• Tidak ada hasil yang ditemukan

Clipping Service. Anti Money Laundering 21 Juni Indeks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Clipping Service. Anti Money Laundering 21 Juni Indeks"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Clipping Service

Anti Money Laundering

21 Juni 2011

Indeks

1. Kasus Cek Pelawat

Dua Politisi PPP Dihukum 15 Bulan

2. Nazaruddin Mulai Sentil Andi Malarageng di Kasus Kemenpora

3. Kasus Korupsi Alkes, Direktur RSUD Samarinda Divonis Bebas

4. Angelina Sondakh Bantah Tudingan NazaruddinSoal Dana

Kemenpora Rp 8 M

5. Nazaruddin Sebut Uang Panas Kemenpora Rp 8 M masuk ke DPR

6. KPK Panggil Anak Buah Nazaruddin Soal Korupsi di

Kemenakertrans

7. Pejabat Tak Terbuka Soal Rekening, Laporkan ke PPATK

8. Rosa Kembali Diperiksa kasus Korupsi PLTS

Ini adalah pemeriksaan kedua yang dijalani Rosa

9. Bank Pantau Tekening Gendut Pejabat

PPATK menemukan ribuan transaksi mencurigakan pada

rekening para pejabat

Vivanews.com Selasa, 21 Juni 2011

(2)

KASUS CEK PELAWAT

Dua Politisi PPP Dihukum 15 Bulan

JAKARTA (Suara Karya): Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali

menjatuhkan vonis terhadap politisi penerima traveller's cheque (cek pelawat) yang diduga untuk memenangkan Miranda Swaray Goeltom menjadi Deputi Senior

Gubernur Bank Indonesia (BI) Tahun 2004. Kali ini giliran dua politisi Partai Persatuan Pembanguna (PPP), Danial Tanjung dan Sofyan Usman.

Majelis Pengadilan Tipikor yang diketuai Marsudin Nainggolan menjatuhkan vonis berupa pidana penjara selama 15 bulan. Majelis hakim berpendapat keduanya terbukti menerima cek tersebut.

"Padahal pemberian itu berkaitan dengan jabatan mereka selaku anggota DPR yang waktu itu akan melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Tahun 2004. Meskipun mereka saat itu tidak memilih Miranda," kata ketua majelis hakim, Marsudin Nainggolan, kemarin.

Sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK mengusulkan agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 18 bulan. Namun, dengan pertimbangan usia kedua terdakwa yang sudah uzur, maka vonis hakim lebih rendah dari tuntuan jaksa. Atas vonis tersebut, Danial menyatakan mengajukan upaya banding. Sedangkan Sofyan menerimanya.

Vonis tersebut diwarnai dengan perbedaan pendapat dari hakim anggota Andi Bachtiar.

Menurut Andi, perbuatan Danial tidak memenuhi unsur pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sebab, dia tidak mengetahui motif pemberian cek dari koleganya Endin AJ Soefihara.

"Selain tidak ada satu bukti bahwa TC terkait dengan jabatan Danial, bahwa benar Danial tidak tahu kalau TC terkait hubungannya selaku DPR RI dalam pemilihan Miranda," kata Andi.

Berdasarkan sejumlah fakta persidangan, Andi menilai Danial tidak pernah melakukan pertemuan eksternal atau pun internal dengan Miranda sebagaimana dilakukan oleh para terdakwa dari Fraksi PDIP.

Selain itu, cek yang diterimanya juga tidak pernah digunakan dengan alasan subhat atau tidak jelas kehalalannya. Hal itu terbukti dengan penitipan cek senilai Rp 500 juta kepada Abdul Azis.

(3)

"Dia tidak pernah menguasainya dengan dibuktikan dengan menitipkan TC kepada Abdul Azis yang dianggap amanah," kata Andi.

Karena itu, menurut Andi, tindakan Danial yang menerima cek tersebut bukan tindak pidana.

