• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. Dr. MUHAMMAD ILDREM PROVSU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. Dr. MUHAMMAD ILDREM PROVSU"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUMAH SAKIT

JIWA PROF. Dr. MUHAMMAD ILDREM PROVSU

OLEH :

REFIDA VERONIKA S 012015020

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN T.A 2017/2018

(2)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Berkat dan rahmat-Nya serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUMAH SAKIT JIWAPROF. Dr. MUHAMMAD ILDREM PROVSU

Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini sebagai satu syarat dalam melaksanakan aplikasi penerapan asuhan keperawatan jiwa kepada pasien di lingkungan Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara dengan gangguan jiwa yang sesuai dengan kompetensi belajar yang sudah ditentukan oleh Program Studi DIII Keperawatan STIKes Santa Elisabeth Medan. Adapun dalam penulisan pelaporan ini penulis membuat asuhan dimulai dari pengkajian, pembuatan diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak, yaitu :

1. Mestiana Br. Karo-karo selaku Ketua STIKes Santa Elisabeth Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktek belajar lapangan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara

2. Nasipta Ginting., SKM., S.Kep., Ns., M.Kep selaku Kaprodi DIII Keperawatan STIKes Santa Elisabeth Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktek belajar lapangan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara 3. Dr. Candra Syafe’i., SpOG selaku direktur Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.

Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara

4. Rusmauli Lumban Gaol., S.Kep., Ns., M.Kep selaku penanggung jawab mata kuliah Keperawatan Jiwa dan dosen pembimbing penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan laporan ini sehingga laporan ini dapat selesai dengan baik.

(3)

Penulis menyadari bahwa laporan yang penulis buat ini masih memiliki banyak kekurangan, maka dari itu, saran dan kritik yang bersifat membangun demi menyempurnakan makalah ini penulis terima.

Medan, November 2017 Penulis

(4)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan atau bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia. Gangguan jiwa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu gangguan jiwa ringan (Neurosa) dan gangguan jiwa berat (Psikosis). Psikosis ada dua jenis yaitu: psikosis organik, dimana didapatkan kelainana pada otak dan psikosis fungsion tidak terdapat kelainan pada otak. Psikosis salah satu bentuk gangguan jiwa merupakan ketidak mampuan untuk berkomunikasi atau menggali realitas yang menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut World Health Organitation (WHO, 2013), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan jiwa berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta orang di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku. Berdasarkan hasil survey awal peneliti di ruangan Kamboja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, Dari 48 klien yang dirawat inap di ruangan Kamboja, 26 klien (54%) diantaranya mengalami defisit perawatan diri.

Keterbatasan perawatan diri biasanya diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah) sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias, makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakuan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa mengalami masalah risiko tinggi isolasi social. Personal hygiene sangat tergantung pada pribadi masing-masing yaitu nilai individu dan kebiasaan untuk mengembangkannya. Kehidupan sehari-hari yang beraturan, menjaga kebersihan tubuh, makanan yang sehat, banyak menghirup udara segar, olahraga, istirahat cukup, merupakan syarat utama dan perlu mendapat perhatian.

(5)

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Penulis dapat memberikan Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan gangguan masalah utama Halusinasi.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Melaksanakan pengkajian data pada masalah utama Halusinasi b. Menganalisa data pada gangguan jiwa Halusinasi

c. Merumuskan diagnose keperawatan Pada Pasien Gangguan Jiwa Halusinasi

d. Merencanakan tindakan keperawatan Pada Pasien Gangguan Jiwa Halusinasi

e. Mengevaluasi tindakan keperawatan Pada Pasien Gangguan Jiwa Halusinasi

1.3 Metode penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah deksriptif dengan teknik pengkajian, diagnose keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi sedangkan teknik penulisan yang digunakan sebagai berikut :

1. Observasi partisipatif

Yaitu mengadakan pengawasan langsung terhadap keadaan umum pasien serta melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dengan timbulnya perubahan klinis selama observasi

2. Wawancara

Yaitu mengadakan Tanya jawab langsung dari pasien, perawat serta petugs kesehatan uang bersangkutan dengan pasien.

