• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh : Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh : Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ALAT BANTU LOGGING UNTUK MENGURANGI SELIP PADA JALAN YANG LICIN Oleh :

Yuniawati, Dulsalam, Maman Mansyur Idris, Sukadaryati dan Sona Suhartana

Abstrak

Kegiatan pengangkutan kayu membutuhkan kelancaran kerja sehingga kayu dapat digunakan bagi industri. Salah satu hambatan dalam pengangkutan kayu adalah terjadinya selip. Selip berakibat pada rendahnya produktivitas pengangkutan kayu dengan biaya produksi yang tinggi dan terjadinya kerusakan tanah. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014 di RPH Ciogong, KPH Cianjur dan bulan Oktober 2014 di RPH Maribaya, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Tujuan penelitian untuk mendapatkan data dan informasi alat bantu berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi pada kegiatan logging. Sasaran penelitian adalah tersedianya alat bantu berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus pada kegiatan logging. Metode penelitian berupa perancangan dan pembuatan alat bantu truk logging yang berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus serta uji coba dan pengumpulan data di lapangan. Data yang dikumpulkan adalah produktivitas dan biaya pengangkutan kayu, selip, koefisien traksi dan kerusakan tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1). Menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus pada tekstur tanah lempung berpasir dan tekstur tanah lempung dengan kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% dapat meminimalkan terjadinya selip sehingga meningkatkan produktivitas pengangkutan kayu dengan biaya produksi pengangkutan yang rendah dan meminimalkan kerusakan tanah; 2). Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus paling efisien dan efektif.

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agar kayu dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis sangat dibutuhkan kegiatan pengangkutan kayu. Pengangkutan kayu sebagai salah satu rangkaian kegiatan pemanenan kayu memiliki peranan sangat penting. Tujuan pengangkutan kayu adalah agar kayu dapat sampai di tempat tujuan dengan waktu yang tepat secara kontinyu dengan biaya minimal. Kayu akan turun kualitasnya jika terlalu lama dibiarkan di dalam hutan. Teknik dan jarak pengangkutan kayu dari tempat panen sampai tiba ke tempat pengolahan sangat menentukan kualitas kayu.

Pengangkutan kayu di hutan tanaman lahan kering menggunakan truk. Truk adalah alat khusus yang digunakan sebagai alat angkut karena kemampuannya, dapat bergerak cepat, kapasitas besar, luwes dalam jarak angkut dekat dan mudah mengemudikannya. Tetapi karena truk menggunakan ban karet seringkali memiliki kendala selip terutama jika dioperasionalkan di jalan tanah yang licin.

Jika terjadi selip pada salah satu roda truk, maka roda yang lainnya tidak dapat berputar sehingga truk tidak dapat berjalan. Agar truk dapat berjalan lagi maka harus diberi traksi sehingga tenaga dari mesin akan tersalur ke kedua roda truk. Mengerem roda truk secara manual memiliki kelemahan yaitu intensitas pengereman selalu dilakukan saat selip. Jika roda mengalami selip maka perlu diberi beban pada roda yang berputar sehingga torsi dapat disalurkan pada roda. (Widodo dan Gesang, 2003).

Pratikto et al., (2010) mengatakan bahwa pada kondisi jalan yang licin, gerak kecepatan putar roda tidak dapat diikuti oleh kecepatan gerak mobil secara keseluruhan. Akibatnya terjadi selip atau perbedaan kecepatan roda kendaraan, yang akan semakin membesar bila torsi yang diberikan terus bertambah. Hal ini akan menyebabkan kendaraan tersebut tidak terkendali dengan baik sehingga jaminan keselamatan supir bisa terancam. Selain itu, bila selip yang tak terkendali terjadi, pemakaian energi untuk menghasilkan gerak tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan secara baik sehingga menimbulkan pemborosan. Selip yang terjadi pada kendaraan dapat di kurangi dengan mengurangi torsi masukan pada roda. Agar selip yang terjadi

(3)

minimum maka torsi masukan pada roda tidak lebih dari besarnya nilai torsi maksimum tertentu.

Truk untuk dapat bergerak maju ataupun mundur harus memiliki gaya dorong yang cukup melawan semua hambatan yang terjadi pada kendaraan. Gaya dorong dari suatu kendaraan terjadi pada roda penggerak kendaraan. Gaya dorong ini ditransformasikan dari torsi mesin kendaraan kepada roda penggerak melalui sistem penggerak yang terdiri dari kopling, transmisi, gigi diferensial, dan poros penggerak.

Kondisi truk yang selip menyebabkan kebutuhan akan traksi sangat penting. Traksi biasanya terkait dengan kehilangan gesekan sewaktu terjadi percepatan baik saat awal gerak atau ketika truk menyalip kendaraan lain. Traksi dibutuhkan sebagai pengendali pada kontak antara roda dengan jalan dalam kondisi maksimum

Gaya traksi pada roda penggerak dapat membuat roda memiliki torsi lebih besar dari torsi pelawan yang timbul akibat gaya gesek antara roda dengan jalan. Torsi roda yang lebih besar membuat roda menjadi lebih cepat daripada penggeraknya, hal tersebut dikenal sebagai selip. Selip roda yang terjadi akan menyebabkan bertambahnya energi yang diperlukan untuk penarikan karena gaya horisontal yang diperlukan di atas permukaan tanah lebih besar.

Kondisi selip mengakibatkan laju truk mengalami hambatan, sehingga produktivitas pengangkutan menjadi menurun. Ban truk yang terus menerus menggesek permukaan tanah yang disebabkan oleh selip dapat menyebabkan ban truk cepat menjadi aus, pemborosan bahan bakar dan oli serta mengurangi masa pakai truk, hal tersebut mengakibatkan biaya produksi menjadi tinggi. Disamping itu akibat gesekan antara ban dengan tanah secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan tanah di mana tanah dapat membentuk lubang seperti parit dan terkadang dapat membentuk lubang yang sangat dalam sehingga membahayakan truk dan pengguna jalan lainnya. Oleh karena itu diperlukan hasil penelitian berupa alat bantu logging untuk mengurangi selip pada jalan yang licin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memperlancar kegiatan pengangkutan sehingga dapat meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan kerusakan tanah.

(4)

B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi alat bantu berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi pada kegiatan logging.

2. Sasaran

Adapun sasaran dari penelitian ini adalah tersedianya alat bantu berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus pada kegiatan logging.

C. Luaran

1. Laporan hasil penelitian yang berisi data dan informasi teknis alat bantu berupa sarung roda alat angkutan dari rantai besi pada kegiatan logging.

2. Draft karya tulis ilmiah.

3. Prototipe alat bantu untuk mengurangi selip pada badan jalan.

D. Hasil yang Telah Dicapai Tahun 2012

1. Alat bantu logging pola rantai melintang lurus a). Rata-rata selip terjadi sebesar 12,62%.

b). Rata-rata produktivitas sebesar 62,80 m3.km/jam.

c). Rata-rata biaya pengangkutan sebesar Rp 5.207/m3.km. d). Rata-rata kerusakan tanah yang terjadi 13,03 cm.

2. Alat bantu logging pola rantai melintang lurus serong a). Rata-rata selip terjadi sebesar 10,71%.

b). Rata-rata produktivitas sebesar 89,34m3.km/jam.

c). Rata-rata biaya pengangkutan sebesar Rp 3.660/m3.km. d). Rata-rata kerusakan tanah yang terjadi 9,06 cm

Tahun 2013

1). Alat bantu logging berupa rangkaian besi kotak

(5)

b) Koefisien traksi yang dihasilkan sebesar 0,45.

c) Rata-rata selip pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 3,60%, 6,90% dan 9,86%.

d). Rata-rata produktivitas pengangkutan yang dihasilkan sebesar 65,20 m3.km/jam. e). Rata-rata biaya produksi sebesar Rp 3.146/m3.km

f). Rata-rata kerusakan tanah yang terjadi dengan kedalaman tanah pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 1,4 cm, 1,7 cm dan 2,1 cm. 2). Alat bantu logging berupa besi siku yang dirangkai

a) Tekstur tanah pada areal penelitian berupa tanah lempung berliat. b) Koefisien traksi yang dihasilkan sebesar 0,45.

c) Rata-rata selip pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 2,89%, 4,60%, dan 7,99%

d) Rata-rata produktivitas pengangkutan yang dihasilkan sebesar 96,17 m3.km/jam. e) Rata-rata biaya produksi sebesar Rp 2.428/m3.km

f) Rata-rata kerusakan tanah yang terjadi dengan kedalaman tanah pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing adalah 0,8 cm, 1,3 cm dan 1,9 cm.