"Maka diputuskan terdakwa Danial dilepaskan dari tuntutan hukum dan dipulihkan nama baiknya," kata Andi.

Kuasa hukum Danial, Farida Sulistyani mengungkapkan pendapat berbeda dari Andi Bachtiar itu akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengajukan

banding ke Pengadilan Tinggi Tipikor DKI Jakarta. (Nefan Kristiono) Detik.com

Selasa, 21 Juni 2011

Nazaruddin Mulai Sentil Andi Mallarangeng di Kasus Kemenpora

Jakarta - Bola panas yang dilempar mantan bendahara umum Partai Demokrat (PD) Muhammad Nazaruddin dari 'persembunyiannya' di Singapura semakin liar.

Nazaruddin mulai menyebut nama koleganya yang juga Menpora Andi Mallarangeng di kasus Kemenpora.

"Saya akan buka semua proyek di Kemenpora yang direkayasa sama Komisi X DPR, Angelina, Wayan Koster, dan Mirwan Amir, dan Menterinya Andi Mallarangeng, soal pembangunan Stadion di Palembang dan pembangunan Stadion di Ambalang," ancam Nazar dalam pesan BlackBerry Messenger (BBM) kepada detikcom, Selasa (21/6/2011).

Nazaruddin pun mengaku ada proyek yang nilainya mencapai triliunan, dia Kemenpora. Nazaruddin menuding ada bancakan di balik proyek itu.

"Rp 1,2 triliun nilai paketnya, kalau paket yang ini juga harus dibuka sama KPK. Juga pengadaan alat olahraga di Menpora senilai Rp 75 milyar yang direkayasa. Ini harus dibuka KPK," paparnya.

Benarkah tudingan Nazaruddin ini? Belum bisa dipastikan. Nazaruddin berada di Singapura sejak 23 Mei 2011. Nazaruddin masuk daftar cegah ke luar negeri, KPK baru mengeluarkan surat cegah pada 24 Mei. Nazaruddin sudah 3 kali mangkir dari panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus Kemendiknas dan

Kemenpora. Nazaruddin beralasan sakit.

Terkait tudingan dan bola panas yang dilemparkan Nazaruddin, petinggi PD seperti Benny K Harman menyangsikannya.

(4)

Benny tak yakin yang menulis tuding-tudingan itu adalah Nazaruddin. Karena menurutnya Nazaruddin tak mungkin melakukan hal itu.

"Bisa saja orang lain tulis. Saya nggak yakin itu BBM dia," ujar Benny sambil mengecek PIN BBM Nazaruddin di ponsel salah seorang wartawan. Ternyata hasil pengecekan PIN BBM Nazaruddin yang ada di BlackBerry wartawan dan Benny sama. (van/ndr)

Detik.com

Selasa, 21 Juni 2011

Kasus Korupsi Alkes, Direktur RSUD Samarinda Divonis Bebas

Samarinda - Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Kalimantan Timur, memvonis bebas Direktur RSUD Abdul Wahab Syachranie Samarinda, Adji Syirafuddin. Sebelumnya, Adji dituntut 3 tahun penjara atas dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di RS tersebut senilai Rp 7 miliar.

Perkara No 1048/Pid.B/2010/PN.SMD dengan terdakwa Direktur RSUD AWS

Samarinda Adji Syirafuddin, disidangkan oleh Ketua Majelis Hakim Hery Supriyono. Dalam sidang putusan yang digelar Selasa (21/6/2011) siang WITA, hakim menilai terdakwa Adji terbukti melakukan mark-up seperti yang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Terdakwa tidak terbukti melanggar hukum dan terdakwa bertindak sesuai dengan kapasitasnya sebagai kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)," kata Ketua Majelis Hakim Hery Supriyono di ruang sidang utama PN Samarinda, Jl Muhammad Yamin, Selasa (21/6/2011).

