengan Ketua Majelis Jemaat Imanuel Hausisi, Pdt. Jacoba St.M. Botha- Detaq mengenai pengaruh revolusi hijau dalam bertani yang ramah lingkungan, beliau mengungkapkan bahwa:
Sebenarnya ini menjadi masalah yang mesti ditangani secara bersama, ketika melihat banyaknya penggunaan pupuk toko pada tanaman saya sendiri takut untuk mengkonsumsinya. Biasanya saya akan konsumsi tomat ataupun sayur sisa panen karena menurut saya itu sudah sedikit bebas pupuk toko ataupun obat-obat hama. Selain itu juga berkaitan dengan masalah lingkungan, memang ini jelas merusak lingkungan dan juga GMIT sendiri dalam programnya sudah memasukan bulan lingkungan hidup, ada program pendeta suka tani sebagai upaya untuk sedikit mengurangi kerusakan lingkungan dalam hal ini tanah. Di jemaat sendiri program ini belum dapat dijalankan mengingat sedang pembangunan gereja yang baru dan kami tidak mau menambah beban jemaat. Namun demikian ada kerinduan dari kami untuk bergandengan tangan dengan pemerintah desa untuk melihat akan hal ini.41 Juga baru-baru ini ketika akan ke kupang, saya bersama suami melihat tanki yang mungkin berisi kotoran manusia yang disemprotkan ke tanaman yang ada di belakang kantor Gubernur. Mungkin ini alternatif atau penemuan terbaru dari upaya untuk menyuburkan tanaman dan juga tanah. 3.6.4 Pendidikan Mempengaruhi Pemahaman Masyarakat tentang
Revolusi Hijau
Hasil temuan penulis di lapangan yang menarik bahwa tingkat pendidikan juga mempengaruhi pemahaman masyarakat tentang revolusi hijau dan bertani yang ramah lingkungan. Hal ini ditunjukkan oleh para narasumber yang penulis wawancara rata-rata terdiri dari masyarakat dengan tingkat pendidikan SR (sekolah rakyat), SD, SMP dan ada yang tidak sekolah ini jelas bahwa kalau saja semua masyarakat sekolah sampai jenjang yang lebih tinggi maka pengaruh revolusi hijau dapat sedikit dikendalikan dan pertanian ramah lingkungan yang mencintai alam akan tetap terpelihara sampai saat ini. Masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi lebih tinggi
41 Wawancara Ketua Majelis Jemaat Imanuel Hausisi Pdt. St. M. Botha-Detaq, Pada Minggu
lebih memilih bekerja sendiri dan ada yang lebih memilih bekerja di luar kampung. Beberapa orang lebih peka dan menyeimbangkan antara pupuk toko dan pupuk kandang secara bertanggungjawab, karena pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan akibat hanya menggunakan salah satu jenis pupuk saja.
Pemahaman yang tidak memadai ini mangakibatkan masyarakat hanya sekedar mencari tahu saja atau sekedar mendengar pengalaman dari petani yang lain saja. Padahal masyarakat sudah memiliki kearifan lokal tentang bagaimana menjaga tanaman agar tetap tumbuh subur dan terhindar dari hama atau penyakit tanaman yakni dengan menggunakan obat kampung. Namun demikian, hal itu mereka tinggalkan dengan alasan bahwa tanaman yang ditanam sudah banyak dan tumbuhan obat juga sudah tidak ada.
