• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum agama Kristen masuk ke Tapanuli khususnya daerah Balige, masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sebelum agama Kristen masuk ke Tapanuli khususnya daerah Balige, masyarakat"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebelum agama Kristen masuk ke Tapanuli khususnya daerah Balige, masyarakat Batak Toba sudah mempunyai sistem kepercayaan tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasan-Nya terwujud dalam Debata Natolu. Masyarakat Batak Toba dulunya sering terjadi perang antara satu kampung dengan kampung yang lain. Masyarakat Batak Toba di Balige saat itu sangat takut dengan kekuatan jimat. Untuk mengubah cara berpikir masyarakat Batak Toba tersebut, para missionaris berusaha mengenalkan pendidikan. Masuknya agama Kristen kemudian mengakibatkan semakin berkurang terjadinya perang antarkampung. Hal ini tidak terlepas dari usaha para missionaris yang datang ke Tanah Batak untuk memajukan masyarakat dan mengubah cara berpikirnya melalui pendidikan ditambah dengan ajaran agama Kristen.1

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, ada catatan bahwa pertumbuhan gereja tidak selamanya berjalan lancar. Ada kalanya pertumbuhan gereja mengalami kendala, seperti jumlah warga gereja mulai berkurang dan akhirnya lenyap sama sekali. Hal ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Tapanuli. Pada abad 17 di Eropa suatu organisasi gereja tertentu bisa hilang atau mengikuti keputusan raja di wilayah tertentu karena pergeseran sosial dan politik akibat timbulnya Reformasi. Pada masa itu di Eropa sedang terjadi

1

(2)

pertumbuhan gereja yang negatif secara relatif. Itu karena adanya pengaruh materialisme dan rasionalisme. Ada juga pertumbuhan gereja yang bersifat positif, baik yang mutlak maupun yang relatif sedang terjadi. Banyak gereja di Indonesia yang sedang bertumbuh saat ini, karena Roh Kudus tetap berkarya dan memberi kuasa untuk bersaksi serta menghasilkan pertumbuhan gereja.2

Berbicara tentang gereja, khususnya Gereja Protestan harus berbicara juga tentang Martin Luther sebagai tokoh pertama Reformasi gereja

3

pada abad ke-16. Ada delapan organisasi gereja di Indonesia yang mengaku penganut paham atau termasuk aliran Lutheran serta menjadi anggota LWF (The Lutheran World Federation), yaitu HKBP, GKPS, GBKP, GKPI, HKI, GKLI, GKPA, dan GKPM. Semuanya berpusat di Sumatera Utara dan sekitarnya. Salah satu yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).4

Pada tahun 1881 seorang pendeta yang bernama Pdt. Pilgram mengadakan rapat bersama jemaat untuk merencanakan pembangunan Gereja HKBP Balige. Semua peserta rapat saat itu setuju dengan pembangunan Gereja tersebut. Persetujuan akan pembangunan

2

Gondowijoyo, Pertumbuhan Gereja, Yogyakarta : Tanpa Penerbit, 1994, hal.19. 3

Melalui gerakan reformasi yang terjadi di dalam sejarah dunia, adalah prinsip-prinsip yang lahir dari terjadinya peristiwa reformasi gereja. Reformasi gereja tercetus pertama kali di dalam suatu zaman, yaitu abad ke-16 yang terjadi di Eropa Barat.

Reformasi gereja ini terjadi akibat banyaknya ketidakpuasan terhadap Gereja Katolik Roma pada saat itu. Ketidakpuasan ini terjadi di Bohemia, Inggris dan di tempat-tempat yang lain. Para pemimpin gereja pada masa itu hidup secara munafik dan bertentangan dengan Kitab Suci. Rakyat menyaksikan kerusakan moral gereja yang bahkan melebihi kerusakan moral dalam kalangan orang biasa. Tetapi rakyat tidak berhak mengkritik karena adanya anggapan bahwa para pemimpin adalah wakil Tuhan dan rakyat harus mentaati mereka. Keadaan ini membuat orang-orang mulai meninggalkan gereja, namun mereka tetap terikat oleh gereja sebab adanya pandangan yang mengatakan bahwa keselamatan hanya terdapat di dalam gereja dan di luar gereja pasti binasa.