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian adalah kinerja alat bantu sarung roda rantai menyilang dan lurus, uji coba, analisis selip, produktivitas pengangkutan, biaya produksi pengangkutan, koefisien traksi, dan kerusakan tanah pada kondisi jalan yang licin.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengangkutan kayu merupakan kegiatan pemindahan kayu dari tempat pengumpulan kayu di hutan ke tempat pengolahan atau pemasaran kayu. Pengangkutan kayu sebagai salah satu tahap dari rangkaian kegiatan pemanenan kayu memiliki peranan penting guna mencapai tujuan akhir dan kegiatan ini merupakan kegiatan akhir dari pemanenan kayu. Pencapaian tujuan akhir tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang baik. Pengangkutan kayu di hutan tanaman lahan kering menggunakan truk. Kegiatan tersebut sangat diperlukan kewaspadaan yang tinggi terutama menjaga keselamatan kayu yang diangkut agar tidak terjatuh ke tanah yang akibatnya dapat menurunkan kualitas kayu.

Penggunaan truk dalam kegiatan pengangkutan kayu di lapangan terkadang memiliki kendala, salah satunya terjadi selip pada roda truk pada saat truk melewati jalan yang lembek atau licin. Berapapun cepatnya laju truk, secara umum tekanan pengereman akan mampu membuat roda berhenti berputar, tapi badan kendaraan cenderung masih dapat bergerak, karena energi kinetis yang ditimbulkan oleh berat truk itu sendiri, akibatnya roda akan menggesek pada permukaan jalan sampai kendaraan berhenti.

Terjadinya selip pada roda truk mengakibatkan truk kehilangan kendali (berbelok ke kiri atau ke kanan atau ke mana saja tergantung dari keadaan permukaan jalan) atau truk berhenti sama sekali walaupun rodanya berputar cepat. Semuanya itu akan lebih berbahaya lagi jika truk melaju pada permukaan jalan atau tanah yang licin. Akibat dari kehilangan kendali dapat mengurangi waktu produksi sehingga produktivitas menjadi menurun, apalagi sampai terjadi kecelakaan. Hal tersebut dapat menyebabkan biaya produksi pengangkutan kayu menjadi meningkat.

Dewanto (2003) mengemukakan bahwa dalam keadaan dinamik, selain ditentukan oleh kemampuan mesin, besarnya traksi roda juga ditentukan oleh permukaan jalan, kecepatan kendaraan, kondisi jalan, ukuran ban, keausan ban, tekanan ban, sistem suspensi dan beban kendaraan. Pengendalian traksi untuk

(7)

menjamin bahwa kendaraan terjadi kontak antara roda dengan jalan dalam kondisi maksimum.

Salah satu performa yang penting adalah kemampuan kendaraan untuk melakukan percepatan, melawan hambatan angin, melawan hambatan rolling, melawan gaya tanjakan dan kemungkinan untuk menarik suatu beban (truk dengan muatan). Gaya yang timbul pada roda penggerak untuk melawan hambatan tersebut disebut dengan gaya dorong atau gaya traksi. Gaya traksi yang terjadi pada bidang kontak roda penggerak dan jalan dipengaruhi oleh banyak faktor di antaranya adalah : karakteristik torsi mesin, karakteristik kopling, rasio dan tingkat transmisi, rasio gardan, diameter efektif roda, karakteristik kontak roda dan jalan. Torsi mesin atau daya mesin (engine) minimum adalah parameter yang sangat mempengaruhi gaya traksi (Adhi et al., 2012)

Koefisien traksi adalah faktor yang menunjukkan bagian ban yang digunakan untuk menarik atau mendorong atau suatu faktor di mana jumlah berat truk pada roda penggerak harus dikalikan untuk menunjukkan rimpull maksimal antara ban dengan jalur jalan tepat sebelum roda selip. Koefisien traksi tersebut merupakan besarnya tenaga tarik yang menybabkan selip dibagi dengan berat truk keseluruhan atau besarnya tenaga tarik yang menyebabkan selip dibagi dengan berat truk yang terlimpah pada roda penggerak (Wedhanto, 2009).

Kekasaran permukaan jalan adalah merupakan faktor utama yang mempengaruhi koefisien gesek antara ban dan jalan. Hasil penelitian Siahaan dan Anggono (2014) mengatakan bahwa untuk jalan yang kering dengan permukaan yang halus akan memberikan koefisien gesek yang besar antara ban dan jalan, namun sebaliknya jika dalam keadaan basah maka akan memberi koefisien gesek yang kecil. Gaya traksi terbesar untuk ketiga kontak permukaan jalan (batu kwarsa, beton, aspal) terjadi pada ban bias. Gaya traksi terbesar terjadi pada kondisi jalan batu kwarsa dan yang terkecil di permukaan jalan aspal.

Salah satu komponen model statik yang berperan sangat penting adalah gaya gesek antara roda kendaraan dengan permukaan jalan. Berdasarkan hasil penelitian Mirdanies dan Rijanto (2011) telah diketahui persamaan koefisien gesekan beberapa kondisi jalan. Gaya gesek adalah gaya yang menghambat gerakan benda. Gaya gesek bekerja di antara permukaan benda yang saling bersentuhan. Gaya gesek selalu

(8)

bekerja pada permukaan benda padat yang saling bersentuhan, sekalipun benda tersebut sangat licin. Jika permukaan suatu benda bergesekan dengan permukaan benda lain, masing-masing benda tersebut mengerjakan gaya gesek antara satu dengan yang lain. Gaya gesek pada benda yang bergerak selalu berlawanan arah dengan arah gerakan benda tersebut. Selain menghambat gerak benda, gesekan dapat menimbulkan aus dan kerusakan.

Besar daya tarik umumnya dibatasi oleh kapasitas traksi yang dapat diberikan oleh alat traksi pada tanah. Oleh karena itu kemampuan traksi suatu alat akan menentukan besar gaya tarik yang dapat dihasilkan kendaraan. Efisiensi traksi tergantung besar beban yang menyebabkan perubahan kontak pada tanah oleh roda ban. Proses terjadinya selip pada dasarnya ditimbulkan akibat ketidakseimbangan antara gaya yang disalurkan oleh jari-jari roda dari sumbu pada permukaan tapak dan medan tahanan geser tanah yang dilalui roda (Siahaan dan Anggono, 2014).

Truk dapat bergerak maju ke depan karena adanya gaya gesek yang diberikan oleh tanah dan tanah memberikan gaya reaksi pada roda truk (gaya normal yang memberikan traksi tersebut bekerja sepanjang jalan yang dilewati oleh truk). Ketika roda memberikan gaya aksi pada jalan maka gaya akan mempengaruhi jalan (Akbar et al., 2012).

Kondisi tanah dan kelerengan merupakan faktor luar yang menyebabkan terjadinya selip pada truk. Beberapa tekstur tanah memiliki sifat fisik tersendiri yang turut memperbesar selip. Tanah yang bertekstur pasir memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap atau menahan air dan unsur hara. Lain halnya dengan tanah yang bertekstur liat, luas permukaan lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan unsur hara tinggi. Tanah yang bertekstur halus akan lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar.

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif (dalam bentuk persentase) fraksi-fraksi pasir, debu, dan liat. Partikel-partikel pasir memiliki luas permukaan yang kecil dibandingkan debu dan liat tetapi ukurannya besar. Semakin banyak ruang pori di antara partikel tanah semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air. Luas permukaan debu jauh lebih besar dari permukaan pasir, di mana tingkat pelapukan dan pembebasan unsur hara untuk diserap akar lebih besar dari pasir. Tanah yang

(9)

memiliki kemampuan besar dalam memegang air adalah Fraksi Liat. Tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat (Foth, 1982).

Tanah lempung adalah tanah yang mempunyai potensi kembang susut tinggi dan mempunyai daya dukung yang baik pada kondisi tidak jenuh air tetapi jelek pada kondisi jenuh air. Tanah dengan kandungan montmorillonite mempunyai luas permukaan lebih besar dan mudah menyerap air dalam jumlah banyak jika dibandingkan dengan mineral lain. Tanah yang mempunyai kecepatan terhadap pengaruh air sangat mudah mengembang dan akan cepat merusak struktur yang ada di atasnya. Potensi pengembangan (swelling potensial) tanah lempung sangat erat kaitannya dengan indeks plastisitas, sehingga tanah khususnya tanah lempung dapat diklasifikasikan sebagai tanah yang mempunyai potensi mengembang tertentu yang didasarkan oleh indeks plastisitasnya (Risman, 2008). Hal tersebut sama dengan yang ditulis Yuniarti et al., (2008) mineral lempung terdiri dari 3 komponen utama yaitu montmorillonite, illite, dan kaolinite. Di antara ketiga mineral ini, montmorillonite adalah mineral paling halus sehingga mempunyai permukaan paling besar dan sangat mudah menyerap air dalam jumlah banyak, sehingga sangat mudah mengembang dan menimbulkan permasalahan.

(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

1. Penelitian pertama dilaksanakan pada bulan April 2014 di RPH Ciogong, BKPH Tanggeung, KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten. Keadaan lapangan di RPH Ciogong relatif landai sampai bergelombang dengan ketinggian 100-150 mdpl.

