• Tidak ada hasil yang ditemukan

RITUAL ANTAR AJUNG tuk sejarah lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RITUAL ANTAR AJUNG tuk sejarah lokal"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. latarbelakang

Menurut Jordan (Widja, 1989:12-13) pengertian sejarah lokal adalah keseluruhan lingkungan sekitar yang dapat berupa kesatuan wilayah seperti desa, kecamatan, kabupaten, kota kecil, dan lain-lain kesatuan wilayah seukuran itu beserta unsur-unsur institusi sosial dan budaya yang berada di lingkungan itu seperti: keluarga, pola pemukiman, mobilitas penduduk, kegotongroyongan, pasar, teknologi pertanian, lembaga pemerintahan, perkumpulan kesenian, monumen dan lain-lain. I Gde Widja menyatakan definisi sejarah lokal adalah studi tentang kehidupan masyarakat atau khususya komunitas dari suatu lingkungan sekitar (neighborhood) tertentu dalam dinamika perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan manusia.

Sementara Wasino (2009:2) mengatakan bahwa sejarah lokal posisinya secara kewilayahan di bawah sejarah nasional. Namun demikian bukan berarti semua sejarah lokal harus memiliki keterkaitan dengan sejarah nasional. Sejarah lokal bisa mencakup peristiwa-peristiwa yang memiliki keterkaitan dengan sejarah nasional dan peristiwa-peristiwa khas lokal yang tidak berhubungan dengan peristiwa yang lebih luas seperti nasional, regional, atau internasional.

Lokal disini juga lebih dijelaskan lagi oleh Taufik Abdullah (2005: 15) bahwa:

(2)

Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya (Harsoyo).

Kebudayaan Indonesia begitu banyak ragam dengan berbagai latar belakang sejarahnya. berbagai jenis kebudayaan yang tercipta sedikit banyak lahir dari adat istiadat yang ada pada suatu tempat. Ada pula lahir dari percampuran keyakinan atau kepercayaan penduduk, entah itu percampuran kepercayaan animisme dengan hindu-budha, atau kepercayaan hindu budha dengan islam. Salah satu bentuk akulturasi antara kepercayaan hindu dengan islam dapat terlihat dari ritual antar anjung yang ada di Paloh – Sambas.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Akulturasi Budaya Nusantara saat Islam datang

Sebelum Islam masuk ke bumi Nusantara, sudah terdapat banyak suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, sosial dan budaya di Nusantara yang berkembang. Semua itu tidak terlepas dari pengaruh sebelumnya, yaitu kebudayaan nenek moyang (animisme dan dinamisme), dan Hindu Budha yang berkembang lebih dulu daripada Islam.

Seperti halnya kondisi masyarakat daerah pesisir pada waktu itu, bisa dikatakan lebih maju daripada daerah lainnya. Terutama pesisir daerah pelabuhan. Alasannya karena daerah pesisir ini digunakan sebagai pelabuhan dan pusat perdagangan. Penduduk pesisir tekena percampuran budaya (akulturasi) dengan pedagang asing yang singgah. Secara tidak langsung, dalam perdagangan yang dilakukan antara keduanya, mereka menjadi mengerti kebudayaan pedagang asing. Pedagang asing ini seperti pedagang dari Arab, Persia, China, India dan Eropa.

Di Jawa kita mengenal akulturasi dalam bentuk bagunan seperti Masjid, makam dan ada pula berbentuk wayang. Seperti hal nya yang terjadi di Sambas tepatnya di daerah Paloh, sebuah tradisi hindu dari kerajaan Majapahit yaitu antar anjung. ritual bernuansa mistik dengan disirami ayat-ayat suci al-quran. sebuah alkuturasi yang indah ketika kedua kepercayaan dibalut dengan seni tradisi.

(4)

dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan “akulturasi budaya”, antara budaya local dan Islam

B. Ritual Antar Anjung

Kerajaan islam didirikan pada tahun 1687 oleh Raden Sulaiman, yang kemudian bergeral Sultan Muhammad Syafeiuddin I. terdapat perbedaan pendapat tentang asal usul panamaan kota sambas. Paling tidak ada 3 versi asal usul penamaan tersebut. Menurut versi yang umum diketahui bahwa Sambas berasal dari tiga orang sahabat, seorang diantaranya bernama Abas. Bersama mereka terdapat pula seorang bangsa Tionghoa. Orang tionghoa tersebut lalu bekerja sama dengan Abas. Sam dari bahasa cina yang artinya tiga, dan bas yang berarti bangsa,” maksunyd bahwa sambas pada awalnya dibangun dan dihuni oleh tiga bangsa yakni Melayu, Dayak dan Cina. .(Munawar M. Saad, 2003:15)

Dulu, Antar Ajung sebenarnya merupakan upeti yang diberikan oleh masyarakat Sambas kepada Kerajaan Majapahit yang mewajibkan pembayarannya pada tiap setahun sekali. Waktu itu upeti dikirim dengan menggunakan sarana angkutan laut. Setelah berpuluh-puluh tahun memberikan upeti pada kerajaan Majapahit, maka ketika Kerajaan Sambas, Kerajaan Alwatzikhoebillah dipimpin oleh Sultan Muhammad Syafiudin, pembayaran upeti tersebut ditiadakan.

Sebelum kembali dihidupkan, kegiatan Antar Ajung pernah dilarang selama kurun yang cukup lama. Beberapa penduduk menyebut lebih 30 tahun, tak pernah ada, sebagian yang lain mengatakan Antar Ajung sudah dilarang selama 50 tahun. Alasannya ritual itu bertentangan dengan nilai-nilai agama. Namun sejak tiga tahun ke belakang, Antar Ajung kembali dihidupkan. Acara yang berlangsung di Tanah Hitam itu merupakan kegiatan yang ketiga kalinya.

(5)

dikumpulkan di dalam perahu dan dilepaskan ke laut. Karena sudah dilepaskan ke laut dan menjauh, roh-roh itu diharapkan tidak akan mengganggu musim tanam hingga musim panen tiba.

Menurut Awang Bujang, tokoh masyarakat yang merangkap pawang, tradisi ini diperkenalkan pertama kali oleh Sultan Muhammad Syafiudin. Dia adalah sultan pertama dari Kerajaan Sambas yang memerintah dari 1631 hingga 1668. Alkisah, Sultan Sambas itu memerintahkan rakyat agar sebelum memulai persemaian padi sebaiknya melakukan dulu ritual Antar Ajung. Maksudnya, agar hasil panen padi memuaskan. “Sampai sekarang warga percaya, ritual Antar Ajung telah membuat hasil panen jauh lebih baik,” kata Awang.

Menurut kepercayaan orang Sambas, tradisi ini juga tak bisa dilepaskan dengan kisah Raden Sandhi yang diangkat sebagai menantu raja oleh “orang kebenaran”. “Orang Kebenaran” adalah sebutan orang Sambas untuk makhluk halus. Raden Sandhi bukannya mati, tapi dibawa “orang kebenaran” orang halus, orang Paloh. Sampai saat ini, masyarakat masih percaya dengan keangkeran atau hal-hal mistik.

Menurut kepercayaan, kalau kita akan pergi ke Paloh, pertama-tama kita tidak boleh berteriak-teriak atau memekik di dalam hutan. Kedua, bersiul juga dilarang. Ketiga dilarang berkata tidak baik.

Dalam menentukan pohon, terlebih dahulu dilakukan renungan oleh tetua untuk mendapatkan petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa lewat pembacaan doa bersama secara Islam. Bila kayu sudah ditemukan, maka dilakukan pengasapan atau pembersihan kayu dari roh-roh jahat, dengan harapan agar kayu tersebut tetap mampu membawa segala beban yang terdapat dalam ajung tersebut.

(6)

Sebelum ajung dilepas, terlebih dahulu diantar dengan tradisi jiget dan bahkan pencak silat diiringi dengan bunyi-bunyian gendang tradisional masyarakat setempat. Pelepasan ajung harus dilakukan secara serentak oleh pemilik ajung yang merupakan wakil dari masing-masing dusun. Ajung pun digiring ke bibir laut yang selanjutnya akan terbawa arus menuju lautan lepas.

Proses perjalanan ajung-ajung ini mempunyai arti yaitu, bila waktu dilepas mengalami tingkat kesulitan untuk berlayar, maka diasumsikan masih adanya unsur ketidakikhlasan. Begitu juga sebaliknya, bila jung tersebut melaju secara cepat tanpa hambatan, maka diasumsikan bahwa masa tanam akan berhasil.

