• Tidak ada hasil yang ditemukan

CARA SHOLAT JENAZAH.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "CARA SHOLAT JENAZAH.docx"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

CARA SHOLAT JENAZAH

Shalat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia.

Hukum melakukan shalat jenazah ini adalah fardhu kifayah. Adapun syarat-syarat shalat jenazah adalah sebagai berikut:

Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus menutup aurat, suci dari hadats besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya serta menghadap kiblat.

Mayit sudah dimandikan dan dikafani.

A. Rukun dan Cara Mengerjakan Shalat Jenazah

Shalat jenazah tidak disertai dengan rukuk dan sujud tidak dengan adzan dan iqmat. Setelah berdiri sebagaimana mestinya, maka:

1. Niat melakukan shalat mayit dengan 4 kali takbir.

Niat adalah amalan hati dan hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya. Niat itu tempatnya di dalam hati dan bukanlah di lisan, hal ini berdasarkan ijma' (kesepakatan) para ulama sebagaimana yang dinukil oleh Ahmad bin Abdul Harim Abul Abbas Al Haroni dalam Majmu' Fatawanya.

Maka setiap orang yang menganjurkan mengucapkan niat wudhu, shalat, puasa, haji, dsb, maka silakan tunjukkan dalilnya. Jika memang ada dalil tentang niat tersebut, maka kami akan ikuti. Dan janganlah berbuat suatu perkara baru dalam agama ini yang tidak ada dasarnya dari Nabi. Karena Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,” Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasar dari kami, maka amalan tersebut tertolak. (HR. Muslim). Dan janganlah selalu beralasan dengan mengatakan ’Niat kami kan baik’, karena sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhuma mengatakan,”Betapa banyak orang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi, sanadnya shahih, lihat Ilmu Ushul Bida’, hal. 92)

2. Setelah takbiratul ihram, yakni setelah mengucapkan “Allahu akbar” sambil meletakan tangan kanan di atas tangan kiri di atas perut (sidakep), kemudian membaca Al-Fatihah, setelah membaca Al-Fatihah lalu takbir “Allahu akbar”

3. Setelah takbir kedua, lalu membaca shalawat: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad

Artinya: “Ya Allah, berilah shalawat atas Nabi Muhammad” Lebih sempurna lagi jika membaca shalawat sebagai berikut:

Allahumma shalli ‘alaa Muhammadin wa’alaa aali Muhammadin. Kamaa shallaita ‘alaa Ibrahim wa ‘allaa aali Ibrahim. Wa baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aalii Muhammad. Kamaa baarakta ‘alaa Ibrahim wa ‘alaa aali Ibrahim fil-‘aalamiina innaka hamiidummajid.

Artinya: “Ya Allah, berilah shalawat atas Nabi Muhammad dan atas keluarganya, sebagaimana Tuhan pernah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahkanlah berkah atas Nabi Muhammad dan para keluarganya, sebagaimana Tuhan pernah memberikan berkah kepada Nabi Ibrahim dan para keluarganya. DI seluruh ala mini Tuhanlah yang terpuji Yang Maha Mulia.”

4. Setelah takbir yang ketiga, kemudian membaca doa: Allahummaghfir lahuu warhamhu wa’aafihii wa’fu’anhu.

Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat dab sejahtera, maafkanlah dia.” Lebih sempurna lagi jika membaca doa:

Allahummaghfir lahu (lahaa) warhamhu (haa) wa’aafihii (haa) wa’fu ‘anhu (haa) wa akrim nuzulahu (haa) wawassi’madkhalahu (haa) waghsilhu (haa) bil-maa’I watstsalji wal-baradi wanaqqihi (haa) minal-khathaayaakamaa yu-naqqats-tsaubul-abyadhu minad-danasi waabdilhu (haa) daaran khairan min daarihi (haa) wa ahlan khairan min ahlihi (haa) wa zaujan khairan min zaujihi (haa) wa qihi (haa) fitnatal-qabri wa ‘adzaaban-naar.

Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, dan kasihanilah dia, sejahterakan ia dan ampunilah dosa dan kesalahannya, hormatilah kedatangannya, dan luaskanlah tempat tinggalnya, bersihkanlah ia dengan air, salju dan embun. Bersihkanlah ia dari segala dosa sebagaimana kain putih yang bersih dari segala kotoran, dan gantikanlah baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya yang dahulu, dan gantikanlah baginya ahli keluarga yang lebih baik daripada ahli keluarganya yang dahulu, dan peliharalah ia dari siksa kubur dan azab api neraka.”