4

Aritonang, Yan S, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996. Hal. 17.

(3)

Gereja bukan hanya dalam perkataan saja, tetapi nyata saat itu dana sudah trekumpul. Pembangunan Gereja baru dan lumayan besar dapat selesai dengan semangat yang luar biasa tepatnya tanggal 26 April 1883 dan dipakai menjadi Gereja yang disebut namanya Gereja HKBP Balige, oleh ompu Ephorus Pdt. Ingwer Ludwig Nommensen yang datang ke Tanah Batak .5

Pada tanggal 23 Agustus 1906 HKBP Balige dan jajarannya mengadakan Jubileum 25 tahun. Pada saat jubileum itu telah berdiri di Toba Hasundutan sebanyak 11 gereja dengan jumlah anggota jemaat sebanyak 3644 jiwa, Sekolah Minggu 1108 jiwa. Pesta jubileum pertama dihadiri hampir semua orang Kristen di Balige, dan banyak undangan dari Humbang, Silindung. Bahkan pesta Jubileum itu dihadiri tamu dari Luar Negeri sebanyak 25 orang. Jubileum pertama (25 tahun) menjadi momen yang sangat penting dan sungguh mahal, sebab pada saat itu Ephorus HKBP Pdt. I.L. Nomensen dengan penuh semangat serta percaya diri menyuarakan serta memberitahu arti Jubileum.6

5

Simanjuntak, Hot Marulak MP, Sejarah Jubileum HKBP Balige, Balige : 2006, hal.15. 6

Jubileum merupakan peresmian atau suatu pembebasan. Jubileum sama seperti merayakan ulang tahun. “Simanjuntak, Hot Marulak MP, Sejarah Jubileum HKBP Balige”

Setelah 50 tahun HKBP Balige berdiri, maka diadakanlah pesta besar Jubileum 50 tahun (pesta emas). Sukacita masyarakat Balige sangat luar biasa. Pdt. Eigenbord mengajak masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam memeriahkan pesta Jubileum tersebut. Hingga pada tanggal 10 November 1981 Balige mengadakan pesta Jubileum 100 tahun. Para jemaat sangat bersukacita dalam memeriahkan pesta Jubileum tersebut. Karena panitia Jubileum 100 tahun mengadakan pendekatan kepada anak perantau asal HKBP Balige.

(4)

Gereja HKBP cukup berperan aktif terhadap masyarakat. Para pendeta, penatua dan bahkan pengajar Sekolah Minggu pun ikut berpartisipasi dengan masyarakat Balige. Bahkan kerja keras panitia Gereja menunjukkan kerjasama yang baik, sehingga anggota jemaat turut mendukung kebersamaan tersebut. Di samping itu juga, melihat dari kondisi Gereja HKBP Balige yang sangat indah, bersih dan memiliki panitia yang selalu aktif melayani masyarakat, maka banyak jemaat yang datang dari luar Balige beribadah disana, sebab pada saat itu HKBP Balige merupakan gereja terbesar dan terindah pada zamannya. Pendeta dan penatua Gereja sangat dihormati dan disenangi oleh masyarakat tersebut karena pelayanannya yang sangat baik.

Adapun struktur Organisasi HKBP dari pusat hingga ke resort adalah:

HKBP ditata mengikuti sistem keuskupan, mirip dengan Gereja-gereja yang menganut sistem episkopal seperti Gereja Katolik Roma, Gereja Anglikan, Gereja Methodis, dan lain sebagainya. Pimpinan tertingginya disebut Ephorus. Ephorus HKBP yang pertama adalah Dr. I.L. Nommensen. Ephorus dibantu oleh seorang Sekretaris Jenderal dan sejumlah Kepala Departemen. Di bawahnya adalah praeses yang memimpin distrik-distrik gereja, sementara di bawah distrik terdapat Resort yang dipimpin oleh pendeta Resort, dan di tingkat yang paling bawah adalah jemaat individual yang dipimpin oleh pendeta. Saat ini HKPB mempunyai 26 praeses di seluruh Indonesia. Dalam

