FILM SANG KIAI: ANTARA KESESUAIAN SEJARAH, SEMANGAT PERJUANGAN
KEMERDEKAAN DAN TEKNIS SINEMATOGRAFIS MUMPUNI
Oleh: Reiza Patters
Berbicara tentang proses pembuatan sebuah film yang
mengangkat tema sejarah, agama dan budaya memang
memiliki kesulitan tersendiri. Selain keterampilan teknis
sinematografis yang harus banyak menyesuaikan situasi
dahulu dengan kondisi masa kini, kekuatan riset dan
kesesuaian sejarah menjadi hal yang sangat krusial untuk
diperhatikan oleh pembuat film.
Terkait dengan itu, film Sang Kiai, garapan sutradara Rako
Prijanto, banyak mendapatkan pujian sekaligus juga menuai
kritik. “eperti isal ya, kesesuaia tokoh KH Hasyi Asy ari
yang lembut dan tidak keras, sangat bagus diperankan oleh
Ikranegara. Kemudian film ini juga berusaha menggambarkan
dengan baik peran santri dan pesantren dalam sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Secara umum, film ini memiliki kualitas sinematografi dan
visualisasi yang baik. Rako Prijanto dapat dikatakan berhasil menanggulangi kesulitan dalam penyesuaian
antara kreasi sinematografis dengan kondisi asli dimasa lalu. Disamping itu, adegan-adegan dalam film ini
tergolong dinamis dan tidak monoton. Visualisasi peperangan di Surabaya, ketika pesawat-pesawat sekutu
membombardir kota tersebut, juga berhasil ditampilkan ke hadapan mata penonton tanpa harus
e perlihatka rekayasa visual yang terlalu mencolok.
Namun kritik terhadap kesesuaian sejarah juga diberikan terhadap film ini. Bagaimana kita dapat melihat
kesalahan alur sejarah yang ditampilkan. Seperti misalnya, pidato Bung Tomo dalam menyikapi ultimatum
Inggris dimunculkan lebih dahulu sebelum adegan pertempuran Surabaya 10 November 1945. Sedangkan
di antara kedua adegan itu, terselip banyak adegan lain yang sebetulnya bukan berada di antara pidato
Bung Tomo dan Pertempuran hebat dengan Sekutu tersebut, seperti beberapa pertempuran di bulan
Oktober 1945 yang diakhiri dengan perjanjian gencatan senjata yang melibatkan Bung Karno. Ini bisa
menimbulkan distorsi sejarah dan pemahaman yang keliru, sebab fakta sejarah mengatakan bahwa pidato
Bung Tomo itu dilakukan tidak lama sebelum Sekutu menggempur Surabaya tanggal 10 November 1945.
Lalu kita bisa melihat di akhir film ini, terdapat teks yangtentang pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda
yang terjadi pada tanggal 27 September 1949. Ini sangat berbeda dengan fakta sejarah yang sebenarnya.
Bahwa pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda adalah merupakan hasil dari Konferensi Meja Bundar yang
Namun begitu, film yang berbiaya
produksi sebesar 10 milyar ini, yang
sudah tayang sejak 30 Mei 2013 ini
memberikan pencerahan tentang
sebuah penggambaran sejarah yang
apik, dan mendidik di tengah
gencarnya film-film Indonesia yang
saat ini masih dikuasai oleh jenis film
yang bertemakan cerita horor, hantu
dan kisah percintaan yang klise. Film-film yang bertemakan kisah horor dan hantu itu hanya berputar-putar
pada penggambaran yang keliru dan dianggap tidak mendidik masyarakat, selain hanya mencari
keuntungan komersil. Sama halnya dengan film percintaan klise yang hanya menampilkan romantisme
yang kebanyakan hanya mengobral seksualitas dan kisah kesedihan tiada akhir.
Film Sang Kiai ini bisa dianggap sebagai sebuah lompatan besar dalam karir Rako Prijanto, yang banyak
dikenal dengan film-film bertemakan komedi a a D Bijis 7 da Malaikat Ta pa “ayap . Menggambarkan seorang tokoh yang tercatat dalam sejarah dan menceritakannya dalam sebuah film
memang tidak mudah. Namun kita mencatat beberapa film bertema sama yang sangat bagus dari banyak
segi seperti fil Tjoet Nja Dhie karya Eros Djarot, Gie 5 , atau ya g dia ggap se agai pe dahulu fil
ini, yaitu Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo (2010). Lalu ada juga film Habibie & Ainun (2012) lalu
yang menjadi Box Office Indonesia.
Walaupun begitu, film ini dianggap masih belum terlalu fokus pada
pe gga ara KH Hasyi Asy ari se ara utuh da terkesa agak
melompat-lompat dengan penggambaran karakter tokoh-tokoh
lainnya dalam film ini. Berbeda dengan film Sang Pencerah yang
dalam penggambarannya terhadap kepribadian dan karakter KH
Ahmad Dahlan, terasa fokus dan total selama film berlangsung.
Namun tetap saja bahwa kekuatan riset, visualisasi semangat
perjuangan kemerdekaan dan teknis sinematografis yang mumpuni
dalam film ini patut diacungi jempol dan membuat film ini menjadi
patut untuk ditonton, khususnya bagi penggemar sejarah dan