• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PENGAMATAN MATAHARI pdf 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PENGAMATAN MATAHARI pdf 1"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan

kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu

menyelesaikan tugas makalah ini.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.

Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat

bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi

teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu, yang kami sajikan

berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di

susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun

maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan

dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi

sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas PGRI

Palembang. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.

Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan

pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran

dari para pembaca.

(2)
(3)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Geodesi satelit dapat didefinisikan sebagai sub-bidang ilmu geodesi yang

menggunakan bantuan satelit (alam maupun buatan) untuk menyelesikan

problem-problem geodesi. (Seeber 1983). Geodesi satelit meliputi teknik-teknik pengamatan dan

perhitungan yang digunakan untuk menyelesaikan masalh geodesi dengan menggunakan

pengukuran-pengukuran yang teliti ke, dari, dan antara satelit buatan yang umumnya

dekat dengan permukaan bumi.

Dalam menentukan posisi suatu titik dipermukaan bumi dapat dilakukan dengan

cara astronomi dan geodetik. Posisi astronomis dinyatakan dengan bujur dan lintang

astronomis. Sedangkan posisi astronomis itu sendiri dapat didefinisikan sebagai posisi

setiap titik dipermukaan bumi diwakili oleh posisi zenit astronomi titik itu di bola langit.

Penentuan posisi secara astronomi ini terlebih dahulu harus melakukan

pengamatan matahari. Praktikum pengamatan matahari ini dilakukan untuk mendapatkan

sudut azimuth matahari.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan praktikum pengamatan matahari ini adalah :

Siswa memahami konsep penentuan posisi secara astronomis

Siswa melakukan pengamatan matahari dengan menggunakan prinsip – prinsip pengamatan matahari yang benar

Siswa mampu mengidentifikasi kondisi matahari mana yang bisa diamati dan

tidak

Siswa mampu menghitung azimuth matahari dari data yang telah diperoleh pada

(4)

2

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Astronomi Geodesi

Sistem Astronomi merupakan sistem geodesi satelit paling tua yang berbasiskan

pengamatan pada bintang. Meski terbatas, sistem ini masih digunakan sampai saat ini untuk

keperluan – keperluan khusus. Sesuai namanya astronomi geodesi merupakan suatu metode dalam penentuan posisi dengan mengamati bintang ataupun benda langit lainnya. Astronomi

geodesi merupakan salah satu cara untuk menetukkan sudut jurusan dari dari dua buah titik

yang ada di permukaan bumi. Pengamatan yang paling sering dilakukan adalah pengamatan

matahari.

2.2. Azimuth

Azimuth berfungsi untuk mendapatkan arah suatu sisi terhadap arah utara. Pada alat

ukur yang dilengkapi dengan kompas, pembacaan sudut horisontalnya ada ketentuan bahwa

“azimuth adalah besar sudut yang dimulai dari arah utara atau selatan jarum magnet sampai obyektif garis bidik yang besarnya sama dengan angka pembacaan”. Azimuth dapat

didapatkan melalui beberapa cara, yaitu :  Cara Lokal

 Pengikatan pada dua buah titik tetap

 Dengan kompas

 Pengamatan Astronomis

2.3. Pengamatan Tinggi Matahari

Pengukuran azimuth geografi dengan pengamatan tinggi matahari dapat dilakukan

dengan cara ditadah, filter dan prisma roelofs. Pengamatan dilakukan dengan menempatkan

penadah atau tabir, di belakang lensa okuler, penadah tersebut bisa sebuah kertas putih,

sebagai layar yang menangkap bayangan matahari dan bayangan benang diafragma.

Bayangan yang jelas dapat diatur sedemikian r-rpa dengan menekan tromol pengatur

(5)

3

2.1 Gambar azimuth matahari

2.4. Koreksi 1/2 d sudut vertikal

Pembidikan dikakukan terhadap tepi-tepi matahari, untuk mendapatkan tinggi ke pusat

matahari, maka sudut vertikal harus diberi koreksi t/z diameter bayangan matahari. ('d)

adalah sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan stasiun pengamatan ke tepi-tepi

matahari. Makanya dinyatakan dalam satuan sudut. Namun karena jarak rnatahari ke burni

berubah-ubah, maka harga ’d’ juga berubah-ubah sesuai dengan jarak bumi. Pada bulan Desember nilai d adalah 32'34" sedangkan pada bulan Juli nilainya 31 '35" . Untuk keperluan

hitungan, diambil pembulatan rata-rata sebesar 32'. Koreksi d yang diberikan pada sudut

vertikal tergantung pada kuadran berapa bayangan matahari ditempatkan.

2.2 Gambar Sistem kuadran dalam Geodesi

2.5. Koreksi ½ d sudut horizontal

Koreksi ½ d ini tidak hanya diberikan kesudut horizontal saja, akan tetapi juga

diberikan ke sudut horizontal yang tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan sudut ke pusat

matahari. Pemakaian tanda (+) / (-) juga dipengaruhi posisi bayangan, matahari dalam sistem

(6)

4

2.3Gambar sistem koreksi ½ Diameter untuk sudut horizontal

2.6. Koreksi Paralaks dan Refraksi

Koreksi Paralaks horizontal

2.4 Gambar Koreksi Paralaks Horizontal

Dimana:

D : jarak dari burni ke matahari (C-M)

Z' : sudut zenith pengamat

Z : sudut zenith geosentris

p : Z'-Z : paralaks horizontal

R : jari-jari bumi (C-O)

Perhatikan segitiga OCM :

Secara pendekatan :

(7)

5

Harga paralaks ini dapat diperoleh dari tabel yang terdapat pada Almanak Matahari

dan bintang.

Koreksi Refraksi

Faktor alam, seperti temperatur, tekanan, dan kelembaban udara adalah hal yang

sangat berpengaruh terhadap pengukuran yang dilakukan. Hal ini jelas diketahui

karena dapat memberikan efek pemuaian ataupun melengkungnya sinar yang masuk

ke dalam teropong (refiaksi). Semua gejala ini dialami oleh hasil pengukuran sejak

rnulai dari target yang dibidik sampai didalarn teropong itu sendiri. Oleh karenanya

jadi diperlukan koreksi. Harga koreksi refraksi tersebut dapat diperoleh dari tabel

pada Almanak tahunan Matahari dan Bintang, dengan rumus sebagai berikut :

Dimana:

Rm :Koreksi refraksi menengah (pada p '=760mmHg ; t : l0"C; kelembaban nisbi

60%) dengan argumen adalah tinggi ukuran dari matahari.

Cp :Faktor koreksi barometric, dengan argumen adalah tekanan udara stasion

pengamat atau ketinggian pendekatan dari stasion pengamat.

Cl :Factor koreksi temperature, dengan argument adalah temperatur udara stasion

pengamat.

2.7. Segitiga Astronomi

Segitiga astronomi adalah segitiga bola langit yang dibatasi oleh lingkaran besar yang

dibentuk oleh titik zenith, titik matahari atau bintang yang diamati dan sebuah titik kutub (

lndonesia mengambil kutub utara sebagai acuan). Penentuan azimuth geografi dengan metoda

pengamatan tinggi matahari diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan data :

 Tinggi matahari (h) diperoleh dari hasil pengamatan dari stasion pengamat.

 Deklinasi matahari (6) yang diperoleh dari tabel pada almanak matahari dan bintang dengan argument adalah waktu, tanggal dan tahun pengamatan.

(8)

6

(9)

7

BAB III

METODOLOGI PELAKSANAAN

3.1. Peralatan :

1. Theodolit merk Nikon NT 3D

2. Paku payung

3. Statif

4. Alat tulis (Kertas HVS dan bolpoin)

3.2. Diagram Alur Pelaksanaan Praktikum:

Keterangan:

1. Persiapan : Kegiatan ini meliputi penentuan waktu praktikum serta tempat yang akan

digunakan praktikum.

2. Perencanaan : Kegiatan pada tahap ini adalah peminjaman alat yang akan digunakan

dalam pengukuran dilapangan. Sebelum melakukan pengukuran di persiapkan terlebih

dahulu tempat yang akan digunakan untuk penempatan alat sebagai tempat untuk

membidik tinggi bangunan sekaligus pengamatan matahari. PERSIAPAN

PERENCANAAN

ORIENTASI MEDAN

PENGAMBILAN DATA/ PRAKTIKUM

PENGOLAHAN DATA

(10)

8

3. Orientasi medan : Kegiatan dalam tahap ini adalah melihat medan/ tempat yang akan

digunakan untuk praktikum yang bertujuan untuk menentukan metode yang akan

digunakan dan penempatan titik untuk pengamatan matahari.

4. Pengambilan data : Kegiatan ini adalah praktikum dilapangan, yaitu di tanah lapang

sebelah timur jurusan Teknik Geomatika untuk pengamatan matahari.

5. Pengolahan data : Kegiatan yang dilakukan adalah mengolah data yang telah didapat

yaitu menghitung deklinasi matahari dari data yang telah didapat.

6. Pembuatan laporan : Setelah praktikum selesai membuat laporan dari praktikum yang

telah dilakukan dilapangan dan hasil pengamatan matahari di lapangan.