Adapun batas wilayahnya adalah :

- Wilayah Selatan : Desa Jati Sari Kecamatan Sindang Barang - Wilayah Utara : Desa Pusaka Sari Kecamatan Agra Binta - Wilayah Barat : Desa Suka Sirna Kecamatan Agra Binta - Wilayah Timur : Desa Pananggapan Kecamatan Cibinong

Menurut Schmitdh & Ferguson, kawasan RPH Ciogong termasuk memiliki curah hujan tipe A di mana perbandingan antara bulan kering dan bulan basah adalah 0% berbanding 14,3%. Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan 340 mm.

2. Penelitian kedua di laksanakan pada bulan Oktober 2014 di RPH Maribaya, BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten di mana secara administratif pemerintahan berada pada 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Tenjo, Jasinga dan Parung Panjang. Sedangkan batas-batas pengelolaan BKPH Parung Panjang adalah sebagai berikut :

- Sebelah barat berbatasan dengan KPH Banten - Sebelah selatan berbatasan dengan BKPH Jasinga - Sebelah timur berbatasan dengan BKPH Leuwiliang - Sebelah utara berbatasan dengan BKPH Tangerang

Secara geografis BKPH parung Panjang terletak pada 106o26”03”BT sampai 106o35”16”BT dan 06o20”59” sampai 06o27”01”LS. Kawasan hutan BKPH Parung Panjang ditetapkan sebagai Kelas Perusahaan (KP) akasia mangium yang terbagi dalam 3 (tiga) Resort Pemangkuan Hutan (RPH) seluas 5.397,24 ha yaitu RPH Tenjo seluas 1.536,15 ha, RPH Maribaya seluas 2.127,39 ha dan RPH Jagabaya seluas 1.733,70 ha. Kawasan hutan di BKPH Parung Panjang termasuk dalam tipe iklim A

(11)

dengan curah huja rata-rata 3.000 mm/tahun, dengan suhu harian tertinggi 25,50oC dan terendah 18oC berdasarkan rasio bulan basah dan bulan kering setiap tahun serta memiliki konfigurasi lapangan yang sebagian besar relatif datar sampai landai, dengan kemiringan lapangan bervariasi mulai dari datar dan agak curam.

B. Bahan dan Peralatan

Bahan utama dalam penelitian ini adalah rantai besi ukuran diameter cincin besi 15 mm, panjang cincin rantai 50 mm, lebar cincin rantai 30 mm, panjang alat bantu 5000 mm, besi siku ukuran 3 cm x 3 cm x 3 cm, kawat las, sackel, tambang plastik, baut, tinner, cat kayu, cat besi, meni besi, kuas

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran, alat pengukur waktu, truk angkutan kayu.

C. Prosedur Kerja

1). Merancang dan membuat alat bantu logging

a. Gambar alat bantu logging untuk mengurangi selip pada tanah yang licin disajikan pada Gambar 1 dan 2 (alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus (pandangan depan) dan Gambar 3 dan 4 (alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus (pandangan atas)

b. Spesifikasi alat bantu logging berupa sarung roda dari rantai besi adalah sebagai berikut: (1) ukuran besi siku yang digunakan untuk membuat alat bantu berukuran 3 cm x 3 cm x 3 cm, (2) panjang alat bantu 5 m, (3) lebar cincin rantai 3 cm, (4) panjang cincin rantai 5 cm, dan (5) diameter cincin rantai 1,5 cm. Berat satu alat bantu adalah lebih kurang 20 kg.

2). Menghitung biaya pembuatan alat

a. Biaya pembelian bahan b. Biaya upah

c. Umur pakai alat

3). Uji coba alat bantu

(12)

a. Menetapkan petak ukur terpilih dilakukan dengan cara purposif,yang mewakili kondisi licin dan kelerengan yang ditetapkan.

b. Menetapkan perlakuan terdiri dari dua faktor yaitu : Faktor penggunaan alat bantu logging terdiri atas dua taraf yaitu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus dan faktor kelerengan terdiri dari tiga kelerengan yaitu pada jalan dengan kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25%.

c. Masing-masing perlakuan dengan 5 ulangan pada kondisi truk bermuatan dan tidak bermuatan. Dengan demikian akan terdapat sejumlah 2 x 3 = 6 kombinasi perlakuan, dan 6 perlakuan x 5 ulangan = 30 data. Yang diamati terdiri dari volume kayu yang diangkut (m3), panjang plot ukur (m), waktu pengangkutan pada plot ukur tersebut (detik).

d. Melaksanakan pengamatan dan pengukuran selip pada roda truk. - Memberi tanda pada roda truk menggunakan cat putih, pada saat truk berjalan dan tanda tersebut menyentuh tanah atau alat bantu dihitung jumlah putaran rodanya.

- Melaksanakan pengukuran selip pada roda truk yang melalui alat bantu dengan cara mengukur selisih jarak tempuh truk tanpa muatan kayu dengan truk bermuatan kayu pada jumlah putaran roda yang sama.

- Melaksanakan pencatatan jarak tempuh, volume kayu, waktu tempuh dan jumlah perputaran roda; Melaksanakan pengukuran koefisien traksi roda dengan mencatat berat truk, spesifikasi truk, daya mesin; dan melaksanakan pengamatan tekstur tanah langsung di lapangan dengan memirit tanah menggunakan jari dan merasakan halus kasarnya partikel tanah.

Pengukuran parameter meliputi selip roda, koefisien traksi roda, produktivitas pengangkutan, biaya produksi pengangkutan dan kerusakan tanah. Cara pengukuran parameter dijelaskan seperti berikut ini.

a. Selip roda truk: mencatat selisih jarak tempuh truk tanpa muatan kayu dengan yang bermuatan kayu pada kondisi roda truk melalui alat bantu.

b. Koefisien traksi roda : mencatat berat truk dan spesifikasi truk. c. Produktivitas: mencatat waktu kerja, jarak tempuh dan volume kayu.

(13)

d. Data finansial: mencatat harga alat angkutan, harga pembuatan alat bantu, jam kerja truk per hari, bunga modal, biaya pajak, biaya asuransi, biaya perawatan alat, biaya bahan bakar, biaya oli dan pelumas dan biaya upah.

e. Kerusakan tanah : mengukur kedalaman tanah yang terbentuk akibat selip pada sisi kiri atau kanan ban truk.

Pengumpulan data sekunder meliputi: keadaan umum lapangan, keadaan umum perusahaan dan data penunjang lainnya yang dikutip dari perusahaan dan wawancara dengan karyawan.

Keterangan : 1. Cincin rantai untuk merangkai besi siku dengan bentuk menyilang 2. Cincin rantai sebagai pengunci/penguat pada sisi pinggir ban. 3. Besi siku

Gambar 1. Alat bantu logging pada jalan licin dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang (pandangan depan)

2 1

(14)

Keterangan : 1. Cincin rantai untuk merangkai besi siku dengan bentuk lurus 2. Cincin rantai sebagai pengunci/penguat pada sisi pinggir ban. 3. Besi siku

Gambar 2. Alat bantu logging pada jalan licin dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus (pandangan depan)

2 3

(15)

Gambar 3. Alat bantu logging pada jalan licin dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang (pandangan atas)

(16)

Gambar 4. Alat bantu logging pada jalan licin dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus (pandangan atas)

D. Analisis Data

Data lapangan berupa selip roda truk, produktivitas, koefisien traksi dan kerusakan tanah diolah ke dalam bentuk tabulasi. Alat analisis yang digunakan adalah rata-rata. Biaya produksi pengangkutan dihitung dengan menggunakan rumus dari Nugroho (2002) sebagai berikut:

1) Biaya tetap, yaitu biaya yang berjalan terus sesuai dengan lama pakai alat, terdiri dari :

a. Biaya penyusutan (Rp/jam)

M – R- Harga alat bantu D = ---

(17)

b. Biaya bunga modal (Rp/jam) ( M – R ) ( N + 1 ) B = --- + R x 0,0p 2 N --- t ………… (2) Keterangan :

D = Biaya penyusutan (Rp/jam) B = Bunga modal (Rp/jam) M = Harga beli alat (Rp)

R = Nilai sisa (rongsokan) alat (Rp) N = Umur pakai alat (tahun)

0,0p = Bunga bank (%) t = Jumlah jam kerja /tahun

c. Pajak (Rp/jam)

Pajak = harga alat (Rp) x 0,6 x 0,02 1000/jam

d. Asuransi (Rp/jam)

Asuransi = harga alat (Rp) x 0,6 x 0,03 1000/jam

….……… (3) …………. (4)

2) Biaya operasi/variabel, yaitu biaya yang dikeluarkan apabila alat tersebut digunakan, terdiri dari:

a. Biaya perbaikan dan pemeliharaan (Rp/jam)

Biaya perbaikan dan pemeliharaan dihitung berdasarkan pengeluaran suku cadang dalam satu tahun (jam) dibagi jam kerja dalam setahun

b. Biaya bahan bakar (Rp/jam)

Biaya bahan bakar dihitung berdasarkan banyaknya bahan bakar yang digunakan (liter) dalam waktu satu tahun dibagi jam kerja setahun dan dikalikan dengan

…………. (5)

(18)

harga bahan bakar (Rp/liter). c. Biaya oli dan pelumas (Rp/jam)

Biaya oli dan pelumas dihitung berdasarkan banyaknya pelumas (liter) yang digunakan dalam waktu satu tahun dibagi jam kerja setahun dikalikan harga pelumas (Rp/liter)

d. Biaya alat pelengkap (Rp/jam), yaitu bagian dari alat yang mudah mengalami kerusakan sehingga perlu diganti seperti ban. Harga ban (Rp/satuan) dibagi umur pakai alat (jam/tahun).

e. Biaya pembuatan alat bantu (Rp/jam), yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan alat bantu.

