• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Hubungan Diplomatik Antara Indonesia Dan Filipina Dalam Pembebasan Wni Oleh Kelompok Teroris Abu Sayyaf Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Hubungan Diplomatik Antara Indonesia Dan Filipina Dalam Pembebasan Wni Oleh Kelompok Teroris Abu Sayyaf Tahun 2016"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diciptakan hidup di dunia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang memberikan pengertian bahwa manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain.1 Hakekat manusia itu adalah sebagai kepribadian dan masyarakat. Dua unsur eksistensi ini merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada masyarakat internasional maka negara dapat dikatakan sebagai kepribadian, sementara kumpulan dari Negara-negara tersebut dapat dikatakan sebagai masyarakat internasional

(international society).2

Bermula dari konsep manusia sebagai makhluk sosial maka terjadilah hubungan antar negara. Tidak ada satu negara di dunia ini yang dapat membebaskan diri dari keterlibatannya dengan negara lain. Karena suatu negara memiliki kepentingan di wilayah negara lain maka diciptakanlah suatu hubungan. Dalam rangka menjalin hubungan antar bangsa untuk merintis kerjasama dan persahabatan perlu dilakukan pertukaran missi diplomatik.

Hampir semua negara pada saat ini diwakili di wilayah negara-negara asing oleh perutusan-perutusan diplomatik dan stafnya. Missi-missi diplomatik tersebut sifatnya permanen, meskipun dalam kenyataan pejabat-pejabat yang

1

Galang Dea Alfarisi, “Manusia Sebagai Makhluk Sosial”, melalui http://galangalfaris. blogspot.com/html , diakses tanggal 02 Januari 2017 Pukul 21.00 Wib.

2

(2)

1

berdinas dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu. Sejalan dengan perkembangan yang terjadi selama ratusan tahun, lembaga perwakilan diplomatik telah menjadi sarana utama dengan mana melakukan hubungan antar negara-negara.3

Perwakilan diplomatik merupakan wakil resmi untuk mewakili negara asalnya dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan negara penerima atau suatu organisasi internasional. Perwakilan diplomatik di suatu negara ini di kepalai oleh seorang duta dari suatu negara yang diangkat melalui surat pengangkatan atau surat kepercayaan (letter of credentials). Dimulai sejak abad ke-16 dan 17 dimana negara-negara di Eropa sudah mulai melakukan pertukaran duta-duta besarnya secara permanen dan hal ini sudah dianggap umum pada saat itu, hal mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik sudah dapat diterima dalam praktik negara-negara. Pada abad ke-17 sudah dianggap sebagai suatu kebiasan internasional. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-18 aturan-aturan kebiasaan hukum internasional mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah mulai ditetapkan termasuk harta milik, gedung perwakilan, dan komunikasi diplomat.4

Tugas perwakilan diplomatik secara umum adalah untuk mewakili kepentingan negara pengirim di negara penerima dan menjadi penghubung antar pemerintahan kedua negara. Berdasarkan pada Pasal 3 Konvensi Wina 1961, tugas seorang perwakilan diplomatik meliputi:5

3

J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika Jakarta, 2000, hlm. 563 4

Roy Sanjaya, “Tugas Perwakilan Diplomatik”, melalui http://roysanjaya. blogspot. com .html , diakses tanggal 02 Januari 2017 Pukul 21.00 Wib.

5

(3)

1. Mewakili negara pengirim dinegara penerima (representasi).

2. Melindungi kepentingan negara pengirim dan kepentingan warga negaranya di negara penerima dalam batas-batas yang diperkenankakn oleh hokum internasional (proteksi).

3. Melakukan perudingan dengan pemerintah negara penerima (negoisasi). 4. Memperoleh kepastian dengan semua cara yang sah tentang keadaan dan

perkembangan negara penerima dan melaporkannya kepada negara pengirim. 5. Meningkatkan hubungan persahabatan antara dua negara serta

mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan Dengan demikian jelaslah bahwa perwakilan diplomatik mempunyai peranan yang besar dalam menjalin hubungan internasional dengan berbagai negara. Hubungan Internasioal menjadi penting bagi suatu negara, karena di masa sekarang diyakini bahwa tidak ada negara yang dapat berdiri sendiri. Dengan adanya hubungan internasional, pencapaian tujuan negara akan lebih mudah dilakukan dan perdamaian dunia lebih mudah diciptakan. Dengan demikian tak satu bangsa pun di dunia ini dapat membebaskan diri dari keterlibatan dengan bangsa dan negara lain.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hubungan dan kerja sama tersebut timbul karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan alam dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia.6 Jadi, ada saling ketergantungan dan membutuhkan antarbangsa. Ketergantungan terjadi

6

(4)

dipelbagai bidang kehidupan baik perdagangan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial maupun olah raga.

Hubungan dan kerja sama internasional juga penting untuk : 7

1. Memelihara dan menciptakan hidup berdampingan secara damai dan adil dengan bangsa lain.

2. Mencegah dan menyelesaikan konflik, perselisihan, permusuhan atau persengketaan yang mengancam perdamaian dunia sebagai akibat adanya kepentingan nasional yang berbeda di antara bangsa dan negara di dunia 3. Mengembangkan cara penyelesaian masalah secara damai melalui

perundingan dan diplomasi yang lazim ditempuh negara-negara beradab, cinta damai dan berpegang kepada nilai-nilai etik dalam pergaulan antarbangsa. 4. Membangun solidaritas dan sikap saling menghormati antarbangsa.

5. Membantu bangsa lain yang terancam keberadaannya sebagai akibat pelanggaran atas hak-hak kemerdekaan yang dimiliki.

6. Berpartisipasi dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

7. Menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, kelangsungan keberadaan dan kehadirannya ditengah bangsa-bangsa lain.

Beberapa faktor yang ikut menentukan dalam proses hubungan internasioanal, baik secara bilateral maupun multilateral antara lain adalah kekuatan nasional, jumlah penduduk, sumber daya dan letak geografis. Suatu

7

(5)

negara dapat mengadakan hubungan internasional manakala kemerdekaan nya telah diakui oleh negara lain, baik secara de facto, maupun de jure. Perlunya kerjasama dalam bentuk hubungan internasional antara lain karena faktor-faktor berikut: 8

1. Faktor internal, yaitu adanya kekhawatiran terancam kelangsungan hidupnya baik melaui kudeta maupun intervensi dari negara lain.

2. Faktor eksternal, yaitu ketentuan hukum alam yang tidak dapat dipungkiri bahwa suatu negara tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan negara lain.

Suatu negara dalam menjalankan hubungan internasional tentu pernah mengalami permasalahan dan hambatan. Umumnya permasalahan tersebut akan diselesaikan melalui jalur diplomatik dengan upaya-upaya diplomasi terlebih dahulu. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, pembentukan dan implementasi kebijakan luar negeri. Diplomasi adalah instrumen negara melalui perwakilan formal maupun tidak formal, serta aktor-aktor lain yang mengartikulasikan, mengkoordinasikan dan mewujudkan kepentingan yang lebih luas menggunakan korespondensi, pembicaraan rahasia, pertukaran pandangan, lobi-lobi, kunjungan-kunjungan dan aktivitas lainnya.9

Diplomasi dipahami sebagai bagian yang vital dalam kehidupan negara dan menjadi sarana utama dalam menangani masalah internasional demi terwujudnya idealisme perdamaian dunia. Pemerintah melaksanakan diplomasi

8

Ibid, hlm.65. 9

(6)

dengan tujuan mendapatkan dukungan bagi terlaksananya kepentingan-kepentingan nasional. Diplomasi adalah sebuah proses politik untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu negara dalam mempengaruhi sikap dan kebijakan negara lainnya.10

Kegiatan diplomasi dapat dilakukan secara bilateral maupun multilateral. Bilateral diplomasi berbasis state-to-state di mana masing-masing negara menekankan pada efektifitas komunikasi diplomatik melalui perwakilan formal kedua pihak. Multilateral diplomasi lebih melibatkan banyak pihak, termasuk beberapa negara dan organisasi internasional. Pemerintah melaksanakan diplomasi multilateral di mana kesepakatan internasional dibutuhkan dalam isu-isu tertentu. Konsep ini mengandung pemahaman liberal yang menekankan pada pentingnya perhatian khalayak akan keberlangsungan kekuasaan pemerintah.11

Alat utama dalam melaksanakan pekerjaan diplomasi adalah perundingan-perundingan dan permusyawaratan-permusyawaratan. Perundingan-perundingan-perundingan ini ada yang dilahirkan atau dilaksanakan dengan mengadakan pertemuan-pertemuan dan konferensi-konferensi dan ada pula yang dilakukan dengan perantaraan surat atau pertukaran nota serta yang lainnya.

Menurut hukum internasional dan yang biasa diakui secara umum bahwa hak untuk membuka hubungan diplomatik itu berasal dari pengakuan sebagai suatu negara yang berdaulat. Dalam prakteknya, suatu negara memberikan pengakuan terlebih dahulu dan kemudian membuka hubungan diplomatik. Suatu negara membuka hubungan diplomatik dengan negara yang lain atas dasar

10

Ibid, hlm.2 11

(7)

persamaan hak dan kedaulatan. Para pihak saling mengirim wakilnya ke wilayah negara yang lain. Selain mengirim wakilnya, juga dirundingkan hal-hal yang merupakan kepentingan bersama untuk meningkatkan hubungan antar kedua pihak, mencegah kesalahpahaman ataupun menghindari terjadinya sengketa.

Dengan demikian peran diplomatik dalam menyelesaikan suatu permasalahan antar negara dengan cara diplomasi adalah suatu hal yang penting dalam melindungi warga negaranya. Contoh kasus pentingnya hubungan diplomatik dalam penyelesaian warga negaranya adalah kasus penculikan warga negara Indonesia oleh Abu Sayyaf di Filpina. Adanya hubungan kerjasama tersebut memungkinkan Indonesia dapat membebaskan warga negaranya dengan melalui upaya diplomatik dengan pemerintah Filipina.

Keberhasilan melalui jalur diplomasi itu tidak lepas dari sinergi yang baik antara Kemenlu, BIN, dan TNI. Upaya diplomasi yang selama ini dilakukan telah membuahkan hasil dan cara tersebut sebagai satu-satunya jalan keluar terbaik yang bisa ditempuh pemerintah Indonesia.12

Secara konstitusi Indonesia tidak memiliki perjanjian dengan pemerintah Filipina untuk bisa melakukan intervensi secara militer. Indonesia tidak bisa masuk ke wilayah Filipina untuk membebaskan secara langsung WNI yang disandera. 13 Penggunaan cara militer untuk membebaskan sandera rawan karena bakal terjadi kontak senjata yang bisa mengakibatkan korban jiwa di pihak tentara dan sandera.14

12

http://www.cnnindonesia.com/nasional//pembebasan-sandera-wni-bentuk-keberhasilan-diplomasi-ri/ diakses tanggal 02 Januari 2017 Pukul 21.00 Wib.

13

Ibid

14

(8)

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut maka dipilih judul skripsi ini tentang : "Peran Hubungan Diplomatik Antara Indonesia dan Filipina dalam Pembebasan WNI Oleh Kelompok Teroris Abu Sayyaf Tahun 2016".

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang adalah: 1. Bagaimana hubungan diplomatik antara satu negara dengan negara lain

menurut hukum Internasional ?

2. Apa saja peran hubungan diplomatik dalam menyelesaikan suatu masalah khususnya terorisme menurut hukum Internasional ?

3. Upaya apa yang dilakkukan Indonesia dalam memanfaatkan hubungan diplomatik dengan Filipina sebagai cara untuk membebaskan WNI yang disandera ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui hubungan diplomatik antara satu negara dengan negara lain menurut hukum Internasional.

b. Untuk mengetahui peran hubungan diplomatik dalam menyelesaikan suatu masalah khususnya terorisme menurut hukum Internasional.

c. Untuk mengetahui upaya Indonesia dalam memanfaatkan hubungan diplomatik dengan Filipina sebagai cara untuk membebaskan WNI yang disandera.

(9)

Seperti pada umumnya dalam setiap penulisan skripsi pasti ada manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisannya. Manfaat secara umum yang dapat diambil dalam penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.

a. Secara teoritis adalah untuk menambah pengetahuan dalam mempelajari Hukum Internasional serta dapat bermanfaat untuk memperluas wawasan mengenai peran hubungan diplomatik antara Indonesia dan Filipina dalam pembebasan WNI oleh kelompok teroris Abu Sayyaf.

b. Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat digunakan menjadi acuan dalam kerangka berpikir bagi upaya dan solusi penyelesaian permasalahan pembebasan WNI oleh kelompok teroris Abu Sayyaf berdasarkan hukum internasional.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi terkait dengan judul : “Peran Hubungan Diplomatik Antara Indonesia dan Filipina dalam Pembebasan WNI Oleh Kelompok Teroris Abu Sayyaf Tahun 2016” belum pernah ditulis sebelumnya.

(10)

1. Nerissa Arviana Lore dengan judul skripsi : Hubungan Diplomatik Palestina Dengan Negara Lain Dalam Statusnya Sebagai Subjek Hukum Internasional. Permasalahan dalam skripsi ini adalah :

a. Bagaimana sebenarnya status Palestina sebagai suatu subjek hukum internasional dalam perspektif hukum internasional ?

b. Bagaimana hubungan diplomatik yang dilakukan oleh Palestina dengan Indonesia ?

2. Eric dengan judul skripsi : Hubungan Diplomatik Taiwan Dengan Negara Lain Dalam Statusnya Sebagai Subjek Hukum Internasional. Permasalahan dalam skripsi ini adalah :

a. Apa yang dimaksud dengan subjek Hukum Internasional ?

b. Bagaimana membentuk hubungan diplomatik antar negara dan hubungan diplomatik Taiwan sebagai subjek Hukum Internasional ?

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, refrensi dari buku-buku, undang-undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

1. Diplomasi

(11)

yang tidak terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada masyarakat Internasional maka Negara dapat dikatakan sebagai kepribadian, sementara kumpulan dari Negara-negara tersebut dapat dikatakan sebagai masyarakat internasional (international society).15

Konsepsi di atas membawakan hubungan-hubungan dalam mana kepentingan yang beraneka ragam saling menjalin secara berkelanjutan yang semakin hari semakin meluas. Interpedansi antar mereka dalam memenuhi kepentingan-kepentingan mereka sudah menjadi suatu keharusan. Dengan perkataan lain, Negara-negara di dunia sekarang ini erat kaitannya satu sama lain, sehingga apapun yang terjadi misalnya di bidang politik, ekonomi, dan sosial di suatu bagian dunia pasti akan mempengaruhi bagian dunia lainnya.16

Sejak permulaan sejarah umat manusia, hubungan individu, kelompok, dan antar bangsa sudah mengenal kaedah-kaedah yang mengatur dan menata perilaku semestinya dalam hubungan itu sendiri. Kaedah-kaedah tersebut ditujukan sebagai suatu keabsahan yuridis untuk mengatur perilaku negara-negara didalam melakukan hubungan-hubungan di antara mereka. Inilah yang disebut dengan hukum diplomatik. Dalam rangka mempererat hubungan antar bangsa serta kerjasama dan persahabatan maka negara-negara mengirimkan perwakilannya ke negara lain. Pengiriman perwakilan negara ke negara lain dikenal dengan pertukaran misi diplomatik yang sudah dilakukan sejak dahulu. Perwakilan diplomatik dianggap sebagai wakil dari negara yang diwakilinya dan

15

Mirza Buana, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Nusamedia, Bandung, 2007, hlm.16

16

(12)

kedudukannya dipersamakan dengan kedudukan seorang kepala negara pengirim di negara penerima.17

Definisi diplomat yaitu sebagai orang yang melakukan diplomasi. Kata diplomat berasal dari bahasa Yunani yaitu “diploma” yang artinya adalah “a letter

folded double” atau surat yang dilipat ganda, kemudian diterjemahkan sebagai utusan negara yang mengemban tugas ganda. Sehingga dalam kaitannya dengan hubungan antar negara, diplomat dapat dikatakan sebagai duta negara atau utusan negara yang ditugaskan ke negara lain sebagai representatif atau untuk merepresentasikan negara yang telah mengutusnya. Maka dalam menjalankan fungsinya, seorang diplomat harus bekerja sesuai dengan aturan diplomatik yang telah berkembang di kalangan negara-negara dunia.18

Definisi mengenai diplomasi sangatlah beragam. Para pakar memberi definisi yang berbeda. Menurut Wikipedia Indonesia pengertian diplomasi adalah “seni dan praktek bernegosiasi oleh seseorang yang biasanya mewakili sebuah negara atau organisasi”. Kata diplomasi sendiri biasanya langsung terkait dengan

diplomasi Internasional yang biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan perdagangan. Biasanya, orang menganggap diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan kata-kata yang halus.19

Menurut the Chamber's Twentieth Century Dictionary, diplomasi adalah “the art of negotiation, especially of treaties between states; political skill”. (seni

17

Setyo Widagdo dan Hanig Nur Widhiyanti. Hukum Diplomatik dan Konsuler,

Bayumedia Publishing, Malang, 2008, hlm. 35 18

Syahmin AK, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm. 20

19

(13)

berunding, khususnya tentang perjanjian di antara negara-negara; keahlian politik). Syahrimin mengatakan bahwa diplomasi, yang sangat erat dihubungkan dengan hubungan antar negara sebagai : Seni mengedepankan kepentingan suatu negara melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin, dalam berhubungan dengan negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya.20

2. Hubungan Diplomatik

Definisi hubungan diplomatik adalah salah satu cara yang dipergunakan dalam hubungan internasional, dengan memakai metode diplomasi atau negosiasi. Secara tradisional, fungsi perwakilan diplomatik atau agen diplomatik yang dikirimkan ke negara asing merupakan penyambung lidah pemerintahnya dan sebagai jalur komunikasi resmi antar negara pengirimnya dengan negara dimana diplomat tersebut ditempatkan. Selain itu, diplomat tersebut memberikan laporan-laporan kepada pemerintahnya mengenai kondisi dan perkembangan situasi yang terjadi di negara penerima, melindungi bangsanya yang berdiam di negara penerima serta meningkatkan hubungan persahabatan antara negaranya dengan negara penerima. Selanjutnya diplomat tersebut bertugas memupuk kerjasama dalam bidang ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Sesuai dengan anjuran dan ketentuan-ketentuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.21

Fungsi perwakilan diplomatik pada dasarnya hanya berhubungan dengan persoalan politik, tetapi pada saat ini sulit bagi kita untuk memisahkan antara

20

Ibid, hlm. 21 21

(14)

politik dengan aspek kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Oleh karena itulah fungsi perwakilan diplomatik lama kelamaan juga berubah, bukan hanya menyelenggarakan hubungan politik saja, tetapi sudah jauh masuk ke bidang perdagangan, keuangan, perindustrian dan lain sebagainya, yang sebenarnya merupakan wewenang konsuler.22

3. Hukum Internasional

J.G Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum.23

Para sarjana banyak membahas tentang kedudukan hukum internasional sebagai bagian dari ilmu hukum. Para sarjana tersebut ada yang berpendapat bahwa hukum internasional tidak dapat digolongkan kedalam kelompok ilmu hukum tetapi hanya sekedar moral internasional yang tidak mengikat secara positif, dan ada sarjana yang menyatakan bahwa hukum internasional merupakan hukum positif yang sudah terbukti menyelesaikan atau mengatur persoalan-persoalan dunia bahkan ada pendapat yang menyatakan hukum internasional sebagai “world law” atau hukum dunia yang didalamnya ada jaringan, sistem serta mekanisme dari suatu pemerintahan dunia yang mengatur pemerintah-pemerintah dunia.24

22

M. Riza Sihbudi, Konflik dan Diplomasi, Eresco, Bandung, 1993, hlm 27 23

J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.3 24

(15)

Perbedaaan pendapat para sarjana ini disebabkan oleh cara pandang yang berbeda dalam melihat kedudukan hukum internasional. Hukum internasional selalu diasosiasikan dengan pemerintahan dalam arti nasional, sehingga ketiadaan alat-alat atau sistem yang sama seperti negara akan menyebabkan hukum internasional selalu dipandang tidak mempunyai dasar serta selalu diperdebatkan.25

Hukum internasional mengikat secara hukum. Kekuatan mengikat hukum internasional ditegaskan dalam dalam Piagam Pembentukan Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa, yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945. Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas legalitas yang sebenarnya dari hukum internasional. Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam ketentuan-ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang dilampirkan pada piagam, dimana fungsi Mahkamah dalam pasal 38 dinyatakan “ untuk

memutuskan sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian yang diajukan kepadanya.” Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir

yang mendukung legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1 Agustus 1975.26

Meskipun hukum internasional mengikat secara hukum, namun pada faktanya hukum internasional adalah hukum yang lemah (weak law).27 Dalam sistem hukum internasional tidak ada kekuasaan tertinggi yang dapat memaksakan keputusan-keputusannya kepada negara-negara, tidak ada badan legislatif internasional yang membuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat langsung negara-negara anggota disamping tidak adanya angkatan bersenjata untuk

25

Ibid, hlm.2 26

J. G. Starke, Op. Cit. hlm. 22 27

(16)

melaksanakan sanksi-sanksi kepada negara-negara pelanggar hukum serta keberadaan Mahkamah Internasional yang belum mempunyai yurisdiksi wajib universal untuk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum antar negara-negara.

Hukum internasional tidak memiliki badan legislatif internasional untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur secara langsung kehidupan masyarakat internasional. Satu-satunya organisasi internasional yang kira-kira melakukan fungsi legislatif adalah Majelis Umum PBB. Tetapi resolusi yang dikeluarkannya tidak mengikat kecuali yang menyangkut kehidupan organisasi internasional itu sendiri.28 Memang ada konferensi-konferensi internasional yang diselenggarakan dalam kerangka PBB untuk membahas masalah-masalah tertentu, tetapi tidak selalu merumuskan law-making treaties.29

Pasal 102 ayat (1) Piagam PBB menguraikan bahwa Hukum Organisasi Internasional ialah cabang dari Hukum Internasional yang dipersatukan oleh badan PBB30 dan yang semata-mata menyangkut organisasi internaisonal publik serta terdiri dari perangkat-perangkat norma-norma hukum yang berhubungan dengan organisasi internasional termasuk badan di bawah naungannya dan pejabat sipil internasionalnya.

Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional tidak dapat diragukan lagi, meskipun pada awalnya belum ada kepastian tentang hal itu31 sehingga memberikan kewenangan baginya sebagaimana diatur hukum internasional, misalnya membuat perjanjian. Seperti pendapat Mc Nair dalam

28

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Alumni, Bandung, 2011, hlm. 2-3

29

Ibid. hlm.8 30

Pasal 102 ayat (1) Piagam PBB 31

(17)

bukunya The Law of Traties tentang kewenangan organisasi internaisonal: If fully sovereign state possesses a treaty power when acting alone, it is not surprising to

find the same power attribute to an international organization which they have

created from the members of which usually sovereign states.32

Hak dan kewajiban organisasi internasional tersebut adalah benar-benar kewajiban sebagai organisasi internasional dan bukan hak dan kewajiban negara-negara yang menjadi anggota organisasi internasional tersebut secara individual.33

Dalam pembahasan isu internasional juga melibatkan sumber-sumber hukum internasional sebagaimana termuat dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice) yaitu:34

a. Perjanjian-perjanjian Internasional (International Conventions) b. Hukum Kebiasaan Internasional (International Custom)

c. Prinsip umum hukum Internasional (The general principlesof Law Recognized by Civilized Nations)

d. Putusan-putusan Pengadilan Internasional dan ajaran sarjana ahli (Subject to the Provisions of Article of 59, Judicial Decisions and the teachings of the

most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for

the determination of rules of law.

32

Mc Nair, The Law Of Trreaties, The Claredon Press, Oxford, 1961, hlm.50 33

Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 2004, hlm. 9

34

(18)

Dengan demikian Article Agreement of International Monetary Fund

terhitung sebagai perjanjian internasional yang memiliki kekuatan sebagai sumber hukum internasional.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang melakukkan analisa hukum atas peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim. Dalam penulisan ini pendekatan yuridis normatif digunakan untuk meneliti norma-norma hukum yang berlaku yang mengatur tentang peran hubungan diplomatik antara Indonesia dan Filipina dalam pembebasan WNI oleh kelompok teroris Abu Sayyaf sebagaimana yang terdapat dalam perangkat hukum internasional maupun perjanjian internasional.

Penelitian bersifat deskriptif yaitu menggambarkan peran hubungan diplomatik antara Indonesia dan Filipina dalam pembebasan WNI oleh kelompok teroris Abu Sayyaf kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung dan selanjutnya mencoba memberikan pemecahan masalahnya.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer (primary research / authoritative records)35 yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang merupakan landasan utama yang digunakan

35

(19)

dalam penelitian ini. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen berupa traktat atau perjanjian internasional sebagai anggaran dasar dari organisasi ekonomi seperti :

1) Perjanjian-perjanjian Internasional (International Conventions) 2) Hukum Kebiasaan Internasional (International Custom)

3) Prinsip umum hukum Internasional (The general principlesof Law Recognized by Civilized Nations)

b. Bahan hukum sekunder (secondary research/ not authoritative records)36

yaitu bahan hukum yang menunjang dan memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, jurnal ilmiah dan pendapat para ahli hukum internasional.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk guna kejelasan dalam memahami bahan hukum primer dan sekunder37 berupa kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi kepustakaan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan landasan dalam menganalisa data-data yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya maupun tidak langsung (internet) yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

36

Ibid, hlm.114. 37

(20)

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi dokumen yakni meneliti dokumen-dokumen perjanjian internasional terkait. Untuk memudahkan penelitian, dilakukan juga pengelompokkan data yang relevan kemudian tahap penganalisisan untuk pembahasan permasalahan tersebut. 4. Analisis Data

Penelitian ini melakukan analisis data secara kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan dengan mengutamakan kalimat-kalimat bukan angka seperti halnya pendekatan kuantitatif. Selain itu pendekatan kualitatif lebih mengutamakan dalamnya data dibanding banyaknya data.

Penelitian ini memfokuskan peran hubungan diplomatik antara Indonesia dan Filipina dalam pembebasan WNI oleh kelompok teroris Abu Sayyaf . Secara keseluruhan penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan menjabarkan secara mendalam konsep yang diperlukan dan kemudian diuraikan secara komprehensif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini serta penarikan kesimpulan dengan pendekatan atau metode berikut: 38

a. Metode induktif

Proses yang berawal dari proposisi-proposisi khusus sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat empirik. Data-data yang telah diperoleh selain dibaca ditafsirkan, dibandingkan juga diteliti demi konfirmasi akan kebenarannya sebelum dituangkan dalam skripsi.

b. Metode deduktif

38

(21)

Proses yang bertolak dari proposisi umum yang telah diketahui dan diyakini umum kebenarannya yang merupakan kebenaran ideal bersifat aksiomatik, tidak perlu diragukan lagi dan berujung pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan mendukung keutuhan pembahasan setiap sub-bab. Sistematikannya adalah :

BAB I : PENDAHULUAN.

Dalam Bab I ini dibahas mengenai latar belakang yang menjelaskan alasan pemilihan judul penelitian yang kemudian akan dilanjutkan dengan perumusan masalah dan diikuti dengan tujuan penelitian serta manfaat dari penelitian. Bab ini juga membahas mengenai keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan serta metodelogi penelitian yang digunakan dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

(22)

BAB III : PERAN HUBUNGAN DIPLOMATIK DALAM

MENYELESAIKAN SUATU MASALAH KHUSUSNYA

TERORISME MENURUT HUKUM INTERNASIONAL.

Dalam Bab ini berisi mengenai : Tinjauan Umum Terorisme, Sejarah Terorisme, Pengertian Teroris dan Terorisme, Terorisme dalam hukum Internasional dan Kaitannya dengan Hubungan Diplomatik, Peran Hubungan Diplomatik Antar Negara dalam Menyelesaikan Suatu Masalah, Hubungan Diplomatik Menurut Konvensi Wina 1961, Terorisme dalam Konvensi-Konvensi Internasional.

BAB IV : UPAYA INDONESIA DALAM MEMANFAATKAN

HUBUNGAN DIPLOMATIK DENGAN FILIPINA SEBAGAI CARA UNTUK MEMBEBASKAN WNI YANG DISANDERA. Dalam Bab ini berisi tentang : Diplomasi Sebagai Cara dalam Penyelesaian Sengketa Masalah, Penggunaan Jalur Diplomasi oleh Indonesia dengan Filipina dan Pihak Abu Sayyaf dalam Membebaskan WNI, Diplomasi Sebagai Cara Untuk Meminta Filipina Mengizinkan TNI Masuk ke Wilayah Filipina Untuk Membebaskan WNI, Penggunaan Jalur Selain Jalur Diplomasi dalam Membebaskan WNI yang Disandera oleh Pihak Abu Sayyaf..

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan organisasi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia dalam membangun integrasi sosial antara anggota yang

Tujuan studi ini adalah : (1) Untuk mengetahui pesan – pesan moral yang di berikan orang tua Etnis Tionghoa dalam mendidik anaknya; (2) Untuk mengetahui

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah perlu dilakukan konfirmasi eksperimen dengan melakukan beberapa percobaan ulang berdasarkan setting yang

Perancangan media promosi ini memiliki tujuan utama, yaitu untuk memperkenalkan pada target market tentang salah satu daya tarik Artotel yaitu Triwulan

Melalui pendekatan andragogi pada Pembelajaran Jarak Jauh di lembaga PAUD Qolbun Salim Desa Jatiendah Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung kualitas hasil belajar

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Sejarah masa

Anggoro Yudo W Teknik Mekatronika Ramdani Teknik Mekatronika Muhammad Zaid Fathuddin Teknik Mekatronika Sodipta Karina Berutu Teknik Mekatronika

Kelompok unsur logam tanah jarang pertama kali ditemukan pada tahun 1787 oleh seorang letnan angkatan bersenjata Swedia bernama Karl Axel Arrhenius, yang