3.7Praktek dan Cara Bertani yang Mulai Hilang
Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh C.M. Piggin dan S.P. Field tentang
Agronomic Aspect For Agricultural Development in Semiarid Regions, menjelaskan
bahwa:
Pada zaman dulu yang menjadi masalah bagi tanaman dan ditakuti oleh petani adalah burung, binatang liar, ternak, anjing dan babi. Salah satu cara yang digunakan oleh petani yakni cara tradisional, di mana para petani akan memagari atau menjaga tanamannya siang dan malam selama musim tanam. Pagar yang dibuat untuk menjaga tanaman adalah yang terbuat dari kayu-kayu hutan dan para petani akan menghabiskan waktu lebih banyak di kebun atau ladang. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri juga bahwa bukan berarti ketika, tanaman sudah dipagari hewan liar atau pengganggu tidak akan masuk, oleh karena itu petani akan terus berjaga untuk melindungi tanamannya.42
42 C.M. Piggin dan S.P. Field, tentang Agronomic Aspect For Agricultural Development in
Selain itu juga bahwa pada zaman dulu, penyakit yang paling ditakuti oleh para petani bukanlah seperti yang terjadi saat ini, menjadi ketakutan yang begitu mendalam bagi para petani seperti hama tanaman yang begitu banyak, tanaman-tanaman yang tidak tahan penyakit dan masih banyak lagi baru mulai ditakuti pada saat ini. Serangga dan penyakit bukanlah masalah utama dalam sistem pertanian, teknologi dan penggunaan pupuk kimia belum banyak digunakan karena mengingat daerah dengan iklim panas dan kering membuat wilayah kering di Indonesia Timur ini tidak terdapat banyak penyakit.43 Hal ini membuat masyarakat tani masih tetap eksis dengan cara-cara yang tradisional dan agak “kampungan” tetapi kalau mau
dibandingkan dengan saat ini, yang tradisional dan yang dianggap “kampungan” itu
justru yang menyelamatkan alam khusunya lingkungan pertanian (tanah).
Kemudian dalam tulisan yang sama C.M. Piggin dan S.P. Field, menambahkan bahwa:
Gulma yang merupakan hama utama, secara tradisional dikendalikan dengan cara mencabut atau dengan membiarkan lahan itu kosong sementara tanpa ditanam apa-apa.44
Pernyataan C.M. Piggin dan dan S.P. Field, nampaknya sudah tidak berlaku bagi masyarakat tani di desa Kotabes. Beberapa orang masyarakat mengungkapkan bahwa, praktek bertani masyarakat mulai berubah seiring dengan semakin berkembangya kehidupan yang lebih modern dan kebutuhan hidup yang semakin banyak. Praktek bertani secara tradisional dengan mengandalkan alat sederhana dan manual dirasa tidak efisien dan membuang banyak sekali waktu dan tenaga. Misalnya hasil wawancara dengan Bapak Son Takene bahwa untuk membersihkan rumput atau
43
P.S Field, Mize Production in NTT. NTTADP Rep. Kupang, 1988
44 C. M. Piggin dan S.P. Field, tentang Agronomic Aspect For Agricultural Development in
gulma, tidak cukup hanya dengan parang ataupun sabit, sebab akan membutuhkan waktu yang lama, belum lagi harus menanam bibit dan menunggu hujan. Selain itu juga rumput atau gulma lebih sulit dibersihkan dengan alat manual, dengan adanya teknologi dan alat yang lebih modern sekiranya dapat mengatasi masalah masyarakat tani 45 Hal lainnya yakni untuk membajak tanah, tidak lagi dengan cangkul tetapi menggunakan traktor, agar lebih cepat. Di samping memudahkan masyarakat dalam bertani namun ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk membeli obat-obat yang ampuh membersihkan rumput atau gulma.
Proses dan cara bertani yang mulai hilang ini, juga berdampak pada pengetahuan lokal masyarakat. Pengetahuan lokal dianggap tidak eksis dan membantu lagi, penggunaan obat-obatan kampung maupaun alat-alat pertanian tradisional perlahan hilang. Bibit lokal yang dulunya tetap dibudidayakan, kini digantikan dengan bibit unggul yang tahan penyakit, dapat tumbuh dengan cepat dan hasil panen melimpah. Ketika dulu demi menjaga tanaman terhindar dari gangguan binatang dan manusia, masyarakat membuat pagar keliling tetapi sekarang yang dilakukan oleh masyarakat tani adalah mencampur air dengan obat-obatan kimia yang dapat membunuh binatang maupun manusia.46 Pada waktu dulu pola bertani adalah dengan menanam berbagai jenis tanaman dalam kebun, namun pada bulan-bulan tertentu kebun masyarakat hanya akan ditanami dengan jenis tanaman tertentu seperti tomat, kacang-kacangan, sayur-sayuran (terong, sayur putih, sayur kangkung, buncis, papaya dll) yang dapat
45
Wawancara bpk. Son Takene pada minggu 25 Juni 2017, Pkl. 17.00WITA
46 Observasi penulis di lapangan dan wawancara dengan beberapa masyarakat di kebun pada
dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup, masuknya revolusi hijau berdampak banyak dalam kehidupan masyarakat dan mengubah banyak hal. Pola ini dulunya dikenal
oleh masyarakat dengan pola “salome” di mana satu lubang akan ditanami dengan
banyak bibit seperti jagung dan kacang-kacangan sehingga dapat dipanen secara bersamaan.