Menurut Hery, penandatanganan surat pengadaan, sesuai keterangan saksi ahli, sesuai wewenang dari terdakwa. Justru, sambung Hery, terdakwa mencurigai adanya penggelembungan anggaran pengadaan alat kesehatan tersebut.

"Terdakwa jadi pelapor, justru pelapor penggelembungan anggaran. Sebelumnya terdakwa meminta kepada PT Poros Utama (kontraktor pengadaan alat kesehatan), untuk melakukan revisi anggaran," ujar Hery.

Terdakwa menaksir harga alat kesehatan CT-Scan hanya senilai Rp 13-14 miliar. Terdakwa sempat meminta Gubernur Kaltim Awang Farouk Ishak untuk meminta BPKP Kaltim melakukan audit ulang.

(5)

"Terdakwa tidak terbukti memperkaya diri sendiri, kelompok maupun korporasi," tambah Hery.

Menanggapi itu, JPU Andi Subangun menyatakan masih mempertimbangkan vonis bebas yang diberikan kepada terdakwa. "Masih pikir-pikir majelis hakim," ujar Andi Subangun.

Terpisah usai sidang, Adji Syirafuddin mengucapkan syukur atas vonis bebas yang diberikan majelis hakim yang menyidangkan kasusnya. "Ya saya bersyukur. Sejak awal saya sudah yakin tidak bersalah," kata Adji.

Sebelumnya, Direktur RSUD Abdul Wahab Sjahranie (RSUD AWS) Samarinda Adji Syirafuddin, mendapat tuntutan 3 tahun penjara subsidier 5 bulan, dengan denda Rp 100 juta. Dia tersangkut kasus pengadaan alkes MSCT Scan 64 Slice di RSU AWS. Mengacu kepada pasal 3 jo pasal 18 UU No 31/1999 yang diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP karena dilakukan secara bersama-sama.

Dalam kasus tersebut BPK Perwakilan Kaltim menemukan kerugian hingga Rp 7 miliar, yaitu adanya dugaan mark up harga standar alkes yang harganya hanya Rp 12,3 miliar. Dalam hal ini, JPU membandingkan harga alkes MSCT Scan sejenis dengan yang dimiliki salah satu Rumah Sakit di Jakarta.

(fay/fay) Detik.com

Selasa, 21 Juni 2011

Angelina Sondakh Bantah Tudingan Nazaruddin Soal Dana Kemenpora Rp 8 M Jakarta - Angelina Sondakh menampik tudingan Nazaruddin terkait dana Rp 8 miliar yang mengalir dalam kasus Kemepora ke DPR. Politisi Partai Demokrat (PD) yang akrab disapa Angie ini menyerahkan kasus ini ke KPK.

"Saya tidak mau menanggapi tudingan sahabat saya, karena itu tidak benar," kata Angie saat dihubungi detikcom, Selasa (21/6/2011).

Angie memilih menyerahkan tudingan-tudingan dan yang disampaikan Nazaruddin ke KPK. "Serahkan ke KPK saja, saya yakin KPK akan profesional," terangnya.

Akhir pekan lalu mantan bendahara umum PD Muhammad Nazaruddin kembali melempar bola panas dari persembunyiannya di Singapura. Nazar menyebut anggota

(6)

Komisi X DPR dari FPD Angelina Sondakh menyerahkan uang Rp 8 miliar ke Wakil Ketua Banggar DPR, Mirwan Amir.

"Mirwan Amir yang terima uang. Jadi uang diterima dari staf Menpora dikasih ke Wayan, dari Wayan dan Angelina diserahkan ke Mirwan Amir," tutur Nazar. Hal ini disampaikan Mirwan melalui pesan BBM.

Terkait tudingan ini Mirwan Amir hingga kini belum menyampaikan klarifikasi. Mirwan juga tak hadir dalam rapat paripurna DPR pagi ini. Namun petinggi PD menyangsikan tudingan Nazaruddin itu.

