• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tawuran Pelajar di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Tawuran Pelajar di Indonesia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Tawuran Pelajar di Indonesia

I.PENDAHULUAN

Tawuran antar pelajar merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh masyarakat di Indonesia. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa tawuran merupakan salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia remaja. Tawuran antar pelajar sering terjadi di kota-kota besar yang seharusnya memiliki masyarakat dengan peradaban yang lebih maju.

Para pelajar remaja yang sering melakukan aksi tawuran tersebut lebih senang melakukan perkelahian di luar sekolah daripada masuk kelas pada kegiatan belajar mengajar. Tawuran tersebut telah menjadi kegiatan yang turun temurun pada sekolah tersebut. Sehingga tidak heran apabila ada yang berpendapat bahw tawuran sudah membudaya atau sudah menjadi tradisi pada sekolah tertentu.

Kerugian yang disebabkan oleh tawuran tidak hanya menimpa korban dari tawuran saja, tetapi juga mengakibatkan kerusakan di tempat mereka melakukan aksi tersebut. Tentunya kebanyakan dari para pelaku tawuran tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan yang mereka timbulkan. Biasanya mereka hanya lari setelah puas melakukan tawuran. Akibatnya masyarakat menjadi resah terhadap kegiatan pelajar remaja.

Keresahan tersebut sendiri merupakan kerugian dari tawuran yang bersifat psikis. Keresahan ini akan menimbulkan rasa tidak percaya terhadap generasi muda yang seharusnya menjadi agen perubahan bangsa. Dari segi politik, hal tersebut dimanfaatkan oleh para pemegang otoritas untuk melanggengkan status quo-nya. Mereka memanfaatkannya dengan cara membangun opini publik bahwa para pemuda di Indonesia masih balum mampu menduduki otoritas kekuasaan politis di Indonesia.

(2)

Menurut seorang sosiolog asal Jerman, Emille Durkheim, tindakan para pelajar dalam tawuran merupakan perilaku menyimpang atau deviance. Faktor penyebab deviance sendiri beraneka ragam sehingga diperlukan analisis dengan perspektif sosiologi konflik untuk menemukan upaya rekonsiliasi yang mampu mengamodasi permasalahan tersebut.

II.PERMASALAHAN

Permasalahan tersebut, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bukan merupakan permasalahan yang baru saja muncul. Di salah satu kota besar di Indonesia seperti Jakarta misalnya, terdapat sekolah menengah di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan yang sejak dahulu ‘rutin’ melakukan tawuran. Hingga kini sekolah tersebut menjadi buah bibir pelajar sekolah menengah di Jakarta. Dalam sekolah tersebut, tawuran tidak hanya terjadi antara sekolah tersebut dengan sekolah lainnya, tetapi juga sering terjadi perkelahian internal sesama pelajar di sekolah tersebut terutama yang bersifat senioritas.

Hal yang serupa terjadi pada pelajar sekolah menengah di Yogyakarta. Para pelajar di sebuah sekolah telah dapat membedakan mana sekolah yang menjadi ‘kawan’ serta mana pula yang menjadi ‘lawan’. Hal ini telah diturunkan dari suatu angkatan ke angkatan di bawahnya.

Permasalahan tawuran kini telah meluas lingkupnya hingga ke hal-hal yang sudah tergolong dalam lingkup kriminalitas. Hal ini karena dalam sebuah fenomena sosial pasti terdapat efek beruntun ataupun efek bersamaan. efek yang ditimbulkan tersebut diantaranya adalah pemerasan, penodongan, pembajakan angkutan umum hingga ke tindakan penculikan. Namun sayangnya, tindakan ini masih dianggap sebagai deviance dalam masyarakat. Deviance terjadi apabila tingkat penyimpangan yang diasosiasikan terhadap keinginan atau kondisi masyarakat rata-rata telah melanggar batas-batas tertentu yang dapat ditolerir sebagai masalah gangguan keamanan dan kenyamanan masyarakat.

(3)

selalu dihadapi oleh setiap masyarakat. Kejahatan tidak mungkin dihilangkan, tetapi kejahatan hanya dapat dikurangi intensitas dan kualitasnya.