3.3. Metode Pelaksanaan

1. Hal pertama yang dilakukan adalah penentuan tempat yang akan digunakan untuk

pengamatan matahari.

2. Setelah diketahui tempat yang akan digunakan untuk pengamatan matahari ,

kemudian tentukan titik yang akan digunakan untuk tempat berdirinya alat.

Selanjutnya dirikan alat di titik yang telah ditentukan

3. Arahkan teropong kearah matahari. Pada saat mengarahkan teropong kearah

matahari, letakan selembar kertas HVS putih di depan lensa okuler, kemudian amati

bayangan matahari yang ada pada kertas HVS dengan visier. Atur fokus teropong

theodolit sehingga bayangan matahari yang ada pada HVS menyentuh sumbu.

Dengan menggunakan sekrup halus horisontal dan vertikal tempatkan bayangan matahari ke dalam kwadran( sesuai dengan waktu pengarnatan). Dengan sekrup gerak halus horisontal temparkan tepi bayangan matahari pada benang vertikal.

4. Posisi pengamat membelakangi matahari dan menghadap pada kertas tadi.

Longgarkan sekrup pengunci horisontal dan vertikal, sehingga mudah untuk

mengatur gerakkan teropong yang mengarah ke matahari sedemikian rupa sehingga

bayangan matahari terlihat yang merupakan lingkaran penuh pada kertas tadah.

5. Kunci sekrup pengunci gerakan horisontal dan vertikal kemudian bayangan

matahari dipertajam dengan menggunakan pengatur fokus dan benang diafragma

diperjelas dengan pengatur benang diafrgma.

6. Setelah bayangan matahari sudah tampak dengan jelas di HVS, maka baca sudut

vertikal dan horisontal pada theodolit melalui lensa okuler dan tidak lupa untuk

menutup teropong dengan buku atau sejenisnya supaya cahaya matahari tidak

(11)

9

7. Lakukan langkah kedua hingga keenam sebanyak tiga kali pengamatan untuk tiap

sub kelompok.

8. Hitung hasil dari data yang telah didapat, maka akan mendapatkan hasil

pengamatan dan hasil penghitungan azimuth matahari.

3.4. Hasil Dan Analisa

Pengamatan matahari dilakukan pada hari Rabu tanggal 13 Desember 2014. Dari

keadaan waktu dan lapangan diketahui data :

 Koordinat pengamat : -7016’46,8” LS dan 112047’43” BT

UNTUK PENENTUAN AZIMUT METODE TINGGI MATAHARI

KEDUDUKAN TEROPONG B LB LB B

KWADRAN I I III III

KEDUDUKAN MATAHARI (SEBENARNYA)

WAKTU PENGAMATAN 6:47:41,22 6:50:17,13 7:00:22,73 7:09:58,10

BACAAN LINGKARAN

TINGGI MATAHARI SEJATI (hs) 15

(12)

10 142O ’ . ” 142O ’ , ” 141O ’ , ” 142O ’ , ”

RATA-RATA 141O ’ , ”

3.6. Hasil Perhitungan - 2

LEMBAR PENGAMATAN MATAHARI

UNTUK PENENTUAN AZIMUT METODE TINGGI MATAHARI

KEDUDUKAN TEROPONG B LB LB B

KWADRAN II II IV IV

KEDUDUKAN MATAHARI (SEBENARNYA)

WAKTU PENGAMATAN 7:32:24,46 7:26:9,82 7:37:38 7:33:53,87

BACAAN LINGKARAN

TINGGI MATAHARI SEJATI (hs) 25

O ’ , ”

UNTUK PENENTUAN AZIMUT METODE TINGGI MATAHARI

KEDUDUKAN TEROPONG B LB LB B

KWADRAN I I III III

KEDUDUKAN MATAHARI (SEBENARNYA)

WAKTU PENGAMATAN 7:44:38,20 7:49:8,54 7:50:36,08 7:52:51

(13)

11

Dari data di atas dapat diketahui bahwa pengamatan tinggi matahari menggunakan

sistem tadah sehingga diperlukan koreksi ½ D. Koreksi ½ D disini dikoreksikan terhadap

sudut vertikal (900 – bacaan sudut vertikal) dan sudut horizontal. Kedudukan matahari yang dihitung pada gambar di atas merupakan kedudukan matahari sebenarnya, bukan

bayangannya. Oleh karena itu nilai koreksi ½ D tergantung letak kedudukan matahari. Nilai

yang dimaksud di sini adalah nilai + dan - . Sehingga diperoleh tinggi matahari (hu) dari sudut

vertikal ± nilai koreksi ½ D.