Sedang FPDIP sudah memberikan klarifikasi tentang keterlibatan I Wayan Koster. Partai Banteng itu yakin kadernya bersih dari kasus Kemenpora.

"Saya sebagai Ketua Fraksi sudah dua kali panggil yang bersangkutan dan tak ada masalah, sudah clear," kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR, Tjahjo Kumolo. (ndr/nrl)

Detik.com

Selasa, 21 Juni 2011

Nazaruddin Sebut Uang 'Panas' Kemenpora Rp 8 M Masuk ke DPR

Jakarta - Mantan bendahara umum PD Muhammad Nazaruddin kembali melempar bola panas dari persembunyiannya di Singapura. Nazar kembali menyebut anggota Komisi X DPR dari FPD Angelina Sondakh menyerahkan uang Rp 8 miliar ke Wakil Ketua Banggar DPR, Mirwan Amir.

"Mirwan Amir yang terima uang. Jadi uang diterima dari staf Menpora dikasih ke Wayan, dari Wayan dan Angelina diserahkan ke Mirwan Amir," tutur Nazar. Hal ini disampaikan Mirwan melalui pesan BBM, Selasa (21/6/2011).

Menurut Nazar, Angelina Sondakh menyampaikan kesaksian itu dalam rapat tim TPF. Namun hingga kini TPF PD tak ada yang membenarkan rapat tersebut.

"Itu uangnya, RP 8 miliar kata Angelina waktu menjelaskan ke tim TPF dan Mirwan amir mengiyakan tetapi dia bilang bukan untuk dia saja, sudah dia disribusikan," beber Nazar.

Karena itu Nazar kembali meminta KPK memeriksa Mirwan Amir. "Jadi KPK harus tangkap koruptor sebenarnya Mirwan Amir," tudingnya.

(7)

Angie sudah membantah tudingan Nazaruddin. Namun Mirwan Amir hingga kini belum menyampaikan klarifikasi. Mirwan juga tak hadir dalam rapat paripurna DPR pagi ini.

"Tudingan ke saya itu tidak benar adanya," ungkap Angelina Sondakh kepada detikcom, Sabtu (18/6).

Sedang FPDIP, terkait Wayan Koster sudah memberikan klarifikasi. Partai Banteng itu yakin kadernya salah bersih terkait kasus Kemenpora.

"Saya sebagai Ketua Fraksi sudah dua kali panggil yang bersangkutan dan tak ada masalah, sudah clear," kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR, Tjahjo Kumolo, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa.

(van/ndr) Detik.com

Selasa, 21 Juni 2011

KPK Panggil Anak Buah Nazaruddin Soal Korupsi di Kemenakertrans

Jakarta - Dugaan keterlibatan lingkaran orang-orang dekat Muhammad Nazaruddin dalam kasus korupsi PLTS Kemenakertrans semakin terang benderang. KPK hari ini memanggil Oktarina Furi, anak buah Nazaruddin yang juga diduga kuat terlibat di kasus suap Wisma Atlet.

"Oktarina Furi dipanggil sebagai saksi kasus PLTS di Kemenakertrans," ujar jubir KPK Johan Budi SP ketika dihubungi, Selasa (21/6/2011).

Oktarina Furi sebelumnya juga telah dipanggil penyidik KPK terkait dugaan suap wisma atlet. Dia diduga kuat terlibat dalam kasus tersebut, sampai-sampai dia turut dicegah ke luar negeri bersama lima saksi lainnya, termasuk Muhammad

Nazaruddin.

Pada kasus yang sama, hari ini KPK juga kembali memanggil Mindo Rosalina

Manulang. Namun, baik Oktarina maupun Rosa, belum tampak batang hidungnya di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain itu KPK juga memanggil Marisi Matondang pada kasus PLTS Kemenakertrans ini. Direktur Utama PT Mahkota Negara ini juga merupakan lingkaran orang-orang yang dekat dengan Nazaruddin. Nazaruddin tercatat pernah menjadi komisaris di perusahaan tersebut.

(8)

Marisi sendiri diduga kuat terlibat dalam kasus pembangunan PLTS di

Kemenakertrans ini. Sebelumnya, Direktur Utama PT Alfindo Nuratama Perkasa Arifin Ahmad membenarkan perusahaannya dipinjam Marisi Matondang untuk tender pembangunan PLTS di Kemenakertrans. Arifin rela saja perusahaannya dipakai Marisi, karena kebutuhan ekonomi.

"Saya kenalnya pak Marisi saja. Iya itu betul (dipinjam oleh pak Marisi)," tutur Arifin dengan nada tegas kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jl Rasuna Said, Jaksel, Rabu (15/6).

Ketika ditanya mengapa, dia memberikan perusahaannya begitu saja kepada Marisi dalam tender tersebut, Arifin hanya menjawab singkat. "Ya namanya juga cari makan mas," terang Arifin.

(fjr/lrn)

Tempointeraktif.com Selasa, 21 Juni 2011

Pejabat Tak Terbuka Soal Rekening, Laporkan ke PPATK

TEMPO Interaktif, Jakarta - Peneliti Eksekutif Direktorat Penelitian dan Pengaturan Bank Indonesia, Ahmad Berlian, mengatakan bahwa pejabat negara yang tak terbuka ihwal aliran dana di rekening harus dilaporkan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Terutama jika pejabat tersebut melakukan transaksi yang tak sesuai dengan profilnya.

"Kalau ditanya oleh bank, tapi pejabat itu tertutup, nanti bisa dicurigai sebagai transaksi mencurigakan. Harus Lapor kepada PPATK," kata Ahmad di Jakarta, Selasa, 21 Juni 2011 siang tadi.

Ahmad mengatakan mekanisme tersebut telah diatur dalam Peraturan Bank

Indonesia Nomor 12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang. Khusus untuk rekening pejabat negara, menurut Ahmad, bank harus menerapkan metode pemantauan yang lebih ketat. Sebab, pejabat negara tergolong dalam kategori politically exposed person.

"Tidak cukup dengan Customer Due Dilligence. Harus ada penelitian lebih," katanya. Customer Due Dilligence yang dimaksud Ahmad adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan bank untuk memastikan bahwa transaksi

(9)

dilakukan sesuai dengan profil nasabah.

Di dalam PBI tentang penerapan program anti pencucian uang, diatur bahwa nasabah yang termasuk dalam Politically Exposed Person tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu, program anti pencucian uang yang diterapkan bukan CDD, melainkan Enhanced Due Dilligence. Program EDD mengharuskan bank untuk melihat lebih dalam profil nasabah tersebut.

Oleh karena itu, Ahmad mengimbau agar para pejabat negara maklum jika bank menanyakan detail profil mereka. Ia juga meminta pejabat terbuka soal rekening bank miliknya. "Kalau terbuka kan tidak curiga," ujarnya.

ANANDA BADUDU Vivanews.com Selasa, 21 Juni 2011

Rosa Kembali Diperiksa Kasus Korupsi PLTS Ini adalah pemeriksaan kedua yang dijalani Rosa.

VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa Mindo Rosalina Manullang, Selasa 21 Juni 2011 ini. Dia diperiksa bukan terkait kasus suap

pembangunan Wisma Atlet Sea Games, yang telah menjadikannya sebagai tersangka. Rosa, begitu dia biasa disapa, akan diperiksa dalam kasus dugaan korupsi

pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun anggaran 2008. Ini adalah pemeriksaan kedua yang dijalani Rosa setelah pernah diperiksa pada Rabu, 15 Juni lalu.

Selain Rosa, KPK juga akan memeriksa Direktur Utama PT Mahkota Negara Marisi Matondang dan staf keuangan di PT Anak Negeri, Oktarina Furi Wasta. PT Anak Negeri merupakan perusahaan tempat Nazaruddin pernah menjadi Komisaris Utamanya.

Dalam kasus dugaan suap PLTS yang ditaksir merugikan negara Rp3,8 miliar itu KPK telah menetapkan tersangka dan sudah ditahan, yaitu Timas Ginting. Timas

merupakan Kepala Sub bagian tata Usaha Direktorat Jenderal Pembinaan

Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

(10)

bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Namun dalam panggilan pertama 10 Juni 2011 lalu, Neneng mangkir. Neneng masih berada di Singapura, menemani Nazaruddin yang mengaku berobat ke Singapura. (umi) • VIVAnews

Vivanews.com Selasa, 21 Juni 2011

Bank Pantau Rekening Gendut Pejabat

PPATK menemukan ribuan transaksi mencurigakan pada rekening para pejabat. VIVAnews - Bank Indonesia meminta industri perbankan rutin memantau dana simpanan para pejabat. Pasalnya pejabat masuk dalam kategori risiko tinggi.

Menurut Peneliti Eksekutif Penelitian dan Pengaturan BI, Ahmad Berlian, jika nasabah merupakan nasabah dengan simpanan besar dan memiliki transaksi besar maka perbankan harus menerapkan costumer due dilligence dengan pendekatan berbasis risiko (RBA). Hal itu juga berlaku untuk memantau rekening pejabat.

"Bank juga harus bekerja sama dengan PPATK jika menemukan transaksi mencurigakan" ujar Ahmad.

Customer due diligence merupakan kegiatan identifikasi, verifikasi dan pemantauan kesesuaian transaksi dengan profil nasabah. Sementara Risk Based Approach (RBA) adalah pengelompokan nasabah berdasarkan tingkat risiko terhadap kemungkinan terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme.

Langkah ini diharapkan dapat untuk mengusut berbagai kasus penyelewengan yang dilakukan pejabat. Seperti diketahui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan menemukan ribuan transaksi mencurigakan pada rekening para pejabat pemerintah daerah di Indonesia.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fawzi mengungkapkan hal itu setelah bertemu dengan Kepala PPATK Yunus Husein. Transaksi mencurigakan itu bukan hanya terjadi di rekening kepala daerah saja, namun juga bisa bendaharawan, pimpinan kegiatan dan yang lainnya.

Kementerian Dalam Negeri telah membentuk tim khusus yang diterjunkan ke daerah yang diduga terjadi transaksi mencurigakan ini. Mendagri juga meminta polisi mengusut ribuan transaksi mencurigakan itu.

(11)

Masalahnya, kata Kepala PPATK, banyak transaksi mencurigakan terutama milik tersangka korupsi tidak dilaporkan oleh perbankan dan lembaga keuangan lain. Menurut Yunus, sesuai dengan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, sebuah transaksi dinilai mencurigakan jika diduga terkait dengan hasil tindak pidana.

Sehingga, kata dia, jika seseorang sudah tertangkap tangan atau jadi tersangka harusnya ada indikasi kuat transaksinya terkait dengan tindak pidana. "Harusnya dilaporkan, tapi banyak yang tidak menyampaikan laporan," kata dia.

Yunus mencontohkan, kasus suap Sesmenpora terkait pembangunan wisma atlet di Palembang, laporan dari perbankan soal transaksi mencurigakan terkait kasus itu sangat minim, hanya 13 laporan.

Seharusnya, lanjut dia, dengan banyaknya kasus-kasus besar, bahkan ada yang tertangkap, laporan transaksi yang mencurigakan bisa lebih banyak. "Kami ingatkan [penyedia jasa keuangan] untuk menyampaikan laporan segera," kata dia.

Dalam kasus Sesmenpora, PPATK menerima 13 laporan transaksi keuangan

mencurigakan, untuk rekening perorangan Rp2,5 miliar dan perusahaan Rp4 miliar. Kasus yang lain yaitu laporan PPATK terhadap pegawai Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2010. Dalam analisis yang dilakukan terhadap pegawai, keluarga, kerabat dekat, dan pensiunan itu ditemukan beberapa transaksi keuangan mencurigakan serta transaksi tunai Rp500 juta atau lebih.

Diceritakan Yunus, ada salah satu pelaku transaksi melakukan transaksi dengan total senilai Rp27 miliar dalam beberapa transaksi setor tunai.

"Modusnya berupa penarikan tunai, baik atas nama pegawai yang bersangkutan, atas nama istri atau anak, tanpa didukung adanya dasar transaksi yang memadai. "Modus lain adalah dengan membeli unit link atau reksa dana. "Biasanya unit link."

PPATK juga memergoki banyak transaksi tunai pejabat Bea Cukai yang

mencurigakan, antara Rp500 juta hingga Rp35 miliar per pejabat. Keganjilan ini ditemukan tersebar di berbagai kantor daerah, mulai dari Kepala Seksi, Kepala Kantor Wilayah, dan pejabat Bea Cukai di tingkat pusat.

KPK Bantu

Terkait permintaan BI agar bank memantau rekening pejabat, penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, Said Zainal Abidin, menyambut baik inisiatif itu. Hal ini bertujuan untuk membuat situasi perbankan lebih bersih dari segala tindak

(12)

"Sehingga perekonomian Indonesia tidak lagi dikacaukan oleh tindakan korupsi dan penyimpangan, terutama suap-menyuapnya," ujarnya, Selasa 21 Juni 2011.

KPK, lanjut dia, siap membantu pengawasan rekening pejabat jika dibutuhkan. Sebab hal ini sejalan dengan semangat KPK dalam memberantas segala tindak korupsi di Tanah Air.

"KPK mempunyai prinsip kerjasama atau bertindak dengan impersonal approach yang artinya kita tidak melihat orang atau organisasi. BI punya inisiatif seperti itu, Alhamdulillah. Itu merupakan inisiatif yang sangat sinkron dengan keinginan kita," jelasnya.

Ia berharap KPK dan BI terus bersinergi sehingga cakupan pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi semakin luas.

• VIVAnews

Humas PPATK

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC)

(P) +62-21-3850455/3853922

(F) +62-21-3856809/3856826

(E) humas-ppatk@ppatk.go.id

DISCLAIMER:

Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya

dan digunakan khusus untuk PPATK dan pihak-pihak yang

memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan

pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media

massa.

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana nilai estetika musik marakka dalam upacara rambu solo’ di Tana Toraja, yang berfokus pada seni musikal dan makna syair nyanyian

Yang dimaksud dengan “melakukan penuntutan” dalam ketentuan ini termasuk koordinasi teknis penuntutan seluruh perkara tindak pidana yang dipertanggungjawabkan pada

Penghasilan Tetap atau selanjutnya disebut Siltap adalah pendapatan atau gaji dalam bentuk uang yang diterima secara rutin oleh Kepala Desa dan perangkat desa.. Desa

100% 100% Persentase ibu nifas yang mendapat pelayanan sesuai standar 107.24% 100% Indikator merupakan indikator SPM Tambahan dengan penetapan target sesuai dengan

baik dan buruknya suatu perbuatan, terdakwa juga dapat mengetahui dan dapat membedakan suatu perbuatan yang termasuk perbuatan malawan hukum dan perbuatan mana yang tidak

Berdasarkan hasil penelitian, setelah diuji menggunakan uji regresi sederhana pada pengaruh pola asuh otoriter terhadap kecenderungan cyberbullying yang dimediasi

kebenaran dugaan tersebut dengan cara membandingkan baris- baris sekar macapat durma wantah laras pelog pathet barang dengan kalimat lagu gendhing kemanak Aanglirmendhung laras

Skenario terapi pada sistem Virtual Reality Therapy (VRT) dibangun dari hasil kuesioner dan wawancara kepada pasien penderita fobia ketinggian terkait kondisi pemicu munculnya fobia