Sekalipun hanya dikurangi, namun hingga kini belum ada upaya konkrit untuk mengatasi permasalahan tersebut. Akibatnya fenomena tersebut kini mengkristal menjadi hal yang bersifat sistemik. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam alasan. Mulai dari kecemburuan sosial, altruisme berlebihan, bahkan sampai ke pembalasan dendam.

Ada pula anggapan yang menyatakan bahwa prosedur pendidikan di Indonesia juga berpengaruh terhadap koflik yang marak terjadi di Indonesia. Pendidikan di Indonesia cenderung memaksakan seorang pelajar untuk berpikir sesuai dengan kurikulum yang dibuat oleh pemerintah. Kurikulum tersebut cenderung mengeksploitasi kemampuan berpikir dari pelajar. Akibatnya para pelajar merasa dipenjara oleh fakta sosial pendidikan yang ada sehingga ingin melakukan hal yang menurut mereka di luar dari fakta sosial tersebut dan bersifat deviance.

Pendidikan sebenarnya hanyalah sekumpulan konsep dari rumus, teori, ujian, dan tidak lebih dari itu. Hal tersebut tidak dapat ditawar oleh pelajar dan akhirnya menciptakan kondisi yang mereka anggap sama diantara pelajar tersebut. Kemudian muncul ikatan kelompok yang cukup kuat seperti gank-gank ataupun sejenisnya, sehingga mendorong sikap altruistik di kalangan pelajar. Sikap altruistik menunjukkan ikatan yang terlalu kuat dengan kehidupan kolektif remaja tersebut. Wajib belajar 12 tahun telah berhasil mewujudkan sikap kolektivitas di kalangan remaja. Kolektivitas inilah yang pada akhirnya menjadikan sikap altruisme di kalangan remaja dan membentuk kelompok. Pada kelompok-kelompok ini tawuran bisa terjadi oleh faktor spontanitas kolektif untuk membela ikatan mereka ataupun paksaan dikarenakan seorang pelajar dianggap sebagai pengecut oleh rekan-rekannya dalam lingkungan tersebut. Tidak jarang anggota kelompok yang lainnya memancing tawuran dengan alasan membalaskan dendam anggota kelompoknya.

Di sisi bersamaan, dalam melakukan tawuran biasanya para pelaku tawuran membutuhkan perlengkapan ataupun fasilitas yang lainnya. Tidak jarang mereka membajak angkutan umum untuk mobilitas mereka ke tempat mereka akan melakukan tawuran.

(4)

Dalam memahami dan mengkaji secara mendalam konflik antar pelajar di Indonesia, maka salah satu caranya adalah dengan menggunakan empat asumsi dasar tentang konflik. Asumsi dasar ini biasanya dijadikan dasar untuk pengembangan teori atau orientasi dalam melihat konflik sehingga dapat menemukan rekonsiliasi yang sesuai. Keempat asumsi dasar tersebut berlandaskan pada teori konflik dari Ralf Dahrendorf.

Asumsi dasar yang pertama adalah konflik terdapat dimana-mana. Berlandaskan asumsi ini dapat dipahami bahwa konflik antar remaja juga ada dimana-mana serta merupakan hal yang lumrah terjadi dalam masyarakat. Asumsi ini didasari karena sejak awal, manusia memang dilahirkan berbeda sehingga terkadang perbedaan tersebut sengaka ditonjolkan oleh beberapa pihak dan memunculkan konflik. Perbedaan tersebut akhirnya memunculkan persengketaan yang sarat akan kekerasan. Dalam persengkataan tersebut biasanya suatu pihak akan berusaha untuk menghilangkan hak orang lain bahkan sampai kepada hak hidup. Hal tersebut terbukti dengan adanya tawuran remaja yang berbeda kelompok yang tidak jarang berbuntut pada penghilangan nyawa seseorang.

Asumsi yang kedua adalah bahwa di dalam konflik diperlukan aktor-aktor untuk mendukung terjadinya konflik sosial tersebut. Selain aktor, ternyata terdapat juga skenario yang memang sengaja dibuat untuk mewujudkan konflik tersebut. Hal ini terbukti dari pernyataan yang menyatakan bahwa pihak-pihak alumni ataupun senior juga berperan dalam sebuah konflik yang terjadi dengan cara melakukan provokasi terhadap bawahannya.