Untuk memperoleh tinggi sejati (hs) diperlukan koreksi refraksi dan koreksi paralaks.

Koreksi refraksi diperoleh dari :

Rm (refraksi menengah) merupakan refraksi normal, yang nilainya diketahui dari besarnya hu

yang dilihat di tabel VI almanak. Untuk memperoleh nilai Rm yang tepat maka harus di

interpolasi terlebih dahulu. Contoh interpolasi :

Rm

=

, ”

Untuk nilai koefisien tekanan dapat melihat tabel VIIa dan untuk koefisien suhu dapat dilihat

di tabel VIII. Jika sudah diketahui semuanya maka dapat diperoleh harga refraksi. Koreksi

(14)

12

Jika sudah diperoleh nilai koreksi refraksi dan koreksi paralaks, maka dapat diperoleh

tinggi sejati (hs) yaitu dengan rumus :

Sudut horizontal terhadap tepi matahari diperoleh dari pengurangan bacaan sudut

horizontal ke titik dengan bacaan sudut horizontal ke tepi matahari. Seperti halnya sudut

vertikal, sudut horizontal juga perlu dikoreksi dengan ½ D. Namun koreksi disini berbeda

dengan sudut vertikal. Besar koreksi diperoleh dari :

Hasil pengurangannya merupakan besar sudut horizontal terhadap pusat matahari.

Besarnya deklinasi matahari ditentukan oleh waktu pengamatan. Meskipun hari dan

tanggal pengamatan sama, namun nilai deklinasinya berbeda. Hal ini dikarenakan deklinasi

berubah tiap jamnya. Oleh sebab itu, nilai deklinasi pada ketiga tabel di atas berbeda.

Perubahan deklinasi per jam dapat dilihat pada tabel I almanak.

Z merupakan sudut azimuth dari titik pengamat ke matahari. Nilai Z diperoleh dari :

Dengan h = tinggi sejati (hs)

Ø = lintang pengamat

φPA merupakan azimuth titik pengamat ke titik acuan. Diperoleh dari :

U

A

Z

P

Dari ketiga tabel di atas dapat diperoleh selisih pengukuran

(15)

13

Kesalahan dalam pengukuran menyebabkan hasil dari perhitungan berbeda jauh

dari data yang 1 dengan data lainnya sehingga menyebabkan pengukuran tidak presisi.

Tidak presisinya hasil penghitungan tersebut di antaranya disebabkan oleh:

 Alatnya tidak center

 Bayangan matahari tidak jatuh tepat bersinggungan dgn benang diafragma

 Rentang waktu antar pengamatan terlalu jauh sehingga kemungkinan terjadi kesalahan cukup besar

 Waktu yg tercatat kurang tepat

(16)

14

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dari praktikum pengukuran pengamatan matahari yang telah dilaksanakan, dapat

disimpulkan bahwa :

1. Pengukuran yang digunakan adalah pengamatan matahari dengan metode tadah.

2. Pada pengukuran azimuth matahari dibutuhkan posisi lintang pengamat, waktu

pengamatan, sudut horisontal, sudut vertikal (zenith) matahari, suhu, dan tekanan

udara.

3. Pengukuran azimuth matahari tidak boleh dilakukan di atas jam 9, karena pada saat

itu matahari sudah mulai terbit ke atas, sehingga sudut vertikal (zenith) matahari

cukup kecil. Hal itu menyebabkan susahnya dalam membaca sudut.

4. Kesalahan dalam pengukuran menyebabkan hasil dari perhitungan berbeda jauh

dari data yang 1 dengan data lainnya sehingga menyebabkan pengukuran tidak

presisi.

Tidak presisinya hasil penghitungan tersebut di antaranya disebabkan oleh:

- Alatnya tidak center

- Bayangan matahari tidak jatuh tepat bersinggungan dgn benang diafragma

- Rentang waktu antar pengamatan terlalu jauh sehingga kemungkinan terjadi

kesalahan cukup besar

- Waktu yg tercatat kurang tepat

- Alat ukur yg sudah harus dikalibrasi

4.2. Saran

1. Mengupayakan ketelitian dalam pembacaan sudut.

2. Mengusahakan pemilihan waktu pelaksanaan, keadaan cuaca yang cerah.

(17)

15

DAFTAR PUSTAKA

Bueche, Frederick J. 1989. Seri Buku Schaum (Teori dan Soal-soal Fisika). McGrawa-Hill : Dayton.

Doebelin, Ernest O. 1992. Sistem Pengukuran Aplikasi dan Perancangan. Jakarta: Erlangga.

Dogra S Dogra.2009. Kimia Fisik dan Soal-soal. Universitas Indonesia press.

Referensi

Dokumen terkait