3. Studi Dokumentasi

Yaitu mempelajari buku-buku laporan dan catatan medis serta dokumen lainnya untuk membandingkan dengan data yang ada

4. Studi Pustaka

Yaitu mempelajari buku-buku referensi tentang penyakit yang berhubugan dengan Pasien Gangguan Jiwa Perilaku Kekerasan

(6)

Makalah ini ditulis dalam lima bab yang ditulis secara sistematika dan tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bab yaitu :

BAB I : Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisanm dan sistematika penulisan

BAB II : Berisi tentang konsep dasar yang berisi tentang pengertian, etiologi, (factor predisposisi, dan factor prepitasi), tanda dan gejala, pohon masalah, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.

BAB III : berisi tentang tinjauan kasus yang membahas kasus pasien meliputi pengkajian, analisa data, daftar masalah keperawatan, pohon masalah, diagnose keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi

BAB IV : Berisi tentang pembahasan kasus yang bertujuan untuk menemukan kesenjangan antara teori dan fakta yang ada mulai dari pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

BAB V : Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran tentang kasus yang dibahas.

(7)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Medis

2.1.1 Pengertian

Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, BAB atau BAK (toileting) (Keliat budi, 2007). Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012)

Rentang Respon Neurolobiologis

2.1.2 Etiologi

Menurut Ridhayalla (2015) penyebab kurang perawatan diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000)dikutip dalam Ridhayalla, (2015) terdapat penyebab kurang perawatan diri adalah:

a. Factor predisposisi

1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu

2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

Pola perawatan diri seimbang

Kadang perawatan diri kadang tidak

Tidak melakukan perawatan diri pada saat stres Maladaptive Adaptif

(8)

3) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri

4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

b. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Ridhayalla (2015) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

1) Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

2) Praktik Sosial Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

3) Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

4) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. 5) Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh

dimandikan.

6) Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain

(9)

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya

Dampak yang sering timbul pada maslah personal hygine

1) Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik,gangguan fisik yang sering terjadi adalah: gangguan intleglitas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku

2) Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine adalah gangguan kebutuhan aman nyaman , kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial (Damaiyanti, 2012).

2.1.3 Patofisiologi

Menurut(Damaiyanti, 2012)penyebab kurang perawatan diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000)dikutip dalam Ridhayalla (2015), penyebab kurang perawatan diri adalah:

a. Factor predisposisi

1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu

2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

3) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

b. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah

(10)

yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000)dikutip dalam Damayanti, (2012). Faktor– faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

1) Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

2) Praktik Sosial Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

3) Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

4) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. 5) Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh

dimandikan.

6) Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.

7) Kondisi fisik atau psikis, Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya

Dampak yang sering timbul pada maslah personal hygine

1) Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik,gangguan fisik yang sering terjadi adalah: gangguan intleglitas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku

2) Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine adalah gangguan kebutuhan aman nyaman ,

(11)

kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial (Damaiyanti, 2012).

2.1.4 Gambaran Klinis/manifestasi Klinis

Menurut Depkes (2000) dikutip dalam Damaiyanti (2012) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:

1) Fisik

a) Badan bau, pakaian kotor b) Rambut dan kulit kotor c) Kuku panjang dan kotor d) Gigi kotor disertai mulut bau e) Penampilan tidak rapi.

2) Psikologis

a) Malas, tidak ada inisiatif b) Menarik diri, isolasi diri

c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina. 3) Social

a) Interaksi kurang b) Kegiatan kurang

c) Tidak mampu berperilaku sesuai norma d) Cara makan tidak teratur

e) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

2.1.5 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan menurut herman (Ade, 2011) adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri

b. Membimbing dan menolong klien merawat diri c. Ciptakan lingkungan yang mendukung.