3). Biaya upah operator yaitu biaya upah operator maupun pembantu operator dalam Rp/jam.

4). Biaya pengangkutan dihitung dengan rumus :

(1) + (2) + (3) + (4) + (5) + (6) + (7) + (8) + (9)+(10) BA = --- P

Keterangan :

BA = Biaya pengangkutan (Rp/m3.km) (1) = Biaya penyusutan (Rp/jam) (2) = Biaya bunga modal (Rp/jam) (3) = Biaya pajak (Rp/jam)

(4) = Biaya asuransi (Rp/jam)

(5) = Biaya perbaikan dan pemeliharaan (Rp/jam) (6) = Biaya bahan bakar (Rp/jam)

(7) = Biaya oli dan pelumas (Rp/jam)

(8) = Biaya alat pelengkap berupa ban (Rp/jam) (9) = Biaya upah operator (Rp/jam)

(10)= Biaya pembuatan alat bantu (Rp/jam) P = Produktivitas pengangkutan (m3.km/jam)

…………. (7)

………….. (8)

………….. (9) ………….(10) …………(11)

(19)

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat bantu logging pada jalan licin dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dan lurus serta tiga kelas kelerengan yang berbeda terhadap selip, produktivitas, biaya produksi dan kerusakan tanah, menggunakan rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap atau Faktorial RAL yang menggunakan dua faktor (faktor dua alat bantu logging dan faktor tiga kelas kelerengan) yaitu 2x3x5 (Matjik dan Sumertajaya, 2006)

Tabel 1. Rancangan faktorial menggunakan dua faktor

No Faktor 1 (alat bantu) Faktor 2 (kelas kelerengan) Ulangan 1 2 3 4 5

1 Sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang

0-8% 9-15% 16-25% 2 Sarung roda alat

angkutan dari rantai besi lurus

0-8% 9-15% 16-25%

(20)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Lokasi penelitian di RPH Ciogong, BKPH Tanggeung, KPH Cianjur, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten

1. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang a. Selip yang terjadi (%)

Tabel 2. Rata-rata selip alat bantu A di KPH Cianjur Kelas keLerengan (%) Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Selip (%) 0-8 Muat 3,79 Kosong 3,90 2,82 Muat 2,78 Kosong 2,88 3,47 Muat 3,91 Kosong 4,02 2,73 Muat 3,47 Kosong 3,58 3,07 Muat 3,03 Kosong 3,16 4,11 Rata-rata 3,40 3,51 3,24 9-15 Muat 4,72 Kosong 5,04 6,35 Muat 5,29 Kosong 5,71 7,36 Muat 5,93 Kosong 6,25 5,12 Muat 5,10 Kosong 5,46 6,59 Muat 5,87 Kosong 6,19 5,17 Rata-rata 5,38 5,73 6,11 16-25 Muat 6,66 Kosong 7,20 7,50 Muat 6,37 Kosong 6,93 8,08 Muat 6,39 Kosong 6,84 6,58 Muat 5,78 Kosong 6,29 8,10 Muat 4,22 Kosong 4,57 7,65 Rata-rata 5,88 6,37 7,58

Keterangan : Alat bantu A = Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang

Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata terjadinya selip untuk kelas

kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%, Hal tersebut disebabkan oleh kondisi jalan angkutan yang menanjak akan berpengaruh terhadap gerakan truk. Kecepatan truk berkurang sehingga terjadi

(21)

perlambatan. Kemampuan kendaraan pada kondisi jalan yang landai umumnya ditentukan oleh kekuatan mesin dan bagian-bagian mekanis kendaraan yang lainnya. Hasil penelitan Lan et al., (2003) menunjukkan bahwa untuk mobil penumpang sudah dilengkapi dengan mesin yang memiliki tenaga yang cukup besar, sehingga dalam keadaan normal mobil tersebut mampu mendaki sampai kelandaian 10% tanpa mengalami selip. Berbeda halnya dengan truk. Truk memiliki berat relatif besar yang berpengaruh terhadap kekuatan mesinnya, sehingga sering terjadi pengurangan kecepatan pada saat mendaki.

Upaya mengatasi jalan angkutan yang menanjak tersebut, supir truk akan mempercepat laju truknya sebesar-besarnya, keadaan di mana sering menimbulkan bahaya keselamatan jiwa. Dalam menghadapi jalan landai tersebut truk akan kehabisan momentum yang dimilikinya. Akibatnya truk akan berjalan dengan kecepatan rendah. Hasil penelitian Pinanyungan (2009) menunjukkan bahwa kemampuan kendaraan truk pada jalan mendaki tergantung dari perbandingan antara berat dan tenaga truk yang bersangkutan.

Tekstur tanah ikut mempengaruhi terjadinya selip. Oida (1992) menyebutkan bahwa kinerja bergerak majunya kendaraan sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah dan spesifikasi mesin. Faktor-faktor tanah yang mempengaruhi kinerja mesin yaitu sifat fisik tanah dan kondisi tanah. Lokasi penelitian memiliki tekstur tanah lempung berpasir, menurut Intara et al., (2011) tanah tekstur liat tidak hanya memiliki permukaan yang luas tetapi juga bermuatan listrik. Muatan listrik tersebut memberi sifat pada liat untuk mengikat air. Hal inilah yang menyebabkan liat banyak menyimpan air. Sifat tanah lempung yang mudah mengembang dan banyak menyimpan air tersebut, mengakibatkan sering terjadinya selip karena kondisi tanah yang licin sehingga rentan terhadap terjadinya kerusakan tanah.

b. Koefisien traksi

Penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang dapat meningkatkan traksi pada setiap kelas kelerengan. Hasil penelitian rata-rata koefisien traksi yang dihasilkan disajikan pada Tabel 3.

(22)

Tabel 3. Rata-rata nilai koefisien traksi dari penggunaan alat bantu A di KPH Cianjur Kelas kelerengan (%) Kecepatan truk(km/jam) Rimpull (kg) Koefisien traksi 0-8 7 4.628 0,62 7 4.628 0,62 8 4.050 0,54 7 4.628 0,62 8 4.050 0,54 Rata-rata 7,4 4.397 0,59 9-15 10 3.240 0,43 10 3.240 0,43 10 3.240 0,43 9 3.600 0,48 10 3.240 0,43 Rata-rata 9,8 3.312 0,44 16-25 12 2.700 0,36 11 2.945 0,39 13 2.492 0,33 12 2.700 0,36 13 2.492 0,33 Rata-rata 12,2 2.666 0,36

Keterangan : Alat bantu A = Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang

Tabel 3 menunjukkan bahwa penggunaan alat bantu dengan model rantai menyilang pada setiap kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% menghasilkan rata-rata koefisien traksi masing-masing sebesar 0,59, 0,44 dan 0,36. Untuk mengangkut kayu jati pada kondisi tiga kelerengan tersebut dengan tekstur tanah lempung berpasir yang licin maka diperlukan traksi sebesar seperti yang dicantumkan di atas. Pada kelas kelerengan 16-25% dengan koefisien traksi 0,36 (merupakan kelerengan yang sangat sulit dilalui oleh truk) maka akan diperoleh kekuatan tarik dari mesin ke roda penggerak sebesar 2.666 kg. Rimpull merupakan tenaga gerak yang dapat disediakan mesin kepada roda penggerak truk.

(23)

c. Produktivitas dan biaya pengangkutan kayu

Penggunaan alat bantu sarung roda dari rantai besi menyilang pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memiliki rata-rata produktivitas pengangkutan masing-masing sebesar 92,02 m3.km/jam, 89,07 m3.km/jam dan 83,59 m3.km/jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan semakin landai kondisi kelerengan jalan angkutan maka semakin rendah rata-rata produktivitas pengangkutan. Semakin menanjak jalan angkutan maka selip yang terjadi semakin tinggi. Kondisi jalan menanjak maka gerak kecepatan putar roda truk tidak dapat diikuti oleh kecepatan gerak kendaraan secara keseluruhan. Akibatnya terjadi perbedaan kecepatan antara roda dan kendaraan semakin besar.

Menurut Indonesianto (2009) kemampuan mesin peralatan bergantung pada ketinggian tempat di mana mesin tersebut digunakan. Semakin tinggi suatu tempat kerja dari permukaan air laut (pal-sea level), tekanan atmosfer semakin menurun. Karena tekanan atmosfer di tempat kerja tersebut menurun maka kerapatan udara juga menjadi menurun, yang berakibat pada berkurangnya jumlah oksigen pada tempat tersebut. Dengan jumlah oksigen yang rendah mengakibatkan menurunnya power untuk mesin motor bakar. Menurut Haryanto (1997) setiap mesin yang bekerja pada lokasi dengan kelerengan yang landai akan mengalami kehilangan tenaga mesin. Setiap kendaraan yang berjalan menanjak maka akan kehilangan daya mesin, karena untuk maju dan untuk mengatasi tahanan lereng itu sendiri.

Komponen biaya truk dan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komponen biaya truk dan alat bantu di KPH Cianjur

No Komponen biaya Biaya

(Rp/jam)

1 Penyusutan 8.250

2 Bunga modal 5.610

3 Pajak 1.320

4 Asuransi 1.980

5 Perbaikan & pemeliharaan 5.500

6 Bahan bakar 195.000

7 Oli dan pelumas 4.500

8 Alat pelengkap 6.000

(24)

10 Pembuatan alat bantu 700

Total biaya 243.860

Dari Tabel 4 dapat dihitung rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu yang dibagi dengan produktivitas pengangkutan kayu pada setiap kelas kelerengan. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata biaya produksi pengangkutan pada setiap kelas kelerengan di KPH Cianjur Kelas kelerengan (%) Produktivitas pengangkutan (m3.km/jam) Biaya produksi pengangkutan (Rp/m3.km) 0-8 92,38 2.640,01 9-15 89,07 2.737,92 16-25 83,59 2.917,27

Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu pada setiap kelas kelerengan berbeda. Semakin tinggi kelas kelerengan maka rata-rata biaya produksi pengangkutan semakin tinggi. Pada kelas kelerengan 16-25% diperoleh rata-rata produktivitas yang lebih rendah daripada dua kelerengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh kelas kelerengan 16-25% truk paling sering mengalami selip. Dengan semakin intensifnya selip maka terjadi peningkatan biaya produksi. Karena kegiatan pengereman dan menginjak gas terus menerus menyebabkan pemborosan bahan bakar dan ban cepat aus.

Keausan ban adalah suatu hilangnya atau rusaknya tapak ban atau permukaan karet ban karena gesekan yang terjadi ketika ban melaju di jalan. Keausan ban bermacam-macam tergantung dari tekanan angin ban, beban, kecepatan kendaraan, cuaca panas, kondisi permukaan jalan, temperatur dan faktor lainnya. Semakin besar beban muatan juga semakin mempercepat keausan ban. Ban juga semakin cepat aus ketika berbelok dengan beban yang cukup besar karena gaya sentrifugalnya lebih besar ketika berbelok mengakibatkan gesekan antara ban dengan permukaan jalan menjadi lebih besar.

(25)

d. Kerusakan tanah

Selip yang terjadi menyebabkan terjadinya kerusakan tanah. Kerusakan tanah berupa lubang membentuk parit dengan kedalaman bervariasi. Hasil pengukuran rata-rata kedalaman tanah yang terbentuk disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata kedalaman tanah di KPH Cianjur akibat penggunaan dari

sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang Kelas kelerengan (%) Ulangan Kedalaman tanah (cm) 0-8 1 6,8 2 7,4 3 6,6 4 6,9 5 7 Rata-rata 6,94 9-15 1 6,8 2 7,4 3 7,2 4 7 5 7,9 Rata-rata 7,26 16-25 1 7,8 2 8,4 3 8,5 4 8,9 5 8,9 Rata-rata 8,5

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada kelas kelerengan 16-25% memiliki rata-rata kedalaman tanah 8,5 cm lebih dalam daripada kelerengan 0-8% dan 9-15%. Hal tersebut disebabkan ban truk yang mengalami selip akan cenderung menggerus lapisan tanah atas sampai terbentuk lubang parit. Supir truk akan berusaha mencari traksi maksimal agar ban truk dapat melakukan gesekan terhadap permukaan tanah. Kegiatan menginjak gas dan rem yang terus menerus mengakibatkan banyak tanah terlempar keluar. Akibat kerusakan tanah tersebut mengakibatkan jalan angkutan menjadi rusak sehingga berdampak pada penurunan produktivitas dan tingginya biaya produksi pengangkutan.

(26)

2. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus a. Selip yang terjadi (%)

Hasil penelitian rata-rata selip yang terjadi pada ketiga kelas kelerengan dengan menggunakan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata selip alat bantu B di KPH Cianjur Kelas kelerengan (%) Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Selip (%) 0-8 Muat 3,56 Kosong 3,61 1,39 Muat 1,92 Kosong 1,94 1,03 Muat 2,64 Kosong 2,72 2,94 Muat 2,87 Kosong 2,95 2,71 Muat 1,76 Kosong 1,82 3,29 Rata-rata 2,55 2,61 2,27 9-15 Muat 4,27 Kosong 4,39 2,73 Muat 3,92 Kosong 4,17 5,99 Muat 4,17 Kosong 4,36 4,36 Muat 3,84 Kosong 4,02 4,47 Muat 4,09 Kosong 4,22 3,08 Rata-rata 4,06 4,23 4,13 16-25 Muat 5,03 Kosong 5,46 7,88 Muat 4,5 Kosong 4,77 5,66 Muat 5,12 Kosong 5,41 5,36 Muat 5,36 Kosong 5,8 7,59 Muat 3,85 Kosong 4,05 4,94 Rata-rata 4,77 5,10 6,28

Keterangan : Alat bantu B = Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus

Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata selip yang terjadi pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Tetapi hasil penelitian ini dengan kelas kelerengan 16-25% menghasilkan rata-rata selip yang lebih rendah daripada penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang. Dengan menggunakan sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang pada kelas kelerengan 16-25% rata-rata selip

(27)

yang terjadi sebesar 7,58% sehingga memiliki selisih sebesar 1,3%. Rendahnya selip pada penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus karena bentuk rantai yang lurus membantu menambah traksi pada roda truk, di mana rantai lurus yang disambungkan pada besi siku tersebut dapat saling mencengkeram tanah. Bentuk alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus ini menyerupai tank baja perang. Sedangkan dengan bentuk rantai yang menyilang dapat mengurangi traksi, di mana rantai tersebut ikut tergesek saat roda truk selip. Tidak dapat mencengkeram tanah secara optimal. Gesekan tersebut jelas dengan terbentuknya lubang parit diatas permukaan tanah.

Untuk mengetahui hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan selip maka dilakukan analisis menggunakan rancangan faktorial. Hasil analisis (disajikan pada Tabel 8), menunjukkan bahwa nilai peluang 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan kelas kelerengan berpengaruh nyata terhadap terjadinya selip. Hal ini menunjukkan bahwa selip yang terjadi dipengaruhi oleh alat bantu dan kelerengan kelerengan, artinya 3 kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh terhadap selip. Demikian juga dengan faktor alat bantu ikut mempengaruhi terjadinya selip.

Tabel 8. Analisis faktorial hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan selip di KPH Cianjur

Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F Peluang Perlakuan 1.043E6 5 208503.413 20.418 .000 Rantai 150946.133 1 150946.133 14.781 .001 Kelerengan 877899.467 2 438949.733 42.984 .000 Rantai * Kelerengan 13671.467 2 6835.733 1.669 .001 Kesalahan 245084.800 24 10211.867 Total 8600780.000 30 Total terkoreksi 1287601.867 29

Untuk mengetahui faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Lampiran 10 disajikan hasil uji lanjut Tukey pengaruh alat bantu dan kelas kelerengan terhadap selip. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh kelas

(28)

kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelas kelerengan 9-15% dan 16-25%. Selip yang terjadi pada kelas kelerengan 16-25% ternyata lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan yang lain.

Penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus memiliki rata-rata selip lebih rendah daripada menggunakan alat bantu logging pola rantai melintang lurus serong (penelitian tahun 2012) sebesar 10,71% dan alat bantu logging berupa besi siku yang dirangkai (penelitian tahun 2013) pada kelerengan 8%, 12% dan 18% masing-masing sebesar 2,89%, 4,60% dan 7,99%. Alat bantu pada penelitian tahun 2012 hanya berupa rangkaian rantai yang berbentuk lurus dan serong. Kekuatan rangkaian tersebut tidak maksimal untuk mencengkeram tanah, bentuknya yang lurus serong tidak dapat membungkus ban truk secara keseluruhan. Sedangkan pada alat bantu penelitian tahun 2013, memiliki kelemahan karena bentuknya seperti tangga besi (kaku) sehingga tidak bisa digunakan apabila terjadi selip pada kondisi jalan angkutan menikung. Alat tersebut hanya dapat digunakan pada kondisi jalan lurus. Pada alat bantu tersebut ban truk berjalan diatas besi siku. Pada saat ban truk penuh dengan tanah yang basah masih terjadi selip, hal tersebut karena besi siku yang sudah terkena tanah yang basah menyebabkan besi menjadi licin sehingga masih menimbulkan selip.

b. Koefisien traksi

Hasil perhitungan koefisien traksi dari masing-masing kelas kelerengan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata koefisien traksi penggunaan alat bantu B di KPH Cianjur Kelas Kelerengan (%) Kecepatan truk(km/jam) Rimpull (kg) Koefisien traksi 0-8 7 4.628 0,62 6 5.400 0,72 6 5.400 0,72 7 4.628 0,62 6 5.400 0,72 Rata-rata 6,4 5.091 0,67 9-15 7 4.628 0,62 9 3.600 0,48 8 4.050 0,54 8 4.050 0,54

(29)

8 4.050 0,54 Rata-rata 8 4.075 0,54 16-25 10 3.240 0,43 9 3.600 0,48 11 2.945 0,39 9 3.600 0,48 9 3.600 0,48 Rata-rata 9,6 3.397 0,45

Keterangan : Alat bantu B = Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus

Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata koefisien traksi penggunaan alat bantu sarung roda dari rantai besi lurus pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15 dan 16-25% masing-masing adalah 0,67, 0,54, 0,45. Pada kelas kelerengan 16-16-25% penggunaan alat bantu rantai lurus memiliki rata-rata koefisien traksi lebih tinggi daripada alat bantu berupa rantai menyilang dan memiliki kemampuan tarik lebih tinggi yaitu 3.397 kg. Rata-rata koefisien traksi yang dihasilkan pada penggunaan alat bantu logging pada penelitian tahun ini dengan pola rantai melintang lurus serong (tahun 2012) dan alat bantu logging berupa besi siku yang dirangkai (tahun 2013) hampir sama, hal ini disebabkan karena jenis truk yang digunakan memiliki tipe yang sama dengan berat truk juga sama, sehingga mempengaruhi perhitungan koefisien traksi.

c. Produktivitas dan biaya pengangkutan kayu

Rata-rata produktivitas pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masing-masing sebesar 102,13 m3.km/jam, 95,21 m3.km/jam dan 91,18 m3.km/jam. Rendahnya rata-rata produktivitas pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 16-25% menunjukkan bahwa semakin tinggi selip yang terjadi maka semakin rendah rata-rata produktivitas yang dihasilkan.

Penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus pada kelas kelerengan 16-25% menghasilkan rata-rata produktivitas lebih tinggi daripada penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang yaitu 83,59 m3.km/jam. Tingginya rata-rata produktivitas tersebut karena selip yang terjadi lebih rendah. Dengan selip yang rendah maka waktu

(30)

yang terbuang untuk menambah traksi dapat digunakan dalam operasional kegiatan pengangkutan.

Untuk mengetahui hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan produktivitas pengangkutan kayu maka dilakukan analisis menggunakan rancangan faktorial. Hasil analisis (disajikan pada Tabel 10), menunjukkan bahwa nilai peluang 0,000 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan kelerengan berpengaruh nyata terhadap terjadinya produktivitas pengangkutan kayu. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas pengangkutan kayu yang terjadi dipengaruhi oleh alat bantu dan kelas kelerengan, artinya 3 kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh terhadap produktivitas pengangkutan kayu. Demikian juga dengan faktor alat bantu ikut mempengaruhi terjadinya produktivitas pengangkutan kayu.

Tabel 10. Analisis faktorial hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan produktivitas pengangkutan kayu di KPH Cianjur Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F Peluang

Perlakuan 5.747E8 5 1.149E8 40947.515 .000

Rantai 5.727E8 1 5.727E8 204036.418 .000

Kelerengan 1007556.070 2 503778.035 179.479 .000 Rantai * Kelerengan 960515.046 2 480257.523 171.099 .000 Kesalahan 67365.555 24 2806.898 Total 1.173E9 30

Total terkoreksi 5.747E8 29

Untuk mengetahui faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Lampiran 11 disajikan hasil uji lanjut Tukey pengaruh alat bantu dan kelas kelerengan terhadap produktivitas pengangkutan kayu. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh kelas kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelerengan 9-15% dan 16-25%. Produktivitas pengangkutan kayu yang terjadi pada kelas kelerengan 0-8% ternyata lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan yang lain. Produktivitas pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 16-25% ternyata lebih rendah daripada dua kelas kelerengan lainnya.

(31)

Hal tersebut karena mesin truk memiliki keterbatasan kekuatan atau tenaga pada saat melewati jalan tanjakan. Terutama kondisi jalan yang licin dengan tekstur tanah yang melekat seperti lempung. Komponen biaya truk dan alat bantu disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Komponen biaya truk dan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur

No Komponen biaya Biaya

(Rp/jam)

1 Penyusutan 8.150

2 Bunga modal 5.610

3 Pajak 1.320

4 Asuransi 1.980

5 Perbaikan & pemeliharaan 5.500

6 Bahan bakar 195.000

7 Oli dan pelumas 4.500

8 Alat pelengkap 6.000

9 Upah operator 15.000

10 Pembuatan alat bantu 730

Total biaya 243.790

Dari Tabel 11 dapat dihitung rata-rata produktivitas pengangkutan kayu dari setiap kelas kelerengan yang disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu dengan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur

Kelas kelerengan (%) Produktivitas (m3.km/jam) Biaya (Rp/m3.km) 0-8 102,13 2.390,50 9-15 95,21 2.561,37 16-25 91,18 2.674,13

Dari Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan lainnya. Tapi rata-rata biaya produksi pengangkutan pada penelitian alat bantu ini lebih rendah daripada menggunakan alat bantu dengan rantai menyilang. Dengan rata-rata produktivitas yang tinggi dapat menekan pengeluaran biaya produksi pengangkutan. Selip yang terjadi mengakibatkan rendahnya produktivitas. Kelas

(32)

Kelerengan dan kondisi jalan licin memperparah keadaan selip pada jalan angkutan tersebut.

Untuk mengetahui hubungan alat bantu dengan kelas kelerengan pada biaya produksi pengangkutan kayu dianalisis dengan rancangan faktorial dan disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Analisis faktorial hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan biaya pengangkutan kayu di KPH Cianjur

Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F Peluang Perlakuan 774874.302 5 154974.860 59.089 .000 Rantai 372727.242 1 372727.242 142.114 .000 Kelerengan 394037.089 2 197018.544 75.120 .000 Rantai * Kelerengan 8109.971 2 4054.985 1.546 .001 kesalahan 62945.523 24 2622.730 Total 2.121E8 30 Total terkoreksi 837819.824 29

Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai peluang 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan kelas kelerengan berpengaruh nyata terhadap biaya produksi pengangkutan kayu. Hal ini menunjukkan bahwa biaya produksi pengangkutan kayu dipengaruhi oleh kelas kelerengan, artinya kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh terhadap biaya produksi pengangkutan kayu. Demikian juga dengan faktor alat bantu mempengaruhi biaya produksi pengangkutan kayu.

Untuk mengetahui pengaruh faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Hasil analisis uji lanjut tersebut disajikan pada Lampiran 12, Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa pengaruh kelas kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelas kelerengan 9-15% dan 16-25%, kelas kelerengan 9-15% tidak sama dengan kelas kelerengan 0-8% dan 16-25%. Biaya produksi pengangkutan kayu pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan lainnya. Hal tersebut karena rata-rata produktivitas pengangkutan pada kelas kelerengan 16-25% lebih rendah yang disebabkan tingginya rata-rata selip.

(33)

Penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus memiliki rata-rata produktivitas pengangkutan dan biaya produksi pengangkutan yang berbeda dari penelitian tahun 2012 dan 2013, karena perhitungan pada tahun ini menggunakan rata-rata pada setiap kelas kelerengan sedangkan pada tahun sebelumnya menghitung rata-rata keseluruhan tidak setiap kelas kelerengan.

d. Kerusakan tanah

Selip menyebabkan terjadinya kerusakan tanah berupa lubang berbentuk parit. Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa pada kelas kelerengan 16-25% dengan rata-rata selip yang tinggi akan membentuk kedalaman tanah rata-rata 6,18 cm. Hasil penelitian ini membentuk kedalaman tanah lebih rendah daripada hasil penelitian dengan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang, rata-rata kedalaman tanah 8,15 cm. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa dengan bentuk rantai besi menyilang justru ikut menggerus lapisan tanah seiring dengan putaran roda saat selip.

Kerusakan tanah yang terjadi tersebut juga dapat menimbulkan kerusakan struktur tanah. Menurut Suprayogo et al., (2014) kerusakan struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah, hal tersebut menyebabkan agregat tanah relatif mudah hancur menjadi bentuk halus sehingga membentuk kerak di permukaan tanah (soil crusting) yang memiliki sifat padat dan keras bila kering. Agregat atau partikel tanah yang halus akan terbawa aliran air ke dalam tanah sehingga menyebabkan penyumbatan pori tanah dan pada saat hujan turun kerak yang terbentuk juga menyebabkan penyumbatan pori tanah. Proses penyumbatan pori tanah tersebut mengakibatkan porositas tanah, distribusi pori tanah dan kemampuan tanah untuk mengalirkan air mengalami penurunan dan limpasan permukaan akan meningkat.

Kerusakan tanah akibat selip dapat berakibat pada timbulnya erosi tanah dan peningkatan limpasan permukaan tanah. Hal tersebut sangat berbahaya karena dapat merusak jalan angkutan kayu yang merupakan sarana transportasi untuk mengeluarkan kayu dari dalam hutan. Kelancaran distribusi kayu menjadi

(34)

terhambat. Bagi perusahaan hutan lahan kering, hal tersebut merupakan kerugian bagi mereka baik biaya produksi maupun kelestarian hutan mereka.

Tabel 14. Rata-rata kedalaman tanah akibat penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Cianjur

Kelas kelerengan (%) Ulangan Kedalaman tanah (cm) 0-8 1 2,3 2 3 3 2,5 4 2,9 5 3,4 Rata-rata 2,82 9-15 1 4,6 2 4,9 3 5,3 4 5 5 5,4 Rata-rata 5,04 16-25 1 5,9 2 6,2 3 6 4 6 5 6,8 Rata-rata 6,18

Untuk mengetahui hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan kedalaman tanah, maka dilakukan analisis menggunakan rancangan faktorial. Hasil analisis (disajikan pada Tabel 15), menunjukkan bahwa nilai peluang 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan kelas kelerengan berpengaruh nyata terhadap terjadinya selip. Hal ini menunjukkan bahwa selip yang terjadi dipengaruhi oleh alat bantu dan kelas kelerengan, artinya 3 kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% memberikan pengaruh terhadap selip. Demikian juga dengan faktor alat bantu ikut mempengaruhi terjadinya selip.

(35)

Tabel 15. Analisis faktorial hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan kedalaman tanah di KPH Cianjur

Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah F Peluang Perlakuan 98.482a 5 19.696 132.338 .000 Rantai 62.496 1 62.496 419.908 .000 Kelerengan 30.269 2 15.134 101.686 .000 Rantai * Kelerengan 5.717 2 2.858 19.205 .000 Kesalahan 3.572 24 .149 Total 1226.910 30 Total terkoreksi 102.054 29

Untuk mengetahui faktor alat bantu dan kelas kelerengan dilakukan uji lanjut. Lampiran 13 disajikan hasil uji lanjut Tukey pengaruh alat bantu dan kelas kelerengan terhadap kedalaman tanah. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh kelas kelerengan 0-8% tidak sama dengan kelas kelerengan 9-15% dan 16-25%. Dan pengaruh kelas kelerengan 9-15% tidak sama dengan kelas kelerengan 0-8% dan 16-25%. Kedalaman tanah yang terjadi pada kelas kelerengan 16-25% ternyata lebih dalam daripada dua kelas kelerengan yang lain. Hal ini terjadi karena pada kelas kelerengan 16-25% memiliki rata-rata selip lebih tinggi daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Tingginya selip mengakibatkan roda truk berusaha untuk mencari traksi yang maksimal agar dapat berjalan, sehingga ban truk selalu bergesekkan dengan permukaan tanah secara terus menerus. Kondisi tersebut menyebabkan lapisan tanah terbuang keluar seiring dengan gerakan putar roda truk.

Rata-rata kedalaman tanah yang terjadi dengan menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus lebih rendah daripada menggunakan alat bantu logging pola rantai melintang lurus serong (penelitian tahun 2012) sebesar 9,06 cm. Penggunaan alat bantu dan alat bantu logging logging pola rantai melintang lurus serong tidak menghasilkan traksi yang maksimal terutama pada kelas kelerengan 16-25%, sehingga rata-rata selip yang terjadi masih tinggi, akibatnya supir berupaya untuk meminimalkan selip dengan menginjak gas dan rem secara terus menerus. Upaya supir untuk mencari traksi

(36)

berakibat pada tergerusnya tanah. Tetapi hasil penelitian berupa alat bantu logging berupa besi siku yang dirangkai (penelitian tahun 2013) memiliki rata-rata kedalaman tanah yang lebih rendah daripada menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus yaitu sebesar 0,8 cm (kelerengan 8%), 1,3 cm (kelerengan 12%) dan 1,9 cm (kelerengan 18%). Rendahnya kedalaman tanah pada penggunaan alat bantu logging berupa besi siku yang dirangkai karena bagian bawah alat bantu tersebut menggunakan besi datar sehingga bentuk tersebut dapat mengurangi terjadinya gesuran oleh ban truk.

B. Lokasi penelitian di RPH Maribaya, BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten

1. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang a. Selip yang terjadi (%)

Rata-rata selip yang terjadi dengan menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Rata-rata selip dengan penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor.

Kelas Kelerengan (%) Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Selip (%) 0-8 Muat 2,14 Kosong 2,19 2,28 Muat 2,7 Kosong 2,78 2,88 Muat 3,12 Kosong 3,21 2,80 Muat 2,25 Kosong 2,3 2,17 Muat 2,66 Kosong 2,74 2,92 Rata-rata 2,574 2,644 2,61 9-15 Muat 3,06 Kosong 3,22 4,97 Muat 2,79 Kosong 2,88 3,12 Muat 3,46 Kosong 3,6 3,89 Muat 3,2 Kosong 3,31 3,32 Muat 2,75 Kosong 2,87 4,18 Rata-rata 3,052 3,176 3,89 16-25 Muat 5,21 Kosong 5,53 5,79 Muat 4,97 Kosong 5,25 5,33 Muat 5,36 Kosong 5,6 4,29

(37)

Muat 5,28 Kosong 5,57 5,21

Muat 4,77 Kosong 5,12 6,84

Rata-rata 5,118 5,414 5,49

Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata selip yang terjadi pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Tingginya selip tersebut selain kelerengan juga tekstur tanah ikut berperan dalam tingginya selip. Tekstur tanah lempung memiliki karakteristik membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung yang mendominasinya.

Hasil penelitian Goro (2008) menyatakan bahwa air sangat mempengaruhi sifat tanah lempung karena butiran dari tanah lempung sangat halus. Tanah lempung mudah terpengaruh terhadap perubahan kadar air, di mana jika kelebihan kadar air maka tanah akan mengembang dan jika kekeringan air akan mengalami penyusutan.

Tekstur lempung memiliki kandungan air dalam tanah tersebut sangat tinggi. Menurut Hanafiah (2005); Hardjowigeno (2003) Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar memiliki daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Kadar air tanah bertekstur liat > lempung > pasir masing-masing sekitar 55%, 40% dan 15%. Hal ini terkait dengan pengaruh tekstur terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori dan luas permukaan adsorptif, yang makin halus teksturnya akan makin banyak, sehingga makin besar kapasitas simpan airnya.

Tanah lempung merupakan tanah yang kohesif di mana tanah tersebut memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap perubahan kadar air sehingga perilaku tanah sangat tergantung pada komposisi mineral, unsur kimia, tekstur dan partikel serta pengaruh lingkungan sekitarnya. Apabila ditinjau dari segi mineral maka lempung memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat plastis pada tanah apabila bercampur dengan air.

Truk yang berjalan di atas tanah lempung yang licin dengan kelas kelerengan 16-25% kemungkinan besar mengalami selip. Gerak kecepatan putar roda tidak dapat diikuti oleh kecepatan gerak kendaraan secara keseluruhan,

(38)

sehingga terjadi perbedaan kecepatan roda dan kendaraan menjadi semakin besar. Penggunaan alat bantu sangat membantu dalam mengatasi masalah selip tersebut.

b. Koefisien traksi

Rata-rata koefisien traksi pada penggunaan alat bantu sarung roda dari rantai menyilang pada setiap kelas kelerengan disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Rata-rata koefisien traksi penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor

Kelas kelerengan (%) Kecepatan truk(km/jam) Rimpull (kg) Koefisien traksi 0-8 8 4.050 0,54 8 4.050 0,54 8 4.050 0,54 7 4.628 0,62 8 4.050 0,54 Rata-rata 7,8 4.165 0,56 9-15 9 3.600 0,48 8 4.050 0,54 10 3.240 0,43 9 3.600 0,48 9 3.600 0,48 Rata-rata 9 3.618 0,48 16-25 11 2.945 0,39 10 3.240 0,43 12 2.700 0,36 12 2.700 0,36 13 2.492 0,33 Rata-rata 11,6 2.815 0,38

Tabel 17 menunjukkan bahwa rata-rata koefisien traksi pada penggunaan alat bantu sarung roda dari rantai menyilang dengan kondisi tanah lempung yang licin pada kelas kelerengan 16-25% lebih rendah daripada dua kelas kelerengan lainnya. Hal ini disebabkan pada kelas kelerengan 16-25% dengan bentuk rantai menyilang mengakibatkan kemampuan rantai untuk mencengkeram tanah kurang maksimal, terbukti dari rata-rata koefisien traksi yang dihasilkan lebih rendah.