Asumsi yang ketiga adalah bahwa konflik memiliki dampak perubahan. Perubahan tersebut dapat menjadi negatif, bahkan dapat pula menjadi positif. Sehingga terkadang ada pula pendapat yang menyatakan bahwa konflik memiliki dua sisi. Dalam kasus perkelahian antar pelajar di Indonesia, dampak negatif yang ditimbulkan adalah aksi kekerasan yang bersifat anarkis. Sedangkan dampak positifnya adalah semakin terintegrasinya sebuah kelompok tertentu.

Asumsi yang keempat adalah bahwa konflik dapat menyebar ke seluruh masyarakat. Terbukti bahwa dalam kasus ini, konflik yang pada awalnya hanya merupakan konflik antar individu, telah berubah menjadi konflik antar kelompok.

(5)

Dalam menganalisa sumber konflik, perlu diidentifikasi penyebab tersebut berdasarkan dimensi-dimensinya. Sumber konflik struktural berkaitan dengan kebijakan dan pengambilan keputusan yang salah, dari pemerintahan pusat kepada daerah. Hal tersebut sesuai dengan yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kurikulum yang ditetapkan pemerintah juga turut serta dalam perwujudan konflik antar pelajar. Hal inni disebabkan karena para pelajar merasa terkekang dalam kurikulum yang telah mengeksploitasi waktu serta pikiran mereka. Walhasil, mereka akan melakukan upaya untuk terbebas dari aturan-aturan tersebut dengan melampiaskannya dalam konfrontasi fisik.

Dimensi yang kedua adalah dimensi kultural. Dilihat dari dimensi ini, konflik antar pelajar remaja telah menjadi adat dari remaja itu sendiri. Hal ini menciptakan suatu nilai dalam remaja bahwa yang tidak ikut dalam tawuran adalah remaja yang pengecut. Atas dasar inilah, para remaja menjadi bersikap militan terhadap kelompoknya sekalipun mereka tidak mengetahui sebab konflik itu terjadi.

“Sebab konfliknya tidak jelas. Biasanya dipanas-panasin sama senior”. Ungkap Jojo yang merupakan alumni dari SMA Negeri 1 Depok, Sleman. Ungkapan ini menguatkan pendapat bahwa tawuran juga memasuki dimensi kultural yang telah mengakar dalam kehidupan para remaja pelajar.

Dimensi yang ketiga adalah dimensi perilaku. Hal ini berkaitan erat dengan spek psikologis dari para pelajar remaja di Indonesia. Konflik sosial psikologis berkaitan dengan persoalan salah persepsi, stereotip, sikap yang negatif, bahkan hingga ke persoalan identitas kelompok dan daerah. Salah dalam persepsi mengambil jalan pintas akan menimbulkan stereotip, dan akhirnya stigmatisasi terhadap suatu kelompok terbentuk. Sementara itu, identitas kelompok yang mengeras dan ekslusif menimbulkan jarak dengan kelompok lain, dan amat mudah bergesekkan dan menimbulkan konflik.

Dimensi inilah yang dimanfaatkan oleh para provokator untuk menyulut konflik antar sekolah. Terkadang tujuan provokasi tersebut adalah hanya untuk mencari-cari kegiatan tawuran.

(6)

IV.REKONSILIASI

Dari uraian di atas, dapat diperoleh beberapa upaya rekonsiliasi untuk mengurangi konflik yang terjadi pada pelajar remaja. Namun upaya rekonsiliasi tersebut membutuhkan peran serta berbagai pihak dalam pelaksanaanya.

Dari segi struktural, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menata ulang kurikulum pendidikan di Indonesia yang sesuai dengan kultur budaya di Indonesia. Hal ini dapat membuat siswa menjadi nyaman dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Apabila siswa merasa nyaman, maka mereka tidak akan mencari kegiatan lain yang dapat mencelakakan diri dan orang lain serta cenderung untuk tidak melakukan penyimpangan.

Dari segi kultural, upaya yang dapat dilakukan adalah pihak sekolah selaku institusi pendidikan harus mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi siswa. Pihak sekolah juga harus mampu membuat kegiatan yang dapat mengisi waktu luang para siswanya. Dan yang terakhir, dari dimensi perilaku yaitu upaya yang dapat dilakukan adalah kontrol dari lembaga inti yakni lembaga keluarga. Dalam sebuah kelarga hendaknya terdapat hubungan yang komunikatif sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam anggota keluarganya.