Keterangan:

Jika mayit perempuan kata lahu menjadi lahaa. Jika mayit anak-anak doanya adalah:

(2)

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan pendahuluan bagi ayah bundanya dan sebagai titipan, kebajikan yang didahulukan, dan menjadi pengajaran ibarat serta syafa’at bagi orangtuanya. Dan beratkanlah timbangan ibu-bapaknya karenanya, serta berilah kesabaran dalam hati kedua ibu bapaknya. Dan janganlah menjadikan fitnah bagi ayah bundanya sepeninggalnya, dan janganlah Tuhan menghalangi pahala kepada dua orangtuanya.”

5. Selesai takbir keempat, lalu membaca:

Allahumma laa tahrimnaa ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfir lanaa wa lahu.

Artinya: “Ya Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepada kami (janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya), dan janganlah Engkau member kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia.”

6. Kemudian setelah salam membaca:

As-sallamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakaatuh.

Artinya: “Keselamatan dan rahmat Allah semoga tetap pada kamu sekalian.”

Keutamaan dilakukannya Shalat Jenazah Rasulullah saw. bersabda:

“Barang siapa menghadiri jenazah sampai jenazah itu disalati, maka ia mendapatkan satu qirath. Dan barang siapa menghadirinya sampai jenazah itu dikuburkan, maka ia mendapatkan dua qirath. Ada yang bertanya: Apakah dua qirath itu? Rasulullah saw. bersabda: Sama dengan dua gunung yang besar.” (HR Abu Hurairah) Bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Barang siapa menyalati jenazah, maka ia mendapatkan satu qirath. Jika ia menghadiri penguburannya, maka ia mendapatkan dua qirath. Satu qirath sama dengan gunung Uhud.” (HR Tsauban)

FIQIH TA’ZIYAH Oleh

Syaikh Musa’id bin Qashim Al-Falih

DEFINISI TA’ZIYAH

Kata “ta’ziyah”, secara etimologis merupakan bentuk mashdar (kata benda turunan) dari kata kerja ‘aza. Maknanya sama dengan al-aza’u. Yaitu sabar menghadapi musibah kehilangan [1].

Dalam terminologi ilmu fikih, “ta’ziyah” didefinisikan dengan beragam redaksi, yang substansinya tidak begitu berbeda dari makna kamusnya.

Penulis kitab Radd Al-Mukhtar mengatakan : “Bertaz’iyah kepada ahlul mayyit (keluarga yang ditinggal mati) maksudnya ialah, menghibur mereka supaya bisa bersabar, dan sekaligus mendo’akanya” [2]

Imam Al-Khirasyi di dalam syarahnya menulis : “Ta’ziyah, yaitu menghibur orang yang tertimpa musibah dengan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah, sekaligus mendo’akan mereka dan mayitnya” [3]

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan : “Yaitu memotivasi orang yang tertimpa musibah agar lebih bersabar, dan meghiburnya supaya melupakannya, meringankan tekanan kesedihan dan himpitan musibah yang

menimpanya” [4]

HUKUM FIQIH TA’ZIYAH

Berdasarkan kesepakatan para ulama, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah, hukumnya adalah sunnah [5]. Hal ini diperkuat oleh hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya, Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

(3)

HIKMAH TA’ZIYAH

Disamping pahala, juga terdapat kemaslahatan bagi kedua belah pihak . Antara lain. [1]. Meringankan beban musibah yang diderita oleh orang yang dilayat

[2]. Memotivasinya untuk terus bersabar menghadapi musibah, dan berharap pahala dari Allah Ta’ala [3].. Memotivasi untuk ridha dengan ketentuan atau qadar Allah Ta’ala, dan menyerahkannya kepada Allah [4]. Mendo’akannya agar musibah tersebut diganti oleh Allah dengan sesuatu yang lebih baik.

[5]. Melarangnya dari berbuat nihayah (meratap), memukul, atau merobek pakaian, dan lain sebagainya akibat musibah yang menimpanya.

[6]. Mendo’akan mayit dengan kebaikan

[7]. Adanya pahala bagi orang yang berta’ziyah.