2.2 Konsep Dasar Keperawatan 2.2.1 Pengertian

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).

(12)

Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan nyata. (Farida dan Yudi, 2010 dalam Buku Ajar Keperawatan Jiwa hlm : 105).

2.2.2 Pohon masalah

Resiko perilaku kekerasan (effect)

Defiist perawatan diri(core/problem)

Harga diri rendah Kronis (causa)

Individu Tidak Efektif Diagnose keperawatan

1. Defisit perawatan diri kebersihan diri, makan, berdandan, dan BAK/BAB.

2.2.3 Gambaran Klinis

Menurut Depkes (2000) dikutip dalam Damaiyanti (2012) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:

1) Fisik

a) Badan bau, pakaian kotor b) Rambut dan kulit kotor c) Kuku panjang dan kotor d) Gigi kotor disertai mulut bau e) Penampilan tidak rapi.

2) Psikologis

a) Malas, tidak ada inisiatif b) Menarik diri, isolasi diri

c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina. 3) Social

a) Interaksi kurang b) Kegiatan kurang

(13)

d) Cara makan tidak teratur

e) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

2.2.4 Penatalaksanaan Keperawatan 2.2.4.1 Pengkajian

Kurang perawatan diri pada klien dengan gangguan jiwa terjadi akibat ada perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias, perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampua merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias secara mandiri, dan toileting secara mandiri.

Untuk mengetahui apakah klien mengalami masalah DPD maka tanda dan gejala dapat diperoleh.

a. Gangguan kebersihan diri (mandi/hygiene), Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh serta masuk dan keluar kamar mandi.

b. Berpakaian/berhias, Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian

c. Makan, Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan,mengambil cangkir atau gelas.

d. Eliminasi (BAB/BAK), Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat dan menyiram toilet atau kamar kecil. Keterbatasan perawatan diri diatas

(14)

biasanya diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias, makan, BAB dan BAK .

2.2.4.2 Diagnosa Keperawatan Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan (effect)

Defiist perawatan diri (core/problem)

Harga diri rendah Kronis (causa)

Individu Tidak Efektif Diagnose keperawatan

1. Defisit perawatan diri kebersihan diri, makan, berdandan, dan BAK/BAB.

2.2.4.3 Intervensi Keperawatan

1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien 2) Tujuan

a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.

b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik.

c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik. d. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri. 2) Tindakan keperawatan

a) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri. Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, Anda dapat melakukan tahapan tindakan berikut

(15)

2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri. 3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri. 4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga

kebersihan diri.

b) Melatih pasien berdandan/berhias. Anda sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu harus dibedakan dengan wanita.

1) Untuk pasien laki-laki latihan meliputi: a. berpakaian,

b. menyisir rambut, c. bercukur.

2) Untuk pasien wanita, latihannya meliputi: a) berpakaian,

b) menyisir rambut, c) berhias.

c) Melatih pasien makan secara mandiri. Untuk melatih makan pasien, Anda dapat melakukan tahapan sebagai berikut.:

1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan. 2) Menjelaskan cara makan yang tertib.

3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan.

4) Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

d) Melatih Pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri. Anda dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan berikut.

1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai.

2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.

(16)

3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.

2. Tindakan Keperawatan pada Keluarga

1) Tujuan : Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri.

2) Tindakan keperawatan Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang baik, maka Anda harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam perawatan dirinya meningkat.

Tindakan yang dapat Anda lakukan antara lain sebagai berikut.:

a. Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.

b. Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.

c. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.

d. Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadwal yang telah disepakati). e. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas

keberhasilan pasien dalam merawat diri

f. Latih keluarga cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri

(17)

2.2.4.4 Strategi Pelaksana (SP)

SP Kegiatan Tindakan

1. SP 1 Melatih Klien dalam menjaga kebersihan diri

a. Menjelaskan pentingnya dalam menjaga kebersihan klien b. Menjelaskan alat-alat untuk

menjaga kebersihan diri

c. Menjelaskan cara melakukan kebersihan diri

d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.