Praktik bertani yang dulunya sangat menggantungkan diri dengan memanfaatkan apa yang disediakan oleh alam seperti pupuk alami dari dedaunan kering dan kotoran hewan, tidak lagi dibutuhkan, pupuk kimia dan obat-obatan tanaman nampaknya telah menggeser posisi tersebut. Hal inilah yang tidak disadari oleh masyarakat tani, ada banyak perubahan terjadi tetapi hanya sebagian orang saja yang sadar dan peka. Kehidupan modern yang semakin maju, membuat masyarakat selalu mencari informasi baru yang dapat membantu mereka dalam pekerjaan (kegiatan bertani dan menanam). Berdasarkan hal ini dapat saya simpulkan bahwa, kaum perempuan masih mempertahankan kegiatan bertani dengan cara tradisional dan ramah lingkungan, di tengah-tengah penggunaan pupuk buatan dan pestisida yang marak dipraktikkan oleh sebagian masyarakat di desa Kotabes.
3.8 Pemahaman Masyarakat tentang Bertani yang Ramah Lingkungan
pengaruh dari kegiatan bertani yang ramah lingkungan itu.47 Ada pula yang berpendapat bahwa penggunaan pupuk toko dapat membantu pertumbuhan tanaman, tetapi beberapa mengungkapkan bahwa penggunaan pupuk toko yang berlebihan dapat mengakibatkan tanaman hanya dapat dipanen sekali dan tanaman akan kering dan mati dengan sendirinya. Berikut hasil observasi penulis di lapangan, yang memperlihatkan tanaman atau tumbuhan yang tumbuh subur dengan bantuan pupuk
anorganik.
47 Hal ini terjadi, karena bagi sebagian besar masyarakat, bertani tanpa menggunakan bantuan
Gbr. 4&5 Tumbuhan tomat dengan pupuk anorganik, di kebun bapak Hanis Asbanu
Sumber: Doc. Pribadi
Gbr. 6,7&8 tanaman sayur putih dan buncis dengan perpaduan pupuk anorganik dan pupuk kandang Sumber: Doc. Pribadi
3.9 Pupuk Anorganik vs Ketahanan Pangan di Desa Kotabes Dusun A
Berbicara mengenai ketahanan pangan, di desa Kotabes dusun A, guna menjaga ketahanan pangan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Oebitan48 berupaya untuk tetap menjaga ketahanan pangan dengan menanam berbagai jenis tanaman dan juga pemeliharaan sapi dan babi yang digemukkan. Berdasarkan hasil wawancara, bahwa hal ini dikarenakan kondisi tanah di desa Kotabes yang cenderung kering dengan curah hujan yang tidak menentu, mengakibatkan masyarakat mau tidak mau harus menanam berbagai jenis tanaman dengan memanfaatkan pupuk anorganik dan beberapa jenis pestisida. Jumlah pestisida yang masuk ke wilayah NTT atau yang terjual banyak di lingkungan masyarakat tani tidak diketahui dengan pasti. Dinas Pertanian yang memiliki
48 Kelompok Tani Oebitan adalah satu dari empat kelompok tani yang berada di desa
kewenangan untuk mengontrol dan mangawasi peredaran pestisida tidak memiliki data yang pasti.49
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok tani Bpk. Paulus Rassi, menurut beliau pupuk anorganik dan pestisida biasa didapatkan di toko-toko yang khusus menjual barang yang berkaitan dengan pertanian. Jenis pestisida yang beredar di kota Kupang dan sekitarnya yakni: jenis insektisida, herbisida, fungisida dan nematida. Secara umum pestisida yang beredar dikalangan masyarakat tani adalah yang berbentuk cairan dan bubuk. Volume kemasan biasanya bervariasi yakni 250 cc-1 liter, dengan kemasan yang terbuat dari plastik dan alumunium dan pada umumnya cara penggunaan sudah tertera dengan jelas disetiap kemasan. Namun berdasarkan penuturan dari beberapa masyarakat bahwa sekalipun sudah ada aturan penggunaan, masyarakat tidak mematuhinya dengan alasan supaya tanaman segera tumbuh, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya tanaman menjadi rusak dan pada akhirnya mati dengan sendirinya. Berkaitan dengan sosialisasi yang diadakan oleh pemerintah desa setempat, Bapak Felipus Tuthaes selaku aparat desa mngungkapkan bahwa:
Biasanya yang memberikan sosialisasi itu mahasiswa KKN dari Undana, Ukaw, Unwira dan juga Politeknik, yang kebetulan dapat di desa Kotabes. Mahasiswa yang dasarnya kuliah ambil pertanian, tetapi masyarakat di sini istilahnya dengar telinga kiri dan keluar telinga kanan. Setelah orang lain memberikan sosialisasi mereka buat lain. kesadaran dari masyarakat sangat kurang.
