• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAMIS, 15 JULI Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat siang, Salam sejahtera bagi kita semua, Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam kebajikan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAMIS, 15 JULI Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat siang, Salam sejahtera bagi kita semua, Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam kebajikan."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN PANITIA KHUSUS

RUU TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UU NOMOR 21

TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI

PAPUA DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II

PADA RAPAT PARIPURNA DPR RI

KAMIS, 15 JULI 2021

Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat siang,

Salam sejahtera bagi kita semua, Shalom,

Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam kebajikan.

Yang Terhormat ibu Ketua dan Wakill-wakil Ketua DPR RI, Yang Terhormat Bapak/Ibu Anggota DPR RI;

Yang Terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri RI

Yang Terhormat Saudara Menteri Hukum dan HAM dan Wakil Menteri Hukum dan Ham RI

Yang Terhormat Saudara Menteri Keuangan RI; Para hadirin yang berbahagia.

Mari kita semua memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dalam situasi Pandemi Covid-19, kita masih diberikan Rahmat kesehatan untuk dapat terus melanjutkan tugas konstitusional kita. Sembari memanjatkan doa semoga bangsa Indonesia diberikan kekuatan untuk tetap tangguh dalam situasi pandemi ini.

(2)

2 Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua merupakan RUU yang diusulkan oleh Presiden untuk dibahas bersama dengan DPR melalui Surat Presiden Nomor: R-47/Pres/12/2020. Urgensi perubahan norma yang diusulkan oleh Presiden melalui rancangan undang-undang ini terkait penerimaan dalam rangka dana Otsus yang membutuhkan dasar hukum baru pada tahun 2021 untuk keberlanjutan masa berlakunya dana Otsus dan sebagai upaya mitigasi turbulensi fiskal di tanah Papua.

Bagi anggota DPR yang berasal dari Provinsi Papua dan Papua Barat, yang ikut terlibat dalam pembahasan RUU merupakan buah simalakama, mengingat suara di tanah Papua sebagian menolak substansi dan materi muatan RUU. Namun, tugas konstitusional tetap harus dijalankan. Hukum tertinggi dalam Demokrasi Pancasila adalah kekeluargaan, dan hal inilah yang menuntun Pansus dan Pemerintah mencapai kata “sepakat” dari Pasal-Pasal yang sebelumnya terasa sulit untuk diakomodir. Untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah.

Sebagai anggota dari daerah pemilihan Papua yang duduk di Panitia Khusus RUU ini, kami bertekad untuk tidak jatuh pada lubang yang sama untuk kedua kalinya. Oleh karena itu Pansus berupaya melibatkan partisipasi berbagai stakeholder seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya. Selain turun ke kedua provinsi, Papua dan Papua Barat, Pansus juga mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat dalam forum RDPU, baik yang dilakukan di DPR maupun di luar DPR. RDP juga dilakukan dengan pihak pemerintah terkait di luar kementerian yang ditunjuk Presiden di dalam Surat Presiden. Bahkan, pembahasan juga melibatkan peran aktif DPD RI, dari awal pembahasan hingga Pembicaraan Tingkat I.

Pembahasan RUU dalam forum Rapat Panitia Khusus, Rapat Panitia Kerja, Rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi telah dilaksanakan dengan tidak kenal lelah, siang dan malam, bahkan memanfaatkan waktu di hari Sabtu dan Minggu, dalam situasi pandemi Covid-19. Rapat dapat dilakukan baik hadir secara fisik dengan mengikuti protokol kesehatan, maupun secara virtual. Pembahasan dengan pihak Pemerintah dapat dirasakan berlangsung secara penuh kekeluargaan, dengan menjunjung prinsip musyawarah mufakat. Hal ini dapat dilihat dari hasil akhir RUU yang mengadopsi lebih banyak masukan dari fraksi-fraksi di DPR maupun DPD RI, bahkan terdapat 2 Pasal baru.

Bapak/Ibu/hadirin yang mulia,

Rancangan Undang-Undang yang diusulkan oleh Pemerintah berisi perubahan terhadap 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 1, Pasal 34, dan Pasal 76, yang memuat materi mengenai Dana Otonomi Khusus dan Pemekaran wilayah daerah. Namun, dari hasil RDP dan RDPU yang dilaksanakan oleh Pansus, Fraksi-Fraksi di DPR berpandangan bahwa persoalan di Papua tidak dapat hanya diselesaikan hanya melalui 3 (tiga) pasal tersebut. Pada

(3)

3 akhirnya, sebanyak 15 (lima belas) pasal di luar substansi yang diajukan, Pemerintah dapat mengakomodir di dalam perubahan kedua UU Nomor 21 Tahun 2001 ini ditambah dengan 2 (dua) pasal substansi materi di luar Undang-Undang. Sehingga, terdapat 20 (dua puluh) pasal yang mengalami perubahan.

Beberapa perubahan pasal yang penting untuk disampaikan dalam forum Rapat Paripurna yang berbahagia ini adalah sebagai berikut:

Pertama, RUU ini mengakomodir perlunya pengaturan kekhususan bagi Orang Asli Papua dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan perekonomian, serta memberikan dukungan bagi pembinaan masyarakat adat.