(5)

pelayanannya, seorang pendeta HKBP biasanya dibantu oleh Guru Huria, sementara ada pula jabatan lain yaitu Bibelvrouw dan diakones.7

Dalam kehidupan manusia, masa lampau memang tidak dapat ditampilkan lagi seutuhnya. Meskipun demikian, manusia perlu mempelajari sejarah masa lampau, masa

1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas maka dibuatlah suatu perumusan masalah yang hendak diteliti sebagai landasan utama dalam penelitian. Penelitian ini dibuat untuk membahas perkembangan Gereja HKBP di Balige (1954-1981). Untuk mempermudah tulisan dalam upaya menghasilkan penelitian yang objektif, maka pembahasannya dirumuskan dalam masalah-masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah berdirinya Gereja HKBP Ressort Balige Distrik XI Toba Hasundutan?

2. Bagaimana perkembangan gereja HKBP Ressort Balige tahun 1954-1981?

3. Apa peranan Gereja HKBP terhadap kehidupan sosial masyarakat Balige?

1.3 Tujuan dan Manfaat

7

Nadeak, Moksa, Krisis HKBP: Ujian bagi Iman dan Pengamalan Pancasila. Tarutung: Biro Informasi HKBP, 1995, hal. 24.

(6)

kini dan masa yang akan datang karena akan memberikan pelajaran bagi manusia untuk tidak melakukan kesalahan yang sama pada masa kini dan akan datang.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui latar belakang berdirinya Gereja HKBP Ressort Balige.

2. Menjelaskan perkembangan Gereja Ressort Balige 1954-1981.

3. Menjelaskan peranan Gereja HKBP dalam kehidupan sosial masyarakat Balige.

Di samping tujuan di atas, juga diharapkan akan menghasilkan manfaat antara lain sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang perkembangan Gereja HKBP Ressort Balige Distrik XI Toba Hasundutan.

2. Memberikan motivasi dan dorongan bagi pembaca sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya bagi yang ingin meneliti permasalahan yang sama atau yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini.

1.4 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka sangatlah diperlukan dalam suatu penelitian, dimana hal ini dapat berfungsi sebagai sumber pendukung penelitian sehingga hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan tidak keluar dari rumusan masalah yang telah dibuat.

(7)

Dalam hal ini, adapun buku yang digunakan sebagai rujukan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Dalam buku Berkhof, H (2005) yang berjudul Sejarah Gereja, yang menjelaskan bahwa Gereja senantiasa berusaha mengajarkan ajarannya yang sah dan murni, sesuai dengan Firman Tuhan, berhadapan dengan segala ajaran yang sesat yang timbul di sekelilingnya. Penyelidikan sejarah Pekabaran Injil akan menyatakan pula kepada kita bagaimana Gereja telah melakukan tugasnya terhadap sekalian orang yang belum mengenal cinta kasih Allah. Bilamana hidup Gereja ditinjau dari sudut persekutuan anggota-anggotanya dengan Kristus dan satu sama lain, maka nampaklah kesalehan seseorang, ibadah jemaat, usaha-usaha sosial, dan lain sebagainya.

Dalam buku Locher, G.P.H (1997) yang berjudul Tata Gereja-Gereja Protestan di

Indonesia, yang menjelaskan bahwa fungsi Tata Gereja dalam gereja ialah menciptakan

suasana sopan dan teratur, dan menetapkan peraturan-peraturan yang harus diikuti untuk mewujudkannya. Tata gereja merupakan sarana yang dipakai Kristus dalam memerintah Gereja-Nya. Tata gereja itu merupakan aturan dan pedoman untuk menjaga supaya di dalam gereja dan di dalam masyarakat segala sesuatu berlangsung dengan sopan dan teratur.

Adapun buku lain yang mendukung penelitian ini antara lain Buku Sejarah

Jubileum 125 Tahun HKBP Balige (2006) yang diterbitkan oleh ketua seksi sejarah yang

bernama Hot Marulak MP Simanjuntak yang menjelaskan bahwa pemerintah Belanda telah mulai mengangkat pimpinan daerah dari orang Batak yang menjadi raja, kebanyakan diangkat dari kalangan orang-orang yang telah menerima Firman Tuhan. Setelah Balige

(8)

menerima Firman Tuhan, banyak ajaran yang muncul. Bermacam cara mereka lakukan untuk menarik minat anggota jemaat HKBP Balige dan jemaat cabang agar meninggalkan HKBP. Namun berkat kegigihan para pendeta, dimana segala usaha mereka lakukan agar jemaat HKBP tidak tertarik dengan ajaran itu. Dan pada akhirnya pun ajaran tersebut gagal tanpa hasil, malah mereka menuai kerugian moral dan material.

