• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL PENELITIAN Kondisi Fisika Kimia Perairan Teluk Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HASIL PENELITIAN Kondisi Fisika Kimia Perairan Teluk Lampung"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

4. HASIL PENELITIAN

4.1. Kondisi Perairan Teluk Lampung

4.1.1. Kondisi Fisika Kimia Perairan Teluk Lampung

Panjang garis pantai Provinsi Lampung lebih kurang 1.105 km (termasuk beberapa pulau), memiliki sekitar 69 buah pulau (Wiryawan et al. 2002). Wilayah pesisirnya dapat dibagi atas 4 wilayah, yaitu Pantai Barat (210 km), Teluk Semangka (200 km), Teluk Lampung dan Selat Sunda (160 km), dan Pantai Timur (270 km). Masing-masing wilayah tersebut memiliki potensi fisik/ruang, sosial ekonomi dan lingkungan ekosistem yang berbeda. Potensi pesisir dan lautan tang dapat dijumpai adalah perikanan tangkap, tambak, kerang mutiara, rumput laut, perhubungan, pariwisata, terumbu karang, mangrove, industri dan pemukiman penduduk pesisir.

Perairan Teluk Lampung yang terletak pada posisi 5o 15‟LS – 6o 0‟ LS dan 105o0‟ BT – 105o 45‟ BT memiliki iklim tropis – humid dengan angin laut lembah yang bertiup dari Samudera Indonesia dengan dua musim angin setiap tahunnya, yaitu angin dari Barat dan Barat Laut (November - Maret), yang menyebabkan musim hujan dan angin dari arah utara dan Tenggara (April – Oktober), yang menyebabkan musim kemarau. Lebih jauh Wiryawan et al. (2002) mengemukakan bahwa karakteristik pantai dan pulau – pulau kecil di Teluk Lampung merupakan pasir pantai dan berlumpur serta pecahan koral. Kedalaman perairan Teluk Lampung rata-rata 25 meter, dimana di mulut teluk kedalaman berkisar 35 hingga 75 meter, terutama di Selat Legundi. Menuju ke kepala teluk, perairan mendangkal sekitar 20 meter pada jarak yang relatif dekat dengan garis pantai. Karang hias tersebar pada kedalaman 12 hingga 25 meter. Menurut Nybakken (1992) bahwa kedalaman kurang dari 25 meter merupakan batas kedalaman untuk pertumbuhan karang yang optimal.

Pasang surut (pasut) perairan Teluk Lampung mendapat pengaruh pasut dari Lautan Hindia yang diperkirakan merambat memasuki perairan teritorial Indonesia melalui Selat Sunda. Karena kondisi geografi di Selat Sunda dan Laut Jawa yang dangkal, pasut yang merambat masuk mengalami perubahan dari pasut bertipe campuran dengan dominansi ganda menjadi tipe pasut campuran dengan

(2)

dominansi tunggal di Laut Jawa. Sementara itu, kekuatan arus cukup bervariasi di perairan mulut teluk, yaitu rata – rata bulanan berkisar antara 1 cm/s hingga 45 cm/s, dimana kecepatan maksimum terjadi pada bulan Januari dan Februari dan kecepatan minimum pada bulan Maret dan April. Menurut Nybakken (1992), kecepatan arus yang demikian cukup untuk menimbulkan pergerakan air laut yang membawa oksigen dan nutrien yang cukup bagi koloni karang.

Kondisi suhu dan salinitas di perairan Teluk Lampung mendukung untuk sebaran dan pertumbuhan karang. Wiryawan et al. (2002) mencatat bahwa suhu rata-rata bulanan permukaan laut relatif stabil sepanjang tahun, berkisar antara 28 – 30o

C dimana kisaran suhu tersebut mendukung koloni karang untuk tumbuh. Demikian juga dengan kandungan salinitas perairan di Teluk Lampung mendukung sebaran dan pertumbuhan karang, yaitu sekitar 32,5 – 33,6 psu.

4.1.2. Kondisi Habitat Utama Perairan Teluk Lampung

Pantai sekitar teluk (Teluk Lampung dan Teluk Semangka) pada dasarnya mempunyai tipe yang sama dengan Pantai Barat Lampung, yaitu didominasi pantai berpasir, hutan pantai tipe Barringtonia, dengan sisipan tanaman perkebunan rakyat (Wiryawan et al. 2002). Namun habitat utama tersebut mengalami degradasi dan kohesi lebih besar karena dampak urbanisasi. Kawasan yang semula merupakan hutan mangrove telah berubah menjadi tambak udang, terutama pada beberapa teluk dan muara sungai. Yang sangat jelas terlihat di Pantai Timur adalah daerah tambah udang yang luas dan sedikit sisa hutan mangrove. Pembukaan lahan tambak secara besar-besaran berdampak pada kekeruhan perairan yang meningkat. Kekeruhan terlihat dengan jelas pada lokasi penyelaman di gosong karang dalam antara Pulau Pohawang Besar dan Pulau Lalangga Kecil, dimana jarak pandang berkisar 2 hingga 5 meter. Kondisi perairan yang keruh dalam waktu yang lama dapat menghambat pertumbuhan karang karena partikel - partikel kekeruhan berpotensi mengendap dan menutupi koloni karang. Veron (1995) menjelaskan bahwa akibat pengendapan sedimen pada koloni karang akan menyebabkan kehilangan energi, sementara untuk mendapatkan makanan dan proses metabolisme lainnya juga membutuhkan energi sehingga sisa energi yang ada tidak lagi mendukung untuk pertumbuhan karang.

(3)

Selain mangrove, ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan rumput laut dapat dijumpai di sepanjang daratan sempit sekitar pulau-pulau di bagian selatan dan barat. Sebagian habitat ini tumbuh dengan baik di Teluk Lampung dan di Pantai Barat (Wiryawan et al. 2002). Kebanyakan terumbu karang di Lampung adalah tipe “fringing reef” dengan luasan relatif berkisar 20 – 60 meter. Sejumlah terumbu karang tipe “patch reef” tumbuh dengan baik, dan dapat dijumpai di sepanjang sisi barat Teluk Lampung. Lokasi pengambilan karang hias berpusat di sisi Barat Teluk Lampung, sehingga beberapa karang tipe “patch reef” merupakan habitat sebagian besar karang hias target perdagangan. Zieren et al. (1999) menjelaskan bahwa ancaman bagi habitat terumbu karang di perairan Teluk Lampung, salah satunya yaitu rata-rata tingkat kandungan TSS yang melebihi batas maksimum yang direkomendasikan untuk perairan dekat pantai, yaitu 11,01 mg/l hingga 13,49 mg/l (>10mg/l). Kandungan TSS yang berlebihan dapat menyebabkan stress sehingga terjadi mucus pada polip karang. Tingginya kandungan TSS merupakan dampak dari pembukaan lahan tambah di daerah pesisir.

4.2. Sumberdaya Karang Hias di Perairan Teluk Lampung 4.2.1. Distribusi dan Kelimpahan Karang Hias

Sumberdaya karang hias yang dimaksud yaitu jenis-jenis karang batu (karang keras) yang boleh dimanfaatkan namun perlu pengaturan sesuai Keputusan Presiden No.43 tahun 1978 tentang Ratifikasi CITES. Ratifikasi CITES menyebutkan bahwa karang termasuk biota laut yang tergabung dalam Apendik II CITES, yaitu kelompok biota laut yang boleh dimanfaatkan untuk perdagangan melalui pengaturan dengan system kuota.

Jenis-jenis yang diperbolehkan tersebut, oleh Green & Shirley (1999) dikelompokkan berdasarkan minat pasar seperti yang disajikan pada Tabel. 4. Berdasarkan survei Underwater Belt Transect, terdapat 24 jenis karang hias yang bernilai ekonomis dan laku dipasaran yang ditemukan di perairan Teluk Lampung (Tabel. 4).

(4)

Tabel 4. Jenis Karang Hias Menurut Kelompok Harga

No

Kategori Nilai Ekonomi

Nama Ilmiah Nama Inggris1 Nama Lokal2

1 High Price (USD 6,1 – 25) Euphyllia sp

Joker Coral, Torch Coral, Branching hammer, Green Anchor

Karang

Babut/Kuku/Putat Hydnopora sp Staghorn corals, Antler

Coral Karang Tanduk

Merulina sp Ruffled Coral, Crispy Crust

Coral Karang Kipas

Porites sp

Multicolor Worms, Jeweled Finger Coral, Mountain Coral, Anemone Coral

Karang Porites

Pocillopora sp Cauliflower coral, Antler

coral, Raspberry Coral Karang Pocillopora Scolymia sp Doughnut Coral Karang Otak Mutiara Blastomussa sp Swollen Brain Coral, Salim

Pipe Karang Pipa Salim

2

Medium Price (USD 3,1 – 6)

Caulastrea sp Candy Cane Coral Karang Tonjol Lobophyllia sp Flat Brain Coral, Lobed Cup

Coral Karang Daging

Heliofungia sp Green Metallic Plate Coral,

Purple/Pink Tip Plate Coral Karang Piringan Bulu Galaxea sp Galaxi Star Coral Karang Koreng Trachyphyllia sp Open brain Karang Otak Merah Plerogyra sp Bubble coral Karang Kolang Kaling Tubastrea sp Sun corals Karang Polip Matahari Cynarina sp Modern Coral Karang Modern Acanthastrea sp Acanthastrea Multi Colour Karang Nanasan

3 Low Price (s/d USD 3)

Goniopora sp

Flower coral, Jewel Coral

Karang Batu Yo/Batu Jeruk

Fungia sp Mushroom Coral Karang Piringan Polyphyllia sp Slipper/Tongue Coral Karang Lidah Favites sp Pineapple coral Karang Nanasan Turbinaria sp Pagoda / Cup Coral, Disc

Coral, Tube Coral Karang Pagoda Favia sp Moon Stone Coral, Knob

Coral Karang Nanasan

Herpolitha sp Mushroom Coral Karang Lidah Kasar Echinopora sp Spiny Plate Coral Karang Echinopora Sumber : 1; kompilasi berbagai sumber (www.balimarineworld.com/corals/c_hardcorals.htm,

www.green-country.com.tw,

www.botany.hawaii.edu/basch/uhnpscesu/htms/NPSAcorl/NSAlistc.htm). 2; wawancara nelayan karang hias perairan Teluk Lampung.

(5)

24 jenis tersebut tidak termasuk jenis-jenis yang telah berhasil dipropagasi seperti Acropora sp, Montipora sp, dan Seriatopora sp. Rekomendasi Management Authority bahwa pemanfaatan jenis-jenis tersebut secara bertahap tidak lagi bersumber dari alam (wild) namun diusahakan dari kegiatan propagasi (transplantansi). Jenis – jenis karang yang direkomendasikan oleh P2O – LIPI (Scientific Authority) untuk ditransplantasikan bertambah dari 24 jenis pada tahun 2007 menjadi 49 jenis pada tahun 2011. Penetapan jenis – jenis tersebut setelah melalui melalui uji coba tranbsplantasi dan di review secara scientific.

Tabel 5. Jumlah Jenis, Total Koloni dan Jenis Dominan Setiap Lokasi Pengamatan

No. Nama Pulau/Lokasi Jumlah jenis

Jumlah koloni total yang terdata

Jenis yang mendominasi

1 Timur Pulau Pohawang

Kecil 23 629 Euphyllia

2 Utara Pulau Lalangga Kecil 4 271 Euphyllia & Goniopora

3 Gosong Tali Arus (Timur

Pulau Lalangga Kecil) 20 436

Euphyllia, Fungia & Caulastrea

4 Gosong Swadian (Timur

Pulau Lalangga Besar) 11 499 Caulastrea

5 Gosong Haji Tawa (Utara

Pulau Lalangga Besar) 19 219

Favites, Fungia & Goniopora

6 Timur Pulau Legundi besar 14 78 Lobophyllia &

Polyphyllia

7

Gosong Tengah (Timur Pulau Seuncal/Utara Pulau Sijebi)

13 4304 Goniopora & Diaseris

8 Gosong Cetek (Timur Pulau

Seuncal Tengah) 19 231

Lobophyllia & Polyphyllia

9 Gosong Lampit (Selatan

Pulau Pohawang Besar) 11 108 Turbinaria & Galaxea 10 Gosong Anak Besar

(Timur Tanjung Darat) 11 107

Galaxea, Goniopora & Turbinaria

11 Gosong Batu Merah (Utara

Pulau Umang) 14 97 Fungia

12 Gosong Bandar (Utara Pulau

Legundi) 13 117 Fungia & Lobophyllia

13 Gosong Kelapa (Utara Pulau

Seuncal Ujung) 21 1871 Pavona & Goniopora

14 Gebang, daratan Sumatra

(Tenggara) 10 507 Fungia & Euphyllia

15 Barat Pulau Lahu 21 424 Heliofungia & Fungia 16 Utara Pulau Tegal 28 840 Goniopora & Fungia

(6)

Berdasarkan Tabel 5, jumlah koloni terbesar terdapat pada dua lokasi penyelaman, yaitu di Gosong Tengah yang terletak antara Pulau Seuncal sebelah timur dengan Pulau Sijebi sebelah utara dan di Gosong Kelapa yang terletak di Utara Pulau Seuncal Ujung. Jenis yang dominan di dua lokasi tersebut adalah Goniopora, Pavona dan Diaseris. Diaseris termasuk jenis yang tidak bernilai ekonomis namun jumlah koloninya mencapai 32,02% dari total koloni yang tercatat. Meskipun demikian jenis tersebut hanya dominan pada satu stasiun. Secara keseluruhan jenis yang bernilai ekonomis memiliki jumlah koloni yang lebih tinggi dibandingkan jenis yang tidak bernilai ekonomis, yaitu mencapai 55,84% dari total jumlah koloni. Ada empat jenis yang mendominasi kelompok yang bernilai ekonomis, yaitu Goniopora, Fungia, Euphyllia dan Caulastrea.

