1.1.1 Objek Penelitian
Objek penelitian yang akan di teliti saat pemetaan geologi antara lain:
1. Unsur-unsur geomorfologi yang digunakan untuk penentuan proses geomorfologi meliputi bentuk morfografi, tingkat erosi, pola pengaliran yang berkembang serta memperkirakan indikasi adanya struktur geologi yang aktif dan penyebaran batuan di daerah pemetaan.
2. Stratigrafi, meliputi perlapisan batuan dari batuan tertua sampai termuda dengan menyertakan fosil sebagai salah satu aspek penunjang dalam menentukan umur dan lingkungan pengendapan satuan batuan sedimen.
3. Struktur geologi dan indikasinya, yang dapat digunakan untuk menentukan pola tegasan dan gaya yang terjadi pada masa lampau, jenis struktur geologi serta pola struktur geologi, yaitu sesar, kekar, dan perlipatan serta indikasi struktur geologi berupa gawir sesar, zona hancuran, pergeseran lapisan, dan lain-lain yang terdapat pada daerah penelitian.
4. Sejarah geologi daerah penelitian yaitu lingkungan pengendapan yang direkonstruksi berdasarkan analisis fosil yang terkandung dalam batuan dan aktivitas tektonik yang terjadi di daerah penelitian.
5. Sumber daya geologi yang terdapat di daerah penelitian baik yang telah dimanfaatkan maupun yang belum dimanfaatkan serta kebencanaan geologi yang mungkin timbul di daerah penelitian.
1.1.2 Alat-Alat yang Digunakan
Alat-alat Penelitian Lapangan:
Peta Topografi : menggunakan peta dasar skala 1 : 25.000 Palu Geologi : mengambil sampel batuan
Kantong Sampel :kantong sampel digunakan untuk menyimpan sampel batuan yang akan diteliti
Pita Ukur : mengukur jarak dan tebal batuan Meteran : mengukur lapisan batuan
Lup : pengamatan sampel batuan secara megaskopis
HCl 0,1 M : pengujian adanya kandungan karbonat dalam suatu batuan secara kasar
GPS : menentukan titik koordinat dan ketinggian. Alat Tulis : catatan lapangan, clipboard, busur derajat, pensil Tas lapangan : membawa peralatan geologi, sampel, bekal
Alat-alat Penelitian Laboratorium
Alat-alat yang digunakan pada saat penelitian di Laboratorium Petrografi untuk sayatan tipis batuan adalah: penyayat batuan (dimiliki dan dioperasikan oleh instansi), mikroskop polarisasi beserta komparator, diagram klasifikasi petrografi batuan, alat tulis dan alat gambar, kamera digital.
Sedangkan alat-alat yang digunakan di Laboratorium Geologi Teknik adalah alat-alat tulis, neraca ukur, lembar persentase, ayakan/sieve 4, 10, 20, 40, 60, 80, 120, 140, 170, 200, dan <200 mesh, tatakan sampel, dan alat Sieve Analysis.
1.1.3 Langkah-Langkah Penelitian
1.1.3.1 Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan beberapa persiapan yang menunjang kelancaran pekerjaan dilapangan, yang dilakukan pada tahap ini antara lain:
1. Mengurus surat perijinan daerah penelitian dengan instansi– instansi terkait yang dilakukan dengan membuat surat izin mulai dari tingkat universitas sampai pada tingkat pemerintahan daerah yang bersangkutan.
2. Studi kepustakaan, kepustakaan merupakan pengumpulan informasi tentang daerah penelitian baik dari peneliti-peneliti terdahulu, maupun dari literatur. Studi kepustakaan ini bertujuan agar mahasiswa memiliki gambaran mengenai kondisi geologi daerah yang akan diteliti, sehingga dapat dilakukan studi perbandingan dengan daerah pemetaan.
3. Analisis peta topografi meliputi: peta jalan, pola penyaluran, peta geomorfologi, rencana lintasan penelitian di lapangan, dll. Analisis ini dapat dibantu dengan pengamatan pada citra satelit daerah penelitian.
1.1.3.2 Tahap Pengamatan di Lapangan
Metoda ini sesuai dengan ciri bentangalam yang tidak dapat dikenali, misalnya di lembah sungai atau pada daerah yang vegetasinya rapat. Menggunakan metoda ini dapat dilakukan pengamatan secara lebih teliti dan terperinci, meskipun waktu yang diperlukan relatif lebih lama.
