• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Gambaran Umum Mengenai Perpajakan 2.1.1.1 Pengertian Pajak

Ada bermacam-macam definisi tentang pajak menurut para ahli (Waluyo,2008:2) sebagai berikut:

a) Prof.Dr.P.J.A. Adriani (2009).

Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan . b) Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R (1981).

Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proposional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Jadi kesimpulanya dari beberapa definisi diatas yaitu pajak merupakan iuran pokok atau iuran wajib berupa uang bukan barang yang dikenakan kepada rakyat yang sudah mempunyai penghasilan tanpa ada imbalan berdasarkan undang-undang dan dibayarkan kepada pemerintah sehingga pemerintah dapat

(2)

menggunakan iuran tersebut untuk membiayai pengeluaran negara, yaitu pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat untuk masyarakat luas.

2.1.1.2 Unsur-unsur pajak

Unsur-unsur pajak meliputi;

a) Subjek pajak, adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukana kewajiban perpajakan.

b) Objek pajak, adalah sesuatu yang menjadi sasaran pajak

c) Tarif pajak, merupakan besarnya pajak yang ditetapkan dengan tetap mempertimbangkan faktor keadilan. Macam-macam tarif pajak yaitu tarif pajak tetap, tarif proporsional, tarif progresif, dan tarif degresif.

2.1.1.3 Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran pembangunan. Ada dua fungsi pajak yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur (regulerend).

Fungsi budgetair adalah pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, sedangkan fungsi mengatur dapat di artikan pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan eknomi (Mardiasmo,2009:2).

Beberapa fungsi pajak juga dapat di jelaskan sebagai berikut : a) Fungsi anggaran (budgetair/financial)

(3)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak juga berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini yang diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus di tingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat terutama diharapkan di sektor pajak.

b) Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa di gunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

Jadi kesimpulannya adalah fungsi pajak yaitu sebagai sumber dana bagi pemerintah yang berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dan mengatur kebijaksanaan pajak untuk mencapai tujuan pemerintah.

(4)

2.1.1.4 Jenis-jenis pajak

Pemerintah telah menetapkan bagi hasil pajak antara pajak pusat dan pajak daerah, bagi hasil tersebut dalam APBD dapat diketahui dari jenis-jenis pajak pusat yang pemungutanya dibagi dengan daerah, diantaranya sebagai berikut : a) Pajak pusat/pajak negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada

pada pemerintah pusat yang pelaksanaanya dilakukann oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak Suandy,(2008:38). Yang tergolong jenis pajak ini adalah : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPn BM), Bea Materai (Mardiasmo,2009:11)

b) Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah (Mardiasmo,2009:12).

Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian (Mardiasmo,2009:13), yaitu : 1) Pajak Propinsi, terdiri dari :

a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air.

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air. c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

(5)

2) Pajak Kabupaten/ Kota, terdiri dari : a) Pajak Hotel.

b) Pajak Restoran. c) Pajak Hiburan. d) Pajak Reklame.

e) Pajak Penerangan Jalan.

f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. g) Pajak Parkir.

h) Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) i) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

2.1.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

sistem pemungutan pajak yang dikenal di indonesia (Suandy,2008:130), yaitu :

1) Official Assesment System,

Official Assesment System adalah sistem pemungutan pajak dimana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh Fiskus/aparat pajak. Maka, dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif sedangkan Fiskus bersifat aktif. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan ajaran timbulnya utang pajak, maka Official Assesment System sesuai dengan timbulnya utang pajak menurut ajaran formil, artinya utang pajak timbul apabila sudah ada ketetapan pajak dari Fiskus.

Ciri-cirinya :

(6)

b) Wajib pajak bersifat pasif.

c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2) Full Self Assessment System

Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak, dimana Wajib Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Untuk mensukseskan sistem Self Assessment System ini dibutuhkan beberapa persyaratan dari Wajib Pajak, antara lain kesadaran Wajib Pajak (Tax Consciousness), kejujuran Wajib Pajak, kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak (Tax mindedness), dan kedisiplinan Wajib Pajak (Tax Disciplin). Ciri-cirinya :

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.

b) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3) Withholding System

Withholding system adalah sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak terhutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud antara lain pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah.

Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terhutang ada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak.

(7)

4) Semi Self Assesment System,

Semi Self Assesment System adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu WP dan Fiskus. Mekanisme pelaksanaan dalam sistem ini berdasarkan suatu anggapan bahwa WP pada awal tahun menaksir sendiri besarnya utang pajak yang harus dibayarkan dan pada akhir tahun pajak besarnya pajak terutang yang sesungguhnya ditetapkan oleh fiskus

2.1.1.6 Tata Cara Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam cara yang biasa dilakukan (Suandy,2008:40), yaitu :

1) Asas Domisili (Tempat Tinggal)

Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal Wajib Pajak dalam suatu negara. Negara dimana Wajib Pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap Wajib Pajak tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dan melihat kebangsaan atau kewarganergaraan Wajib Pajak tersebut. 2) Asas Sumber

Pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan/penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini, negara yang menjadi sumber pendapatan/ penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan Wajib Pajak.

(8)

3) Asas kebangsaan (Nationaliteit).

Pemungutan pajak di dasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari wajib pajak, tanpa melihat darimana sumber pendapatan/ penghasilan tersebut maupun di negara mana tinggal (domisili) dari Wajib Pajak yang bersangkutan. 2.1.2 Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan

2.1.2.1Definisi Wajib Pajak

Definisi Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi, pembayaran pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (suandy,2008:107). Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. (Undang-Undang No.16 Tahun 2000 Pasal 1 angka 1 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

Berdasarkan definisi Wajib Pajak diatas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya yang meliputi pemungut pajak, pemotong pajak dan pembayar pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

2.1.2.2 Kewajiban dan Hak Wajib Pajak

Kewajiban wajib pajak (Mardiasmo, 2009:54) antara lain sebagai berikut : 1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

(9)

3) Melaporkan usahanya untuk di kukuhkan sebagai PKP. 4) Menyelenggarakan pembukuan / pencatatan.

5) Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri) dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan 6) Jika diperiksa wajib :

a) Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak atau objek yang terutang pajak.

b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

7) Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemerikasaan.

Berikut ini adalah Hak Wajib Pajak (Mardiasmo,2009:55). 1) Mengajukan keberatan dan surat banding.

2) Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

3) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan. 4) Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.

5) Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pemabayaran pajak.

(10)

6) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak

7) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak

8) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah

9) Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya 10) Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak

11) Mengajukan keberatan dan banding

2.1.2.3 Definisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Definisi Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (Mardiasmo, 2009:23). Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya yang berfungsi untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan (Waluyo,2008:24).

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam adminitrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (Suandy, 2008:108). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang di

(11)

berikan kepada Wajib Pajak sebagai identitas Wajib Pajak atau tanda pengenal diri yang digunakan untuk sarana administrasi perpajakan.

2.1.2.4 Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Fungsi dari NPWP yaitu sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan (Waluyo, 2008:24). NPWP wajib dipunyai oleh semua wajib pajak, tetapi untuk satu wajib pajak hanya mempunyai satu NPWP, walaupun mempunyai dari satu penghasilan. Fungsi dari NPWP (Suandy, 2008:111) adalah sebagai berikut :

1) Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam admnistrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, oleh karena itu kepada setiap wajib pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak.

2) Nornor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. 2.1.2.5. Cara Memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Setiap wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan, wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus kepadanya diberikan NPWP. Kewajiban mendaftarkan ini berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan

(12)

pajak secara terpisah berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendaftarkan NPWP dapat pula WP memperoleh secara jabatan yaitu apabila berdasarkan data ternyata orang pribadi atau badan mempenuhi syarat untuk diberikan NPWP. Oleh karena itu, Wajib Pajak atau yang diberi kuasa khusus untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan formulir pendaftaran ke Kantor Pelayanan Pajak.

Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar dengan jangka waktu paling lama pada hari kerja berikutnya setelah permohonan pendaftaran serta persyaratannya diterima secara lengkap. Wajib Pajak yang telah terdaftar yaitu Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan telah diberikan NPWP yang terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode Wajib Pajak dan 6 (enam) dikit berikutnya merupakan kode administrasi pajak diberikan kartu NPWP ini diterbitkan oleh KPP (Waluyo 2008:25).

2.1.2.6. Wajib Pajak Yang Wajib Mendaftarkan dan Mendapatkan NPWP Berikut ini adalah wajib pajak yang wajib mendaftarkan dan mendapatkan NPWP (Suandy, 2008:112) :

a) Badan

b) Perorangan, yang mempunyai penghasilan di atas PTKP (jika hanya bekerja pada satu pemberi kerja tidak wajib).

(13)

2.1.3. Pajak Bumi dan Bangunan.

2.1.3.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia . (Mardiasmo, 2009:311). Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. (Mardiasmo, 2009:311).

Yang dimaksud dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 dan telah di ubah ke Undang-Undang No.28 Tahun 2009. Pajak dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan / atau bangunan (Setiawan dan Hardi, 2006:125). Sedangkan menurut (Waluyo, 2010:196) Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan Objek Pajak yaitu Bumi dan Bangunan, keadaan Subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan pajak yang dikenakan terhadap bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia dan atau bangunan yang meliputi konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.

(14)

2.1.3.2 Dasar Hukum

Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-Undang No.12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 tahun 1994 (Mardiasmo, 2009:20). Dalam hal ini perkembangan PBB sektor pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 77 sampai Pasal 84 mulai Tahun 2010.

2.1.3.3 Termasuk Dalam Pengertian Bangunan

Berikut ini yang termasuk dalam pengertian bangunan baik pendirian untuk perumahan tempat tinggal, tempat usaha, dan tempat yang diusahakan lainnya menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah :

a) Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan. b) Jalan tol, galangan kapal, dermaga.

c) Tempat olahraga, kolam renang. d) Pagar mewah, taman mewah.

e) Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, pipa minyak. f) Fasilltas lain yang memberikan manfaat.

2.1.3.4 Asas Pajak Bumi dan Bangunan

Berikut ini adalah asas-asas Pajak Bumi dan Bangunan (Mardiasmo, 2009:311) :

a) Memberikan kemudahan dan kesederhanaan b) Adanya kepastian hukum

(15)

d) Menghindari pajak berganda

e) Termasuk Dalam Pengertian Bangunan

2.1.3.5. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)

Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dari/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Suandy, 2008:157).

2.1.3.6 Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)

SPPT adalah surat yang digunakan oleh pemerintah untuk memberitahukan besarnya pajak yang terhutang kepada wajib pajak. Surat pemberitahuan ini diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Pajak yang terhutang harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.

2.1.3.7 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi juat beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli. Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau Nilai Objek Pajak Pengganti (Mardiasmo, 2009:312). Yang dimaksud dengan :

a) Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/ metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkan dengan objek pajak lain yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.

(16)

b) Nilai Perolehan Baru adalah suatu cara pendekatan/ metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. c) Nilai Jual Pengganti adalah suatu pendekatan/ metode penentuan nilai jual

suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut. Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi :

1) Objek pajak sektor pedesaan 2) Objek pajak sektor perkebunan.

3) Objek pajak sektor kehutanaa atas hak pengusaha hutan, hak pengusaha hasil hutan, izin pemanfaatan kayu serta izin sah lainnya selain hak pengusaha hutan tanaman industri.

4) Objek pajak sektor kehutanan atas hak pengusahaan hutan tanaman iundustri. 5) Objek pajak sektor pertambangan minyak dan gas bumi.

6) Objek pajak sektor pertambangan energi panas bumi

7) Objek pajak sektor pertambangan non migas selain penambangan energi panas bumi dan galian C.

8) Objek pajak sektor pertambangan non migas galian C

9) Objek pajak sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan karya atau kontrak kerjasama.

10) Objek pajak bidang usaha perikanan laut 11) Objek pajak bidang usaha perikanan darat. 12) Objek pajak yang bersifat khusus.

(17)

2.1.3.8 Subjek Pajak

Berikut ini yang menjadi subjek pajak (Mardiasmo, 2009:316) yaitu : a) Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata

mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran pelunasan pajak bukan merupakan bukti kepemilikan hak.

b) Subjek pajak sebagamiana dimaksud dalam no 1 yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.

c) Dalam hal atas suatu objek behan jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no.1 sebagai wajib pajak.

d) Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam no 3 dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud.

e) Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no.4 disetujui, maka Direktorat Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak sebagaimana dalam no.3 dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud.

f) Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.

(18)

g) Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebagaimana dalam no.4 Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.

2.1.3.9 Objek Pajak

Yang menjadi objek pajak PBB adalah bumi dan atau bangunan. Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terutang (Mardiasmo, 2009.313).

Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :

a) Letak b) Peruntukan c) Pemanfaatan

d) Kondisi lingkungan dan lain-lain

Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :

a) Bahan yang digunakan b) Rekayasa

c) Letak

d) Kondisi lingkungan dan lain-lain

Pada dasarnya semua tanah dan bangunan yang berada di wilayah negara kita ini bisa dimasukkan sebagai “Objek Pajak” Namun terhadap tanah dan

(19)

bangunan tertentu dapat dikecualikan atau tidak dikenakan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan.

Objek pajak atau tanah dan bangunan yang dikecualikan/tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (Mardiasmo, 2009:314) adalah sebagai berikut :

1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain :

a) Dibidang ibadah, contoh : masjid, gereja, vihara, pura. b) Dibidang sosial, contoh : panti asuhan, tanah wakaf. c) Di bidang kesehatan, contoh : rumah sakit pemerintah. d) Di bidang pendidikan, contoh : sekolah/ madrasah, pesantren. e) Di bidang kebudayaan nasional, contoh : museum, candi.

2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.

a) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belumdibebani suatu hak dan lain-lain.

b) Tanah atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsultat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. Artinya bila tanah/gedung perwakilan RI dinegara tertentu tidak dikenai PBB, hal yag sama kita perlakukan terhadap tanah/gedung negara tersebut yang ada disini.

c) Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

(20)

3) Objek pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

4) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan untuk masing-masing kabupaten/ kota dengan besar paling rendah Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, mengandung maksud bahwa apabila ada Daerah Tingkat II atau Kabupaten / Kota yang ingin menetapkan NJOPTKP nya disesuaikan dengan kondisi lingkungan ekonomi. NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya paling rendah, sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.

2.1.3.10 Tarif Pajak

Berdasarkan Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No. 12 Tahun 1994 dan telah diubah menjadi UU No.28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2). PBB sepenuhnya menjadi Pajak Daerah tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah paling tinggi sebesar 0,3%.

2.1.3.11 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. Besarnya Nilal jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun Mentri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah Daerah) setempat kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai pekerbangan daerahnya. Penentuan NJOP ini dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap objek pajak baik yang dilakukan secara masal atau individual.

(21)

2.1.3.12 Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Rumus penghitungan PBB perdesaan dan perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJOP-NJOPTKP = Max 0,3% x (NJOP-NJOPTKP)

2.1.3.13 Tahun Pajak, Saat, dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang Berikut ini adalah Tahun Pajak, Saat, dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang (Mardiasmo, 2009:318).

1) Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim. Jangka waktu satu tahun takwim adalah 1 Januari sampai 31 Desember.

2) Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada 1 Januari.

3) Tempat pajak yang terutang :

- Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. - Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten/Kota.

- Tempat pajak yang terutang untuk Batam, di wilayah Propinsi Riau.

2.1.3.14 Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Berikut ini adalah Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), dan Surat Ketetapan Pajak (SKP) (Mardiasmo, 2009:319).

a) Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi SPOP.

(22)

b) SPOP harus diisi dengan jelas, benar dan tepat waktu serta ditandatangani dan disampaikan kepada Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak.

c) Ditjen Pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya. d) Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal

sebagai berikut :

1) Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang seharusnya lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak.

e) Jumlah pajak yang terutang dalam SKP sebagaimana dimaksud dalam no.4 huruf a adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.

f) Jumlah pajak uang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud dalam no.4 huruf b, adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terutang. 2.1.3.15 Keberatan/Pengurangan

1) Keberatan

Apabila dalam SPPT tersebut terdapat kesalahan data maka wajib pajak dapat mengajukan keberatan.Syarat pengajuan keberatan,

(23)

a) Diajukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia dan dijelaskan alasan-alasannya bagaimana seharusnya,

b) Melampirkan photo copy SPPT yang bersangkutan serta surat-surat bukti resmi lain yang memperkuat,

c) Dikirimkan selambat-lambatnya 3 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT, d) Satu surat keberatan hanya untuk satu SPPT dan untuk satu tahun pajak, e) Pengajuan keberatan tidak menunda pembayaran

2) Pengurangan

Wajib pajak diperbolehkan mengajukan permohonan pengurangan apabila: a) Obyek pajaknya terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.

b) Karena kondisi tertentu dimana obyek pajaknya terletak dilokasi yang nilai jualnya tinggi sedang mata pencahariannya hanya didapat dari satu tempat dan tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya.

(1) Syarat Pengajuan Pengurangan

(a) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dijelaskan alasan-alasannya.

(b) Melampirkan photo copy SPPT yang bersangkutan dan bukti-bukti lain yang memperkuat.

(c) Surat pengajuan pengurangan hanya untuk 1 (satu) tahun pajak dan satu obyek yang ditempati.

(d) Dikirim selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.

(24)

2.1.3.16 Pembagian Hasil Penerimaan PBB

Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Bahwa hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan 100% untuk daerah kabupaten / kota.

2.1.3.17Pelaksanaan Penagihan Paksa/Penyitaan

1) Sistem Dan Prosedur Pelaksanaan Penagihan Paksa

Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Surat Tagihan Pajak (STP), akan dilaksanakan penagihan paksa dengan mengeluarkan Surat Tagihan Paksa Sesudah lewat jatuh tempo STP yaitu 1 (satu) bulan ditunggu 7 hari untuk diterbitkan Surat Tegoran. Surat Tegoran akan diterbitkan 3x terbit selama 21 hari berarti 7 hari belum dilinasi diterbitkan Surat Penagihan Paksa. Surat Tagihan Paksa adalah surat perintah dengan paksa kepada wajib pajak/penanggung pajak untuk melunasi pajaknya.

Surat Tagihan Paksa dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai surat Keputusan Menteri Keuangan No. 158638/J.N tanggal 26 Agustus 1967.

2) Sistem Dan Prosedur Pelaksanaan Penagihan Penyitaan/Sita

Penagihan Sita merupakan kelanjutan dari surat paksa. Jika dalam tempo 1 x 24 jam wajib pajak/penanggung pajak belum melunasi pajaknya akan diterbitkan Surat Sita. Surat Sita adalah surat perintah untuk menyita harta/kekayaan wajib pajak karena tidak melunasi pajaknya.

Surat perintah melakukan penyitaan ini dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap

(25)

barang-barang wajib pajak/penanggung pajak perlu mempelajari data mengenai harta kekayaan/aktiva yang akan disita.

3) Barang Yang Disita (a) Barang bergerak

(b) Jika barang bergerak tidak cukup dan ditambah barang yang tidak bergerak

4) Klasifikasi, Penggolongan, Dan Ketentuan Nilai Jual Bumi (Sesuai Dengan Kep. Men. Nomor 174/Kmk.04/1995),

KELAS PENGGOLONGAN NILAI JUAL BUMI (Rp./M2) KETENTUAN NILAI JUAL BUMI (Rp./M2) 1 > 3.000.000 s/d 3.200.000 3.100.000 2 > 2.850.000 s/d 3.000.000 2.925.000 3 > 2.708.000 s/d 2.850.000 2.779.000 4 > 2.573.000 s/d 2..708.000 2.640.000 5 > 2.444.000 s/d 2.573.000 2.508.000 6 > 2.261.000 s/d 2.444.000 2.352.000 7 > 2.091.000 s/d 2.261.000 2.176.000 8 > 1.934.000 s/d 2.091.000 2.013.000 9 > 1.789.000 s/d 1.934.000 1.862.000 10 > 1.655.000 s/d 1.789.000 1.722.000 11 > 1.490.000 s/d 1.655.000 1.573.000 12 > 1.341.000 s/d 1.490.000 1.416.000 13 > 1.207.000 s/d 1.341.000 1.274.000 14 > 1.086.000 s/d 1.207.000 1.147.000

(26)

KELAS PENGGOLONGAN NILAI JUAL BUMI (Rp./M2) KETENTUAN NILAI JUAL BUMI (Rp./M2) 15 > 977.000 s/d 1.086.000 1.032.000 16 > 855.000 s/d 977.000 916.000 17 > 748.000 s/d 855.000 802.000 18 > 655.000 s/d 748.000 702.000 19 > 573.000 s/d 655.000 614.000 20 > 501.000 s/d 573.000 537.000 21 > 426.000 s/d 501.000 464.000 22 > 362.000 s/d 426.000 394.000 23 > 308.000 s/d 362.000 335.000 24 > 262.000 s/d 308.000 285.000 25 > 223.000 s/d 262.000 243.000 26 > 178.000 s/d 223.000 200.000 27 > 142.000 s/d 178.000 160.000 28 > 114.000 s/d 142.000 128.000 29 > 91.000 s/d 114.000 103.000 30 > 73.000 s/d 91.000 82.000 31 > 55.000 s/d 73.000 64.000 32 > 41.000 s/d 55.000 48.000 33 > 31.000 s/d 41.000 36.000 34 > 23.000 s/d 31.000 27.000 35 > 17.000 s/d 23.000 20.000 36 > 12.000 s/d 17.000 14.000 37 > 8.400 s/d 12.000 10.000

(27)

KELAS PENGGOLONGAN NILAI JUAL BUMI (Rp./M2) KETENTUAN NILAI JUAL BUMI (Rp./M2) 38 > 5.900 s/d 8.400 7.150 39 > 4.100 s/d 5.900 5.000 40 > 2.900 s/d 4.100 3.500 41 > 2.000 s/d 2.900 2.450 42 > 1.400 s/d 2.000 1.700 43 > 1.050 s/d 1.400 1.200 44 > 760 s/d 1.050 910 45 > 550 s/d 760 660 46 > 410 s/d 550 480 47 > 310 s/d 410 350 48 > 240 s/d 310 270 49 > 170 s/d 240 200 50 <= 170 140 Sumber :www.pajak.go.id./93KMK04_174.htm

KLASIFIKASI, PENGGOLONGAN, DAN KETENTUAN NILAI JUAL BANGUNAN (SESUAI DENGAN KEP. MEN. NOMOR 174/KMK.04/1995)

KELAS PENGGOLONGAN NILAI JUAL BANGUNAN (Rp./M2)

KETENTUAN NILAI JUAL BANGUNAN (Rp./M2) 1 > 1.034.000 s/d 1.366.000 1.200.000 2 > 902.000 s/d 1.034.000 968.000 3 > 744.000 s/d 902.000 823.000 4 > 656.000 s/d 744.000 700.000 5 > 534.000 s/d 656.000 595.000

(28)

KELAS PENGGOLONGAN NILAI JUAL BANGUNAN (Rp./M2)

KETENTUAN NILAI JUAL BANGUNAN (Rp./M2) 6 > 476.000 s/d 534.000 505.000 7 > 382.000 s/d 476.000 429.000 8 > 348.000 s/d 382.000 365.000 9 > 272.000 s/d 348.000 310.000 10 > 256.000 s/d 272.000 264.000 11 > 194.000 s/d 256.000 225.000 12 > 188.000 s/d 194.000 191.000 13 > 136.000 s/d 188.000 162.000 14 > 128.000 s/d 136.000 132.000 15 > 104.000 s/d 128.000 116.000 16 > 92.000 s/d 104.000 98.000 17 > 74.000 s/d 92.000 83.000 18 > 68.000 s/d 74.000 71.000 19 > 52.000 s/d 68.000 60.000 20 < = 52.000 50.000 Sumber : www.pajak.go.id./93KMK04_174.htm 2.2 Rumusan Hipotesis

2.2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya:

Menurut Kautsar Riza Salman dan Mochmamad Farid (2007), dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Sikap dan Moral Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Industri Perbankan di Surabaya menyatakan bahwa sikap wajib pajak berpengaruh secara positif terhadap kepatuhan wajib pajak.

(29)

Hanya indikator sikap wajib pajak terhadap kebijakan pajak yang tidak mampu membentuk konstruk dengan baik, sedangkan ketiga indikator lainnya yaitu sikap wajib pajak terhadap peraturan pajak, sikap wajib pajak terhadap administrasi pajak, dan sikap wajib pajak terhadap pelayanan pajak mampu membentuk konstruk sikap wajib pajak dengan baik.

Arief Rachman, dkk (2008) menyimpulkan dalam penelitiannya yang bertema Pengaruh Pemahaman, Kesadaran, Serta Kepatuhan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep bahwa faktor yang telah terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kota Sumenep Kabupaten Sumenep adalah kesadaran Wajib Pajak Bumi dan Bangunan, sedangkan faktor pemahaman Wajib Pajak Bumi dan Bangunan dan kepatuhan Wajb Pajak Bumi dan Bangunan tidak terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kota Sumenep Kabupaten Sumenep.

Astuti (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor – Faktor yang melekat pada Wajib Pajak Bumi dan Bangunan dan pengaruhnya terhadap kesadaran perpajakan menyatakan bahwa adanya pengaruh faktor-faktor yang melekat pada Wajib Pajak Bumi dan Bangunan terhadap kesadaran perpajakan menunjukkan bahwa faktor-faktor yang ada dalam diri wajib pajak ini turut mempengaruhi sikap wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Tidak adanya pengaruh pendidikan wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan

(30)

ditanamkan sejak dini pada masyarakat, serta kurangnya sosialisasi Pajak Bumi dan Bangunan kepada masyarakat. Faktor lama tinggal wajib pajak di lokasi objek Pajak Bumi dan Bangunan juga tidak mempengaruhi kesadaran perpajakan dapat disebabkan oleh pandangan masyarakat terhadap pajak sebagai suatu beban kuantitatif yang harus ditunaikan tanpa memandang baik buruknya pelayanan KPP maupun aparat pemda setempat.

Sedangkan faktor penghasilan wajib pajak yang terbukti mempengaruhi kesadaran perpajakan adalah disebabkan oleh penghasilan wajib pajak untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pajak objektif yang besarannya naik tiap tahun tanpa memperhatikan keadaan ekonomis subjek pajaknya, sementara belum tentu penghasilan wajib pajak selalu meningkat. Sehingga penghasilan wajib pajak dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam membayar pajak.

Sama halnya dengan penghasilan wajib pajak, persepsi wajib pajak tentang pelaksanaan sanksi denda Pajak Bumi dan Bangunan juga berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran perpajakan. Hal ini dikarenakan wajib pajak Pajak Bumi dan Bangunan memandang bahwa pelaksanaan sanksi denda Pajak Bumi dan Bangunan dilaksanakan secara tegas, konsisten dan adil kepada semua wajib Pajak Bumi dan Bangunan yang melanggar.

2.2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.2.1. Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Indrawijaya mendefinisikan sikap (attitude) dapat didefinisikan sebagai suatu cara bereaksi terhadap suatu rangsangan yang tinggi dari seseorang atau dari

(31)

suatu situasi (Indrawijaya, 2000:40). Sikap wajib pajak merupakan pernyataan atau pertimbangan evaluatif dari wajib pajak, baik yang menguntungkan atau tak menguntungkan mengenai obyek, orang atau peristiwa (Hardika, 2006:77).

Selanjutnya Allport menjelaskan mengenai pengertian sikap adalah

sebagai semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu. Agaknya tidak begitu bisa menafsirkan kesiapan dalam definisi ini sebagai suatu kecenderungan potensi untuk bereaksi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

(Azwar, 1998:3). Apabila wajib pajak dengan merasa bahwa keadilan pajak telah diterapkan kepada semua wajib pajak dengan tidak membedakan perlakuan antara wajib pajak badan dengan perorangan, wajib pajak besar dengan wajib pajak kecil dalam artian bahwa semua wajib pajak diperlakukan secara adil maka setiap wajib pajak cenderung untuk menjalankan kewajiban pajaknya dengan baik atau dengan kata lain menimbulkan kepatuhan dalam diri wajib pajak. Adanya pengaruh yang signifikan dari sikap wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Sikap wajib pajak terhadap peraturan pajak, kebijakan pajak, dan administrasi pajak dapat mempengaruhi bagaimana kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Mengacu kepada pengertian yang dijelaskan menurut Robbin, sikap adalah “Pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak mengenai objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan mengenai sesuatu” (Robbin, 1999:169),

(32)

Berdasarkan penelitian Kautzar Riza Salman dan Mochammad Farid dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Sikap dan Moral Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Industri Perbankan di Surabaya menyatakan bahwa sikap wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hanya indikator sikap wajib pajak terhadap kebijakan pajak yang tidak mampu membentuk kontak dengan baik.

H1 : Sikap wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

2.2.2.2.Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Kesadaran perpajakan adalah kerelaan memenuhi kewajibannya, termasuk rela memberikan konstribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pemerintah dengan cara membayar kewajiban pajaknya. Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk wajib pajak, yaitu kerelaan wajib pajak memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu (Tarjo dan Sawarjuwono, 2005:126).

Berdasarkan penelitian Arief Rachman dkk., kesadaran wajib pajak merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif, konatif, yang berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk para wajib pajak agar mereka rela memberikan konstribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu. Kesadaran perpajakan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan penerimaan PBB.

(33)

H2 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

2.2.2.3. Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan seorang wajib pajak dalam mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak yang akan mereka bayar, maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka.Semua wajib pajak tanpa tergantung dengan latar belakang pendidikan, mereka setuju bahwa pendidikan pajak membantu meningkatkan kepatuhan pajak (Noormala, 2008:6).

Seseorang yang berpendidikan pajak akan mempunyai pengetahuan tentang perpajakan, baik itu soal tarif pajak yang akan merekabayar, maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka. Dengan adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak sehingga tingkat kepatuhan akan meningkat.

Berdasarkan penelitian Nur Imaniyah dan Bestari Dwi Handayani pengetahuan perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kelurahan Tegalrejo Kota Pekalongan.Wajib pajak dapat diukur dengan pendidikan terakhir wajib pajak, pendidikan pajak formal, pengetahuan tentang PBB, pengetahuan tentang aturan PBB, pengetahuan tentang manfaat pajak, pengetahuan tentang dan sanksi perpajakan.

H3 : Pengetahuan perpajakan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian deduktif adalah upaya mempelajari suatu fenomena dari gejala- gejala umum ke khusus, sebagai contoh kebijakan AS di Asia Timur menyangkut pada porsi keamanan dan

Maka untuk memenuhi persyaratan analisis yang akan digunakan perlu dilakukan transformasi data dari skala ordinal menjadi skala interval.” Metode yang digunakan

Berdasarkan analisis ekonomi terhadap sumber daya yang tersedia di kawasan kajian, maka didapati bahawa jumlah nilai ekonomi sumber daya alam pulau kecil di Kecamatan

Pekerjaan Rencana Aksi Pembangunan Kota Inklusif dimaksudkan untuk memberikan arahan pelaksanaan program pembangunan di Kota Yogyakarta sebagai Kota Inklusif

ELECTRONICS SOLUTION/TELESINDO - LT.2 (MALL DEPOK)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT.1 BLOK A (TERAS KOTA MALL)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT. 2 B2 (GRAND GALAXY PARK)_HHP

Lingkungan bisnis ini yang tumbuh dan berkembang dengan sangat dinamis, sangat memerlukan sistem manajemen yang efektif artinya dapat dengan mudah berubah atau

Pemeriksaan dengan keadaan anastesi (Examination under anesthesia / EUA) diperluan pada semua pasien untuk mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh. Lokasi

Berdasarkan hasil dari pelaksanaan program Tha Prink: Pengolahan limbah tusuk sate yang telah dilaksanakan di desa Bendungan kecamatan Kudu kabupaten Jombang, dapat