V.REFERENSI

(7)

Disusun Oleh : Trya Kiromim Baroroh

I. PENDAHULUAN

Tawuran antar pelajar merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh masyarakat di Indonesia. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa tawuran merupakan salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia remaja. Tawuran antar pelajar sering terjadi di kota-kota besar yang seharusnya memiliki masyarakat dengan peradaban yang lebih maju.

Para pelajar remaja yang sering melakukan aksi tawuran tersebut lebih senang melakukan perkelahian di luar sekolah daripada masuk kelas pada kegiatan belajar mengajar. Tawuran tersebut telah menjadi kegiatan yang turun temurun pada sekolah tersebut. Sehingga tidak heran apabila ada yang berpendapat bahw tawuran sudah membudaya atau sudah menjadi tradisi pada sekolah tertentu.

Kerugian yang disebabkan oleh tawuran tidak hanya menimpa korban dari tawuran saja, tetapi juga mengakibatkan kerusakan di tempat mereka melakukan aksi tersebut. Tentunya kebanyakan dari para pelaku tawuran tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan yang mereka timbulkan. Biasanya mereka hanya lari setelah puas melakukan tawuran. Akibatnya masyarakat menjadi resah terhadap kegiatan pelajar remaja.

Keresahan tersebut sendiri merupakan kerugian dari tawuran yang bersifat psikis. Keresahan ini akan menimbulkan rasa tidak percaya terhadap generasi muda yang seharusnya menjadi agen perubahan bangsa. Dari segi politik, hal tersebut dimanfaatkan oleh para pemegang otoritas untuk melanggengkan status quo-nya. Mereka memanfaatkannya dengan cara membangun opini publik bahwa para pemuda di Indonesia masih balum mampu menduduki otoritas kekuasaan politis di Indonesia.

II. PEMBAHASAN

(8)

1. Pengertian Tawuran Pelajar

Dalam kamus bahasa Indonesia tawuran dapat diartikan sebagai perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang. Sedangkan pelajar adalah adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh orang yang masih dalam proses belajar . Ada juga yang mengartikan Tawuran atau Tubir adalah istilah yang sering digunakan masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar sebagai perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Sebab tawuran ada beragam, mulai dari hal sepele sampai hal-hal serius yang menjurus pada tindakan bentrok.

2. Macam - macam Tawuran

a. Tawuran di tingkat sekolah

Tawuran paling banyak diartikan sebagai perkelahian massal antara dua kubu siswa suatu sekolah. Misalnya tawuran antar SMA XX melawan SMA X yang sering diakibatkan oleh hal-hal sepele, mulai dari saling mengejek, "berebut" siswa/i (contoh kasus:

siswa SMA XX sukaterhadap salah satu siswi SMA x yang ternyata sudah merupakan seorang kekasih dari salah seorang siswa SMA X. Maka dengan fakta seperti itu, tawuran sulit dihindarkan), sampai tawuran karena salah satu sekolah memang ingin mengajak tawuran sekolah lain karena hanya ingin bersenang-senang.

b. Tawuran di tingkat fakultas

(9)

c. Tawuran antar warga

Tawuran antar warga masyarakat biasanya dimulai dengan hal-halsepele, dan juga karena memang kedua kubu masyarakat sudahmenjadi saingan sejak awal

3. Faktor - factor Penyebab Tawuran

Ada dua faktor penyebab terjadinya tawuran antar pelajar yaitu factor internal dan faktor eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal disini adalah faktor yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar. Dalam pandangan psikologis, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (internal), yang sering disebut dengan kepribadian, walau tidak selalu tepat. Sedangkan kondisi di luar (eksternal) adalah factor yang terjadi pada diri individu itu sendiri.

a. Faktor internal

Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks disini berarti adanya kenekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi,dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang.

(10)

Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan . Faktor internal ini terjadi didalam diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaiakn permasalahan disekitarnya dan semua pengaruh yang dating dari luar.

b. Factor Eksternal

 Faktor keluarga.

Baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknyasebuah rumah tanggab. perlindungan lebih yang diberikan orang tuac. penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibud. pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal dantindakan asusila.

 Faktor lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupabangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang cukup luas, tanpa ruangan olah raga,minimnya fasilitas ruang belajar, jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat, ventilasi dan sanitasi yang buruk danlain sebagainya.

 Lingkungan-lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan

bagi pendidikan dan perkembangan remaja.

 Dampak Karena Tawuran Pelajar

a. Kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran kemungkinan akan menjadi korban. Baik itu cedera ringan, cedera berat, bahkan sampai kematian.

b. Masyarakat sekitar juga dirugikan.

c. Terganggunya proses belajar mengajar.

d. Menurunnya moralitas para pelajar.

(11)

f. Rusaknya sarana prasarana umum, seperti bus, halte dan fasilitas lainnya. Serta fasilitas pribadi seperti kendaraan sendiri.

 Peran Guru BK dalam Mengatasi Tawuran Pelajar

a. Memberikan pendidikan moral untuk para pelajar.

b. Menjadi seorang figur yang baik untuk dicontoh oleh para pelajar.

c. Memberikan perhatian yang lebih untuk para remaja yang sejatinya sedang mencari jati diri.

d. Memfasilitasi para pelajar untuk baik dilingkungan rumah atau dilingkungan sekolah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat diwaktu luangnya. Contohnya : membentuk ikatan remaja masjid atau karangtaruna dan membuat acara-acara yang bermanfaat, mewajibkan setiap siswa mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler disekolahnya

 Solusi

Untuk mengatasi masalah tawuran antar pelajar, di sini penulis akan mengambil dua teori. Yang pertama adalah dari Kartini Kartono. Dia menyebutkan bahwa untuk mengatasi tawuran antar pelajar atau kenakalan remaja pada umumnya adalah:

1. Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak menuntun

2. Memberikan kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat

3. Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan

perkembangan bakat dan potensi remaja

(12)

 a. Program harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus

pada kenakalan

 b. Program harus memiliki komponen-komponen ganda, karena tidakada

satu pun komponen yang berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yangdapat memerangi kenakalan meningkatkankualitas pendidikan bagi anak-anak yang kurang beruntung

 f. Memberi perhatian kepada individu secara intensif dan merancang

program unik bagi setiap anak merupakan faktor yang penting dalammenangani anak-anak yang berisiko tinggi untuk menjadi nakal

 g. Manfaat yang didapatkan dari suatu program sering kali hilang saat

program tersebut dihentikan, oleh karenanya perlu dikembangkan program yang sifatnya berkesinambungan.

Kesimpulan

Tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh orang yang masih dalam proses belajar. Tetapi macam -macam tawuran ada 3 yaitu : a. Tawuran di tingkat pelajar, b. Tawuran di tingkat universitas, serta c. Tawuran antar warga.

Faktor yang menyebabkan tawuran remaja tidaklah hanya datang dari individu siswa itu sendiri. Melainkan juga terjadi karena faktor-faktor lain yang datang dari luar individu, diantaranya faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor lingkungan.

(13)

para remaja dalam mengembangkan potensinya dengan cara mengakui keberadaanya.

DAFTAR PUSTAKA

http://daimabadi.blogdetik.com/2010/04/27/tawuran-pelajar/comment-page-1/

 http://yakubus.wordpress.com/2009/02/25/makalah-sosiologi/

 http://www.mail-archive.com/permias@listserv.syr.edu/msg03171.html

 Hartono, Agung., Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta

(14)

Penulis:

Ibrahim MA

Judul Makalah: Makalah Fenomena Tawuran Di Indonesia

Semoga Makalah ini memberi manfaat bagi anda, tidak ada maksud apa-apa selain keikhlasan hati untuk membantu anda semua. Jika terdapat kata atau tulisan yang salah, mohon berikan kritik dan saran yang membangun. Jika anda mengcopy dan meletakkannya di blog, sertakan link dibawah ini sebagai

sumbernya :

<a

(15)

Silahkan dibagikan melalui:

Newer PostOlder Post

(16)

TUGAS BAHASA INGGRIS

NEW ITEM TEKS

Made by

Group :

1. Lia amelia

2. Amelia indriani

3. Nur eviyana

4. Siti nur’aini

English assianment

Referensi

Dokumen terkait

Disisi lain, beranekaragamnya jenis rokok di Indonesia, yang tidak hanya beredar rokok kretek, tetapi juga rokok putih ataupun produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya HPTL maka perlu