WAKTU TA’ZIYAH

Jumhur ulama memandang bahwa ta’ziyah diperbolehkan sebelum dan sesudah mayit dikebumikan.

Pendapat lainnya, sebagaimana yang diriwayatkan dari Imam Tsauri, bahwa beliau memandang makruh ta’ziyah setelah mayitnya dikuburkan. Alasannya, setelah mayitnya dikuburkan, berarti masalahnya juga selesai. Sedangkan ta’ziyah itu sendiri disyari’atkan guna menghibur agar orang yang tertimpa musibah bisa melupakannya. Oleh karena itu, hendaknya ta’ziyah dilakukan pada waktu terjadinya musibah. Kala itu, orang yang tertimpa musibah benar-benar dituntut untuk bersabar.

Pendapat yang rajih, yaitu pendapat jumhur ulama. Alasannya, orang yang tertimpa musibah memerlukan penghibur untuk mengurangi beban musibah yang menghimpitnya. Penglipur ini tentu saja diperlukan, sekalipun mayitnya sudah dikuburkan, sebagaimana ia memerlukannya sebelum dikuburkan. Bahkan ta’ziyah setelah mayit dikuburkan hukumnya lebih utama. Sebab, sebelumnya ia sibuk mengurus mayit. Dan orang yang tertimpa musibah merasa lebih kesepian dan sengasara karena betul-betul berpisah dengan si mayit. [9]

JANGKA WAKTU TA’ZIYAH

Ta’ziyah disyariatkan dalam jangka waktu tiga hari setelah mayitnya dilkebumikan. Jumlah tiga hari ini bukan pembatasan yang final, tetapi perkiraan saja (kurang lebihnya saja). Dan jumhur ulama meghukumi makruh, apabila ta’ziyah dilakukan lebih dari tiga hari. Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Tidaklah dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, untuk

berkabung lebih dari tiga hari, terkecuali berkabung karena (ditinggal mati) suaminya, yaitu selama empat bulan sepuluh hari”[Hadits Riwayat Bukhari 2/78, Muslim 4/202]

Alasan lainnya, setelah tiga hari, biasanya orang yang ditinggal mati, bisa kembali tenang. Maka, tidak perlu lagi untuk dibangkitkan kesedihannya dengan dilayat. Kendatipun begitu, jumhur ulama membuat

pengecualian. Yaitu apabila orang yang hendak melayatnya, atau orang yang hendak dilayatnya (keluarga yang ditinggal mati) tidak ada dalam jangka waktu yang tiga hari tersebut.

Sebagian ulama madzhab Syafi’iyah dan Hanabilah membebaskannya begitu saja. Sampai kapan saja, tidak ada pembatasan waktunya. Sebab, menurut mereka, tujuan dari ta’ziyah ini untuk mendo’akan, memotivasinya agar bersabar dan tidak melakukan ratapan, dan lain sebagainya. Tujuan ini tentu saja berlaku untuk jangka waktu yang lama.

Yang lebih kuat dari dua pendapat ini, adalah pendapat jumhur ulama.

MENGULANG-ULANG TA’ZIYAH

(4)

Hikmah sekaligus alasannya, karena tujuan dilakukannya ta’ziyah sudah dicapai pada ta’ziyah yang pertama kali, sehingga tidak perlu diulangi lagi, supaya tidak membuat kesedihannya terus menghimpitnya. [11]

KEPADA SIAPA BERTA’ZIYAH

Sunnahnya ta’ziyah dilakukan kepada seluruh orang yang tertimpa musibah (ahlul mushibah), baik orang tua, anak-anak, dan apalagi orang-orang yang lemah. Lebih khusus lagi kepada orang-orang tertentu dari mereka yang merasakan kehilangan dan kesepian karena ditimpa musibah tersebut. Tetapi para ulama bersepakat, bahwa seorang lelaki tidak boleh berta’ziyah kepada seorang perempuan muda, sebab bisa menimbulkan fitnah (bahaya), terkecuali mahramnya.

Jika saat ta’ziyah mengetahui adanya kebatilan, maka kebenaran tidak boleh diabaikan atau ditinggalkan. Orang yang meratap dan merobek bajunya, dan sebagainya, ia tidak boleh dibiarkan. Begitu juga untuk hal-hal

lainnya.