1.5 Metode Penelitian

Untuk mendapatkan penulisan sejarah yang deskriptif analitis haruslah melalui tahapan demi tahapan. Tahapan-tahapan ini ada empat bagian yaitu sebagai berikut:

Tahap pertama, Heuristik (pengumpulan data) yang sesuai dengan objek yang diteliti. Hal ini menggunakan metode penelitian kepustakaan/studi literatur dan metode penelitian lapangan/studi lapangan. Dalam penelitian kepustakaan tersebut dilakukan dengan cara mengumpulkan beberapa buku, artikel, dan karya tulis yang pernah ditulis sebelumnya yang berkaitan dengan judul yang telah dikaji. Kemudian penelitian lapangan akan dilakukan dengan cara menggunakan metode wawancara terhadap informan-informan yang dianggap mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan ini, khususnya informan yang merupakan sebagai pelaku perkembangan Gereja HKBP di Balige.

Tahap kedua, Kritik Sumber yaitu usaha yang dilakukan peneliti untuk menyeleksi sumber atau bahan yang dikumpulkan, sehingga akan dihasilkan suatu nilai kebenaran. Sumber tersebut ialah kritik intern yang menelaah dan menyeleksi kebenaran

(9)

isi atau fakta baik yang bersifat tulisan misalnya, buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan perpustakaan daerah. Kritik ekstern yang dilakukan untuk menentukan keabsahan data dan dilakukan dengan cara pengujian untuk menentukan keaslian sumber, baik dari buku maupun wawancara dengan narasumber.

Tahap ketiga, Interpretasi yaitu tahap menafsir atau menganalisis suatu sumber atau data yang diperoleh. Hal ini dilakukan untuk berupaya menghilangkan kesubjektifitasan data, walaupun sebenarnya hal ini tidak dapat dihilangkan secara total. Interpretasi ini diharapkan dapat menjadi data sementara sebelum peneliti menuangkannya dalam penulisan. Kemudian menghasilkan suatu kesimpulan dari objek yang diteliti baik secara analisi maupun sintetis.

Tahap terakhir, Historiografi yaitu penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya, menjadi satu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha memperhatikan aspek kronologisnya untuk menghasilkan suatu tulisan sejarah yang ilmiah dan objektif mengenai perkembangan Gereja HKBP Ressort Balige Distrik XI Toba Hasundutan. Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah deskriptif analitis, yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta. Historiografi ini merupakan hasil dari pengumpulan sumber kritik (baik itu kritik internal maupun kritik eksternal) serta hasil interpretasi.

Referensi

Dokumen terkait

Pada menjalankan kuasa yang diberikan oleh seksyen 168, Kanun Tanah Negara, notis adalah dengan ini diberi bahawa adalah dicadangkan hendak mengeluarkan hakmilik sambungan bagi

Metodelogi penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan, menjabarkan suatu fenomena

Kebudayaan adalah salah satu di antara 3 (tiga) pilar utama ASEAN dalam proses mengarah ke tujuan membangun komunitas pada tahun 2015. Konferensi ke-6 Menteri Kebudayaan

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, maka dapat diketahui bahwa dari kedua variabel yang diteliti, ternyata variabel komunikasi (X2) yang mempunyai

Blok jantung pada pasien infark miokard akut anterior merupakan masalah yang lenih serius dari pada infark miokard inferior. Blok selektif dari

Seleksi dilakukan oleh Direktorat Jenderal GTK Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar bekerjasama dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yaitu:

Senin II Tar/PAI Pendidikan Kewarganegaraan/B 39 3 I A1 Siti Malaiha Dewi, M.Si 01 ; 44.. Senin II Tar/PAI Bahasa Indonesia/C 39 2 I