(39)

Dengan koefisien traksi sebesar 0,38 maka akan diperoleh kekuatan tarik dari mesin ke roda penggerak sebesar 2.815 kg.

c. Produktivitas dan biaya pengangkutan kayu

Rata-rata produktivitas pengangkutan dengan menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masing-masing adalah 97,29 m3.km/jam, 95 m3.km/jam dan 91,13 m3.km/jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelas kelerengan 16-25% rata-rata produktivitas lebih rendah daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Rendahnya produktivitas pada kelas kelerengan tersebut karena selip yang terjadi termasuk tinggi yaitu 5,49%. Tingginya selip dapat menghambat pekerjaan.

Rata-rata produktivitas yang rendah berpengaruh pada tingginya biaya produksi pengangkutan kayu. Pada Tabel 18 disajikan komponen biaya truk dan alat bantu serta biaya produksi pengangkutan kayu.

Tabel 18. Komponen biaya truk dan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor

No Komponen biaya Biaya

(Rp/jam)

1 Penyusutan 7.450

2 Bunga modal 5.100

3 Pajak 1.200

4 Asuransi 1.800

5 Perbaikan & pemeliharaan 5.000

6 Bahan bakar 195.000

7 Oli dan pelumas 4.500

8 Alat pelengkap 6.000

9 Upah operator 17.500

10 Pembuatan alat bantu 700

Total biaya 244.250

Tabel 19. Rata-rata biaya produksi pengangkutan di KPH Bogor Kelas kelerengan (%) Produktivitas m3.km/jam Biaya produksi (Rp/m3.km) 0-8 97,29 2.510,53 9-15 95 2.570,93 16-25 91,13 2.680,08

(40)

Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata biaya produksi pengakutan kayu menggunakan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang pada masing-masing kelas kelerengan. Rendahnya rata-rata produktivitas turut mempengaruhi rata-rata biaya produksi pengangkutan. Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata biaya produksi pengangkutan pada kelas kelerengan 16-25% lebih tinggi daripada dua kelas kelerengan yang lain. Perhitungan biaya produksi dilakukan dengan membagi jumlah biaya yang dikeluarkan terhadap produktivitas pengangkutan, sehingga dengan rata-rata produktivitas pengangkutan kayu yang rendah akan diikuti oleh biaya produksi pengangkutan kayu yang tinggi. Untuk menurunkan biaya produksi tersebut maka perlu adanya peningkatan produktivitas pengangkutan kayu melalui pengurangan terjadinya selip.

d. Kerusakan tanah

Selip yang terjadi pada setiap kelas kelerengan jalan angkutan memberikan dampak terhadap kerusakan tanah. Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 20 menunjukkan bahwa pada kelas kelerengan 16-25% membentuk kedalaman tanah yang lebih dalam daripada kelas kelerengan 0-8% dan 9-15%. Ban truk yang mengalami selip cenderung menggerus lapisan tanah atas sampai terbentuk lubang parit. Supir berusaha untuk mencari traksi maksimal agar ban truk dapat melakukan gesekan terhadap permukaan tanah. Dibutuhkan kemampuan traksi yang maksimum agar tidak terjadi selip.

Kerusakan tanah akibat selip membentuk parit atau lubang tersebut mengakibatkan struktur tanah ikut rusak. Apabila tekstur tanah mencerminkan ukuran dari fraksi tanah, maka struktur tanah menurut Hanafiah (2005) merupakan kenampakan bentuk atau susunan partikel primer tanah (pasir, debu dan liat individual) hingga partikel-partikel sekunder (gabungan partikel-partikel primer yang disebut ped (gumpalan) yang membentuk agregat (bongkahan). Struktur tanah tersebut berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur tanah terhadap aerasi tanah, karena susunan antar agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer. Kerusakan struktur tanah dapat mengakibatkan rusaknya agregat tanah, apabila agregat tanah tersebut rusak

(41)

berakibat pada jeleknya aerasi tanah, permeabilitas tanah dan infiltrasi sehingga daya tahan tanah terhadap erosi menjadi berkurang.

Tabel 20. Kedalaman tanah akibat penggunaan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang di KPH Bogor

Kelas kelerengan (%) Ulangan Kedalaman tanah (cm) 0-8 1 3,17 2 3,23 3 3,67 4 3,4 5 3,84 Rata-rata 3,46 9-15 1 5,16 2 5,38 3 5,27 4 5,19 5 5,22 Rata-rata 5,24 16-25 1 5,98 2 6,72 3 6,84 4 6,59 5 6,27 Rata-rata 6,48

2. Alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus a. Selip yang terjadi (%)

Penggunaan alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus menghasilkan rata-rata selip pada kelas kelerengan 0-8%, 9-15% dan 16-25% masing-masing adalah 1,74%, 3,35% dan 4,23% (disajikan pada Tabel 21). Tingginya selip pada kelas kelerengan 16-25% menunjukkan bahwa kemampuan truk untuk mengangkut kayu pada kelas kelerengan tersebut menghadapi hambatan berupa selip. Dengan kondisi jalan angkutan yang licin menyebabkan salah satu roda truk kehilangan traksi.

(42)

Hasil penelitian alat bantu ini memiliki rata-rata selip yang lebih rendah daripada alat bantu sarung roda alat angkutan dari rantai besi menyilang. Hal ini karena bentuk ikatan rantai yang disambungkan ke besi siku lurus sehingga dapat ikut membentuk pola membungkus alur ban truk sehingga mencengkeram ban truk, sedangkan pada rantai yang menyilang bentuknya yang silang membentuk pola mengikuti alur ban truk tidak dapat membungkus ban truk dengan sempurna, justru menyebabkan tanah ikut tergerus saat selip.

Tabel 21. Rata-rata selip menggunakan alat bantu dari sarung roda alat angkutan dari rantai besi lurus di KPH Bogor

Kelas Kelerengan (%) Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Muat/kosong Jarak tempuh 5 putaran roda (m) Selip (%) 0-8 Muat 1,98 Kosong 2,01 1,49 Muat 1,14 Kosong 1,16 1,72 Muat 1,23 Kosong 1,25 1,60 Muat 1,88 Kosong 1,91 1,57 Muat 1,27 Kosong 1,3 2,31 Rata-rata 1,5 1,53 1,74 9-15 Muat 2,31 Kosong 2,39 3,35 Muat 2,34 Kosong 2,42 3,30 Muat 2,17 Kosong 2,27 4,41 Muat 2,2 Kosong 2,27 3,08 Muat 2,23 Kosong 2,29 2,62 Rata-rata 2,25 2,33 3,35 16-25 Muat 3,89 Kosong 4,11 5,35 Muat 2,77 Kosong 2,89 4,15 Muat 3,16 Kosong 3,27 3,36 Muat 3,65 Kosong 3,78 3,44 Muat 2,74 Kosong 2,88 4,86 Rata-rata 3,24 3,39 4,23

Untuk mengetahui hubungan interaksi antara 3 kelas kelerengan 2 jenis alat bantu dengan selip maka dilakukan analisis menggunakan rancangan faktorial. Hasil analisis (disajikan pada Tabel 21), menunjukkan bahwa nilai peluang 0,001 lebih kecil daripada taraf nyata (α) 0,05 sehingga alat bantu dan

Gambar

Gambar 1. Alat bantu logging pada jalan licin dari sarung roda alat angkutan dari rantai                     besi menyilang (pandangan depan)
Gambar    2.  Alat  bantu  logging  pada  jalan  licin    dari  sarung  roda  alat  angkutan  dari  rantai besi lurus (pandangan depan)
Gambar  3.  Alat  bantu  logging  pada  jalan  licin    dari    sarung  roda  alat  angkutan  dari  rantai besi menyilang (pandangan atas)
Gambar 4. Alat bantu logging pada jalan licin  dari sarung roda alat angkutan dari rantai  besi lurus (pandangan atas)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila Mahkamah Konstitusi konsisten dengan pendapatnya dalam putusan sebelumnya (misal Putusan Nomor 56/PUU-VI/2008 dan Putusan Nomor 3/PUU-VII/2009), penafsiran

Kategori Building Environment Management, mendapat 1 poin pada Tolak ukur Design Intents & Owner Project Requirements dengan pihak owner objek studi memiliki

Penyusun berharap agar LP3A “Apartemen di Semarang dengan Penekanan Desain Arsitektur Bioklimatik” dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan berkaitan –khususnya bagi

Adapun pengertian dari cacat ialah semua kejadian atau peristiwa yang mengindikasikan di mana produk atau jasa gagal memenuhi kebutuhan pelanggan atau definisi yang lain cacat

Terkait dengan unsur relevansi ini, dua pengkoder menyatakan bahwa semua item berita tentang jalan raya yang dimuat di Harian Kompas dan Satelit Pos telah menampilkan

Pelan Ujian adual penentuan biasan%a diguna Kriteria secara terperinci ditentukan Pemilihan item ujian Soalan ujian berbe*a mengikut prgkt kesukarann%a+ #ertujuan

Jadi sekali lagi perlu adanya upaya yang tepat dalam menangani informasi yang masuk dan keluar salah satunya dengan penanganan surat masuk dan keluar dalam

Adapun kesimpulan akhir yang didapatkan penulis adalah para petugas perpustakaan sudah memiliki kompetensi sosial pustakawan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan