BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peranan
2.1.1. Pengertian Peranan
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak
dan kewajiban sesuai dengan keudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Pembedaan
antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tak
dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada
peranan tanpa kedudukan . Peranan adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap
caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status sosial
dan fungsinya ( Ahmadi, 2007 : 106 ).
Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola
pergaulan hidupnya . Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang
diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh
masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur prilaku seseorang.
Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan
masyarakat. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukkan
tempat individu dalam masyarakat.
Peranan lebih banyak menunjukkan pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu
proses. Jadi, seseoorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu
peranan. Peranan mencaku tiga hal, yaitu sebagai berikut :
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.
Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status . Setiap orang memiliki
macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupya. Hal ini sekaligus berarti
bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta
kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat atau lingkungannya kepadanya.
Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status
yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan adalah tingkah laku yang
diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status. Peranan seseorang tidak hanya
menentukan prilaku seseorang tetapi juga keyakinan dan sikap. Pada umumnya peranan
dilakukan oleh seseorang tidak hanya untuk menyalurkan prilakunya tetapi juga membbentuk
sikapnya. Peranan juga dapat mempengaruhi nilai-nilai yang dipegang oleh orang dan
mempengaruhi arah dari pertumbuhan dan perkembangan kepribadian mereka ( Dayaksini,
2003 : 18 ).
2.2. Pekerja Sosial
2.2.1. Pengertian Pekerja Sosial
Pekerja sosial adalah orang yang melaksanakan pekerjaan sosial sebagai profesi. Jadi
pekerja sosial adalah pekerja sosial profesional, yaitu mereka yang telah mengikuti
pendidikan pekerjaan sosial disuatu lembaga pendidikan tinggi pekerjaan sosial/
kesejahteraan sosial ( Fahruddin, 2012 : 59 ).
Pekerja sosial adalah tenaga profesional yang meningkatkan atau memperbaiki
keterampilan. Kondisi ini menunjukkan agar kualitas pekerja sosial ini lebih baik lagi perlu
diberi pemahaman berbagai ilmu. Diharapkan dengan adanya pemberian wawasan tentang
pekerja sosial, dapat lebih meningkatkan kompetensi dalam pemberian pelayanan sosial.
Pekerja sosial yang memiliki kompetensi untuk membantu individu tersebut diharapkan
mampu menjalankan perannya sesuai dengan status sosial, tugas- tugas dan tuntutan norma
lingkungan sosialnya disamping individu itu memiliki permasalahan sosial yang tengah
dialaminya. Mandat utama pekerja sosial adalah memberikan pelayanan sosial baik kepada
individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat yang membutuhkannya sesuai dengan
standar kompetensi yang harus dimiliki oleh pekerja sosial.
Pekerja sosial adalah seseorang yang mempunyai kompetensi profesional dalam
pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman praktek di
bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan
melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial (Kepmensos No. 10/HUK/2007).
Pekerja sosial sebagai penyandang keahlian pekerjaan sosial, harus memiliki kualifikasi
sebagai berikut:
1. Memahami, menguasai, dan menghayati serta menjadi figur pemegang nilai-nilai
sosio-kultural dan filsafat masyarakat.
2. Menguasai sebanyak dan sebaik mungkin berbagai perspektif teoritis tentang manusia
sebagai makhluk sosial.
3. Menguasai dan secara kreatif menciptakan berbagai metode pelaksanaan tugas
profesionalnya.
4. Memiliki mental wirausaha (Budhi Wibhawa, 2010: 53).
Menurut Asosiasi Nasional Pekerja Sosial Amerika Serikat ( NASW ) merumuskan
pekerjaan sosial sebagai kegiatan profesional membantu individu, kelompok, atau masyarakat
menciptakan kondisi sosial. Peraktik pekerjaan sosial terdiri atas penerapan profesional dari
nilai–nilai , prinsip-prinsip, dan teknik-teknik pekerjaan sosial pada satu atau lebih dari
tujuan-tujuan berikut : membantu orang memperoleh pelayanan-pelayanan nyata,
memberikan konseling dan psikoterapi untuk individu-individu, keluarga-keluarga, dan
kelompok-kelompok, membantu komunitas atau kelompok memberikan atau memperbaiki
pelayanan-pelayanan sosial dan kesehatan, dan ikut serta dalam proses-proses legislatif yang
berkaitan. Profesi pekerjaan sosial meningkatkan perubahan sosial, pemecahan masalah
dalam hubungan-hubungan manusia serta pemberdayaan dan pembebasan orang untuk
meningkatkan kesejahteraan ( Fahruddin, 2012 : 60-62 ).
Disini Walter A. Friedlander dalam bukunya yang berjudul Introduvtion to Social
Welfare mendefenisikan pekerjaan sosial sebagai suatu pelayanan profesional yang
didasarkan pada pengetahuan ilmiah dan keterampilan dalam hubungan manusia yang
membantu individu – individu, baik secara perorangan maupun dalam kelompok untuk
mencapai kepuasan dan kebebasan sosial dan pribadi ( Hermawati, 2001 : 2-3 ).
Pada prinsipnya , defenisi tersebut menekankan bahwa pekerjaan sosial merupaka
sustau profesi pelayanan sosial kepada individu, kelompok, dan masyarakat dengan
didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan ilmiah tentang relasi manusia , serta bertujuan
untuk mencapai kepuasan pribadi, kepuasan sosial , dan kebebasan. Jadi yang menjadi inti
profesi pekerjaan sosial menurut Friedlander adalah relasi atau interaksi antar manusia.
2.2.2 Peran Pekerja Sosial
Tujuan dasar dari pekerja sosial adalah menolong klien-kien agar berdaya menolong
diri mereka sendiri atau menolong masyarakat agar dapat berdaya menolong diri mereka.
Pekerja sosial berusaha menolong mereka untuk meningkatkan pemahamannya tentang diri
sumber yang tersedia dalam masyarakat demi pemecahan masalah seseorang itu. Adapun
peranan-peranan seorang pekerja sosial dalam menolong individu maupun masayarakat
adalah :
1. Fasilitator
Dalam hal ini perlu disadari karena masyarakat seringkali dianggap sebagai pihak
yang tidak mempunyai kemampuan, baik oleh masyarakat itu sendiri maupun dari
pemerintah. Oleh karena itu, pekerja sosial harus tampil dengan pandangan yang berbeda
dengan yang lainnya tentang keadaan masyarakat, yaitu dengan sikap optimistik bahwa
masyarakat dapat dirancang unutk berkapabilitas . Masyarakat perlu di support dan dibantu
untuk mengetahui kapasitas yang mereka miliki.
2. Perantara
Peran pekerja sosial sebagai perantara berarti mampu meningkatkan kualitas
hubungan antara pihak-pihak yang terkait dengan masyarakat setempat sesuai dengan
kemampuan dasar pekerja sosial, maka pekerja sosial harus mampu mengagitasi masyarakat
bahwa kedua-duanya menghasilkan keuntungan dikedua belah pihak.
3. Pembela
Peranan pekerja sosial disini sebagai pembela adalah agar pihak-pihak yang
melakukan program kesejahteraan sosial dapat menjalankan kewajiban hukum. Perlu
dipahami bahwa pekerja sosial tidak tampil sebagai pembela dalam arti hukum atau institusi
pengadilan , tetapi tampil dengan tindakan edukatif dengan tujuan agar pihak penyelenggara
program menyadari kewajibannya terhadap masyarakat setempat demi menjalin hubungan
yang baik.
4. Pelindung
Peran pekerja sosial sebagai pelindung sangat penting , dimana hal ini merupakan
berdaya jika dihadapkan dengan pihak penyelnggara program. Oleh karena itu , perean
pekerja sosial sebagai pelindung diharapkan dapat mendukung masyarakat setempat dalam
upaya memperoleh hak-hak mereka ( Siagian, 2010 : 95-96 ).
2.2.3. Misi, Maksud dan Tujuan Pekerjaan Sosial
Misi utama profesi pekerjaan sosial menurut NASW adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia ( human well-being ) dan membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasar manusia , dengan perhatian khusus pada kebutuhan-kebutuhan orang-orang yang rawan
, tertindas, dan miskin. Demikian pula Dewan Pendidikan Pekerjaan Sosial ( CSWE )
menggambarkan profesi pekerjaan sosial sebagai mempunyai komitmen untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia dan untuk mengurangi kemiskinan dan penindasan. Pekerjaan sosial
berusaha uttuk memperkuat keberfungsian orang dan meningkatkan efektivitas
lembaga-lembaga dalam masyarakat yang meneyediakan sumber-sumber serta
kesempatan-kesempatan bagi warganya yang menyumbang kepada kesejahteraan masyarakat.
Misi pekerjaan sosial tersebut diterjemahkan menjadi tujuan pekerjaan sosial yang
memberikan arah yang lebih jelas. Tujuan praktik pekerjaan sosial menurut NASW adalah :
1. Meningkatkan kemampuan-kemampuan orang untuk memecahkan masalah,
mengatasi, perkembangan.
2. Menghubungkan orang dengan sistem-sistem yang memberikan kepada mereka
sumber-sumber, pelayanan-pelayanan, dan kesempatan-kesempatan.
3. Memperbaiki keefektifan dan bekerjanya secara manusiawi dari sistem-sistem yang
menyediakan orang dengan sumber-sumber dan pelayanan-pelayanan.
4. Mengembangkan dan memperbaiki kebijakn sosial ( dalam Zastrow, 2008 )
2.2.4. Pendekatan Pekerjaan Sosial
Peraktek pekerjaan sosial dilaksanakan dalam dua cara, yaitu secara langsung
berhadapan dnegan klien, baik secara individual maupun dalam kelompok, dan secara tidak
langsung berhadapan dengan klien , dalam arti memusatkan perhatian pada institusi kesejah
teraan sosial, pada lembaga-lembaga atau organisasi kesejahteraan sosial, pada evaluasi ,
analisis, perumusan dan pengembangan program-program kesejahteraan sosial. Pendekatan
praktek semacam ini kadang-kadang disebut juga sebgai jalur klinis dan jalur perubahan
sosial, pelayanan pada individu, keluarga , dan kelompok, dan pelayanan perubahan sosial,
pelayanan mikro dan makro.
Dalam kaitan dengan masyarakat, pekerjaan sosal pada umumnya menggunakan
peraktik tidak langsung. Tetapi ada aspek-aspek dalam bekerja dengan masyarakat yang
bersifat praktik atau pelayanan langsung. Hal ini misalnya kalau pekerja sosial memberikan
pelayanan kepada kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi masyarakat yang
memerlukan pelayanan langsung ( Gilbert, Miller, 1980 ) (Fahruddin, 2012 : 70-71 ).
2.2.5. Peranan Pekerja Sosial Dalam Menangani Masalah Sosial
Menurut Walter A Friedlander dalam Muhidin (1992:7), Pekerjaan Sosial adalah
suatu pelayanan professional yang dilaksanakan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan
dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik secara perorangan maupun
didalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan ketidaktergantungan secara pribadi dan
sosial.
Pekerjaan sosial berusaha untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat
mencapai tingkat kesejahteraan sosial, mental dan psikis yang setinggi-tingginya.
Permasalahan dalam bidang pekerjaan sosial erat kaitannya dengan masalah fungsi sosial,
lingkungannya. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk memberikan pelayanan social, baik
secara langsung maupun tidak langsung, juga diarahkan untuk membantu individu, kelompok
maupun masyarakat dalam menjalankan fungsi sosialnya.
Pekerja-pekerja sosial menyediakan pelayanan-pelayanan pertolongan dalam arti yang
dikenal dalam praktek pekerja sosial. Praktek pekerjaan sosial ini merupakan realisasi
daripada tugas fungsional didalam system kesejahteraan sosial guna membantu orang-orang
dalam usaha mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Praktek pekerjaan sosial
dapat didefinisikan sebagai kontelasi nilai, tujuan, pengetahuan dan metoda. Praktek
pekerjaan sosial dikembangkan dari perangkat tujuan-tujuan professional sebagai yang
diyakini dan diakui oleh masyarakat umum dan para pekerja sosial. Dari kerangka teori
pengetahuan praktek, profesi pekerjaan social, yaitu yang berhubungan dengan
metoda-metoda petolongan, proses-proses dan peranan-peranan.
Ada beberapa defenisi praktek pekerjaan sosial :
1. Kegiatan interventif yang diarahkan pada tujuan-tujuan dan dibimbing/didasari oleh
nilai-nilai, pengetahuan, dan teknik yang secara kolektif diakui, diterima serta
dikembangkan oleh profesi pekerjaan sosial.
2. Praktek pekerjaan sosial merupakan penerapan ilmu pengetahuan mengenai tingkah
laku yang ditujukan untuk mengadakan perubahan perencana pada individu-individu,
kelompok-kelompok serta system-sistem sosial.
Tindakan-tindakan yang ditujukan kearah perubahan didasari oleh nilai-nilai metoda
serta teknik-teknik yang diakui, diterima dan dikembangkan oleh profesi pekerja sosial. Jadi,
pekerjaan sosial merupakan praktek professional dalam pengertian bahwa tindakan serta
pelayanan-pelayanan yang diberikannya dilaksanakan oleh anggota-anggota yang
berpendidikan khusus dan secara formal diakui dan diterima oleh dan didalam profesi
diperlukan bagi pemecahan masalah-masalah manusia didalam suatu bidang kompetensi yang
telah ditentukan.
Seorang pekerja sosial, mempunyai pemahaman tentang pribadi dan tingkah laku
manusia serta lingkungan sosialnya atau kondisi dimana manusia itu hidup. Menurut
pandangan Zastrow, setidaknya ada beberapa peranan yang biasa dilakukan oleh pekerja
sosial, yaitu :
1. Enabler
Sebagai Enabler, seorang pekerja social membantu masyarakat agar dapat
mengartikulasikan pola sikap kebutuhan mereka, mengidentifikasi masalah mereka dan
mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menangani masalah yang mereka hadapi secara
lebih efektif.
2. Broker
Peranan sebagai Broker, yaitu berperan dalam menghubungkan individu ataupun
kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan masyarakat
(community service). Broker dapat juga dikatakan menjalankan peran sebagai mediator yang
menghubungkan pihak yang satu dengan pemilik sumber daya.
3. Expert
Sebagai expert (tenaga ahli), ia lebih banyak memberikan saran dan dukungan
informasi dalam berbagai hal. Misalnya saja, seorang tenaga ahli dapat memberikan usulan
mengenai bagaimana struktur organisasi yang biasa dikembangkan dalam masyarakat
tersebut dan kelompok-kelompok mana saja yang harus terwakili. Seorang expert harus sadar
bahwa usulan dan saran yang diberikan bukanlah mutlak harus dijalankan masyarakat, usulan
dan saran tersebut lebih merupakan masukan gagasan untuk menjadi pertimbangan
4. Social Planner
Seorang social planner mengumpulkan data mengenai masalah social yang terdapat
dalam masyarakat tersebut, menganalisanya dan menyajikan alternative tindakan yang
rasional untuk menangani masalah tersebut. Setelah itu perencana sosial mengembangkan
program, mencoba mencari alternative sumber dan mengembangkan consensus dalam
kelompok yang mempunyai berbagai minat maupun kepentingan.
Peran expert dan sosial planner saling tumpang tindih. Seorang expert lebih
memfokuskan pada pemberian usulan dan saran, sedangkan social planner lebih
memfokuskan tugas-tugas terkait dengan pengembangan dan pengimplementasian program.
5. Advocate
Peran advocate merupaka peran yang aktif dan terarah. Dimana community worker
menjalankan fungsi sebagai advocate yang mewakili kelompok masyarakat yang
membutuhkan suatu bantuan atau layanan. Tetapi, institusi yang seharusnya memberikan
bantuan atau layanan tersebut tidak diperdulikan. Peran advokasi dapat dilihat dari apa yang
dilakukan oleh lembaga non-pemerintah yang menyampaikan tuntutan pada pemerintah agar
pemerintah menyediakan ganti-rugi yang memadai bagi mereka yang terpuruk, atau agar
pemerintah meringankan biaya pendidikan.
6. Activist
Sebagai activist, seorang community worker melakukan perubahan institusional yang
lebih mendasar dan sering kali tujuannya adalah pengalian sumber daya ataupun kekuasaan
pada kelompok yang kurang mendapatkan keuntungan. Seorang activist biasanya
memperhatikan isu-isu tertentu, seperti ketidaksesuaian dengan hokum yang berlaku,
kelompok-kelompok yang kurang diuntungkan tersebut untuk mengorganisir diri dan
melakukan tindakan melawan struktur kekuasaan yang ada.
7. Educator
Dalam menjalankan peran sebagai educator (pendidik), pekerja social diharapkan
mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan pendidik. Pekerja social harus mampu
berbicara didepan public untuk menyampaikan informasi mengenai beberapa hal tertentu,
sesuai dengan bidang yang ditanganinya
2.3. Pekerja Sosial Masyarakat ( PSM )
2.3.1. Pengertian Pekerja Sosial Masyarakat ( PSM )
Adapun pengertian mengenai Pekerja Sosial Masyarakat adalah warga masyarakat
yang atas dasar rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa
kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara sukarela mengabdi di bidang
Kesejahteraan Sosial ( Kemensos, 2012 : 4 ).
Pekerja Sosial Masyarakat mempunyai ruang lingkup pengadilan di lembaga-lembaga
Pelayanan Kesejahteraan Sosial ataupun diluar lembaga Pelayanan Kesejahteraan Sosial, baik
di Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kotamadya, Provinsi maupun Nasional. Beberapa
diantara mereka telah mengikuti suatu proses penyuluhan dan bimbingan sosial serta kursus
atau latihan bidang Kesejahteraan Sosial yang dilaksanakan oleh Departemen sosial.
Pekerja Sosial Masyarakat ( PSM ) dalam melaksanakan tugasnya didasarkan atas :
1. Kesadaran dan tanggung jawab sosial.
2. Sukarela dan tanpa paksaan .
3. Pengabdian dan pengorbanan sebagai pejuang kemanusiaan, pembangunan dan
4. Tanpa pamrih dan tidak menuntut imbalan jasa, melainkan demi kepentingan
masyarakat yang dibantu.
2.3.2. Tugas Pekerja Sosial Masyarakat ( PSM )
Pekerja Sosial Masyarakat ( PSM ) bertugas melaksanakan usaha-usaha
Kesejahteraan Sosial sesuai dengan bidang tugas pengabdiannya berdasarkan kebijaksanaan
pemerintah dibidang Kesejahteraan Sosial. Pekerja Sosial Masyarakat yang ada di Kelurahan
Rengas Pulau terfokus kepada Pelayanan Kesehatan secara gratis dan Kesejahteraan Sosial
bagi para Lansia. Dimana ibu Romauli sebagai PSM di Kelurahan tersebut memberikan
bantuan kepada Lansia yang kurang mampu dengan memberikan Pelayan Kesehatan secara
gratis tanpa mengharapkan imbalan dari pihak manapun. Pelayan Kesehatan yang diberikan
oleh Ibu Romauli semata-mata dengan keikhlasan hatinya dengan mengabdikan diri kepada
masyarakat di Kelurahan tersebut.
Adapun fungsi dari Pekerja Sosial Masyarakat ( PSM ) adalah sebagai berikut :
1. PSM berfungsi sebagai motivator yang berarti :
a. Pekerja Sosial Masyarakat memotivasi lingkungannya, termasuk para penyandang
masalah kesejahteraan sosial, sehingga mereka sadar, mau dan mampu ikut serta
secara aktif dalam kegiatan pembangunan, terutama dalam pembangunan
kesejahteraan sosial.
b. Pekerja Sosial Masyarakat menemukan potensi permasalahan kesejahteraan sosial
serta sumber daya maupun dana di masyarakat yang dapat digali, diarahkan dan
dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial dan dapat
meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat.
c. Pekerja Sosial Masyarakat dapat merumuskan langkah-langkah mengatasi masalah
2. PSM berfungsi sebagai Dinamisator, yang berarti :
Pekerja Sosial Masyarakat berfikir dan bertindak dinamis, Pekerja Sosial Masyarakat
menggerakkan , mengarahkan dan mengarahkan baik perorangan, keluarga,
masyarakat keseluruhan maupun seluruh pilar pembangunan masyarakat
lingkungannya dalam mengahadapi dan mengatasi masalah Kesejahteraan Sosial,
secara berencana , terarah, konsisten dan berkesinambungan.
3. PSM sebagai pelaksana tugas-tugas pembangunan bidang Kesejahteraan Sosial dan
pembangunan pada umumnya secara melembaga dan terorganisasi yang berarti :
a. PSM melaksanakan kegiatan-kegiatan bidang usaha kesejahteraan sosial secara
profesional sesusai dengan bidang dan tingakatan pengabdiannya.
b. PSM melaksanakan kegiatan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, oleh
masyarakat sendiri maupun oleh pihak manapun.
c. PSM melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial berdasarkan inisiatif dan
swadaya PSM sendiri.
Fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan terarah, berencana, konsisten, dan
berkesinambungan, melembaga serta terorganisasikan, sehingga merupakan salah satu aspek
perwujudan adanya masyarakat yang dinamis yang memungkinkan berlangsungnya swadaya
sosial masyarakat dalam melaksanakan kegiatan usaha Kesejahteraan Sosial dan
2.3.3 Peranan Pekerja Sosial Masyarakat ( PSM )
Adapun yang menjadi peranan Pekerja Sosial Masyarakat antara lain adalah :
1. Inisiator
Memprakarsai dan mengikut sertakan masyarakat dan lingkungan untuk
mencermati masalah-masalah dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat agar diambil
langkah-langkah penanganan
2. Motivator
Memotivasi masyarakat dalam lingkungannya termasuk Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial ( PMKS ), pemili sumber daya dan dana untuk terlibat
langsung dalam penanganan permaslahan Kesejahteraan Sosial
3. Dinamisator
Menggerakkan dan mengarahkan perorangan, kelompok maupun masyarakat serta
lingkungannya dalam mencegah dan menanggulangi masalah Kesejahteraan
Sosial serta berkesinambungan
4. Fasilitator
Menyediakan berbagai kemudahan agar masayarakat dapat menjangkau berbagai
sumber yang diperlukan
5. Mediator
Menghubungkan antara PMKS dengan pihak terkait dalam mendukung
2.4. Lanjut Usia
2.4.1. Pengertian Lanjut Usia
Lanjut Usia atau manusia lanjut adalah kelompok berumur tua. Golongan penduduk
yang mendapat perhatian atau pengelmpokan tersendiri ini adalah populasi berumuran 60
tahun atau lebih ( Bustan, 2002 : 213 ). Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan
merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang
mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah
kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka
waktu beberapa dekade ( Notoatmodjo, 2007 : 279 ).
Batasan penduduk Lanjut Usia dapat dilihat dari berbagai aspek biologi, ekonomi,
sosial dan usia, jadi batasan usia tersebut adalah sebagai berikut :
a. Aspek biologi
Penduduk lanjut usia ditinjau dari aspek biologi adalah penduduk yang telah
menjalani proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan
semakin rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan seringnya meningkat usia, sehingga terjadi perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
b. Aspek ekonomi
Lanjut usia ditinjau dari aspek ekonomi adalah menjelaskan bahwa penduduk lannjut
usia dipandang lebih sebagai beban daripada potensi sumber daya bagi pembangunan. Warga
tua dianggap sebagai warga yang tidak produktif dan hidupnya perlu ditopang oleh generasi
yang lebih muda. Bagi penduduk lansia yang memasuki lapangan pekerjaan, produktivitasnya
sudah menurun dan pendapatannya lebih rendah dibandingkan pekerja usia produktif. Akan
tetapi, tidak semua penduduk yang termasuk dalam kelompok umur lansia ini tidak memiliki
c. Aspek sosial
Dari aspek sosial , penduduk Lansia merupakan kelompok sosial yang tersendiri. Di
negara Barat, penduduk Lansia menduduki strata sosial di bawah kaum muda . Sedangkan di
masyarakat Indonesia sendiri, penduduk Lansia menduduki kelas sosial yang tinggi yang
harus dihormati oleh masyarakat yang usia nya lebih muda.
d. Aspek umur
Dari ketiga aspek di atas , pendekatan umur atau usia adalah yang paling
memungkinkan untuk mendefenisikan penduduk usia lanjut ( Notoatmodjo, 2007 : 280-281 ).
Beberapa para ahli memberikan pendapaat mengenai batasan umur kapankah orang
disebut Lanjut Usia, sulit untuk dijawab secara memuaskan, dibawah ini dikemukakan
beberapa pendapat mengenai batasan umur.
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO )
a) Usia pertengahan ( Middle Age ), ialah kelompok usia 45-59 tahun,
b) Usia lanjut ( Elderly ), antara usia 60-70 tahun,
c) Usia lanjut tua ( Old ), antara usia 75-90 tahun,
d) Usia sangat tua ( Very Old ), di atas 90 tahun
2. Menurut Koesoemato Setyonegoro ( dalam Nugroho, 1995 : 14 ) mengelompokkan
Lanjut Usia sebagai berikut :
a) Usia dewasa muda ( Elderly adulhood ) usia 18/20-25 tahun,
b) Usia dewasa penuh ( Middle Years ) atau maturitas usia 25-60/65 tahun
c) Lanjut usia ( Geriatric Age ) lebih dari 65/70 tahun, terbagi untuk umur
• Young Old( usia70-75 tahun )
• Old ( usia75-80 tahun )
Kalau dilihat pembagian umur dari beberapa ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa yang disebut Lanjut Usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas.
Secara fisik Lanjut Usia dapat dibedakan menjaddi dua jenis yaitu Lanjut Usia
potensial dan Lanjut Usia tidak potensial. Lanjut Usia potensial adalah mereka yang
mempunyai kemampuan untuk melakukan pekerjaan dan kegiatan sesuai dengan pilihannya.
Lanjut Usia potensial merupakan sumber daya bagi dirinya serta bagi masyarakat pada
umumnya yang didasarkan atas pengetahuan , pengalaman, dan keterampilan yang dimiliki.
Sedangkan yang dimaksud dengan Lanjut Usia tidak potensial adalah kurang berdaya untuk
memenuhi kebutuhannya sehingga memerlukan bantuan dari pihak lain. Kelompok inilah
yang lebih memerlukan pelayanan secara khusus. Namun demikian, bahwa sebenarnya lanjut
usia memerlukan perlindungan dan pelayanan dikarenakan menurunnya kemampuan fisik ,
psikis, dan sosial ( Departemen Sosial, 2001 : 10 ).
2.4.2. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Hurlock ( 1999 ) , priode Lansia sama dengan priode lainnya dalam rentang
kehidupan seseorang ditandai dengan prubahan fisik dan psikologis tertentu. Adapun ciri-ciri
Lansia adalah :
a. Lansia merupakan priode kemunduran
Kemunduran yang terjadi pada Lansia berupa kemuduran fisik dan psikologis
tertentu. Penyebab kemunduran fisik merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan
karena penyakit khusus tapi karena proses menua. Penyebab kemunduran psikologis karena
b. Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda
Arti usia tua itu sendiri kabur dan tidak jelas serta tidak dapat dibatasi pada anak
muda, maka individu cendrung menilai tua itu dalm hal penampilan dan kegiatan fisik.
Banyak individu lansia melakukan segala apa yang dapat disembunyikan atau disamarkan
menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan memakai pakaian yang biasa dipakai orang
muda dan berpura-pura mempunyai tenaga muda. Inilah cara lansia untuk menutupi dari dan
membuat ilusi bahwa lansia belum berusia lanjut.
c. Sikap sosial terhadap Lansia
Pendapat klise tentang Lansia mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap sosial
terhadap lanisia. Kebanyakan pendapat Klise tersebut tidak menyenangkan , sehingga sikap
sosial tampaknya cendrung menjadi tidak menyenangkan.
2.4.3. Karakteristik Lanjut Usia
Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan
masalah kesehatan lansia addalah :
1. Jenis kelamin
Lansia lebih banyak pada wanita , terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah
kesehatan yang berbeda antara lansia laki dan wanita.
2. Status perkawinan
Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda /duda akan mempengaruhi
keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.
3. Kondisi kesehatan
a. Kondisi umum, kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada orrang lain
b. Frekuensi sakit, frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak produktif
lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain. Bahkan ada yang karena penyakit
kroninya sudah memerlukan perawatan khusus
4. Keadaan ekonomi
a. Sumber pendapatan resmi, pensiunan ditambah sumber pendapatn lain kalau
masiih bisa aktif. Penduduk lansia di daerah pertanian menunjukkan proporsi yang
lebih besar dibandingkan dengan di daerah non pertanian. Lapangan sektor
pertanian cukup banyak menyerap tenaga kerja lansia , disamping sektor
perdagangan dan sektor jasa.
b. Sumber pendapatan keluarga, ada tidaknya bantuan keuangan dari anak /keluarga
lainnya , atau bahkan masih ada anggota keluarga yang tergantung padanya.
c. Kemampuan pendapatan, lansia memerluka biaya yang lebih tinggi, sementara
pendapatan semakin menurun. Sampai seberapa beasar pendapatan lansia dapat
memenuhi kebutuhannya ( Bustan, 2007 : 216-217 )
2.4.4. Permasalahan Lanjut Usia
Masa tua merupakan masa yang menimbulkan ke kawatiran terhadap setiap insan
manusia, ketidak berdayaan , kekuatan mental yang mengalami kemunduran. Keadaan
ketidak berdayan inilah yang menyebabkan sedikitnya menimbulkan ketergantungan
terhadap orang lain, dimana ketergantungan ini membutuhkan pertolongan dari pihak lain
seperti keluarga atau masyarakat b aik itu yang bersifat moril maupun materil.
Sebagai manusia, orang lanjut usia mempunyai kebutuhan. Kebutuhan ini mempunyai
corak yang khas dan mendesak untuk dipenuhi. Bila ketergantungan dan kebutuhan yang
mendesak ini tidak diatasi atau dipenuhi akan mengakibatkan terjadinya masalah bagi lanjut
Adapun permasalahan yang dihadapi oleh para lanjut usia meliputi, antara lain :
1. Permasalahan kesehatan
Terjadinya kemuduran fungsi-fungsi fisik yang membawa dampak pada kemunduran
kesehatan dengan pola penyakit yang spesifik ( Departemen Sosial, 1997 : 1 ).
2. Permasalahan finansial
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sumber-sumber finansial orang lanjut usia
sangat terbatas bahkan secara ekonomi golongan lanjut usia tida terjamin atau
terlantar, terutama bagi mereka yang tidak terjangkau oleh jaminan atau tunjangan
pensiun.
3. Permasalahan pekerjaan
Adanya keterbatasan kesempatan kerja bagi para lanjut usia sehingga para lanjut usia
yang tidak memiliki pekerjaan , hidup dan berada dalam kemiskinan. Disamping itu
juga karena keluarganya tidak mampu merawat sehingga mereka menjadi terlantar
( Departemen Sosial, 1997 : 1 ).
Masalah lansia bukanlah masalah kesehatan semata , bahkan lebih merupakan ,
masalah sosial ekonomi . Karena itu perlu pendekatan multidisiplin mengingat berbagai isu
yang berhubungan dengan lansia seperti :
Perlunya menyiapkan sarana pelayanan bagi lansia.
Perlu adanya lembaga yang dapat mengayomi para lansia untuk dapat bekerja .
Diperlukan adanya jaminan penunjang biaya kesehatan untuk lansia.
Pemikiran untuk kondisi sosial keluarga yang mendukung kehidupan lansia seperti
Salah satu pendekatan utama yang penting adalah pendekatan keluarga. Dimana
dalam pendekatan keluarga dianjurkan beberapa hal dalam menghadapi lansia :
1. Menghormati dan menghargai orang tua.
2. Bersikap sabar dan bijaksana terhadap prilaku usia lanjut.
3. Memberikan kasih sayang, menyediakan waktu dan perhatian
4. Jangan menganganggabnya sebagi beban.
5. Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama.
6. Mintalah nasehat pada mereka dalam peristiwa-peristiwa penting.
7. Mengajaknya dalam acara-acara keluarga.
8. Dengan memebri perhatian yang baik terhadap oarang tua, kelak anak-anak kita akan
bersikap sama terhadap kita.
9. Membantu mencukupi kebutuhannya.
2.5. Pelayanan Sosial
2.5.1. Pengertian Pelayanan Sosial
Menurut Sainbury ( 1977 ) profesor dalam Social Administration di Inggris,
menyatakan bahwa pelayanan sosial merupakan pelayanan yang digunakan untuk semua
yang berkepentingan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial dan mengurangi
jenis-jenis masalah sosial tertentu khususnya, kebutuhan-kebutahan dan masalah-masalah yang
memerlukan penerimaan publik secara umum atas tanggung jawab sosial dan yang
tergantung pada pengorganisasian hubungan-hubungan sosial untuk pemecahannya. Menurut
Sainbury pelayanan-pelayanan sosial secara luas ini meliputi kesehatan, pendidikan ,
2.5.2. Pelayanan Sosial Personal
Pelayanan sosial personal atau pelayanan sosial umum adalah program-program yang
melindungi atau mengembalikan kehidupan keluarga, membantu individu-individu mengatasi
masalah-masalah yang berasal dari luar ataupun dari dalam diri,meningkatkan perkembangan
dan memudahkan akses melalui pemeberian informasi, bimbingan advokasi dan beberapa
jenis bantuan konkret.
Menurut Sainbury pelayanan sosial personal adalah pelayanan-pelayanan yang
berkepentingan dengan kebutuhan-kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang menghambat
kebefungsian sosial individu secara maksimum, yang menghambat kebebasannya untuk
mengembangkan kepribadiannya dan untuk mencapai aspirasi-aspirasinya melalui
hubungannya dengan orang lain. Pelayanan sosial personal berkepentingan dengan
kebutuhan-kebutuhan yang secara tradisional diatasi dengan tindakan pribadi atau keluarga
( Fahruddin, 2012 : 53 ).
2.5.3. Pelayanan Sosial Lansia
Pelayanan Sosial lanjut usia sangat penting dilakukan oleh masyarakat baik yang
dilakukan dalam panti maupun luar panti. Pembinaan melalui luar panti memungkinkan
masyarakat untuk ikut serta dalam pelayanan lanjut usia, karena pemerintah ssampai saat ini
memiliki keterbatasan antara lain jumlah dana yang tersedia kurang seimbang dengan
kebutuhan pelayanan sosial lanjut usia, pelayanan soisal lanjut usia yang belum optimal dan
terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang pelayanan lanjut usia ( Departemen Sosial :
2002 : 50-51 ).
Di masyarakat mereka perlu bersosialisasi dengan melakukan berbagai kegiatan sosial
seperti kegiatan keagamaan , kesehatan dan olahraga agar mereka tidak terasing dari
berpenghasilan , maka mereka mempunyai masalah sosial yang pada akhirnya berpotensi
terlantar. Oleh karena itu, perlu pemberdayaan lanjut usia agar mereka tetap melaksanakan
fungsi sosialnya dan berperan aktif secara wajar dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara (
diakses pada pukul 14.00 WIB, 17 Mei 2014 ).
2.6. Kesejahteraan Sosial
2.6.1 Penegertian Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial berasal dari kata “ sejahtera “. Sejahtera ini mengandung
pengertian dari bahasa Sansekreta “ Catera “ yang berarti Payung. Dalam konteks ini,
kesejahteraan yang terkandung dalam arti “catera “ adalah orang yang sejahtera yaitu orang
yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketakutan, atau kekhawatiran
sehingga hidupnya aman dan tentram, baik lahir maupun batin. Sedangkan sosial berasal dari
kata “ Socius “ yang berarti kawan, teman, dan kerja sama. Orang yang sosial adalah orang
dapat berelasi dengan orang lain dan lingkungannya dengan baik. Jadi kesejahteraan sosial
dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana orang dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat
berelasi dengan lingkungannya secara baik
Sedangkan menurut Undang-undang No. 6 Tahun 1974 Pasal 2 ayat 1 kesejahteraan
sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, materil maupun spritual yang
diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan
bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat
dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia dengan Pancasila
2.6.2. Tujuan Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan Sosial mempunyai tujuan dalam rangka membantu lasia dalam
meningkatkan kesejahteraan hidupnya , yaitu :
1. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan
pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan dan relasi-relasi sosial yang
harmonis dengan lingkungannya.
2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat dan
lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber, dan mengembangkan
taraf hidup yang memuaskan.
Selain itu, Schneiderman ( 1972 ) mengemukakan tiga tujuan utama dari sistem
kesejahteraan sosial yang samapai tingkat tertentu tercermin dalam semua program
kesejahteraan sosial, yaitu pemeliharaan sistem, pengawasan sistem, dan perubahan sistem.
1. Pemeliharaan Sistem
Pemeliharaan dan menjaga keseimbangan atau kelangsungan keberadaan nilai-nilai
dan norma sosial serata aturan-aturan kemasyarakatan dalam masyarakat, termasuk
hal-hal yang bertalian denagn defenisi makna dan tujuan hidup, motivasi bagi
kelangsungan hidup seorang atau kelompok, norma-norma yang menyangkut
pelaksanaan peranan anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua dan peranan pria dan
wanita, norma-norma yang berhubungan dengan produksi dan distribusi barang dan
jasa, norma-norma yang berhubungan dengan penyelesaian konflik dalam masyarakat.
2. Pengawasan Sistem
Melakukan pengawasan secara efektif terhadap prilaku yang tidak sesuai atau
3. Perubahan Sistem
Mengadakan perubahan ke arah berkembangnya suatu sistem yang lebih efektif bagi
anggota masyarakat ( Fahruddin, 2012 : 10-12 ).
2.7. Kerangka Pemikiran
Keberhasilan suatu pembangunan membawa dampak peningkatan kesejahteraan
sosial bagi masyarakat sehingga harapan hidup semakin meningkat. Kondisi seperti inilah
yang membawa suatu konsekuensi terhadap meningkatnya jumlah lanjut usia. Adapun yang
menjadi konsekuensi dari dampak peningkatan jumlah lanjut usia ini adalah muncul berbagai
tuntutan agar dapat memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dialami oleh
lanjut usia. Kondisi ini tentu membutuhkan perhatian dari berbagai pihak guna untuk
menjamin kesejahteraan sosial lanjut usia.
Sejauh ini bukan tidak ada pelayan terhadap lanjut usia , tapi sudah banyak bentuk
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah bersama dengan berbagai elemen masyarakat.
Pelayanan lanjut usia tersebut dilaksanakan melalui pendekatan panti. Namun semua
pelayanan lanjut usia yang sudah dilakukan selama ini baik melalui panti sosial belum
sepenuhn ya mampu memenuhi kebutuhan lanjut usia.
Dikarenakan hal tersebut maka diperlukan suatu program penanganan yang dapat
membantu memenuhi kebutuhhan lanjut usia. Penanganan terhadap lanjut usia dapat
dilaksanakan oleh masyarakat dan pekerja sosial masyarakat. Dalam hal ini, Pekerja Sosial
Masyarakat menjalankan program-programnya dengan tujuan membantu para lansia untuk
meningkatkan kemampuan lanjut usia mengembangkan diri dalam menghadapi proses
ketuaan, membentuk hubungan dan kerjasama harmonis antara sesama lanjut usia, keluarga
Dengan adanya program dari PSM tersebut banyak memberikan peranan ataupun
kontribusi terhadap lansia di kelurahan Rengas Pulau seperti lansia yang tidak memiliki
biaya diberikan pengobatan gratis oleh PSM, dan juga bagi lansia yang mengalami penyakit
kaki diberikan pengobatan khusus oleh PSM. Maka dengan adanya peranan PSM tersebut
Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran
Pekerja Sosial Masyarakat ( PSM )
Kel. Rengas Pulau, Kec. Medan Marelan
Program Pekerja Sosial Masyarakat ( PSM ) :
1. Pemeriksaan Kesehatan dan Pengobatan Gratis
2. Bimbingan Rohani
Warga Binaan PSM
Hasil yang Diharapkan :
1. Lanjut usia mendapatkan kesehatan yang baik
2. Lanjut usia memiliki semangat hidup
2.8. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1. Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya
menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Sebagai konsekwensi lagis
dari salah pengertian yang terjadi dalam memaknai suatu konsep , maka terbuka pula
kemungkinan salah penggunaan atas konsep tersebut. Untuk menghindari salah pengertian
atas makna konsep – konsep yang dijadikan obyek penelitian , maka seorang peneliti harus
menegaskan dan membatasi makna konsep – konsep yang diteliti. Proses dan upaya
penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan defenisi
konsep.
Secara sederhana defenisi ini diar tikan sebagai batasan arti. Dalam hal ini, perumusan
defenisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah
pengertian atas konsep yang diteliti. Dengan kata lain, peneliti berupaya menggiring para
pembaca hasil penelitian itu untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan
dimaksudkan oleh sipeneliti., jadi defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu
konsep yang dianut dalam suatu penelitian ( Siagian, 2011 : 136-138 ).
Konsep merupakan suatu unsur yang paling penting dalam penelitian. Suatu konsep
merupakan sejumlah pengertian atau ciri – ciri yang berkaitan dengan berbagi peristiwa,
objek, kondisi, situasi, dan hal – hal lain yang sejenis. Defenisi konsep bertujuan untuk
merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan
persepsi tentang apa yang diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat
Untuk memfokuskan penelitian ini , maka peneliti memberikan batasan konsep
sebagai berikut :
1. Peranan merupakan suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu
harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status sosial dan
fungsinya.
2. Pekerja Sosial Masyarakat ( PSM ) merupakan warga masyarakat yang atas dasar
rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa kebersamaan,
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara sukarela mengabdi di bidang
kesejahteraan sosial.
3. Lanjut usia merupakan kelompok berumur tua. Golongan penduduk yang mendapat
perhatian atau pengelompokan tersendiri ini adalah populasi berumuran 60 tahun atau
lebih.
2.8.2. Defenisi Operasional
Ditinjau dari proses atau langkah – langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa
perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Jika
perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang
konsep – konsep , baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka
perumusan operasional ditujukan dalam upaya trasformasi konsep ke dunia nyata sehingga
konsep – konsep penelitian dapat diobservasi ( Siagian, 2011 : 141 ).
Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi
lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki
melaksanakan kegiatan penelitian dilapangan. Maka perlu operasionalisasi dan konsep –
konsep untuk menggambarkan tentang apa yang harus diamati ( Silalahi, 2009 : 120 ).
Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini dapat diukur dari
indikator-indikator sebagai berikut :
1. Bimbingan kesehatan , meliputi :
a. Kegiatan Senam yang dilakukan setiap hari minggu
b. Pemeriksaan kesehatan
c. Perawatan dan pengobatan kesehatan gratis
d. Terapi kaki bagi Lansia yang stroke setiap bulan jumat minggu ke-3
2. Bimbingan rohani, meliputi :