49 PP No.7 tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan
Pupuk anorganik dan pestisida memang turut membantu petani, tetapi sebagus-bagusnya pupuk anorganik akan berdampak buruk, terhadap manusia dan makhluk hidup lain serta kehidupan ekosistem.50
Dalam wawancara, beberapa masyarakat mengungkapkan bahwa pupuk kandang sekarang sangat sulit didapatkan dan masyarakat harus membelinya di toko ataupun membayar para peternak untuk mendapatkan pupuk. Pada waktu dulu biasanya pupuk kandang sering dijumpai, tetapi sekarang gaya beternak sudah mengalami perubahan. Dulunya hewan-hewan sering diikat disatu tempat saja tetapi sekarang sering dipindahkan dan juga hewan yang dipelihara adalah semata-mata hewan titipan yang nantinya akan dijual dengan teknik penggemukan ternak. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk menemukan tanaman yang bebas pupuk toko adalah hal yang mustahil, kecuali masyarakat tersebut sadar akan bahaya yang ditimbulkan akibat terlalu banyak menggunakan pupuk toko atau pupuk anorganik.51
Jadi, dari hasil penelitian (wawancara dan observasi) di lapangan tentang pandangan masyarakat desa Kotabes tentang pengaruh revolusi hijau dalam bertani, penulis menemukan beberapa fakta:
1. Ada beberapa praktek bertani yang mulai hilang akibat masuknya revolusi hijau, sesuai dengan hasil temuan di lapangan, yakni pertama, penggunaan
50 masyarakat harus mengakui bahwa pupuk kandang atau kompos adalah yang lebih baik,
selain alami pupuk kandang atau kompos membuat tanaman lebih sehat dan rasanya lebih enak, sekalipun harus diakui bahwa hasil panen tidak akan lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan pupuk anorganik dan pestisida.
51 Wawancara bpk. Felipus Sesfao; bpk. Eli Nubatonis; bpk. Hanis Asbanu; Mama Sarah
alat-alat pertanian yang lebih modern dan membantu masyarakat tani seperti traktor, obat pembasmi rumput dan alat semprot (parang, linggis dll tidak lagi menjadi teman akrab bagi masyarakat tani, hanya sesekali saja). Kedua, cara pengendalian penyakit tanaman. Ketiga, orientasi bertani yang mulai mengalami pergeseran (dari untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga seperti makan dan minum, menjadi kegiatan ekonomi dan persaingan antara masyarakat). Keempat, kegiatan bertani sudah tidak ramah terhadap lingkungan dalam hal ini tanah.
2. Revolusi Hijau tidak dipahami secara pasti artinya masyarakat hanya mengikuti arus perkembangan dalam bidang pertanian tanpa mengetahui efek samping dibalik keberpihakannya pada pertanian dengan pupuk toko (pertanian modern yang meninggalkan kearifan lokal masyarakat)
3. Perubahan pola petani dalam kegiatan bertani semata-mata karena kebutuhan hidup yang semakin tinggi, sehingga apapun dilakukan demi kehidupan yang lebih baik. Salah satunya dengan mengorbankan tanah sebagai tempat mereka mencari kebutuhan (nilai ekonomi)
5. Masyarakat sebenarnya mengetahui akan pengaruh penggunaan pupuk kimia tetapi dalam praktiknya masyarakat sendiri masih memperhitungkan untung dan ruginya. Sebab orientasi bertani bukan kepada pemenuhan kebutuhan sehari-hari tetapi lebih kepada ekonomi
6. Ada perubahan paradigma berpikir dari yang tradisional atau lokal menjadi yang lebih modern atau ilmiah. Hal ini tidak salah, namun demikian kembali lagi bahwa sebenarnya yang tradisional atau lokal itu yang menjadi kekuatan dan modal yang seharusnya dipertahankan oleh masyarakat dan