2. SP 2 Melatih Klien Berdandan (berhias)

a. Klien laki-laki latihan meliputi: berpakaian, menyisir, bercukur

b. Klien wanita meliputi: berpakaian, menyisir, rambut, berhias.

3. SP 3 Melatih klien makan secara mandiri

a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan

b. Menjelaskan cara makan yang tertib

c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan d. Praktek makan sesuai dengan

tahapan makan yang baik. 4. SP 4 Mengajarkan klien melakukan

BAB dan BAK

a. Menjelaskan tempat BAB atau BAK yang sesuai

b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK

c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

(18)

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan

1. Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, BAB atau BAK (toileting).

2. Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:

1. Fisik

a) Badan bau, pakaian kotor b) Rambut dan kulit kotor c) Kuku panjang dan kotor d) Gigi kotor disertai mulut bau e) Penampilan tidak rapi.

2. Psikologis

a) Malas, tidak ada inisiatif b) Menarik diri, isolasi diri

c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina. 3. Social

a) Interaksi kurang b) Kegiatan kurang

c) Tidak mampu berperilaku sesuai norma d) Cara makan tidak teratur

e) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri

5.2 Saran

1. Defisit perawatan firi merupakan perubahan persepsi klien mengenai perawatan diri akibat beberapa factor. Baik dalam maupun lingkungan pasien tersebut. Maka dari itu, klien perlu di aja untuk kembali perduli mengenai perawatan tentang dirinya.

(19)

2. Komunikasi terapeutik antara perawat, klien dan keluarga harus dipertahanakan

3. Oleh karena keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam perawatan klien maka keluarga perlu di motivasi untuk terlibat secara aktif dalam perawatan klien halusinasi.

4. Fiksasi bukan pilihan utama pada klien halusinasi tapi perhatikan dan kenali respon klien yang berhubungan dengan halusinasi dan gunakan komunikasi terapeutik bagi klien yang tidak kooperatif.

5. Perlunya meningkatkan kemampuan komunikasi klien pada perawat dan keluarga

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti. (2012). Asuhan keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Depkes, R. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan keperawatan Jiwa. Jakarta: Depkes RI.

Depkes. 2008. Standar Pedoman Perawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Herman ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. yogyakarta: nuha medika

Keliat, Budi. 2007. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC

Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Referensi

Dokumen terkait

The Institute for Supply Management (ISM) menyatakan bahwa angka indeks aktivitas manufaktur nasional mencapai 60,2 pada Juni dibandingkan angka indeks aktivitas manufaktur

1 paket Rp. Pemeliharaan Rutin Jalan Provinsi di Wilayah BPT. Bina Marga Purwodadi Bahan Material Jalan Kab. Rehabilitasi Jembatan Provinsi di Wilayah BPT Bina Marga

Pada hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan terdapat faktor yang berperan yaitu faktor genetik yaitu pada Renin Angiotensin

[r]

Stres pada subjek penelitian diakibatkan oleh penimbangan berat badan yang dilakukan setiap hari, pemberian suspensi otak sapi dan yoghurt koro pedang melalui

Data yang diperoleh telah dicocokkan dengan situs Yahoo Weather dan hasil yang didapatkan dari situs tersebut sama dengan yang ditampilkan pada aplikasi dasbor cuaca1.

Þò Õ»¼«¼«µ¿² Ûª¿´«¿-· Ю±¹®¿³ Ü¿´¿³ Ó¿²¿¶»³»² Ы¾´·µ òòòòòòòò îí. Ýò Ю±¹®¿³ л®¾¿·µ¿² Ù·¦·

Dwi Suryanto, Tata Bintara Kelana, Erman Munir, Nona Nani : Uji Brine-Shrimp dan Pengaruh Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Pradep (Psichothria Stipulacea Wall (Familia: