• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masuknya Agama Kristen Di Desa Hilisimaetano Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan (Tahun 1911-1965)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Masuknya Agama Kristen Di Desa Hilisimaetano Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan (Tahun 1911-1965)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnya kepada adanya suatu dunia yang tidak dapat dilihat (akhirat), namun agama juga melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia ini. Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan keyakinan baru ke dalam hati sanubari terhadap alam gaib dan surga-surga telah didirikan di alam tersebut. Agama juga berfungsi melepaskan belenggu-belenggu adat atau kepercayaan manusia yang sudah usang.1

Di kepulauan Nias terdapat empat agama: Katolik, Kristen, Islam, Budha. Sebelum masuknya agama ke kepulauan Nias khususnya di kabupaten Nias Selatan, masyarakatnya telah memiliki “agama” mereka sendiri. Beberapa sumber mencatat

1

(2)

bahwa masyarakat Nias disebut sebagai penyembah roh-roh, penyembah dewa-dewa, atau penyembah berhala-berhala (molohe adu).2

Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di Pulau Nias. Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka “Ono Niha”3 dan Pulau Nias

sebagai “Tano Niha”4. Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan

adat dan kebudayaan yang masih tinggi yang diatur di dalam Fondrako5. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik (batu besar) dibuktikan dengan peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman khususnya di Teluk Dalam (Nias Selatan), Ono Limbu (Nias Barat) dan tempat-tempat lain sampai sekarang. Beberapa karakter yang mendefenisikan kebudayaan suku Nias yang diantaranya adalah etika, kesehatan, sosial masyarakat, kelestarian lingkungan, kondisi alam dan lain-lain.6

Penduduk dari Pulau Nias, kurang sekali terpengaruh oleh kebudayaan Hindu maupun Islam. Berlandaskan kepada suatu kebudayaan Megalithik, yang rupa-rupanya telah mereka bawa dari Benua Asia pada zaman perunggu, mereka telah mengembangkan suatu kebudayaan sendiri, ialah kebudayaan Megalithik yang bukan berdasarkan adat pengurbanan kerbau melainkan babi. Lama sebelum kedatangan

2

Adu adalah sebuah benda berupa patung yang dikeramatkan dan sakral bagi masyarakat Nias.

3

Ono = Anak; Niha = manusia

4

Tano = Tanah

5

Hukum-hukum adat Nias yang ditetapkan dan mengatur segala segi kehidupan masyarakat Nias

6

(3)

Belanda pada tahun 1669, orang Nias sudah banyak berhubungan dengan orang-orang Aceh, Cina, Melayu dan Bugis, yang datang kesana untuk berdagang, tetapi berbeda dengan penduduk pulau Simalur, mereka kurang terpengaruh oleh Agama Islam. Agama yang paling banyak mempengaruhi mereka adalah Kristen.7

Sebelum masuknya agama Kristen di kepulauan Nias termasuk di desa Hilisimaetano, orang Nias sebagai salah satu suku yang tergolong tua telah memiliki sistem kepercayaan sendiri. Para peneliti, menyebut agama asli Nias dengan istilah

“penyembah roh” atau penyembah patung (Molohe Adu). Ada juga yang menyebut

sebagai penyembah dewa-dewa. Sistem kepercayaan Nias pada saat itu terdiri dari dewa-dewa dunia atas dengan nama Teteholi Ana’a (Lowalangi, Sihai, atau di Nias Selatan dikenal Inada Samihara Luo)8, dan dewa-dewa dunia bawah (Lature Dano

atau Bauwa Dano). Dikenal juga dewa yang sangat jahat yakni Nadaoya9 dan Afokha

dan berbagai dewa rendah (roh halus) yang disebut bekhu, yakni : Bekhu Gatua(hantu hutan), Bekhu Dalu Mbanua(hantu yang bergentayangan di langit), Zihi(hantu laut),

Simalapari(hantu sungai), Bela (hantu yang berdiam di atas pohon dan pemilik semua binatang di hutan), Matiana (roh wanita yang mati ketika melahirkan bayi lalu roh ini menjadi penganggu wanita yang melahirkan), Tuha Zangarofa (penguasa ikan di sungai), Salofo(roh orang yang pandai berburu), dan berbagai roh jahat yang tinggal

7

Ibid,Hal36-37.

8

Peter Suzuki., The Religious System And Culture of Nias Indonesia, Uitgeverij Excelsior „S Gravenhage, 1959,Hal 3-4.

9

(4)

di gua, yang tinggal di pohon besar, sungai dan muara sungai. Ono Niha juga takut dan menghormati roh nenek moyang atau sering disebut malaika zatua.

Semua roh-roh halus tersebut ditakuti oleh orang Niasdan mereka berusaha menghindarinya dengan menaati famoni10atau menenangkannya melalui ritus-ritus penyembahan. Segala sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat Nias dalam kehidupannya tidak jauh dari hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan mereka. Apa yang mereka percayai, turut mempengaruhi tindakan mereka, sehingga ketika melakukan sesuatu pun mereka harus melihat hari baik, dan agar mereka terhindar dari segala macam penyakit yang diakibatkan oleh roh jahat, mereka memakai jimat-jimat agar kebal, ada jimat-jimat-jimat-jimat yang membuat kekebalan sehingga tidak dapat terluka, dan lain lain. Semua ini merupakan upaya menghindari ancaman roh-roh tersebut. Lebih dari itu, untuk menjaga keserasian hidup dan kelangsungan hidup alam semesta, masyarakat Nias harus memberikan persembahan-persembahan kepada dewa-dewa. Disinilah Ere (imam agama kuno) berfungsi melaksanakan ritus-ritus memberi persembahan melalui Adu sebagai media. Itulah sebabnya ada banyak adu

(patung) di Nias pada waktu misionaris datang, dan mereka mengatakan bahwa musuh utama dari misi adalah adu dan oleh karena itu harus dihancurkan.

Misionaris Jerman pertama yang mendarat di Gunungsitoli adalah Pendeta L. Denninger. Misionaris lainnya menyusul kemudian. Mereka menembus kawasan Nias bagian Selatan pada tahun 1883 tetapi ditampik oleh orang-orang pribumi disana.

10

(5)

Berpuluh tahun kemudian, mereka berhasil mengkristenkan penduduk pribumi, perubahan agama penduduk pribumi menjadi Kristen mempengaruhi sikap mereka terhadap kebudayaan, termasuk agama nenek moyang mereka. Fungsi agama kuno sebagai kontrol sosial dalam pengertian tradisionil telah ditransformasikan ke dalam etika Kristen, walaupun sebagian unsur kuno itu masih dipertahankan. Materi kebudayaan kuno seperti patung, batu-batu monumen gendang, tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Mungkin saja para penduduk masih mempertahankan beberapa tetapi hanya sekedar kenangan manis terhadap benda yang pernah dicintai dan dimiliki pada masa lampau.11

Dalam kurun satu abad (1865-1965), dua organisasi zending, yaitu daerah Rheinland di Jerman (Rhinische Missionsgesellchaft/RMG) dan dari Belanda (Nederlandsch Luthersch Genootschap voor in-en Uitweindige Zending/NLG), telah melakukan upaya pekabaran injil di kalangan masyarakat Nias. Setiap organisasi mempropagandakan satu jenis Protestantisme tertentu. Sebagai hasil jerih payah mereka, sejumlah penduduk menjadi penganut agama Kristen Protestan, lalu terbentuklah sejumlah besar jemaat-jemaat di Nias, di pulau-pulau batu dan di tempat-tempat lain juga. Jemaat-jemaat ini dikemudian hari bergabung, membentuk dua gereja mandiri, yang akhirnya bersatu di tahun 1960. Di tahun 1965, mayoritas masyarakat Nias telah memeluk agama Kristen dan Gereja Nias Kristen Protestan

11Bambowo La‟iya,

(6)

(BNKP)12yang terbentuk di tahun 1936 menjadi organisasi sosial yang sangat menentukan di Nias dan pulau-pulau batu.13

Proses pengkristenan lalu mentransformasikan kebudayaan Nias. Sebaliknya, kebudayaan Nias turut membentuk suatu jenis Kekristenan yang unik. Walaupun proses transformasi ini timbal balik, kedua kekuatan yang terlibat ini tidak sama kuat. Semakin kekristenan berkembang, makin dominan dan makin tidak berkompromi dengan kebudayaan Nias, khususnya agama asli Nias. Walaupun begitu, kebudayaan asli cukup kuat dalam mewarnai bentuk Kekristenan yang dianut masyarakat Nias. Namun, peralihan yang berangsur-angsur dari pemujaan Adu (patung dari agama asli di Nias yang sangat besar maknanya) ke penyembahan Yesus Kristus membuktikan adanya transformasi identitas di kalangan masyarakat Nias.14

Desa Hilisimaetano merupakan sebuah perkampungan adat di kawasan Nias Selatan yang terkenal dengan wilayah pusat kebudayaan Nias dan salah satu desa adat yang terluas di Nias Selatan, yang dapat kita temui sampai sekarang dengan tradisi dan budaya yang sangat kental bahkan memiliki peninggalan-peninggalan yang sangat bersejarah. Masyarakat desa ini telah menerima injil ataupun hampir secara keseluruhan dapat dikatakan telah menganut agama Kristen dan mendalami ajaran

12

Terjemahan dari Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) diperkenalkan oleh Ephorus Bazatulӧ Chr. Hulu, yang menjadi direktur Pusat Latihan Pembinaan dan Injil BNKP (PLPI-BNKP) di tahun 1988. Alasan bagi penerjemahan ini adalah karena BNKP tidak terbatas di Nias saja. Beliau juga sadar akan bahaya dari satu identitas etnis yang tertutup (eksklusif). Dalam kurun waktu 1936-1948, nama resmi adalah “Banua Niha Keriso Protestan ba danӧ Nias” (BNKP-Nias), Gereja Kristen Protestan di tanah Nias (catatan: niha keriso = Kristen).

13

Tuhoni Telaumbanua,Uwe Hummel., Salib dan Adu, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2015, Hal 1.

14

(7)

agama dan melakukan aktivitas mereka seturut dengan kaidah-kaidah agama yang sudah ditetapkan.

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa masuknya Agama Kristen di Kepulauan Nias membawa banyak perkembangan bagi masyarakat hingga sekarang, khususnya dalam bidang kebudayaan, adat, dan tradisi. Hal ini dibuktikan dengan masuknya unsur-unsur agama terhadap tradisi masyarakat Nias yang menyangkut dengan aktivitas mereka dalam menjalani kehidupan.

Berdasarkan dari hasil pemaparan tersebut penulis merasa tertarik untuk mengangkat topik yang berkaitan dengan hal di atas, alasan yang lebih jelasnya yaitu perjumpaan agama Kristen sebagai agama yang mayoritas di kepulauan Nias khususnya desa Hilisimaetano terhadap kebudayaan lokal di daerah tersebut, yang kita ketahui bersama bahwa desa Hilisimaetano merupakan wilayah desa adat yang memiliki unsur kebudayaan yang sangat kuat dan masih terlestarikan sampai saat ini namun banyak terjadi perubahan-perubahan dalam konteks kebudayaan karena pengaruh ajaran agama tadi, desa ini juga merupakan desa adat yang termasuk terluas di daerah Nias Selatan dan desa tersebut merupakan salah satu tempat awal masuknya Agama Kristen yang menentukan penyebarannya terkhusus di Nias Selatan. Untuk itulah penulis mengangkat judul“MASUKNYA AGAMA KRISTEN DI DESA HILISIMAETANO KECAMATAN MANIAMOLO KABUPATEN NIAS

(8)

dengan alasan karena pada tahun tersebut merupakan dimana ajaran agama tersebut telah masuk dan berkembang di Desa Hilisimaetano. Selanjutnya dibatasi tahun 1965karena pada tahun tersebut merupakan masa dimana telah berakhirnya kegiatan penyebaran injil di Desa Hilisimaetano ditandai dengan adanya pembangunan dan puncak perkembangan Rumah Sakit Lukas sebagai hasil dari keberhasilan misionaris di desa tersebut, yang masyarakat Desa Hilisimaetano juga telah menerima Agama Kristen di dalam hidup mereka.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian, maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah yaitu :

1. Bagaimana kondisi masyarakat di desa Hilisimaetano sebelum masuknya Agama Kristen

2. Bagaimana proses masuk dan berkembangnya Agama Kristen di Desa Hilisimaetano 1911-1965

3. Apa pengaruh Agama Kristen bagi masyarakat di Desa Hilisimaetano

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

(9)

1. Untuk menjelaskankondisi masyarakat di desa Hilisimaetano sebelum masuknya Agama Kristen

2. Untuk menjelaskanproses masuk dan perkembangan Agama Kristen di Desa Hilisimaetano 1911-1965

3. Untuk menjelaskan pengaruh Agama Kristen terhadap masyarakat di Desa Hilisimaetano

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menambah wawasan bagi peneliti, sehingga dapat dijadikan referensi untuk penelitian ataupun penulisan lainnya mengenai peranan Agama Kristen yang masuk dan berpengaruh kuat di dalam kebudayaan masyarakat Nias, terkhususnya di Kabupaten Nias Selatan.

2. Dapat berguna buat para akademisi sebagai bahan tambahan literatur untuk menunjang pengembangan ilmu pengetahuan.

3. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai perkembangan Agama Kristen yang merupakan agama mayoritas di kepulauan Nias.

1.4 Tinjauan Pustaka

(10)

Tuhoni Telaumbanua, Uwe Hummel dalam “Salib dan adu” (2015). Adalah hasil dari penelitian yang bersifat lintas-budaya. Buku ini membahas mengenai Pengkristenan membaharui kebudayaan Nias. Sebaliknya, kebudayaan Nias menyumbang terwujudnya sutu ciri Kekristenan yang unik di kawasan ini. Kedua hal ini (Kekristenan dan Kebudayaan Nias) saling berhubungan, tetapi tidak sama pengaruhnya, namun demikian kebudayaan asli berpengaruh kuat dalam menciptakan suatu bentuk Kekristenan yang khusus di kalangan Ono Niha. Buku ini sangat penting bagi penulis karena buku ini menjelaskan mengenai masuknya agama Kristen di kepulauan Nias oleh misionaris-misionaris dan penjelasan mengenai kebudaayaan dan adat istiadat secara terperinci.

W. Gulo dalam “Injil dan Budaya Nias” (2004), membahas mengenai perjumpaan injil dan budaya di pulau Nias serta menceritakan upaya pekabaran injil yang dilakukan oleh para misionaris dan yang akhirnya diterima oleh masyarakat Nias dan peranan gereja terhadap kebudayaan di Nias. Buku ini digunakan oleh penulis sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian karena berhubungan dengan masuknya Agama Kristen dan memiliki keterkaitan dengan budaya Nias.

Bambӧwӧ La‟iya dalam “Solidaritas Kekeluargaan” (1983), membahas

(11)

Peter Suzuki dalam buku “The Religious System And Culture of Nias,

Indonesia” (1959), digunakan oleh penulis karena di dalam buku ini membahas berbagai macam tata cara kebudayaan dan kepercayaan asli masyarakat Nias. Literatur ini dipakai dalam menunjang penelitian penulis untuk mengetahui kepercayaan dan tradisi kuno masyarakat Nias yang erat kaitannya dengan pembahasan penulis.

1.5 Metode Penelitian

Untuk mendapatkan penulisan sejarah yang bersifat ilmiah, maka perlu menggunakan tahapan-tahapan yang disebut dengan metode sejarah. Adapun tahapan yang harus dilalui dalam metode sejarah yaitu : Adapun tahap-tahapan yang harus dilalui dalam metode sejarah yaitu, Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi

(kritik sumber), Interpretasi (penafsiran) dan Historiografi.15

Heuristik merupakan teknik pertama yang saya gunakan dalam penulisan ini. Dalam hal ini penulis mengumpulkan data primer maupun sekunder melalui metode penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan (library research) dilakukan dengan mencari buku di Perpustakaan USU, Perpustakaan Kota Medan, Perpustakaan kota Gunungsitoli Nias, arsip-arsip gereja, literatur yang tersedia di Museum Pusaka Nias kota Gunungsitoli, arsip-arsip STT Sundermann Gunungsitoli Nias dan Arsip dari UEM (United

15

(12)

Evangelist Mission) dari Jerman, dan apapun yang berkaitan dengan pokok permasalahan penelitian. Sedangkan dalam penelitian lapangan (field research) dilakukan dengan wawancara terhadap orang yang memiliki pengetahuan luas terkait penelitian dan pelaku sejarah seperti : tokoh yang mengetahui jelas mengenai kebudayaan Nias, dan yang mengetahui jelas masuknya agama Kristen di Nias seperti pendeta dan dosen STT, wawancara juga akan dilakukan dengan tokoh-tokoh adat desa Hilisimaetano, dan wawancara terhadap masyarakat desa Hilisimaetano yang sudah lanjut usia.

Verifikasi (kritik sumber) merupakan teknik berikutnya digunakan. Sumber yang telah didapatkan akan dikritik. Terdapat dua macam kritik yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang objektif. Pada kritik ekstern, data akan diseleksi apakah data tersebut diperlukan atau terkait dengan penelitian dengan dilakukan uji kredibilitasnya. Sedangkan pada kritik intern merupakan lanjutan dari kritik ekstern dimana akan dilakukan uji kelayakan data apakah bersifat fakta atau tidak (opini atau bersifat manipulatif). Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan data yang sama namun isi yang berbeda.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

(1) Naskah Dinas lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf o, selain yang tercantum dalam peraturan ini, juga dapat dibuat dalam bentuk yang ditetapkan

dalam penelitian ini adalah antologi cerpen “Mandi Api” karya Gde Aryantha Soethama dengan judul Tembok Puri, Ibu Guru Anakku, Sekarang Dia Bangsawan, Terompong

Aplikasi media pembelajaran interaktif berbasis multimedia tentang pembudidayaan ikan lele ini dapat digunakan dalam proses pembelajaran system pembudidayaan ikan

[r]

Yang kedua adanya penggunaan IBL dengan anak-anak muda (Bacon dan Matthews). Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri dapat membuat

Anak usia 6-11 tahun, bereaksi dengan cara: mengisolasi diri, mengalami gangguan tidur, mimpi buruk, tingkah laku yang agresif seperti mudah marah dan emosi yang

39 Teman kerja sangat terbuka dengan saya jika ada hal yang kurang tepat di dalam bekerja.. 40 Teman kerja kadang “cari muka”

1) Rasio utangnya tidak lebih besar dari 50% atau dengan kata lain utang yang ada di dalam struktur pendanaan perusahaan jumlahnya tidak lebih besar dari jumlah modal