(7)

Gambar 7. Kelimpahan Jenis Karang Hias Pada Tahun 2004 dan Tahun 2010 (A : High price, B : Medium price, C : Low price)

0.00% 2.00% 4.00% 6.00% 8.00% % ju m lah ko lo n i p e r to tal ko lo n i t e rc atat Jenis 2004 2010 0.00% 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00% 7.00% % ju ml ah ko lo n i p e r to tal ko lo n i te rc atat Jenis 2004 2010 0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% % ju ml ah ko lo n i p e r to tal ko lo n i te rc atat Jenis 2004 2010

(8)

Gambar 7. menunjukkan bahwa dari 24 jenis karang ekonomis yang terdata

pada tahun 2004 dan tahun 2010, terdapat 4 jenis dengan kelimpahan yang tinggi, yaitu Goniopora, Fungia, Caulastrea dan Euphyllia. Jenis-jenis tersebut konsisten dengan kelimpahan yang tinggi. Jika berdasarkan trend, justru hampir semua jenis mengalami trend penurunan kelimpahan, kecuali jenis-jenis yang memiliki pertumbuhan yang cepat (fast growing) seperti Hydnopora sp, Merulina sp dan Pocillopora sp yang cenderung jumlah koloninya lebih tinggi pada tahun 2010. Dua jenis yang memiliki pertumbuhan lambat namun dengan kecenderungan jumlah koloni yang meningkat pada tahun 2010 adalah Turbinaria sp dan Galaxea sp, kedua jenis tersebut tergolong memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi seperti kemampuan membunuh jenis karang lain yang hidup di sekitar koloninya.

Selain dijumpai dengan kelimpahan tertinggi, jenis-jenis tersebut memiliki frekuensi kehadiran yang tinggi berdasarkan pengamatan tahun 2010, seperti yang disampaikan pada Tabel 6, kecuali Caulastrea hanya dijumpai 25% dari semua lokasi pengamatan.

Tabel 6. Frekuensi Kehadiran Jenis Karang Hias Terhadap Semua Lokasi Pengamatan Pada Tahun 2010.

No Jenis Frekuensi Kehadiran

1 Goniopora 93,75% 2 Fungia 87,50% 3 Galaxea 87,50% 4 Favites 81,25% 5 Lobophyllia 81,25% 6 Turbinaria 81,25% 7 Euphyllia 75,00% 8 Favia 75,00% 9 Polyphyllia 68,75% 10 Hydnopora 56,25% 11 Trachyphyllia 56,25% 12 Scolymia 50,00% 13 Plerogyra 43,75% 14 Merulina 37,50% 15 Pocillopora 31,25% 16 Heliofungia 31,25% 17 Caulastrea 25,00% 18 Cynarina 25,00%

(9)

No Jenis Frekuensi Kehadiran 19 Echinopora 25,00% 20 Porites 18,75% 21 Tubastrea 12,50% 22 Blastomussa 12,50% 23 Herpolitha 12,50% 24 Acanthastrea 6,25%

4.2.2. Habitat dan Area Pemanfaatan Karang Hias

Habitat karang hias di Teluk Lampung tergolong unik, berbeda dengan habitat karang yang pada umumnya menutupi dasar perairan di daerah back reef hingga reef slope. 80% habitat karang hias di daerah gosong (12 – 25 meter) yang tidak tepat berada di daerah reef slope, bahkan beberapa lokasi jauh dari pulau, sehingga hanya nelayan karang hias yang mengetahui lokasinya secara pasti. Lokasi pemanfaatan karang hias tersebar di 2192,4 ha daerah karang di perairan Teluk Lampung.

Umumnya karang hias menempati habitat dengan topografi datar (flat) hingga landai pada kisaran kedalaman 12 – 25 meter. Habitat dasaran umumnya berpasir, diselingi lumpur atau pecahan karang mati. Beberapa lokasi memiliki topografi yang berbukit dengan substrat batu, yang memiliki kisaran kedalaman 12 – 15 meter. Tipe substrat menentukan jenis-jenis karang hias yang mendiaminya. Pada substrat berpasir umumnya koloni karang hias tidak menempel pada substrat, sebaliknya pada substrat berbatu, koloni karang hias menempel sehingga untuk lokasi-lokasi tertentu nelayan membutuhkan peralatan. Tabel 7. Karakteristik Perairan Lokasi Pengambilan/Pengumpulan Karang Hias

Lokasi Timur Pulau Pohawang Kecil Utara Pulau Lalangga Kecil Gosong Tali Arus (Timur Pulau Lalangga Kecil) Gosong Swadian (Timur Pulau Lalangga Besar) Posisi geografis: Latitude (S) - 05o 43,489‟ 05o 44,294‟ 05o 42,884‟ Longitude (E) - 105o 13,158‟ 106o 15,362‟ 105o 14,985‟ Kedalaman 18 meter 22 meter 22 - 25 meter 15 meter

Visibility 3 m 5 m 4 meter 5 meter

Substrat hamparan pecahan karang Pasir berlumpur Pasir berlumpur Pasir berlumpur dan pecahan

(10)

yang telah ditutupi lumpur tipis dan koloni karang mati yang tumbuhi alga karang mati Lokasi Gosong Haji Tawa (Utara Pulau Lalangga Besar) Timur Pulau Legundi besar Gosong Tengah (Timur Pulau Seuncal/Utara Pulau Sijebi) Gosong Cetek (Timur Pulau Seuncal Tengah) Posisi geografis: Latitude (S) 05o 43‟ 791” 05o 48,102‟ 05o 47,489‟ 05o48,294‟ Longitude (E) 105o 14‟ 152 " 105o 16,573‟ 105o 19,158‟ 105o20,326‟ Kedalaman 18 Meter 15 - 18 meter 12 - 15 Meter 15 meter Visibility 4 meter 4 meter 6 meter 7 meter Substrat Pasir berlumpur Pasir berlumpur Pasir berlumpur dan berbatu Pasir berlumpur dan pecahan karang mati Lokasi Gosong Lampit (Selatan Pulau Pohawang Besar) Gosong Anak Besar (Timur Tanjung Darat) Gosong Batu Merah (Utara Pulau Umang) Gosong Bandar (Utara Pulau Legundi) Posisi geografis: Latitude (S) 05o 43‟ 321 ” 05o 43,489‟ 05o 47,566‟ 05o47,470‟ Longitude (E) 105o 13‟ 778 " 105o 14,778‟ 105o 16, 896 „ 105o16,328‟ Kedalaman 15 Meter 12 - 15 meter 12 meter 15 - 18 Meter Visibility 3 meter 3 meter 6 meter 6 meter Substrat Pasir berlumpur Pasir berlumpur Pasir dan berbatu Pasir berlumpur dan berbatu Lokasi Gosong Kelapa (Utara Pulau Seuncal Ujung) Gebang, daratan Sumatra (Tenggara) Barat Pulau

Lahu Utara Pulau Tegal

Posisi geografis: Latitude (S) 05o 48‟ 321” 05o 34,203‟ 05o 32‟ 510” 05o 33,749‟ Longitude (E) 105o 19‟ 796 " 105o 15‟,207‟ 105o 15‟ 750 " 105o 16‟,573 „ Kedalaman 18 Meter 16 - 19 meter 16 meter 14 - 15 meter Visibility 6 meter 3 meter 3 meter 4 - 5 meter Substrat Pasir berlumpur dan pecahan karang mati Pasir berlumpur Pasir berlumpur dan pecahan karang mati Pasir berlumpur dan pecahan karang mati

Beberapa pulau tidak menjadi target pengambilan seperti Pulau Kelagian dan Pulau Tanjung Putus. Pulau-pulau tersebut telah diperuntukan untuk pemanfaatan yang lain, seperti Pulau Kelagian adalah Pusat Latihan Angkatan

(11)

Laut Tentara Nasional Indonesia dan Pulau Tanjung Putus merupakan pusat pengembangan budidaya ikan kerapu.

4.2.3. Pengambilan/Pengumpulan Karang Hias

Kegiatan pengambilan atau pengumpulan karang hias di perairan Teluk Lampung telah berlangsung sejak awal tahun „80-an. Terdapat 3 pengepul karang hias yang berskala besar dan rutin yang beroperasi di Teluk Lampung, melibatkan sekitar 40 orang nelayan. Mereka masih menggunakan kompresor pada saat melakukan penyelaman tanpa memperhitungkan waktu dan tabel penyelaman yang benar. Keterangan lebih lengkap mengenai pengumpul dan para nelayan pengumpul karang hias dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Profil Pengepul dan Nelayan Pengumpul Karang Hias

Keterangan Pengumpul A Pengumpul B Pengumpul C Tempat tinggal Desa Lempasing,

Lampung Selatan

Desa Rangai, Lampung Selatan Desa Jelarangan, P. Pahawang Besar Lokasi penampungan darat Desa Lempasing, Lampung Selatan

Desa Rangai, Lampung Selatan

Desa Jelarangan, P. Pahawang Besar Lokasi penampungan

laut Pulau Tangkil

Sekitar Pulau Puhawang Besar

Sekitar Pulau Puhawang Besar

Lamanya berdagang

karang hias 22 tahun 13 tahun 10 tahun

Jumlah nelayan/kapal 6/1 22/4 13/2

Eksportir penerima

karang 3 eksportir 6 eksportir 2 eksportir Penjualan ke pasar lokal Ya Ya Tidak Pola pengambilan setiap penyelaman Macam-macam jenis karang hias Macam-macam jenis karang hias

Umumnya satu jenis sebanyak (rata-rata) 100 pieces Sistem order Jenis-jenis tertentu berdasarkan orderan, jenis-jenis primadona selalu diambil (tidak berdasarkan orderan)

Jenis-jenis tertentu berdasarkan orderan, jenis-jenis primadona selalu diambil (tidak berdasarkan orderan)

Berdasarkan orderan

Pengepul A merupakan yang terbesar, dengan pengiriman ±6.000 pieces/minggu, jauh lebih besar dari 2 pengepul lainnya yang hanya mengirim ±1.750 pieces/minggu. Jenis karang hias yang diambil para nelayan karang hias berdasarkan pesanan dari para pengumpul atau para eksportir. Jumlah yang diambil jarang sekali melebihi pesanan, karena kelebihan akan jumlah maupun jenis serta ukuran yang tidak sesuai tidak akan diterima oleh para pengumpul maupun eksportir, kalaupun diterima biasanya dengan harga murah. Beberapa nelayan pengambil karang hias mengambil jenis target karang hias tertentu untuk

(12)

dijadikan stok, kemudian mereka kumpulkan pada tempat didasar laut dengan kedalaman kurang dari 15 meter, mereka tata dengan rapih berdasarkan jenisnya dan diberi tanda khusus agar jika ada pesanan untuk jenis tesebut mereka tidak perlu lagi mengeluarkan biaya yang besar untuk pergi mencari karang hias.

Nelayan karang hias Teluk Lampung menerapkan pola one day trip (1 hari penuh),yang berangkat pagi pulang sore. Dalam satu perahu ditumpahi 3 – 5 orang, satu sebagai pemegang kemudi perahu, satu sebagai pengatur selang kompressor agar tidak terbelit dan yang lain sebagai nelayan penyelam. Hal ini biasa dilakukan secara bergantian, namun khusus untuk nelayan pengambil karang hias harus berpengalaman. Target pengambilan biasanya tidak terpusat pada karang hias, beberapa nelayan mengambil biota laut ekonomis tinggi lainnya seperti teripang. Nelayan pengambil karang hias menyelam dengan cara menelusuri dasar perairan dalam jangka waktu 30 menit hingga satu jam pada kisaran kedalaman 15 – 30 meter. Sekali penyelaman satu orang pengambil karang hias dapat mengumpulkan 10 – 30 koloni karang hias tergantung keberadaan karang hias di alam.

4.2.4. Peralatan Pengumpulan Karang Hias

Jenis alat yang digunakan untuk mengambil spesies target sangat tergantung dari jenis dan ukuran yang diorder oleh konsumen. Beberapa jenis, koloninya menempel pada substrat sehingga memerlukan peralatan khusus untuk mengambilnya, namun beberapa jenis tersebar dengan ukuran koloni yang relatif sama tanpa menempel pada substrat, sehingga nelayan biasanya hanya membawa keranjang. Peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Peralatan Pengumpulan Karang Hias dan Kegunaannya

No Jenis Peralatan Kegunaan

1

1. Golok digunakan untuk memotong koloni karang sesuai ukuran yang di order

2. Pahat digunakan mencongkel koloni karang yang menempel pada dasar perairan

(13)

No Jenis Peralatan Kegunaan

menyimpan peralatan dan koloni karang yang sudah dikumpulkan. Wadah ini berkapasitas besar untuk menyesuaikan order sehingga mengurangi frekuensi turun naik nelayan

3

Selang udara menghubungkan udara dari kompressor ke nelayan. Panjang selang rata-rata 500 meter untuk keleluasaan gerak nelayan sampai radius ratusan meter dari perahu.

4 Kompressor yang digerakkan oleh mesin 5,5 PK

untuk suplai udara bagi nelayan penyelam.

5

Sepatu karet untuk melindungi kaki nelayan pengumpul karang hias dari biota dasar laut yang berduri dan berbahaya

6

Masker selam untuk melindungi mata dan hidung dari air sehingga terbentuk ruang udara yang memudah nelayan melihat dalam air.

Beberapa nelayan dan pengepul menggunakan sarung tangan, namun tidak banyak karena sarung tangan justru bisa menyebabkan kerusakan pada permukaan koloni karang, disamping itu membuat nelayan dan pengepul menjadi tidak hati-hati dalam memegang biota disekitar spesies target, sehingga menyebabkan kerusakan pada biota yang bukan target pemanfaatan. Harapannya penggunaan peralatan dilakukan secara terampil sehingga mengurangi penolakan

(14)

karang hias akibat cacat pada bagian koloni yang sensitif. Tujuannya adalah secara tidak langsung untuk mencegah kemubaziran dalam pemanfaatan.

4.2.5. Ukuran dan Jenis Target Pemanfaatan

Perdagangan karang hias sangat dipengaruhi oleh permintaan pasar. Permintaan pasar mempertimbangkan keunikan dan keindahan jenis. Aspek warna, bentuk dan ukuran menjadi pertimbangan penting dalam pemesanan. Namun beberapa aspek telah diarahkan sebagai batasan dalam sistem permintaan, seperti memperhatikan aspek pengangkutan dan pengambilan, aspek pengurangan pengaruh negatif terhadap biota karang dan aspek keberlanjutan pemanfaatan. Ukuran dagang bagi koloni karang hias sangat bervariasi dan berbeda dengan ukuran biologi pertumbuhan karang hias. Tabel 10 menampilkan ukuran dagang berdasarkan minat pasar.

Tabel 10. Jenis dan Ukuran Permintaan Pasar Perdagangan Karang Hias (Green & Shirley, 1999) & (AKKII, 2001)

No. Jenis Ukuran

Diamter (cm) No. Jenis Ukuran (cm) 1 Acanthastrea sp3 M:12, L:16 13 Merulina sp 2 S:11, M:14, L:17, XL:19 2 Blastomussa sp2 S:5, M:10, L:15 14 Plerogyra sp3 S:7, M:10, L:19-20, XL:23 3 Caulastrea sp 3 S:9-10, M:13, L:15 15 Pocillopora sp 2 S:10, M:12, L:14 4 Cynarina sp3 S:5, M:8, L:9 16 Polyphyllia sp4 S:11-14, M:16, L:21 5 Echinopora sp.4 S:11, M:14, L:17, XL:19 17 Porites sp 2 S:10, M:12, L:14 6 Euphyllia sp2 S:8, M:11-12, L:15-18, XL:22-24 18 Scolymia sp2 S:6, M:8, L:12 7 Favia sp. 4 S:8, M:12, L:16 29 Trachyphyllia sp3 S:5, M:9, L:12 8 Favites sp. 4 S:8, M:12, L:16 20 Tubastraea sp3 S:8, M:12, L:16 9 Fungia sp. 4 S:8, M:11, L:13-14 21 Turbinaria sp 4 S:7-10, M:13-15, L:16-20 10 Galaxea sp. 3 S:10, M:12, L:15 22 Hydnophora sp2 S:10, M:13, L:15, XL;- 11 Goniopora sp4 S:5-7, M:10-12 23 Lobophyllia sp. 3 S:8, M:10, L:15, XL:18 12 Heliofungia sp3 S:7, M:11, L:13, XL:17-18 24 Herpolitha sp 4 M:13, L:20, XL:28

Keterangan: 1;very high price (USD >25,1), 2;high price (USD 6,1 – 25), 3;medium price (USD 3,1 – 6), 4;low price (< USD 3)

(15)

Kurang lebih 40 jenis karang hias yang dimanfaatkan di perairan Teluk Lampung. Sejak tahun 2008, jenis seperti Acropora sp, Montipora sp dan Seriatopora sp, oleh pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan pengambilan langsung dari alam, namun pemanfaatannya diarahkan melalui transplantasi. Green & Shirley, 1999 mengelompokkan jenis-jenis tersebut berdasarkan harga di tingkat eksportir yang menunjukkan minat pasar. Disamping faktor jenis (warna koloni dan tentakel), ukuran koloni ikut menentukan faktor harga. Umumnya ukuran medium (M) hingga large (L) disukai oleh para hobbyst, ukuran extra large (>25 cm) sangat jarang diminati pasar karena dianggap tidak memiliki nilai estetika. Berdasarkan klasifikasi harga, jenis yang berharga sangat mahal (very high price) seperti Nemenzophyllia sp tidak ditemukan pada semua lokasi pengamatan, informasi dari nelayan juga memperkuat bahwa jenis ini tidak ditemukan lagi dalam beberapa tahun terakhir.

Ukuran biologi karang terbagi atas 4 kelas ukuran yang berlaku untuk semua jenis yaitu ukuran SC1 (≤5 cm), SC2 (5,1-15 cm), SC3 (15,1-25 cm) dan SC4 >25 cm).

Ukuran koloni menunjukkan kemampuan suatu spesies dalam menyokong rekruitmen. Chiappon dan Sullivan 1996 dan Edmunds 2000 mengemukakan bahwa koloni dengan ukuran medium (>5-15 cm) dan large (>15-25 cm) adalah ukuran koloni karang yang menyokong rekruitmen. Dengan demikian ukuran yang dimanfaatkan sebaiknya lebih besar dari 5 cm. Pengecualian pada beberapa spesies yang memang telah mampu menyokong rekruitmen pada ukuran koloni yang relatif lebih kecil seperti Catalaphyllia sp, Blastomussa sp, Trachyphyllia sp, Cynarina sp dan Goniopora sp.

4.3. Pemanfaatan Karang Hias Di Teluk Lampung 4.3.1. Permintaan dan Pengiriman Karang Hias

Berbeda dengan perikanan konsumsi, permasalahan utama perikanan aquarium khususnya karang hias yaitu kekurangan data dan informasi terutama terkait aspek jenis, jumlah, ukuran, dan kematian akibat pengambilan terutama di tingkat nelayan. Selama ini pemanfaatan hanya berpatokan pada data pemesanan (order) oleh eksportir, sementara data aktual yang ditangkap dan yang dikirim oleh nelayan dari alam sangat sulit didapatkan. Untuk Teluk Lampung, dimana nelayan dan pengepul umumnya memiliki pola perdagangan yang tidak

(16)

memberlakukan sistem penyortiran dan satu penampungan bersama, maka data jenis dan jumlah yang dikirim oleh pengepul diasumsikan sama dengan jenis dan jumlah yang diambil oleh nelayan dari alam sehingga catatan mengenai jenis dan jumlah koloni yang dikirim cukup dilakukan ditingkat pengepul. Data pengambilan/pemgumpulan karang hias diperoleh dari 72 kali pengiriman selama 3 tahun (2005 – 2007). Data bersumber dari 3 pengepul yang beroperasi di Teluk Lampung yang yang dimonitoring setiap melakukan pengambilan dan pengiriman. Tingkat keakuratan data hanya sampai pada tingkat jenis (genus/genera) karena pada nama lokal yang sama mewakili lebih dari satu nama ilmiah dalam tingkat spesies sehingga jumlah koloni berdasarkan spesies tidak dapat diketahui secara pasti ditingkat nelayan.

(17)

Gambar 8. Rata-Rata Jumlah koloni Yang Diorder Dan Dikirim Selama Tahun 2005 – 2007 (A : High price, B : Medium price, C : Low price)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Euphyllia sp Porites sp Blastomussa sp Hydnopora sp Pocillopora sp Merulina sp

Pemesanan Pengiriman 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Pemesanan Pengiriman 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 Favia sp Goniopora sp Echinopora sp Fungia sp Herpolitha sp Polyphyllia sp Turbinaria sp. Favites sp Pemesanan Pengiriman

B

C

(18)

Gambar 8 menunjukkan bahwa berdasarkan data pengiriman,

kecenderungan pemanfaatan karang hias selama tiga tahun pengamataan yaitu berkisar 0 – 7500 koloni setiap tahunnya. Pola pemanfaatan yang terlihat adalah order jenis – jenis dari golongan harga tinggi sebagian besar tidak dapat terpenuhi, hanya mampu terpenuhi < 15%, kecuali Euphyllia sp bahkan melebihi pesanan. Pada kelompok jenis dengan harga sedang (B) dan harga rendah (C) pemesanan dapat dipenuhi pada kisanran hingga 40% - 71,4%. Terdapat juga jenis yang tidak pernah terkirim selama 3 tahun yaitu Acanthastrea sp, disamping kuotanya yang nihil, nelayan juga jarang menemukan jenis tersebut.

Pada kelompok harga tinggi, hanya 1 jenis yang melebihi order. Berbeda dengan kelompok harga sedang dan harga rendah, jenis yang dikirim melebihi order lebih banyak. Jenis yang dikirim melebihi order pada kelompok harga sedang adalah Lobophyllia sp, Caulastrea sp, Cynarina sp dan Heliofungia sp. Semua jenis tersebut tergolong jenis dengan ukuran polip besar dan pertumbuhan lambat (slow growing). Jenis-jenis seperti Physogyra sp dan Nemenzophyllia sp masih dapat dijumpai dengan jumlah yang cukup pada rentang tahun 2005 – 2007 berdasarkan rekaman data pemanfaatan, namun berdasarkan pengamatan 16 stasiun pada tahun 2010 jenis tersebut tidak dijumpai. Sementara itu jenis yang dikirim melebihi order pada kelompok harga rendah jumlahnya lebih banyak, yaitu Favia sp, Turbinaria sp, Favites sp, Polyphyllia sp, Fungia sp dan bahkan Herpolitha sp dikirim tanpa ada pemesanan sebelumnya. Jenis – jenis tersebut juga tergolong pada jenis dengan pertumbuhan yang lambat.

Selama tiga tahun pengamatan pengambilan/pengumpulan karang hias telah cukup memberikan informasi penting bahwa telah terjadi perubahan pola pemanfaatan yang ditandai dengan bergesernya pemenuhan order dari kelompok-kelompok jenis dengan harga tinggi ke kelompok-kelompok jenis dengan harga rendah. Permintaan pada high price yang tidak dapat dipenuhi lagi mulai tidak stabil pada medium price dan selalu terpenuhi pada low price. Perubahan ini menjadi ancaman bagi semua jenis, baik jenis dengan harga sedang maupun jenis dengan harga rendah. Beberapa jenis bahkan dikirim jauh melebihi pesanan dan ada kesamaan jenis yang dipesan dalam jumlah yang besar dari waktu ke waktu.

(19)

4.3.2. Kuota Pemanfaatan Karang Hias

Penetapan kuota pengambilan karang hias berdasarkan pada prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan dasar-dasar ilmiah untuk mencegah terjadinya kerusakan atau degradasi populasi (non-detriment finding) sebagaimana tertuang dalam Article IV CITES.Kuota ditetapkan oleh Direktur Jenderal PHKA berdasarkan rekomendasi LIPI setiap kurun waktu 1 (satu) tahun takwin untuk spesimen, baik yang termasuk maupun tidak termasuk dalam daftar Apendiks CITES, baik jenis yang dilindungi maupun tidak dilindungi undang - undang yang ditetapkan tiap provinsi.

Provinsi Lampung, sejak tahun 1999 merupakan penyuplai utama karang hias Indonesia, dan terus berlanjut sampai tahun 2002 sebelum akhirnya diambil alih oleh Provinsi Sulawesi Selatan hingga saat ini. Rata-rata kuota tangkap selama 10 tahun (Gambar 9) mewakili gambaran kebijakan pemerintah dalam merencanakan pemanfaatan karang hias setiap jenis di Teluk Lampung. Sejak tahun 1999 hingga 2008, beberapa jenis dengan rata-rata kuota melebihi 5000 koloni/pieces pertahun adalah Euphyllia sp, Catalophyllia sp, Trachyphyllia sp, Heliofungia sp, Culastrea sp, Goniopora sp dan Turbinaria sp. Jenis – jenis tersebut terbagi dari tiga kelompok harga yang berbeda. Daftar jenis dari kelompok harga sedang lebih banyak dari dua kelompok harga lainnya sehingga total kuota tertinggi pada kelompok harga tersebut, yaitu mencapai 39.039 pieces/tahun, sedangkan dua kelompok harga yang lain (Grafik A dan Grafik C) memiliki total kuota yang relatif sama, yaitu 25.775 pieces/tahun dan 24.638 pieces/tahun.

(20)

Gambar 9. Rata-Rata Jumlah Kuota Setiap Jenis Selama 10 tahun (1999 - 2008) (A : High price, B : Medium price, C : Low price)

1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000 10,000 11,000 Ju m lah Kolon i ( pieces )

A

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000 13000 Ju m lah Kolon i ( pieces )

B

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000 13000 14000 15000 16000 17000 Ju m lah Kolon i ( pieces )

C

(21)

Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa jenis-jenis yang dominan menyumbangkan adalah kelompok jenis dengan laju pertumbuhan yang lambat (slow growing). Khusus untuk Catalaphyllia sp merupakan salah satu jenis yang sangat jarang ditemukan di alam baik berdasarkan hasil survei maupun berdasarkan data monitoring pengambilan/pengumpulan. Beberapa jenis dengan kuota tangkap yang rendah yang jarang ditemukan di alam adalah Scolymia vitiensis dan Blastomussa merleti. Jenis-jenis yang juga ikut terancam adalah jenis yang medium dan low price, umumnya memiliki kuota tangkap yang kecil namun pemanfaatannya sebagian besar melewati pemesanan. Jenis-jenis tersebut bahkan sebagian besar memiliki laju pertumbuhan yang lambat (slow growing).

4.4. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias

Dugaan tingkah laku karang hias dilakukan pada jenis-jenis yang menjadi target perdagangan karang hias. Green & Shirley (1999) telah mengelompokkan jenis-jenis tersebut berdasarkan minat pasar dengan indikator harga (Tabel 4.7). Tujuan pendugaan tingkah laku populasi karang hias adalah dalam rangka mengelola populasi karang hias agar tetap memiliki kapasitas untuk melakukan replacement dan rejenistion, dengan cara mengatur besarnya pemanfaatan. Aspek-aspek terkait replacement dan rejenistion yang menjadi pertimbangan dalam pendugaan tingkah laku populasi adalah jumlah koloni karang hias pada masing-masing kelompok ukuran (SC1, SC2, SC3 & SC4). Ada dua asumsi yang digunakan

terkait hal tersebut yaitu :

1) Koloni karang ukuran ≤ 5 cm adalah juvenil yang merupakan hasil rekruitmen dari populasi karang, sehingga tidak untuk dimanfaatkan (Chiappone dan Sullivan 1996, Edmunds 2000)

2) Koloni dengan kelas ukuran Medium (M/SC2) dan Large (L/SC3) adalah

koloni karang yang menyokong rekruitmen, sehingga dapat dimanfaatkan secara konservatif (Chiappon dan Sullivan 1996, Edmunds 2000).

Asumsi di atas mempengaruhi pola pemanfaatan karang hias, pengambilan SC2

dan SC3 dalam jumlah yang melebihi daya dukung (capacity of replacement &

rejenistion) maka akan menurunkan populasi SC1, SC2 dan SC3 dengan

(22)

Disamping itu, terdapat beberapa jenis yang tidak dapat dimodelkan karena beberapa pertimbangan yaitu :

1) Jenis tersebut tidak ditemukan pada semua stasiun pengamatan seperti Nemenzophyllia sp dan Catalaphyllia sp.

2) Kelimpahan sangat kecil dan hanya ditemukan pada salah satu kelas ukuran (section class/SC) dari 4 kelas ukuran yang diamati, seperti Blastomussa sp, Cynaryna sp, Scolymia sp, Physogyra sp, Acanthastrea sp, Trachyphyllia sp, Tubipora sp, Millepora sp, Diploastrea sp, platygyra sp dan Cypastrea sp. 3) Jenis yang dikeluarkan dari daftar pemanfaatan dari alam karena telah

berhasil dipropagasikan, seperti Acropora sp, Montiporasp dan Seriatopora sp.

Jenis-jenis yang dimanfaatkan didominasi oleh jenis yang memiliki pertumbuhan lambat (slow growing). Hodgson, et.al (2006) mengkhawatirkan bahwa sejak jenis-jenis yang dimanfaatkan sebagian besar memiliki pertumbuhan yang lambat (slow growing) maka peluang keberlanjutan replacement & rejenistion akan terancam. Jenis-jenis tersebut perlu mendapat pengaturan yang ketat dalam pemanfaatannya.

4.4.1. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias Kelompok High Price

Jenis-jenis yang dimodelkan memiliki kecenderungan populasi yang naik dengan bertambahnya waktu. Komposisi jumlah koloni pada masing-masing kelas ukuran mendukung untuk melakukan pergantian dan rejenissi diri, sehingga laju kematian yang terjadi belum mengancam penuruan populasi dimasa mendatang. Pertumbuhan Euphyllia sp yang lambat berbeda dengan prediksi tingkah laku 4 jenis lainnya yang memiliki pertumbuhan yang cepat. Hasil pemodelan ini menindikasikan bahwa jenis-jenis tersebut masih layak untuk dimanfaatkan. Keempat jenis tersebut hidup berkoloni (> satu polip) dan umumnya polip kecil kecuali Euphyllia sp.

(23)

Euphyllia sp Hydnopora sp

Merulina sp Porites sp

Pocillopora sp

Gambar 10. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias untuk Kategori High Price

4.4.2. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias Kelompok Medium Price

Jenis-jenis yang dimodelkan memiliki kecenderungan populasi yang naik dengan bertambahnya waktu kecuali Caulastrea sp dan Plerogyra sp. Enam jenis yang cenderung baik memiliki komposisi jumlah koloni pada masing-masing

0 200 400 600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920 Projected Population Behavior of

Euphyllia SC1 SC2 SC3 SC4 0 1000 2000 3000 4000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Hydnopora SC1 SC2 SC3 SC4 0 1000 2000 3000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Merulina SC1 SC2 SC3 SC4 0 1000 2000 3000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Porites SC1 SC2 SC3 SC4 0 500 1000 1500 2000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of Pocillopora

SC1 SC2

(24)

kelas ukuran mendukung untuk melakukan pergantian dan rejenissi diri, sehingga laju kematian yang terjadi tidak menyebabkan penurunan populasi dimasa mendatang. Semua jenis yang dimodelkan memiliki pertumbuhan yang lambat (slow growing) sehingga grafik kenaikan maupun penurunan cenderung sama. Keseluruhan termasuk jenis karang hias yang berpolip besar (large polip) dan satu jenis yang single polip yaitu Heliofungia sp.

Caulastrea sp Lobophyllia sp Heliofungia sp Galaxea sp Tubastrea sp Plerogyra sp 0 100 200 300 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Caulastrea SC1 SC2 SC3 0 100 200 300 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Lobophyllia SC1 SC2 SC3 SC4 0 50 100 150 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Heliofungia SC1 SC2 SC3 SC4 0 50 100 150 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of Galaxea

SC1 SC2

(25)

Gambar 11. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias untuk Kategori Medium Price

4.4.3. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias Kelompok Low Price

Goniopora sp adalah satu-satunya jenis yang memiliki kecenderungan populasi yang menurun dengan bertambahnya waktu. Jumlah koloni yang melimpah pada jenis ini tidak mampu menyokong penambahan populasi akibat laju kematian yang lebih besar. Populasi jenis-jenis lainnya cenderung naik dengan bertambahnya waktu dimana kecenderungan tingkah laku populasi memiliki pola yang melambat dengan bertambahnya waktu, karena jenis – jenis merupakan jenis dengan pertumbuhan lambat (slow growing).

Goniopora sp Fungia sp 0 5 10 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Tubastrea SC1 SC2 SC3 SC4 0 5 10 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Plerogyra SC1 SC2 SC3 SC4 0 200 400 600 800 1000 1200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Goniopora SC1 SC2 SC3 SC4 0 200 400 600 800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Fungia

SC1 SC2

(26)

Echinopora sp Polyphyllia sp

Favites sp Turbinaria sp

Favia sp Herpolitha sp

Gambar 12. Proyeksi Kecenderungan Tingkah Laku Populasi Karang Hias untuk Kategori Low Price

0 2 4 6 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Echinopora SC1 SC2 SC3 SC4 0 50 100 150 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Polyphyllia SC1 SC2 SC3 SC4 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Favites SC1 SC2 SC3 SC4 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Turbinaria SC1 SC2 SC3 SC4 0 20 40 60 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Favia SC1 SC2 SC3 SC4 0 5 10 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Projected Population Behavior of

Herpolitha

SC1 SC2

(27)

4.5. Kelembagaan Pengelolaan Pemanfaatan Karang Hias

Pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999, menyebutkan bahwa pengaturan pemanfaatan (termasuk perdagangan) diatur oleh Departemen Kehutanan yang telah ditetapkan sebagai Otorita Pengelola (Management Authority/MA) Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ditetapkan sebagai Otorita Keilmuan (Scientific Authority/SA). Peraturan ini menjadi dasar keterlibatan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA Provinsi Lampung) dalam pengelolaan pemanfaatan karang hias sebagai salah satu satwa liar. Sementara itu SKB Tahun (surat keputusan bersama) dua kementerian antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenai penyerahan secara bertahap fungsi MA terkait pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar yang hidup dilaut termasuk karang hias merupakan dasar keterlibatan KKP Provinsi Lampung dan KKP Kabupaten Pesawaran dalam pengelolaan pemanfaatan karang hias dimasa mendatang.

4.5.1. Aspek Internal Lembaga Pengelola Pemanfaatan Karang Hias

4.5.1.1. Visi dan Misi Pengelolaan

Komponen aspek organisasi yang dimaksud adalah kondisi internal mengenai sistem hubungan dalam pendelegasian tanggung jawab yang diterapkan kelembagaan pengelola dan integrasi komponen ekosistem terumbu karang ke dalam visi dan misi pengelolaan perikanan.

Gambar 13. Kondisi Sistem Hubungan Internal dan Integrasi Ekosistem kedalam Visi dan Misi Pengelolaan

0 50 100 BKSDA Provinsi Lampung DKP Provinsi Lampung DKP Kabupaten Pesawaran 75 50 50

Komponen aspek visi organisasi pengambil kebijakan

Persen kondisi internal terkait visi organisasi

(28)

BKSDA Provinsi dalam kaitannya dengan pemanfaatan karang hias memandang ekosistem terumbu karang sebagai komponen visi yang telah dimengerti oleh para pihak sehingga nilai persen lebih mendekati kondisi ideal kondisi internal terkait organisasi pengelola, yaitu 75%. Berbeda dengan lembaga pengambil kebijakan lainnya (KKP Provinsi & KKP Kabupaten) memandang bahwa ekosistem terumbu karang jadi pertimbangan tidak langsung dalam pemanfaatan karang hias. Ketiga lembaga pengambil kebijakan tersebut menerapkan hubungan konsultatif yang sama, yaitu secara top-down.

4.5.1.2. Manajemen Organisasi

Pada semua unsur-unsur yang terkait aspek manajemen, BKSDA Provinsi Lampung menempati persen tertinggi terhadap kondisi ideal pengelolaan pemanfaatan karang hias berkelanjutan. Kondisi ideal terkait unsur kebijakan adalah adanya kebijakan yang sudah di implementasikan secara reguler dalam hal kegiatan konservasi (DPL & Transplantasi), kegiatan penerapan sistem kuota karang hias, dan kegiatan pengambilan dan penanganan karang hias yang ramah lingkungan.

Gambar 14. Kondisi Aspek Manajemen Lembaga Terkait Dalam Pengelolaan Pemanfaatan Karang Hias

DKP Kabupaten Pesawaran kondisi manajemennya masih jauh dari kondisi ideal (persen terendah pada semua unsur), terutama pada unsur struktur. Diharapkan pada unsur struktur adalah adanya struktur terkait konservasi,

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Kebijakan Struktur Perencanaan Pengawasan

81.25 62.50 66.67 83.33 75.00 37.50 50.00 66.67 50.00 25.00 41.67 50.00

Komponen Aspek Manajemen Kelembagaan

BKSDA Provinsi Lampung DKP Provinsi Lampung DKP Kabupaten Pesawaran

(29)

penerapan sistem kuota karang hias, penelitian terumbu karang dan penanganan-pengambilan ramah lingkungan yang sudah terisi 100% dari kebutuhan-kebutuhan tersebut.

4.5.1.3. Sumberdaya Manusia

DKP Provinsi dan DKP Kabupaten, kondisi internal terkait aspek sumberdaya tergolong rendah dan jauh dari kondisi ideal kelembagaan pengelolaan pemanfaatan karang hias. Pada unsur kelengkapan staf diharapkan adanya tugas dan wewenang dimana staf paham secara keseluruhan mengenai pengelolaan pemanfataan karang hias, baik aspek konservasi, pengaturan kuota, penelitian dan penanganan ramah lingkungannya.

Gambar 15. Tingkat Kesiapan Lembaga Pengambil Kebijakan Terkait Aspek Sumberdaya Manusia Dalam Pengelolaan Pemanfaatan Karang Hias

BKSDA Provinsi cukup lengkap staf yang dimiliki khususnya untuk kegiatan konservasi dan penerapan sistem kuota sehingga peningkatan kapasitas juga terpusat pada dua hal tersebut. BKSDA mengalami kekurangan staf terutama dalam hal penelitian dan transplantasi karang.

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Kelengkapan staf Peningkatan kapasitas

75.00

56.25

37.50 37.50 37.50 37.50

Komponen Aspek

Sumber Daya Manusia BKSDA

Provinsi Lampung DKP Provinsi Lampung DKP Kabupaten Pesawaran

(30)

4.5.1.4. Pendanaan

Aspek pendanaan adalah kendala bersama bagi lembaga pengelola terkait pemanfaatan karang hias, terutama unsur sumberdana dan kecukupan dana.

Gambar 16. Tingkat Kesiapan Lembaga Pengambil Kebijakan Terkait Aspek Pendanaan Dalam Pengelolaan Pemanfaatan Karang Hias

Aspek pendanaan, DKP provinsi lebih memiliki kesiapan dibanding lembaga lainnya. Kekuatan pendanaan DKP provinsi banyak dialokasikan terutama untuk kegiatan konservasi seperti penerapan DPL dan transplantasi karang untuk rehabilitasi.Sementara untuk dana-dana terkait pemanfaatan karang hias (monitoring dan pengawasan) disediakan oleh BKSDA Provinsi. Untuk dana-dana penelitian terumbu karang tidak menjadi prioritas sehingga tidak banyak alokasi dan sumberdana yang ada.

4.5.2. Aspek Eksternal Kelembagaan Pengelola Pemanfaatan Karang Hias

Aspek eksternal kelembagaan pengelola pemanfaatan karang hias yang dimaksud adalah hubungan dan tingkat komunikasi, koordinasi dan kolaborasi program antar lembaga serta bagaimana pengetahuan, penerimaan dan pemahaman ketiga lembaga tersebut terhadap kebijakan pemanfaatan karang hias dari pusat. 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Alokasi dana Sumberdana Kecukupan dana

50.00 18.75 25.00 62.50 31.25 31.25 50.00 25.00 12.50

Komponen Aspek Pendanaan

BKSDA Provinsi Lampung DKP Provinsi Lampung DKP Kabupaten Pesawaran

(31)

Gambar 17. Tingkat Kesiapan Lembaga Pengambil Kebijakan Terkait Aspek Eksternal Dalam Pengelolaan Pemanfaatan Karang Hias

Kabupaten Pesawaran tergolong kabupaten yang baru terbentuk sehingga belum mengetahui adanya kebijakan pemanfaatan karang hias dari pusat. Demikian juga dengan aspek komunikasi, koordinasi dan kolaborasi program, umumnya mereka belum membangun komunikasi terkait pemanfaatan karang hias baik dengan BKSDA maupun dengan KKP Provinsi. Komunikasi dan koordinasi yang cukup intensif terjalin dengan KKP Provinsi adalah terkait Daerah perlindungan laut (DPL) dan transplantasi untuk tujuan rehabilitasi.

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 BKSDA Provinsi Lampung DKP Provinsi Lampung DKP Kabupaten Pesawaran 68.75 65.63 40.63 75.00 50.00 25.00

Komponen Aspek Eksternal Kelembagaan

Komunikasi & koordinasi

Kebijakan dari pusat

Gambar

Tabel 4. Jenis Karang Hias Menurut Kelompok Harga
Gambar 7. Kelimpahan Jenis Karang Hias Pada Tahun 2004 dan Tahun 2010 (A  : High price, B : Medium price, C : Low price)
Tabel 7.  Karakteristik Perairan Lokasi Pengambilan/Pengumpulan Karang Hias
Tabel 8. Profil Pengepul dan Nelayan Pengumpul Karang Hias
+7

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki proses pelaksanaan pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif

Biomassa Gabah Padi Pada tabel 10 dapat menunjukkan bahwa pengendalian gulma dengan herbisida Prowl 330EC pada dosis 1,5 l.ha-1 tidak menunjukkan perbedaan berat basah dan berat

Berdasarkan hal tersebut buku teks pelajaran diharapkan benar-benar memiliki kualitas isi yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku, baik dari segi standar isi, maupun dari segi

Dengan manfaat secara teoritis sebagai salah satu sumbangan pemikiran dalam pengembangan pemahaman akademik tentang faktor-faktor penyebab perpindahan keaktifan

Alasan mereka yang lebih memilih bertanya langsung meskipun tidak dibuka sesi tanya jawab adalah karena mereka menganggap apa yang menjadi problem pada waktu itu harus

Penggunaan konjungsi bila yang digunakan sudah sesuai dengan bentuk dan fungsinya dalam karangan argumentasi yang ditulis siswa, seperti contoh berikut ini. S16 Setiap

Analisis uji beda independent sample t-test memberikan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara responden pria dan wanita dalam memberikan penilaian dalam