Pada tahap ini dilakukan dengan observasi dan pengumpulan data geologi secara detail dan menyeluruh melalui pengamatan langsung pada stasiun pengamatan geologi yang telah direncanakan. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan cara melakukan penelusuran lintasan dan pendokumentasian data geologi di sepanjang lintasan. Adapun dokumentasi tersebut berupa catatan mengenai lokasi pengamatan, kondisi geomorfologi di sekitar stasiun pengamatan, pemerian deskripsi batuan, pengukuran data struktur geologi, sketsa, foto, dan pengambilan contoh batuan.
1.1.3.3 Tahap Analisis di Laboratorium
Pada tahap ini dilakukan berbagai analisa terhadap data-data hasil observasi yang didapat di lapangan selama masa pemetaan. Berikut adalah beberapa tahapan analisa yang dilakukan:
Analisis Geomorfologi.
Tahap ini meliputi analisis data lapangan berupa pengamatan langsung kondisi geomorfologi daerah pemetaan yaitu analisis morfometri, morfografi, dan morfogenetik. Selanjutkan berdasarkan data hasil analisis dilakukan pengelompokan dan pemerian satuan geomorfologi. Tahap interpretasi morfologi menggunakan peta topografi dan ASTER yang menghasilkan pembagian morfometri, morfografi, dan morfogenetik untuk membuat peta geomorfologi.
1. Morfometri
angka-angka yang jelas. Variasi nilai kemiringan lereng yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan:
Tabel 1.1 Klasifikasi kemiringan lereng (Van Zuidam, 1985)
Klasifikasi Kemiringan Beda Tinggi(m) Warna Persen (%) Derajat ( o)
Sangat Terjal > 140 > 55 > 1000 m Ungu
Tabel 1.2 Bentuk lahan absolut berdasarkan perbedaan ketinggian TINGGI ABSOLUT UNSUR
MORFOGRAFI
< 50 meter Dataran rendah
50 meter – 100 meter Dataran rendah pedalaman
100 meter – 200 meter Perbukitan rendah 200 meter – 500 meter Perbukitan sedang 500 meter – 1.500
sehingga diperoleh penamaan kelas lerengnya. Teknik perhitungan kemiringan lerengnya dapat dilakukan membuat garis tegak lurus dari kontur tertinggi ke kontur terendah sesuai dengan rapat dan renggang kontur sebnyak-banyaknya pada peta topografi skala 1: 25.000. Setelah itu, dihitung kemiringan lerengnya dengan menggunakan persamaan berikut:
Keterangan: S = kemiringan lereng (%)
h1 = nilai ketinggian kontur terendah (meter) h2 = nilai ketinggian kontur tertinggi (meter) D = jaraj garis tegak lurus
2. Morfografi
Morfografi berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan graphos yang berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk permukaan bumi. Aspek morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta topografi, berupa pengenalan bentuk lahan yang tampak dari tampilan kerapatan kontur sehingga dapat menentukan perbukitan atau pedataran, juga kemiringan lereng yang bisa mengindentifikasikan sesar atau perbedaan litologi, sedangkan perubahan pola punggungan dan pola aliran bisa mengidentifikasikan kegiatan tektonik yang ada di daerah penelitian. Pola pemukiman bisa mencirikan kondisi material recent, khususnya yang menyediakan mata air tanah dangkal yang bisa dilihat dari aspek geomorfologinya. Aspek- aspek morfografi diantaranya ialah :
a. Bentuk lahan dataran, kemiringan 0% - 2% terdiri atas bentuk asal marin, bentuk asal fluvial, bentuk asal campuran (delta), dan bentuk lahan plato.
b. Bentuk lahan perbukitan/pegunungan, perbukitan yang memiliki ketinggian 50 - 500 meter dengan kemiringan 7% - 20%, sedangkan pegunungan memiliki ketingian lebih dari 500 meter dengan kemiringan lebih dari 20%, terdiri atas bentuk lahan perbukitan intrusi, perbukitan kubah rempah gunungapi, perbukitan karst, perbukitan memanjang dengan penyusun batuan sedimen dan bentuk lahan pegunungan.
Pola Pengaliran merupakan kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu daerah. Dalam hal ini, alur pengaliran tetap mengalir baik dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan. Pola pengaliran merupakan hasil dari kegiatan erosi dan tektonik yang memiliki hubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Sistem pengaliran yang berkembang pada permukaan secara regional dikontrol oleh kemiringan lereng, jenis dan ketebalan lapisan batuan. Van Zuidam (1985) membagi pola pengaliran menjadi pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi.
Tabel 1.3 Pola pengaliran dasar dan karakteristiknya (Howard dan Remson,1978 dalam Van Zuidam, 1985)
Pola Pengaliran Dasar
Karakteristik
Dendritik Bentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan dengan kekerasan relatif sama, perlapisan batuan sedimen relatif datar serta tahan akan pelapukan, kemiringan landai, kurang dipengaruhi struktur geologi. Paralel Bentuk umum cenderung sejajar, berlereng
sedang-agak curam, dipengaruhi struktur geologi, terdapat pada perbukitan memanjang dipengaruhi perlipatan, merupakan transisi pola dendritik dan trelis.
Trelis
Rektangular
Induk sungai dengan anak sungai memperlihatkan arah lengkungan menganan, pengontrol struktur atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan perlapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.
Radial
Bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah intrusi, kerucut vulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta sisa-sisa erosi. Memiliki dua sistem, sentrifugal dengan arah penyebaran keluar dari pusat (berbentuk kubah) dan sentripetal dengan arah longsoran dengan perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan gamping serta lelehan salju atau permafrost.
Kontorted
Terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein yang menunjukkan daerah yang relatif keras batuannya, Anak sungai yang lebih panjang ke arah lengkungan subsekuen, umumnya menunjukkan kemiringan lapisan batuan metamorf dan merupakan pembeda antara penunjaman antiklin dan sinklin.
jenis lembah dapat dibedakan menjadi: lembah U tumpul, lembah U tajam, lembah V tumpul, lembah V tajam.
Pola punggungan akan terlihat jelas pada peta topografi, foto udara atau citra satelit. Pola punggungan paralel dapat diinterpretasikan sebagai perbukitan yang terlipat, sedangkan pola punggungan berkelok, melingkar atau terpisah dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari suatu indikasi sesar. Pola-pola punggungan yang terlipat menunjukkan kerapatan garis kontur yang jarang, sedangkan jika pada salah satu sisi punggungan tersebut memiliki kerapatan garis kontur yang cukup rapat dapat diinterpretasikan telah terjadi sesar naik.
3. Morfogenetik
Morfogenetik adalah proses terbentuknya permukaan bumi akibat proses endogen dan eksogen. Proses endogen yang menjadi genetik antara lain intrusi, tektonik, dan vulkanisme. Proses eksogen sendiri yang dipengaruhi iklim dapat disebut proses fisika karena pada proses ini terjadi pelapukan, erosi atau longsoran. Proses kimia menimbulkan perubahan mineral batuan akibat pelapukan dan proses biologi biasanya diakibatkan oleh vegetasi, hewan, serta manusia. Van Zuidam (1985) membagi warna yang dijadikan sebagai simbol satuan geomorfologi berdasarkan aspek genetik dan bentuk lahan berdasarkan genesis kontrol utama pembentuknya.
Tabel 1.4 Warna yang direkomendasikan untuk dijadikan simbol satuan geomorfologi berdasarkan aspek genetik (van Zuidam, 1985)
Kelas Genetik Simbol
Warna Bentuk lahan asal struktural Ungu /violet Bentuk lahan asal vulkanik Merah Bentuk lahan asal
denudasional Coklat
Bentuk lahan asal laut
(marine) Hijau
Bentuk lahan asal sungai
(fluvial) Biru tua
(glacial)
Bentuk lahan asal angin
(aeolian) Kuning
Bentuk lahan asal gamping
(karst) Jingga
Apabila dilihat dari genesis kontrol utama pembentukannya, bentuk lahan dibedakan menjadi:
Bentuk Asal Struktural
Biasanya dipengaruhi oleh proses tektonik seperti pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran. Bila hanya dikenali dari rekonstruksi arah dan jurus saja belum bisa dikategorikan sebagai bentuk lahan asal struktural.
Bentuk Asal Vulkanik
Dipengaruhi oleh fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma di permukaan bumi. Biasa terjadi pada komplek gunungapi.
Bentuk Asal Fluvial
Berkaitan dengan aktivitas aliran sungai dan air permukaan.
Bentuk Asal Marine
Berkaitan dengan abrasi, sedimentasi, pasang surut, dan pertemuan terumbu karang sepanjang garis pantai. Selain itu dipengaruhi oleh transgresi dan regresi serta litologi penyusun.
Bentuk Asal Karst
Biasanya bentuk lahan asal ini ditentukan oleh proses pelarutan di batuan yang mudah larut.
Proses denudasional adalah kesatuan dari proses pelapukan, gerakan tanah, erosi dan diakhiri dengan pengendapan. Biasanya daerah dengan topografi yang tinggi dan relief yang kasar karena alur lembah dikenal sebagai bentukan denudasional dengan parameter utama berupa erosi dan pengikisan.
Tahap Analisis Petrografi
Untuk klasifikasi batuan beku digunakan klasifikasi Travis (1955) dalam klasifikasi ini tekstur batuan beku yang didasarkan pada ukuran butir mineralnya dapat dibagi menjadi:
a. Batuan Dalam
Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral menyusun batuan tersebut dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan alat pembesar.
b. Batuan Gang bermasa dasar faneritik Bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik.
c. Batuan Gang bermasa dasar afanitik Bertekstur porfiritik dengan masa dasar afanitik.
d.Batuan Lelehan
Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat dibedakan atau dilihat dengan mata biasa.
Untuk klasifikasi batuan pirokalstik, digunakan kalsifikasi menurut Schmid (1981), dimana pembagian dari klasifikasi ini berdasarkan kandungan fragmen batuan, fragmen kirstal, dan fragmen gelas.
Tabel 1.6 Klasifikasi
Batuan Piroklastik
Schmid (1981)
Tahap Analisis
Sieve analisys (analisis saringan) adalah suatu percobaan menyaring contoh tanah melalui
satu set ayakan, dimana lubang-lubang ayakan tersebut makin kecil secara berurutan kebawah. Cara ini biasanya digunakan untuk menyaring material/partikel berdiameter ≥ 0,075 mm.
Ukuran butiran tanah ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar berada paling atas dan makin kebawah semakin kecil. Analisis ayakan dari sebuah contoh tanah melibatkan penentuan persentase berat partikel dalam rentan ukuran yang berbeda. Distribusi ukuran partikel tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan metode pengayakan (sieving) contoh tersebut dilewatkan melalui satu set saringan standar yang memiliki lubang makin kecil ukurannya dari atas kebawah. Berat tanah yang tertahan ditiap saringan ditentukan melalui persentase kumulatif dari berat tanah yang melewati tiap saringan.
Adapun rumus menghitung uji ayakan melalui persamaan: Sv = G (gravel)/S (sand)
Keterangan: Sv = perbandingan gradasi kasar terhadap halus G = massa butiran kasar (gr)
S = massa butiran halus (gr)
Tujuan pengujian Analisis Saringan adalah untuk mengetahui persentasi butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075 mm). Dari hasil pengujian ini akan dapat ditentukan pemerian tanah. Langkah-langkah kerjanya sebagai berikut:
1. Mengambil sampel tanah sebanyak 500 gram, memeriksa kadar airnya. 2. Memasukkan sampel ke dalam oven, kira-kira 140°C selama 1x24jam.
3. Meletakkan susunan saringan di atas mesin penggetar dan memasukkan sampel tanah pada susunan yang paling atas kemudian menutup rapat.
4. Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin penggetar selama kira-kira 15 menit.
Tahap Analisis Stratigrafi
Tujuan utama analisis stratigrafi adalah untuk mengetahui umur dan mengelompokkan satuan batuan serta kesebandingan dengan formasi yang ada pada literatur. Hasil kisaran umur tiap satuan batuan akan diperoleh hubungan atau kontak antar satuan batuan sehingga dapat diketahui nama formasi batuan tersebut dengan cara kesebandingan terhadap hasil penelitian peneliti terdahulu.
Data yang diperoleh di lapangan akan menghasilkan satuan-satuan batuan yang diambil dari dominasi batuan yang ada pada daerah tersebut. Kontak antara satuan batuan dengan batuan lain, apabila dapat ditemukan di lapangan dapat diinterpretasikan kisaran umur satuan batuannya. Pembagian satuan batuan didasarkan pada satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan yang berdasarkan pada ciri fisik batuan yang dapat diamati di lapangan, yang meliputi jenis batuan, keseragaman gejala litologi, dan posisi stratigrafinya (Sandi Stratigrafi Indonesia 1996, pasal 6), sedangkan penentuan batas penyebarannya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Batas satuan litostratigrafi adalah bidang sentuh antara dua satuan yang berlainan ciri fisik litologinya.
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau bila perubahan tersebut tidak nyata, maka batasnya merupakan bidang yang diperkirakan kedudukannya. 3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari peralihannya dapat dipisahkan sebagai
satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan sandi.
4. Penyebaran satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan gejala-gejala litologi yang menjadi cirinya.
6. Batas-batas daerah hukum tidak boleh digunakan sebagai alasan berakhirnya penyebaran lateral suatu satuan.
Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan atas jenis litologi yang paling dominan dalam satuan tersebut. Pengamatan terhadap litologi di lapangan dilakukan secara megaskopis meliputi warna batuan, ukuran butir, kebundaran, kemas, pemilahan, kekerasan, struktur sedimen, dan lain-lain.
Indikasi sentuh stratigrafi yang ditemukan di lapangan sangat berguna untuk menentukan hubungan antara satuan batuan dengan satuan batuan lainnya.
Adapun dasar penentuan jenis stratigrafi adalah :
1. Perlapisan merupakan sifat dari batuan sedimen yang memperlihatkan bidang-bidang yang sejajar yang diakibatkan oleh proses sedimentasi. Perlapisan terbentuk karena adanya perubahan-perubahan pada proses sedimentasi, seperti pasang surut, banjir, perbedaan temperatur.
2. Bidang perlapisan adalah suatu bidang yang merupakan perlapisan dan dapat diwujudkan berupa hamparan dari suatu mineral tertentu, besar butir atau bidang sentuh yang tajam antara dua macam batuan yang berbeda.
3. Lapisan adalah satuan stratigrafi terkecil yang tersusun hanya dari satu macam batuan yang homogen dan bagian atas dan bagian bawahnya dibatasi oleh bidang perlapisan secara tajam, erosional, ataupun berangsur.
1 Selaras; sedimentasi berlangsung menerus tanpa interupsi dari satuan stratigrafi di bawah lapisan yang di atasnya.
2 Tidak selaras; terdapat empat jenis ketidakselarasan, yaitu :
a. Paraconfomity, siklus sedimentasi tidak menerus atau terdapat gap umur, sedangkan pola arah jurus dan kemiringan batuan relatif sama.
b. Disconformity, terjadi kontak erosional yang cukup berarti antara dua satuan batuan c. Nonconformity, terdapat kontak antara dua satuan batuan yang berbeda genetik,
seperti kontak antara batuan sedimen dengan batuan beku, atau antara batuan sedimen dengan batuan metamorf, atau antara batuan metamorf dengan batuan beku.
d. Angular Unconformity, terdapat perbedaan pola arah jurus dan kemiringan yang cukup signifikan antara dua satuan batuan.
Penentuan umur masing-masing satuan batuan didasarkan atas rekonstruksi penampang geologi serta bila memungkinkan memakai kesebandingan regional dengan formasi yang ada pada literatur dikarenakan daerah dengan jenis litologi hasil gunung api.
Tahap Analisa Struktur Geologi
Pada tahap ini dilakukan analisis data struktur geologi (data kekar dan sesar) yang ditemukan di lapangan dengan menggunakan beberapa metode yang telah diajarkan sebelumnya. Analisis data struktur geologi dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan software dip atau menggunakan stereonet. Dengan demikian dapat dilakukan rekonstruksi struktur geologi dengan mengacu pada teori dan model yang sudah ada.
Adapun hal-hal yang perlu dicatat dalam mengamati singkapan untuk analisis deskriptif dan kinematik struktur geologi adalah :
2. Jenis singkapan, apakah berupa pergeseran batuan (offset litologi), cermin sesar (slicken side), struktur kekar, zona hancuran, bukit segitiga (triangular facet), air
terjun, kelurusan sungai.
3. Litologi setempat dengan pola indikasi strukur geologi yang variatif. 4. Luas dan geometri singkapan.
5. Pengukuran arah jurus dan kemiringan bidang sesar.
6. Besarnya pitch, pengukuran pitch yaitu sudut lancip antara arah jurus dan kemriringan serta gores garis sesar. Pada tahap akhir dilakukan rekonstruksi struktur geologi berdasarkan hasil inventarisasi data lapangan yang telah dilengkapi dengan data analisis peta topografi. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk peta pola jurus perlapisan batuan.
Analisis Geologi Sejarah
Tahap ini merupakan aplikasi penafsiran berbagai aspek geologi, antara lain geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi. Hasil dari pembahasan dari aspek tersebut disusun berdasarkan urutan kejadian dan waktu, sehingga dapat diperkirakan proses sedimentasi, erosi, tektonik serta vulkanisme dalam kurun waktu tertentu.
1.1.3.4 Tahap Penyusunan Laporan