• Dalam bidang politik, hal ini dapat dilihat dengan diberikannya perluasan peran politik bagi Orang Asli Papua dalam keanggotaan di DPRK, sebuah nomenklatur baru pengganti DPRD yang diinisiasi dalam RUU. RUU ini menegaskan pula bahwa kursi dari unsur pengangkatan anggota DPRK ini tidak boleh diisi dari partai politik, dan memberikan afirmasi 30% dari unsur perempuan. Penegasan ini juga berlaku bagi anggota DPRP.

• Dalam bidang pendidikan dan kesehatan, RUU ini telah mengatur mengenai kewajiban Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengalokasikan anggaran pendidikan dan kesehatan untuk Orang Asli Papua. Sehingga dengan demikian Orang Asli Papua dapat menikmati pendidikan sampai jenjang pendidikan tinggi, dan tingkat kesehatan Orang Asli Papua juga akan semakin meningkat. Secara simultan, diharapkan indikator pendidikan dan kesehatan di Papua dapat meningkat.

• Dalam bidang ketenagakerjaan dan perekonomian, Pasal 38 telah menegaskan bahwa dalam melakukan usaha-usaha perekonomian di Papua, wajib mengutamakan Orang Asli Papua. Sehingga dengan demikian, anak-anak Asli Papua yang memenuhi syarat pendidikan dapat direkrut sebagai Tenaga kerja.

• Dalam bidang pemberdayaan, Pasal 36 ayat (2) huruf (d) menegaskan bahwa sebesar 10% dari dana bagi hasil dialokasikan untuk belanja bantuan pemberdayaan masyarakat adat. Semakin berdaya masyarakat adat, akan menyentuh juga pemberdayaan bagi Orang Asli Papua.

Kedua, terkait lembaga MRP dan DPRP, RUU ini memberikan kepastian hukum bahwa MRP dan DPRP berkedudukan di masing-masing ibu kota Provinsi dan dengan memberikan penjelasan mengenai penamaan masing-masing lembaga agar tercipta kesamaan penyebutan nama untuk kegunaan administrasi pemerintahan. RUU ini juga memberikan penegasan bahwa anggota MRP tidak boleh berasal dari partai politik.

Ketiga, terkait partai politik lokal. Pelaksanaan Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2001 yang selama ini diartikan sebagai hadirnya partai politik lokal di Papua, yang telah menimbulkan kesalahpahaman antara pemerintah daerah dan pusat. Agar tidak terjadi perbedaan pandangan, RUU ini mengadopsi

(4)

4 Putusan MK Nomor 41/PUU-XVII/2019 dengan menghapus ketentuan pada ayat (1) dan (2) Pasal 28. Sebagai wujud kekhususan di Papua, maka keanggotaan DPRP dan DPRK, selain dipilih juga dilakukan pengangkatan dari unsur Orang Asli Papua. Dengan disediakannya ruang pengangkatan, hal ini diharapkan dapat memenuhi keinginan nyata Orang Asli Papua. RUU ini juga memberikan kepastian hukum terkait pengisian jabatan wakil gubernur yang berhalangan tetap, dimana jika sebelumnya, “apabila wakil gubernur berhalangan tetap, jabatan wakil gubernur tidak diisi sampai habis masa jabatannya” diubah menjadi “diisi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Keempat, terkait Dana Otsus. Panitia Khusus menyadari bahwa persoalan Otonomi Khusus di tanah Papua bukan semata-mata mengenai besaran Dana Otsus. Sekalipun Pansus DPR dan Pemerintah bersepakat bahwa Dana Otsus mengalami peningkatan dari 2% DAU Nasional menjadi 2,25%, namun, RUU ini telah memperkenalkan sebuah tata kelola baru bagi penggunaan Dana Otsus. Tata Kelola baru tersebut yaitu:

(1) Pencairan Dana Otsus dilakukan melalui 2 (dua) skema, yakni penerimaan umum dan penerimaan yang berbasiskan kinerja pelaksanaan. Penerimaan berbasiskan kinerja pelaksanaan ini mengatur bahwa sebesar minimal 30% dialokasikan untuk pendidikan, dan 20% untuk kesehatan. Aturan ini merupakan sebuah skema baru yang diharapkan mampu meningkatkan pendidikan dan kesehatan di Papua, yang pada akhirnya akan mensejahterakan Orang Asli Papua. (2) RUU ini juga mengatur indikator dalam pembagian penerimaan Dana

Otsus termasuk memperhatikan jumlah Orang Asli Papua, tingkat kesulitas geografis, dan indeks kemahalan konstruksi. Hal ini dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi di Papua saat ini.

(3) Mekanisme pembagian Dana Otsus dilakukan dengan melibatkan peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi.

(4) DPD juga dilibatkan dalam pengawasan pengelolaan Dana Otsus.

(5) Hadirnya rencana induk (grand design) yang ditetapkan oleh Menteri Bappenas.

Melalui perubahan tata kelola Dana Otsus, diharapkan berbagai persoalan pembangunan selama ini dapat diatasi.

Kelima, hadirnya sebuah Badan khusus Percepatan Pembangunan Papua BK-P3. Pansus bersama-sama dengan Pemerintah menyadari bahwa selama ini ada banyak program/kegiatan yang dilakukan oleh berbagai Kementerian/Lembaga di Papua, yang tidak sinkron dan harmonis. Oleh karena itu, kehadiran Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BK-P3) yang diketuai langsung oleh Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri Bappenas, dan Menteri Keuangan, serta masing-masing perwakilan dari setiap provinsi yang ada di Papua, dapat

(5)

5 meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan di Papua. Pansus memberikan penekanan agar lembaga kesekretariatan berada di Papua. Hal ini juga merupakan simbol menghadirkan Istana di Papua, sebagaimana dicita-citakan Presiden Joko Widodo.

Keenam, terkait pemekaran provinsi di tanah Papua, Pansus DPR bersama-sama Pemerintah menyepakati bahwa pemekaran provinsi di Papua selain dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP, juga dapat dilakukan oleh Pemerintah dan DPR, tanpa melalui tahapan daerah persiapan. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan dan aspirasi masyarakat Papua dan memberikan jaminan dan ruang kepada Orang Asli Papua dalam aktivitas politik, pemerintahan, perekonomian, dan sosial budaya.

Ketujuh, peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini. Bercermin dari realisasi peraturan pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2001 yang selalu terlambat, bahkan ada yang belum terbentuk hingga sampai saat ini, maka Pansus DPR bersama-sama Pemerintah berkomitmen menghadirkan peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Pemerintah paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja dan bagi Perdasi diberi waktu 1 (satu) tahun. Sebagai bentuk komitmen DPR atas pelaksanaan UU ini, maka DPR dan Pemerintah melakukan sebuah terobosan hukum dengan mengatur bahwa penyusunan Peraturan Pemerintah dikonsultasikan dengan DPR, DPD, dan Pemerintah Daerah Provinsi-Provinsi di Papua.

Saudara Menteri Dalam Negeri; Saudara Menteri Keuangan;

Saudara Menteri Hukum dan HAM; Bapak dan Ibu Anggota;

Hadirin yang berbahagia,

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada seluruh anggota Pansus RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, terutama Saudara-saudaraku anggota yang bukan berasal dari daerah pemilihan Papua yang begitu serius mendukung Pembahasan sampai masuk dalam sidang Paripurna ini. Tak lupa kepada rekan-rekan dari DPD RI, yang telah memberikan waktunya untuk terus bersama-sama Pansus membahas RUU ini. Semangat yang membara dari rekan-rekan Anggota dalam setiap rapat yang diselenggarakan, sekalipun dalam situasi pandemi Covid-19, bahkan dalam situasi PPKM Darurat sekarang ini.

Kami juga menyampaikan terima kasih kepada Menteri Dalam Negeri dan Para dirjen beserta jajaranya, Menteri Hukum dan HAM serta Para Dirjen beserta jajaranya, Menteri keuangan dan para Dirjen beserta jajaranya. Khususnya Wakil Menteri Hukum dan HAM yang setia mendampingi Pansus dan selalu cepat memberi solusi dalam pembahasan ini, kami sampaikan terima kasih.

(6)

6 Rasa terima kasih juga kami sampaikan kepada Sekretariat Pansus DPR RI dan Tim Asistensi yang telah menjadi “pentil ban” dalam bekerjanya Pansus selama ini. Juga seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual bagi penyelesaian pembahasan dan kerja Pansus hingga saat ini. Akhirnya dari mimbar Dewan Yang mulia ini, izinkan saya untuk meingatkan kita semua tentang pesan orang-orang bijak, “keledai sekalipun tidak mau masuk ke lubang yang sama untuk kedua kalinya”. Oleh sebab itu, mari kita berkomitmen untuk melaksanakan seluruh Revisi Undang-Undang sesuai dengan Tugas dan Wewenang kita masing-masing, terutama bagi Parpol yang akan menentukan rekrutmen Kepemimpinan daerah yang akan memikul tanggung jawab penuh untuk memastikan undang-undang ini dapat dilaksanakan atau tidak! Sebab, sebaik apapun suatu aturan dalam perumusannya, tidak akan dapat terealisasikan tanpa adanya kepemimpinan yang berkomitmen dan berkapasitas. Aturan tersebut pun akan menjadi tidak lebih dari prosa dan puisi yang indah menghiasi lemari-lemari buku.

Papua Maju, Indonesia Jaya!!!

Demikian laporan Pansus kami sampaikan dan Dengan Memohon Pertolongan Tuhan yang Maha Kuasa, Kami serahkan laporan ini kepada Pimpinan Sidang untuk mendapat Pengesahan dalam forum tertinggi Rapat Paripurna yang Mulia ini.

Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat siang,

Salam sejahtera bagi kita semua, Shalom,

Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam kebajikan. MERDEKA!!!

KETUA PANSUS RUU TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UU NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA

Referensi

Dokumen terkait