xiv BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mati tenggelam adalah suatu bentuk kematian karena asfiksia akibat
terhalangnya udara masuk ke paru - paru oleh karena ada cairan dalam saluran
pernafasan bagian atas. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan,
baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban
dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan
akibat dari suatu peristiwa pembunuhan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO), mencatat 0,7 % dari seluruh kematian di
dunia atau lebih dari 500.000 kematian setiap tahun disebabkan karena
tenggelam. Pada tahun 2000 di seluruh dunia ada 400.000 kejadian tenggelam
tidak sengaja. Artinya, angka ini menempati urutan kedua setelah kecelakaan lalu
lintas. Bahkan Global Burden of Disease (GBD) menyatakan bahwa angka
tersebut sebenarnya lebih kecil dibanding seluruh kematian akibat tenggelam yang
disebabkan oleh banjir, kecelakaan angkutan air dan bencana lainnya. Pada tahun
2004 diseluruh dunia terdapat 388.000 orang meninggal karena tenggelam.1
Shepherd (2009) menyatakan di
penyebab kematian nomor dua di kalangan anak-anak berusia 14 tahun dan ke
bawah (penyebab kematian nomor satu adalah kecelakaan kendaraan bermotor).
Tenggelam atau nyaris tenggelam bisa terjadi di setiap genangan air yang bisa
mengakibatkan mulut dan hidung anak terendam air, termasuk di kubanga
Di seluruh dunia, tingkat kematian akibat
tenggelam berbeda-beda menurut aksesibilitas terhadap air, iklim, dan budaya
berenang di tempat tersebut. Sebagai contoh, di
mati tenggelam per tahun (1 : 150.000), sementara di Amerika Serikat terdapat
6.500 korban mati tenggelam per tahun (1 : 50.000). Cedera akibat tenggelam
menempati peringkat ke-5 dalam penyebab kematian akibat kecelakaan di
Amerika Serikat.2
Yunus (2007) dalam jurnal GERAI edisi April 2007 menjelaskan
selama tahun 2000, 10 persen kematian di seluruh dunia adalah akibat kecelakaan
dan 8 persen akibat tenggelam tidak disengaja (unintentional) yang sebagian besar
terjadi di negara-negara berkembang. Dari jumlah tersebut, Afrika menempati
posisi terbanyak kasus tenggelam di dunia. Dan lebih dari sepertiga kasus terjadi
di kawasan Pasifik. Sementara, Amerika merupakan kawasan yang mengalami
kasus tenggelam terendah.1
Pada kasus tenggelam yang sering kali menimbulkan kesulitan bagi
penyidik adalah menentukan dimana tempat pertama kali korban tenggelam.
Pada mayat yang masih segar, beberapa pemeriksaan dapat membantu
menentukan apakah korban tenggelam di tempat dimana korban ditemukan atau
di tempat lain :
1. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara
fisik dan kimia sifatnya sama dengan air di tempat korban tenggelam
mempunyai nilai yang bermakna.
2. Pemeriksaan darah jantung. Pemeriksaan berat jenis da kadar elektrolit
pada darah yang berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan.
Bila tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah
jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan, sedangkan pada tenggelam
3. Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam
saluran pernafasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban
ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam di
tempat itu atau tempat lain.
Sehubungan dengan penggunaan diatom dalam diagnosis tenggelam,
Revenstorf pada tahun 1904 merupakan orang pertama yang berusaha
menggunakan diatom sebagai tes untuk tenggelam, walaupun dia menyatakan
bahwa Hofmann adalah orang pertama yang menemukannya dalam cairan paru
pada tahun 1896. Pandangan dasar yang dikemukakan adalah jika seseorang
tenggelam dalam air yang mengandung diatom, maka diatom akan menembus
dinding alveolar dan membawanya ke organ utama seperti otak, ginjal, hati
dan tulang.3
Diatom adalah makhluk mikroskopis yang hidup hampir di tiap habitat air.