TA’ZIYAH KEPADA ORANG KAFIR

Ada perbedaan pendapat dalam masalah melayat kepada orang kafir dzimmi (orang kafir dalam perlindungan). Sebagian ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah memperbolehkanya. Adapun Imam Ahmad bersikap tawaqquf, beliau tidak berpendapat apa-apa dalam masalah ini.

Sedangkan para sahabat Imam Ahmad memandang ta’ziyah sama dengan ‘iyadah (menengok atau besuk). Dan dalam masalah ini, mereka memiliki dua pendapat.

Pertama : Menengok dan melayat orang kafir hukumnya terlarang atau haram. Dalil yang mereka pergunakan ialah.

“Artinya : Janganlah memulai salam kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian berpapasan dengan salah seorang dari mereka, himpitlah ke tempat yang sempit” [Hadits Riwayat Muslim 7/5]

Dalam hal ini ta’ziyah disamakan dengan memulai salam kepada mereka.

Kedua : Membolehkan ta’ziyah dan menengoknya, dengan dalil hadits berikut ini.

“Artinya : Dahulu ada seorang anak Yahudi yang membantu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu ketika si anak ini sakit. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menengoknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, dan berkata : “Masuklah ke dalam Islam”. Anak tersebut memandang bapaknya yang hadir di dekatnya. Bapaknya berkata, “Patuhilah (perkataan) Abul Qasim Shallallahu ‘alaihi wa sallam”, maka anak itupun masuk Islam. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar seraya berkata : “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak ini dari siksa neraka” [Hadits Riwayat Bukhari 2/96]

Pendapat yang rajih, yaitu tidak boleh melayat orang kafir dzimmi, terkecuali apabila membawa kemaslahatan – menurut dugaan yang rajih- misalnya mengharapkannya masuk Islam. Wallahu a’lam

MELAYAT ORANG MUSLIM YANG DITINGGAL MATI OLEH SEORANG KAFIR

Jumhur ulama memperbolehkan ta’ziyah kepadanya. Adapun pendapat yang melarangnya, dipegang oleh Imam Malik dan salah satu riwayat dari mazhab Hanabilah.

Yang rajih dalam masalah ini, ialah pendapat jumhur ulama. Dalilnya ialah keumuman dalil-dalil yang memerintahkan ta’ziyah.

APA YANG DIUCAPKAN KETIKA BERTA’ZIYAH?

Berdasarkan pendapat para ulama dalam masalah ini, bisa disimpulkan bahwa mereka tidak menentukan bacaan-bacaan khusus yang harus diucapkan ketika berta’ziyah.

(5)

“Artinya : Semoga Allah merahmatimu dan memberimu pahala” [Hadits Riwayat Tirmidizi 4/60]

Imam Nawawi berpendapat [, yang paling baik untuk diucapkan ketika ta’ziyah, yaitu apa yang diucapkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada salah seorang utusan yang datang kepadanya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada utusan itu : Kembalilah kepadanya dan katakanlah kepadanya.

“Artinya : Sesungguhnya adalah milik Allah apa yang Dia ambil, dan akan kembali kepadaNya apa yang Dia berikan. Segala sesuatu yang ada disisiNya ada jangka waktu tertentu (ada ajalnya). Maka hendaklah engkau bersabardan mengaharap pahala dari Allah” [Hadits Riwayat Muslim 3/39]

Sebagian ulama mensunnahkan, agar ketika melayat orang muslim yang ditinggal mati oleh orang muslim, membaca: “Artinya : Semoga Allah melipatkan pahalamu, memberimu pelipur lara yang baik, dan semoga Dia memberikan rahmat kepada si mayit” [20]

Menurut madzhab Syafi’iyah, mendo’akan orang yang dilayat atau yang tertimpa musibah dengan

mengucapkan : “Semoga Allah mengampuni si mayit, melipatkan pahalamu, dan memberimu pelipur yang baik” tetapi, ada juga yang berpendapat berdo’a dengan do’a apa saja.

Adapun ketika melayat seorang muslim yang ditinggal mati oleh seorang kafir, maka cukup dengan

mendo’akan orang-orang yang ditinggal mati ini saja dan tidak mendo’akan si mayit (yang kafir). Dan melayat orang kafir, sebagaimana telah dibahas di muka, tidak diperbolehkan, terkecuali membawa kemaslahatan.

Sedankan madzhab Syafi’iyah dan Hanabilah yang membolehkan melayat orang kafir karena ditinggal mati oleh seorang muslim, memberikan tuntunan do’a.

“Semoga Allah memberimu pelipur lara yang baik, dan semoga Dia mengampuni si mayit”. Dan ketika yang meninggal adalah orang kafir, do’anya ialah.

“Semoga Allah menggantinya buatmu, dan semoga tidak mengurangi jumlahmu” Maksudnya, supaya jumlah jizyah (upeti) yang diambil dari mereka tetap besar.

Masalah ini dikomentari oleh Imam Nawawi : “Ini sangat bermasalah, sebab berdo’a agar orang kafir dan kekafiran tetap ada atau eksis. Sebaliknya, ini ditinggalkan saja” [23] Apa yang dikatakan oleh Imam Nawawi adalah benar.

Selanjutnya, apa yang dikatakan oleh orang yang dilayat ? Dalam hal ini sama. Tidak ada ketentuan bacaan khusus yang harus dibaca sebagai jawaban kepada para pelayat.

Ada pendapat dari Mazhab Hanabilah, bahwasanya disunnahkan untuk mengucapkan. “Semoga Allah mengabulkan do’amu. Dan semoga Dia mengasihi kita, juga kamu” [24]

DUDUK-DUDUK KETIKA TA’ZIYAH

Berkumpul dan membaca Al-Qur’an ketika melayat, bukan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik di pekuburan ataupun di tempat tidak diajarkan. [25] Jumhur ulama melarang duduk-duduk di tempat orang yang ditinggal mati. Yang disyariatkan ialah, setelah mayat dikuburkan, sebaiknya kembali kepada kesibukannya masing-masing.

(6)

sallam.

Dalam masalah ini ada yang berpendapat membolehkannya. Mereka ialah sebagian dari ulama Hanafiyah dan Malikiyah. [28] Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia menceritakan, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, ternyata Ibnu Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib dan Abdullah bin Rawahah terbunuh. Lalu beliau duduk. Beliau mengetahui jika di tempat itu ada kesedihan….[Hadits Riwayat Muslim 3/45]

Jawabannya atau bantahan dari pendapat ini ialah, bahwa kedatangan Rasulullah dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk, tidak bermaksud untuk ta’ziyah, dan tidak ada indikasi kea rah yang menguatkannya

berta’ziyah. [29]

Maka dari itu, sebagian lagi dari ulama Hanabilah menyatakan, sebenarnya yang dimakruhkan adalah menginap di tempat orang yang ditinggal mati, duduk-duduk bagi orang yang sudah pernah melayat sebelumnya, atau duduk-duduk supaya bisa melayat lebih lama.

Demikianlah beberapa point berkenaan dengan ta’ziyah. Semoga bermanfaat. [Diambil dari kitab At-Taziyah oleh Syaikh Musa’id bin Qashim Al-Falih]

Berkabung Dari Kematian

Minggu, 15 Nopember 2009 20:56:30 WIB

Manakala musibah ini menimpa, banyak orang mengungkapkan perasaan berkabungnya dengan berbagai cara. Di antaranya, ada yang berkabung dengan menaikkan bendera setengah tiang karena wafatnya seorang

pemimpin atau tokoh besar. Atau kaum laki-laki berkabung atas kematian salah seorang keluarga atau kerabatnya. Ada yang mengungkapkannya dengan mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol duka. Bagaimanakah dengan Islam? Islam telah menetapkan, bahwa berkabung hanyalah untuk wanita jika suaminya atau salah satu keluarganya meninggal dunia, dengan cara-cara yang telah ditetapkan syari’at. Berkabung, dalam bahasa Arabnya adalah al hadaad ( ُداَدَحْلا ). Maknanya, tidak mengenakan perhiasan baik berupa pakaian yang menarik, minyak wangi atau lainnya yang dapat menarik orang lain untuk menikahinya. Pendapat lain menyatakan, al hadaad adalah sikap wanita yang tidak mengenakan segala sesuatu yang dapat menarik orang lain untuk menikahinya seperti minyak wangi, celak mata dan pakaian yang menarik dan tidak keluar rumah tanpa keperluan mendesak, setelah kematian suaminya. Al-Hadaad, terbagi menjadi dua. Pertama, berkabung dari kematian suami selama empat bulan sepuluh hari. Kedua, berkabung dari kematian salah satu anggota keluarganya, selain suami selama tiga hari.

Derita Sesudah Mati

Sabtu, 14 Nopember 2009 10:25:00 WIB

Ketika orang meninggal dunia, ia tidak lantas menempati peristirahatan terakhir. Ia hanya singgah untuk

sementara waktu, meskipun persinggahan itu bisa lebih lama daripada ketika ia hidup di alam dunia. Itulah alam barzakh, alam kubur. Bahkan mungkin di sana, ia tidak sempat beristirahat sama sekali, meski hanya sekejap, sebab ia terus-menerus mendapatkan siksa. Alam barzakh ini pasti dilalui oleh setiap insan, sebelum datangnya hari pengadilan besar yang siapapun tidak akan bisa lolos darinya. Hari ketika Allah datang untuk mengadili setiap manusia sesuai dengan yang pernah mereka kerjakan. Hari kiamat. Hari yang tidak pernah diharapkan kehadirannya oleh orang kafir, sebab mereka sudah mengetahui dan merasakan kedahsyatannya ketika

mengalami siksa hebat di kuburnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam banyak menceritakan keadaan di alam kubur ini. Bahkan Beliau banyak menceritakan tentang siksa yang ditimpakan kepada orang-orang muslim yang bermaksiat. Beliau pernah menceritakan siksa kubur yang di alami oleh dua orang. Yang satu disebabkan oleh namimah (menghasut dan adu domba). Sedangkan yang lain disebabkan oleh kencing yang tidak bersih. Mengingat Maut

Kamis, 12 Nopember 2009 21:04:08 WIB

(7)

lain, tidak ada penolakan, dan tidak ada penundaan. Semua itu mengisyaratkan, bahwa kematian datang dari Pemilik kekuatan yang paling tinggi. Meski sedikit, tak seorang pun manusia memiliki wewenang atas kematian.

Sakaratul Maut, Detik-Detik Yang Menegangkan Dan Menyakitkan Rabu, 11 Nopember 2009 16:15:14 WIB

Syaikh Sa'di menjelaskan: "Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap menyebabkan

kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: "Dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang akan menyembuhkan?" artinya siapa yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju Allah Ta'ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya. Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan penentangan". .

Hisab Pada Hari Pembalasan

Minggu, 1 Nopember 2009 16:03:29 WIB

Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai kesempurnaan iman terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim mengetahui peristiwa dan tahapan yang akan dilalui manusia pada hari tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab (perhitungan) yang merupakan maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena, pengertian dari beriman kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia kepada Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari kebangkitan adalah iman kepada hisab ini. Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya. Atau Allah

mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah akan menghisab seluruh makhluk dan berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya. Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah (proses hisab). Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah adalah proses manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat.

Sebuah Renungan Terhadap Kematian Selasa, 20 Oktober 2009 23:40:10 WIB

Sesungguhnya bila seorang yang beriman hendak meninggal dunia dan memasuki kehidupan akhirat, ia

didatangi oleh segerombol malaikat dari langit. Wajah mereka putih bercahaya bak matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga. Selanjutnya mereka akan duduk sejauh mata memandang dari orang tersebut. Pada saat itulah Malaikat Maut 'alaihissalam menghampirinya dan duduk didekat kepalanya. Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata: "Wahai jiwa yang baik,bergegas keluarlah dari ragamu menuju kepada ampunan dan keridhaan Allah". Segera ruh orang mukmin itu keluar dengan begitu mudah dengan mengalir bagaikan air yang mengalir dari mulut guci. Begitu ruhnya telah keluar, segera Malaikat maut menyambutnya. Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut, para malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang tidak membiarkanya sekejappun berada di tangan Malaikat Maut. Para malaikat segera mengambil ruh orang mukmin itu dan membungkusnya dengan kain kafan dan wewangian yang telah mereka bawa dari surga. Dari wewangian ini akan tercium semerbak bau harum, bagaikan bau minyak misik yang paling harum yang pernah ada di dunia..."

Antara Yang Sunnah dan yang Bid'ah

Ziarah kubur memiliki banyak hikmah dan manfaat, diantara yang terpenting adalah:

(8)

Kedua: Mendo'akan keselamatan bagi orang-orang yang telah meninggal dunia dan memohonkan ampunan untuk mereka.

Ketiga: Termasuk mengamalkan dan menghidupkan sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah dan para shahabatnya.

Keempat: Untuk mendapatkan pahala dan balasan kebaikan dari Allah dengan ziarah kubur yang dilakukan. Hikmah ziarah kubur ini juga tertuang dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

" Dulu aku melarang kalian semua berziarah kubur, maka (sekarang) ziarahilah ia." Dalam sebuah riwayat disebutkan: "Karena sesungguhnya ia mengingatkan kepada kematian, dan dalam riwayat At Tirmidzi: "Karena sesungguhnya ia mengingatkan kepada akherat. "

Sunnah-Sunnah dalam ziarah kubur

Agar manfaat dan hikmah yang telah tersebut diatas bisa diperoleh dengan sempurna maka seseorang yang akan melakukan ziarah kubur harus mengetahui sunnah dan tata cara berziarah yang benar sesuai tuntunan syari'at. Diantara petunjuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam ziarah kubur adalah sebagai berikut:

* Ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja, tidak harus mengkhususkan hari atau waktu tertentu karena salah satu inti dari ziarah kubur adalah agar dapat memberi pelajaran dan peringatan agar hati yang keras menjadi lunak, tersentuh hingga menitikkan air mata. Selain itu agar kita menyampaikan do'a dan salam untuk mereka yang telah mendahului kita memasuki alam kubur.

* Dianjurkan ketika pergi untuk ziarah kubur hadir dalam benak kita rasa takut kepada Allah, merasa diawasi olehNya dan hanya bertujuan mencari keridhaanNya semata.

* Disunnahkan kepada peziarah kubur untuk menyampaikan salam kepada ahli kubur, mendoakan mereka agar mendapatkan rahmat, ampunan dan afiyah (kekuatan). Diantara doa yang dianjurkan untuk dibaca adalah:

Keselamatan semoga terlimpah kepada para penghuni (kubur) dari kalangan orang-orang mukmin dan muslim semoga Allah merahmati orang-orang yang telah mendahului (meninggal) diantara kami dan yang belakangan, insya Allah kami semua akan menyusul (Anda) (lafazh ini berdasar riwayat Imam Muslim)

Beberapa Masalah Berkenaan dengan Ziarah Kubur

Perlu untuk diingat bahwa ziarah kubur pada mulanya adalah dilarang sebelum akhirnya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam mengizinkan untuk melakukannya. Larangan tersebut memang sangat beralasan karena masalah kubur memang sangat rawan akan bahaya kesyirikan yang itu merupakan lawan dari dakwah beliau dakwah tauhid. Selain itu pada masa awal berkembangnya Islam kondisi keimanan para shahabat masih dalam tahap pembinaan, jadi sebagai tindakan preventif sangat wajar jika beliau melarang kaum muslimin melakukan ziarah kubur. Bahkan ketika para shahabat telah menjadi orang mukmin pilihan beliau masih tetap saja memperingatkan mereka dari bahaya kubur, sebagaimana tercermin dalam sabda beliau menjelang kewafatannya:

"Laknat Allah kepada orang-orang Yahudi dan Nashrani yang telah menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid. "

Peringatan tersebut tentunya juga ditujukan kepada kita semua selaku umat Nabi Muhammad yang sudah berada jauh dari generasi shahabat, apalagi jika aqidah kita masih sangat pas-pasan bahkan cenderung masih lemah. Jangan sampai izin yang diberikan Rasulullah justru menjadi bumerang yang berbalik membinasakan kita. Bukannya pahala ziarah yang didapat namun malah terjurumus dalam jurang dosa bahkan dosa yang tak terampunkan yakni syirik, naudzu billah min dzalik.

Kalau kita perhatikan ternyata apa yang dikhawatirkan oleh Rasulullah kala itu memang terjadi dizaman ini, dimana masih banyak kita dapati kaum muslimin yang salah dalam menerapkan aturan ziarah kubur, mereka melakukan ziarah sekedar mengikuti apa yang menjadi kemauan sendiri atau sesuatu yang sudah menjadi tradisi tanpa memperhatikan nilai-nilai dan rambu-rambu syari'at.

(9)

* Thawaf (mengelilingi) kuburan, beristighatsah (minta perlindungan) kepada penghuninya terutama sering terjadi dikuburan orang shalih, ini termasuk syirik besar. Demikian pula menyembelih disisi kuburan dan ditujukan karena si mayit.

* Menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid untuk pelaksanaan ibadah dan acara-acara ritual. * Sujud, membungkuk kearah kuburan, kemudian mencium dan mengusapnya.

* Shalat diatas kuburan, ini tidak diperbolehkan kecuali shalat jenazah bagi yang ketinggalan dalam menyolatkan si mayit.

* Membagikan makanan atau mengadakan acara makan-makan di kuburan.

* Membangun kubur, memberi penerangan (lampu), memasang selambu atau tenda diatasnya.

* Menaburkan bunga-bunga dan pelepah pepohonan diatas pusara kubur. Adapun apa yang dilakukan Rasulullah ketika meletakkan pelepah kurma diatas kubur adalah kekhususan untuk beliau dan berkaitan denga perkara ghaib, karena Allah memperlihatkan keadaan penghuni kubur yang sedang disiksa.

* Memasang prasasti baik dari batu marmer maupun kayu dengan menuliskan nama, umur, tanggal lahir dan wafatnya si mayit.

* Mempunyai persangkaan bahwa berdo'a dikuburan itu mustajab sehing-ga harus memilih tempat tersebut. * Membawa dan membaca Mushaf Al Qur'an diatas kubur, dengan keyakinan bahwa membaca di situ memiliki keutamaan. Juga mengkhususkan membaca surat Ya sin dan Al Fatihah untuk para arwah.

* Ziarahnya para wanita ke kuburan, padahal dalam hadits Rasulullah jelas-jelas telah bersabda: "Allah melaknat para wanita yang sering berziarah kubur dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid"(Riwayat Imam Ahmad dan Ahlus sunan secara marfu')

* Meninggikan gundukan kubur melebihi satu dhira' (sehasta) yakni kurang lebih 40cm

* Berdiri didepan kubur sambil bersedekap tangan layaknya orang yang sedang shalat (terkesan meratapi atau mengheningkan cipta, red).

* Buang hajat diatas kubur.

* Membangun kubah, menyemen dan menembok kuburan dengan batu atau batu bata

* Memakai sandal ketika memasuki komplek pemakaman, namun dibolehkan jika ada hal yang mambahayakan seperti duri, kerikil tajam atau pecahan kaca dan sebagainya, atau ketika sangat terik dan kaki tidak tahan untuk menginjak tanah yang panas.

* Membaca dzikir-dzikir tertentu ketika membawa jenazah, demikian pula mengantar jenazah dengan membawa tempat pedupaan untuk membakar kayu cendana atau kemenyan.

* Duduk diatas kuburan

* Membawa jenazah dengan sangat pelan-pelan dan langkah yang lambat, ini termasuk meniru ahli kitab Yahudi dan menyelisihi sunnah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam.

* Menjadikan kuburan sebagai ied dan tempat berkumpul untuk menyelenggarakan acara-acara ibadah disana.

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya ziarah kubur itu ada dua macam: * Ziarah syar'iyah yang diizinkan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan dalam ziarah ini ada dua tujuan, pertama bagi yang melakukan ziarah akan dapat mengambil pelajaran dan peringatan, yang kedua bagi mayit ia akan mendapatkan ucapan salam dan doa dari orang yang berziarah.

* Ziarah bid'iyah yaitu ziarah kubur untuk tujuan-tujuan tertentu bukan sebagaimana yang tersebut diatas, diantaranya untuk shalat disana, thawaf, mencium dan mengusap-usapnya, mengambil sebagian dari tanah atau batunya untuk tabaruk, dan memohon kepada penghuni kubur agar dapat memberi pertolongan, kelancaran rizki, kesehatan, keturunan atau agar dapat melunasi hutang dan terbebas dari segala petaka dan marabahaya dan permintaan-permintaan lain yang hanya biasa dilakukan oleh para penyembah berhala dan patung saja. Maka selayaknya setiap muslim berpegang dengan ajaran agamanya, dengan kitabullah dan sunnah nabinya serta menjauhi segala bentuk bid'ah dan khurafat yang tidak pernah diajarkan dalam Islam. Dengan itu maka akan diperoleh kebahagiaan didunia maupun diakherat kelak, karena seluruh kebaikan itu ada dalam ketaatan kepada Allah dan rasulNya sedang keburukan selalu ada dalam kemaksiatan dan ketidaktaatan.

Referensi

Dokumen terkait