Ajung yang didesain seperti layaknya perahu layar ini juga diisi dengan beberapa muatan seperti telur ayam, ratih, beras kuning dan sebagainya. Tujuannya, tradisi ini merupakan proses mengantarkan sementara para penganggu tanaman padi akan ditanam oleh masyarakat agar dapat pergi sementara waktu. Proses antar ajung ini terbagi dalam tiga fase.

Fase pertama, masa pemberitahuan dari penghuni ajung. Biasanya ada isyarat sejak enam bulan sebelumnya yang intinya memberitahukan bahwa sudah saatnya musim panen dilakukan, dan ini akan diiringi dengan masa makan emping bersama antar masyarakat secara terbuka.

Dalam ritual ini, ada acara menjumput beras kuning dan retih, lalu ditaburkan ke ajung. Ada daun juang, pepapas, daun mayang, menyan, dan air di tempayan yang telah diberi doa. Warga datang ke acara selamatan dengan membawa ketupat. Setelah sampai di rumah yang punya hajat, ketupat dikumpulkan dan dimakan secara bersama. Tuan rumah menyediakan kopi, teh dan makanan kecil. Begitulah kebersamaan yang menaungi ritual ini.

(7)

Malam harinya dilanjutkan dengan acara mengisi ajung. Ajung diisi dengan bermacam-macam wabe (hama penyakit bahasa Melayu Sambas), baik penyakit untuk tanaman, ternak maupun penyakit yang bisa menjangkiti manusia. Pada malam itu pula disediakan air untuk mandi benih. Setelah antar ajung, barulah air tersebut dibagikan kepada masyarakat untuk memandikan padi yang akan disewakan. Keesokan harinya, ajung lalu diturunkan ke laut.

Ritual Antar Ajung sudah dimulai sejak kerajaan Sambas berdiri atau tepatnya semasa pemerintahan Sultan Muhammad Syafiudin. Antar ajung dimaksudkan agar raja-raja roh jahat tidak menganggu tanaman petani, setelah dikumpulkan di dalam satu ajung roh-roh jahat tersebut kemudian dikirim ke lautan lepas.

Setelah melakukan ritual Antar Ajung masyarakat diwajibkan mematuhi pantangan, seperti tidak boleh menebang kayu besar di hutan dan pohon sagu. Kalau ada masyarakat yangn melanggar maka akan dikenakan hukuman adat sebesar membuat ketupat sebanyak seratus buah yang dibagikan pada setiap rumah dan membayar sejumlah uang untuk diinfakkan (disumbangkan) ke masjid. Hukuman adat tersebut memang ringan tetapi sanksi moral dengan membagikan ketupat ke tiap rumah dinilai sangat memalukan oleh masyarakat Melayu Sambas. Masyarakat Sambas percaya bahwa kalau tidak dilakukan ritual antar ajung maka hasil panen akan menurun dan akan diserang hama tikus dan wereng.

(8)

C. Nilai pendidikan dari Ritual Antar Anjung

Ritual antar anjung sangat sarat akan makna dan nilai, sperti yang sudah kita bahas sebelum nya, antar anjung dilakukan secara bergotongroyong dan saling bekerja sama, ini menunjukkan bahwa dengan kebersamaan tersebut tercipta toleransi dan saling menghargai. kemudian antar anjung ini juga dilaksanakan sesuai dengan aturan dari kepala adat dan semua mematuhinya terutama mematuhi larangan yang sudah ditetapkan, dengan kata lain patuh pada pemimpin yang sekarang ini bisa dikatakan kita sedang mengalami krisis kepercayaan terhadap pemimpin.

DAFTAR PUSTAKA

Yusriadi, Etnisitas di Kalimantan Barat,2005, STAIN Pontianak Press : Pontianak.

Yusriadi, Budaya Melayu di Kalimantan Barat,2005, STAIN Pontianak Press Pontianak

(9)

RITUAL ANTAR ANJUNG : MATERI AKULTURASI KEBUDAYAAN HINDU DAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Lokal dalam Pembelajaran Sejarah

Dosen: Prof. Dr. H. Helius Sjamsuddin, Ph.D, MA

Oleh:

Hanna Mauludea (1202237)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH PASCASARJANA

Referensi

Dokumen terkait