Terdapat banyak sekali ragam dari makhluk hidup ini. Diatom termasuk kelas
tumbuh-tumbuhan, yakni suatu ganggang bersel satu yang ditemukan di air
dengan pencahayaan yang cukup. Dengan ukuran 40-200 micron tetapi mungkin
juga dengan ukuran < 4-5 micron / > 1 micron, dengan bentuk yang dimiliki
bervariasi.4,5,6,7
Penelitian Ria Fitricia (2010) sehubungan dengan kasus tenggelam
menjelaskan korban mati tenggelam yang diautopsi di Departemen Forensik
RSUP.H.Adam Malik RSUD DR.Pirngadi Medan dari Januari 2007 sd Desember
2009 terdapat 15 kasus , 80 % korban lakilaki, 20 % korban perempuan.5
Klasifikasi secara umum meliputi oligohalophilic suatu diatom yang hidup
di air segar dengan kadar garam <0,05% dan mesohalophilic serta polyhalophilic
didokumentasikan dengan baik dalam hal diversitas, pola penyebaran dan data
ekologis terkait lainnya. Namun kajian oleh M.G Forero dkk (2001) dari Spanyol
dengan menggunakan metode baru terhadap klasifikasi dan skrining atom dalam
image yang diambil dari sampel air berdasarkan bentuk dari kontour menemukan
kelompok diatom yakni circular (sirkular), elliptic (eliptik), elongated
(memanjang) dan square (persegi).9
Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan diatom antara lain oleh
Hikmah Thoha (1999) mengkaji tentang struktur komunitas diatom pada
dinoflagellata di perairan sekitar pulau Pari, kepulaan Seribu, Augustiza
Haarcorryati (2005) mengkaji populasi plankton pada ekoteknologi-wetland
buatan dalam pengolahan air limbah penduduk. Marojahan Simanjuntak (2002)
mengkaji pengaruh suhu, salinitas dan silikat terhadap kelimpahan fitoplankton di
perairan Digul laut Arafura, Papua, dengan melakukan penelitian kualitas air
perairan Belitung Barat (kelimpahan fitoplankton) dalam kaitannya dengan
budidaya biota laut. Supono (2008) meneliti tentang diatom epipelic sebagai
indikator kualitas lingkungan.9 Yeanny (2011) mengkaji komunitas fitoplankton
sebagai bioindikator kualitas air sungai Belawan.
Penemuan-penemuan patologis pada pemeriksaan post-mortem dari tubuh
yang diangkat dari air tergantung pada sejumlah faktor, termasuk
keadaan-keadaan dimana tubuh terendam dan lama waktu tubuh terendam didalam air.
Faktor-faktor penting lainnya yang perlu dilakukan adalah olah TKP dari
adanya temuan seperti pakaian, darah, rambut dan yang lainnya. Pemeriksaan
pakaian merupakan bagian yang sering diabaikan dari pemeriksaan medis
membantu dalam interpretasi (tafsiran) penemuan-penemuan fisik pada tubuh
dalam penyelidikan terhadap dugaan keadaan kematian.
Untuk mengungkap kasus pidana, TKP (Tempat Kejadian Perkara)
merupakan sumber informasi yang penting dalam mengungkapkan kejadian yang
menimpa korban. Hal ini disebabkan di TKP banyak ditemukan barang bukti
(corpus delikti) yang oleh ahlinya dapat berbicara mengungkap tentang peristiwa
yang terjadi. Namun, yang menjadi permasalahan sekarang ini, sulit menentukan
dimana TKP itu sendiri khususnya pada kasus tenggelam oleh karena korban
ditemukan jauh dari tempat dimana korban mati tenggelam.
Beberapa peneliti sebelumnya sudah membahas tentang identifikasi
diatom, namun belum ada studi atau penelitian tentang jenis-jenis diatom yang
ada di sungai Deli, dan sungai Badera .
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis melakukan penelitian
“Menentukan jenis-jenis diatom sungai Deli dan Badera pada stasiun Hulu,
Tengah dan Hilir secara destruksi asam.”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menentukan jenis-jenis diatom yang ada pada sungai-sungai di kota
Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
• Untuk menentukan jenis diatom yang ada pada sungai Deli.
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Mengetahui tempat kejadian perkara tenggelam yang korbannya
ditemukan.
2. Mengenal jenis diatom yang ada pada sungai Deli dan sungai Badera.
3. Menambah wawasan untuk penyidik dalam membantu TKP korban